Share

2

Penulis: Syarlina
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-07 03:50:30

"Num, kamu tunggu di sini, aku mau ambil minuman dulu." 

"Jangan lama-lama San, aku takut," ucapku pada Santi dengan mengedarkan pandangan ke setiap sisi ruangan besar ini. Santi berlalu pergi meninggalkanku duduk sendirian di depan sebuah bar kecil. Aku sendiri tidak tahu harus bagaimana? Tempat ini sangat asing bagiku. Sebelumnya tidak pernah mendatangi pesta ulang tahun yang mirip seperti pesta dugem ini. Sekarang kami berada di sebuah villa, di kediaman hunian keluarga Alan yang lainnya. Orang tuanya yang sangat kaya itu pasti mempunyai banyak rumah dan villa, dan ia mengadakan pesta ulang tahunnya di tempat ini. Rumah yang sangat besar yang disulap menjadi tempat hiburan malam, lampu diskotik berkelap kelip disertai hentakan kerasnya suara musik. Kalau tahu pestanya seperti ini, aku bakalan menolak keras ajakan dadakan dari Santi. Orangtuaku juga tidak akan mengizinkan kami pergi ke tempat seperti ini. Aku mau datang karena kata Santi, Fa

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pura-Pura Buta   3

    Aku menyerah terpaksa bersedia diantar Alan. Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Aku tidak ingin menoleh sedikitpun ke arahnya. Dia pun demikian, fokus mengemudikan mobilnya. Air mata tidak berhenti mengalir. Sudah kutahan tapi tidak bisa. Aku terlalu rapuh. Hidupku sudah hancur, masa depanku suram. Apa yang bisa kulakukan lagi?"Ini." Alan mengulurkan selembar tisu. Hanya kulihat, enggan untuk kuambil. Lalu kembali menoleh ke samping jendela kaca mobil, membuang muka.Kudengar Alan membuang napas. "Aku akan bertanggung jawab," gumamnya memecah keheningan diantara kami."Aku tak butuh tanggung jawabmu!" Kuusap air mata dengan kasar menjawab pernyataan Alan.Memang itu kan yang diinginkannya. Mendapatkanku dengan cara yang licik."Sumpah demi Allah, Num. Aku tidak ingat apapun dan aku juga tidak ingat ap

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-07
  • Pura-Pura Buta   4

    "Num, kamu kenapa? Kenapa menangis? Iya aku salah karena telat menghubungimu. Entah kenapa ponselku hilang tiba-tiba. Sudah dicari ke segala sisi dalam rumah juga nggak ketemu. Eh kamu tahu ketemunya dimana? Di depan teras rumah di atas meja. Aneh kan?" Aku masih menangis terisak. Penjelasan Fatih tidak kugubris. Pikiranku semakin semrawut bagai benang kusut."Num, jangan nangis dong. Masa' karena hal kecil kamu marah, iya aku minta maaf." Fatih mencoba menghiburku tapi sia-sia. Terlambat, semua tidak sama lagi Tih, aku merasa tidak pantas untukmu."Kita putus," ucapku setelah dapat menahan tangis.Hening. Tidak terdengar suara apapun dari seberang sana.Yang terdengar hanya hembusan napas kasar. Lalu, "Kamu marah sampai minta putus? Yakin?" Nada suara Fatih kalau serius memang terdengar menakutkan di kupingku. Seperti mengintimidasi.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-07
  • Pura-Pura Buta   5

    Ayah dan Kaif merangsek masuk ke dalam kamar inapku dengan tergesa-gesa. "Ada apa, Bun. Shanum baik-baik saja kan?" Raut wajah Ayah penuh kekhawatiran. Ia menelisikku yang masih terbaring di ranjang berseprei putih di ruangan ini. Kugelengkan kepala meyakinkannya kalau aku baik-baik saja meskipun wajahku masih tampak pucat. "Kaif. Keluarlah dulu. Ayah dan Bunda perlu bicara berdua." Ada keheranan di raut wajahnya, tapi da tak membantah dengan mengerjapkan mata tanda setuju. Setelah Kaif keluar, Ayah menarik kursi mendekati ranjangku. Matanya menyorot ke Bunda minta penjelasan. "Num, cerita lagi sama Ayah sama seperti yang kamu ceritakan sama Bunda." Aku menoleh ke arah Bunda dan Ayah secara bergantian. Sebenarnya apa yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Pura-Pura Buta   6

    Kami semua membisu dalam ruangan serba putih ini. Sesekali saling lirik lalu sama-sama membuang muka. Om Yudha terlihat sibuk dengan ponselnya yang selalu berdering. Aku maklum, karena dia seorang pengusaha sukses. Ayah banyak bercerita tentang temannya ini.Pintu dibuka, kami semua serempak menoleh.Ternyata Kaif yang datang, mungkin kami semua berharap itu adalah Ayah.Matanya menyorot padaku seperti bertanya heran. Aku hanya mengedikkan bahu, malas menjawab. Lalu ia ikut duduk di samping Bunda. Syukurlah adikku ini pandai membaca situasi dengan tetap memilih diam tanpa bertanya lebih lanjut menuntaskan rasa penasarannya.Selang tidak berapa lama, suara derit terdengar tanda pintu dibuka kembali.Ayah. Wajahnya datar. Ia masuk membawa lembaran kertas, aku yakin itu hasil pemeriksaanku.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-09
  • Pura-Pura Buta   7

    "Makanya pilih teman itu dilihat bebet, bibit, bobotnya ja--""Mi …!" Om Yudha melirik tajam ke arah istrinya menghentikan Tante Anya bicara. Tante Anya langsung diam dan memanyunkan bibirnya. Ini mungkin untuk kesekian kalinya ditegur oleh Om Yudha.Memang Tante Anya ini kalau bicara suka ceplas-ceplos, tidak tahu yang diomongin benar apa nggak, tetap aja bicara. Aku tidak tahu sesabar apa Om Yudha menghadapi istrinya. Terlalu cerewet dan ingin menang sendiri. Menuduh seseorang seenak udelnya tanpa berkaca bagaimana anaknya sendiri juga bisa saja dijebak oleh temannya sendiri."Artinya dari orang terdekat ya? kak Santi dan Kak Dino. Ada tiga kemungkinan. Pertama memang mereka pelakunya dan saling bekerja sama. Kedua, ada yang memerintahkan mereka atau tiga, ada yang menjebak mereka juga untuk menjebak Kak Alan dan Kak Shanum seolah mereka dijadikan kambing hitam," j

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-09
  • Pura-Pura Buta   8

    "Ayah, Bun. Memangnya foto apaan? Boleh Shanum lihat?" Ujarku dengan mengulurkan tangan karena penasaran.Bunda mendesah berat. "Nggak usah dilihat ya, Nak. Foto itu isinya gambarmu sama Alan sedang tidur bersama." Aku menutup mulutku, terkejut. "Ada yang sengaja memfoto kalian saat tidak sadarkan diri," lanjut Bunda.Buliran bening lolos dari kedua pelupuk mata. "Maaf, Bun, Yah. Gegara Shanum, kalian jadi kena masalah." Aku menangis tergugu mengingat kebodohanku mau datang ke sana dengan berbohong pada mereka. Berharap bertemu sang pujaan hati, tapi malah petaka yang kudapat.Bunda memelukku. "Sudah, tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Jadikan ini pelajaran buat kamu, lain kali nurut apa kata orang tua. Nggak mungkin kami menjerumuskanmu ke hal yang buruk." Dielusnya bahuku lembut, memberikan ketenangan.Penyesalan selalu datang diakhir. Kata

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-10
  • Pura-Pura Buta   9

    "Iya, Ma. Ini lagi di jalan mau pulang. Mama dimana?" Ayah lagi menjawab telepon. Dari nada bicaranya itu sepertinya Nenek yang menelepon."Iya, nanti Ryan jelaskan di rumah. Waalaikumsalam.""Mama?" tanya Bunda menyelidik.Ayah mengangguk. "Iya.""Pasti Bi Sumi sudah ngadu sama Mama.""Sepertinya," jawab Ayah lesu. Ibu menengok ke arahku. Kutundukkan wajah tidak ingin bersitatap dengannya."Apa yang harus kita jelaskan pada Mama." Bunda membalikkan badannya menghadap Ayah."Katakan yang sebenarnya. Mau gimana lagi." Ayah masih fokus ke depan, menyetir.Kudengar Bunda mengembuskan napas pelan. Pasti ini sangat berat untuknya dan juga Ayah.Kenapa aku tidak mati saja.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-10
  • Pura-Pura Buta   10

    Di sinilah kami berada di rumah keluarga besar Atmanegara. Rumah dengan interior modern klasik yang menambah kesan mewah pada bangunan bergaya eropa. Langit-langit rumah yang menjulang tinggi dihiasi lampu kristal di tengahnya adalah khas rumah tersebut.Kami masuk ke dalam rumah ini disambut pelayan rumah berpakain seragam. Dari pintu utama hingga dituntun menuju ruang tengah, mataku disuguhkan pemandangan yang indah dan menakjubkan. Isi dalam setiap ruangan penuh dengan barang-barang mewah dan mahal. Nenek salah kalau mengatakan keluarga kita sepadan dengan mereka. Jauh, Nek. Rumah mereka seperti istana. Besar sekali. Pantas Ayah bilang sulit untuk menghadapi keluarga Om Yudha karena dari rumah yang sangat besar ini biasanya menyimpan kekuatan yang besar pula di dalamnya.Kami diminta duduk dan menunggu sebentar. Hampir beberapa menit duduk di kursi besar ini baru nampak penghuni rumahnya. Om Yudha, Tante Anya d

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-11

Bab terbaru

  • Pura-Pura Buta   Ending

    Cup! Sebuah ciuman mendarat di bibir ranum Shanum kala ia selesai berbincang puas bersama keluarga. Mata Alan mengerling menggoda dengan menaik turunkan alisnya setelah berhasil membuat istrinya tersebut melotot tajam. "Masih sore, papinya baby A." Shanum mencubit hidung menukik tajam miliknya Alan dengan terkekeh kecil. Mereka memang sudah memberi inisial huruf untuk nama anaknya kelak dengan awalan huruf A untuk mempermudah memanggilnya saat ini, meskipun sudah ada beberapa pilihan nama lengkap yang sudah dipersiapkan oleh mereka berdua. "Nggak papa. Kan di rumah cuma kita berdua. Ingat kata dokter, paling bagus begituannya sesering mungkin di bulan mendekati HPL ini, biar mempermudah jalan lahir baby A nanti." Alan beralasan untuk memuluskan kehendaknya. Bayangan Shanum yang hanya mengenakan handuk barusan tadi masih membekas di benaknya hingga memunculkan kembali hasrat kelelakiany

  • Pura-Pura Buta   Bonus ekstra part 3

    "Masih mencintainya?" Lagi Hanum bertanya setelah melihat Fatih hanya diam tidak menjawab pertanyaan sebelumnya."Tidak. Jangan tanyakan dia. Sekarang fokus ke hidup kita. Jangan merusak kebahagian kita dengan bertanya tentang orang lain. Wanita itu hanya masa lalu. Tidak ada hubungan apapun lagi denganku. Kita juga sudah mempunyai pasangan masing-masing. Soal aku yang mungkin pernah menyebut namanya saat tidur, akupun tidak menyadarinya tapi bukan menjadikan itu alasanku masih mencintainya." Fatih mencoba menyangkal dan memberi pengertian."Benarkah? Tapi kenapa rasanya aku sakit ya setelah melihat wanita itu secara langsung." Hanum melirik Fatih sekilas, lalu memalingkan muka kembali menghadap jendela kaca mobil."Please … Num, jangan dimulai.""Justru itu, aku mau menyelesaikan semuanya sekarang. Aku ingin kejelasan apa kamu mencintaik

  • Pura-Pura Buta   Bonus ektra part 2

    Hingga sampailah Heru di sebuah tempat yang sebenarnya tidak begitu layak disebut rumah."Heru?!" Seorang wanita paruh baya berjalan tertatih mendekati Heru dengan cepat. Raut wajahnya tidak dapat menyembunyikan rasa keterkejutan dengan matanya yang membulat sempurna tatkala mendapati sosok yang dikenalnya dulu datang ke rumah kecilnya.Heru mengaku sebagai teman dari wanita yang diduganya adalah Lastri agar bisa mampir ke rumah remaja tersebut. Tak disangka yang ia temui adalah orang dari masa lalunya."Bu." Heru mendekat ingin mencium takzim tangan wanita sepuh itu, tapi ditepis kasar."Darimana kamu tahu rumah kami?" Matanya melotot tajam ke arah Heru saat bertanya. Sekarang Heru yakin kalau wanita yang ia kira Lastri itu benar dia orangnya dan wanita tua yang memandang sinis ini adalah mantan mertuanya. 

  • Pura-Pura Buta   Bonus Ekstra part

    "Jadi dia yang namanya Shanum." Fatih tertegun seraya melirik Hanum yang membuka obrolan dalam perjalanan pulang ke hotel. Wanita yang garis wajahnya tidak beda jauh dari Shanum itu tidak berani menatap ke arah suaminya saat bertanya.Fatih hanya mengangguk pelan tanpa ingin bersuara. Bibirnya terkatup rapat malas untuk membahas nama yang sedang dipertanyakan isterinya tersebut."Cantik. Pantas masih Mas panggil di tiap tidur Mas." Fatih mendesah berat mendengar sindiran halus dari Hanum. Jujur hatinya merasa tak enak karena kedapatan sering menyebut nama wanita lain saat tidur.Shanum. Nama itu begitu membekas di hati Fatih. Bahkan setelah melewati beberapa purnama, nama itu masih bertahta kuat di hatinya. Baginya, wanita itu adalah cinta pertama yang sulit dilupakan. Kalau bukan karena permintaan ayah sambungnya, mungkin dia akan tetap memperjuangkan wanita itu agar tetap

  • Pura-Pura Buta   63

    POV authorAlan memutuskan kembali ke Inggris dengan memboyong Shanum ikut dengannya ke sana. Melanjutkan kuliah mengambil S2 dengan jangka waktu setahun. Ini dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja kerjanya nanti saat memasuki perusahaan Keluarga Atmanegara. Shanum pun demikian, ikut mengambil S2 juga memanfaatkan momentum yang ada. Ia pikir daripada berdiam diri di rumah menunggu kepulangan Alan, kenapa tidak ikut menimba ilmu untuk meningkatkan kualitas ilmu yang sudah diperoleh sebelumnya. Alan pun mendukung keinginannya. Keluarga juga merestui. Mereka akhirnya memutuskan pergi setelah melengkapi segala berkas dan keperluan di sana. Kakek sudah membeli lagi satu apartemen baru untuk mereka tinggali. Yang pasti lebih besar dari apartemen Alan sebelumnya.***"Alhamdulillah, sebentar lagi kita bakal punya cucu," ucap Anya melirik Delia membuka obrolan. Tiga wanita berkumpu

  • Pura-Pura Buta   62

    POV ShanumCantik. Satu kata untuk kamar pengantin yang telah dipersiapkan untuk kami di salah satu kamar hotel berbintang lima.Taburan kelopak bunga mawar dibentuk menyerupai hati menghiasi atas tempat tidur yang didominasi warna putih. Harum semerbak menguar dari lilin beraroma terapi. Ada juga lilin-lilin kecil yang sengaja diletakkan di berbagai sudut kamar untuk menambah suasana semakin romantis."Suka?" Bisik Alan di dekat telinga. Mata masih takjub memandang keindahan kamar ini. Hati mendesir. Suaranya membuat bulu romaku berdiri. Kucoba mengendalikan rasa yang ada.Aku mengangguk. "Kamu yang buat?"Ia menggeleng lalu meraih tanganku. Menuntunku mendekati ranjang pengantin."Bukan. Orang hotel, tapi aku yang minta dibuatkan secantik mungkin. Mana ada

  • Pura-Pura Buta   61

    POV AlanTidak terasa waktu setahun telah terlewati. Masa perkuliahan akhirnya selesai juga. Wisuda sudah kujalani, tinggal pulang saja ke Indonesia. Nilai IPK-ku sangat memuaskan dan berhasil meraih cumlaude. Bahkan sudah ada tawaran kerja di perusahaan asing, tempatku magang dulu. Namun aku ingat pesan Kakek, "kita boleh menuntut ilmu di luar, tapi jangan lupa pulang dan praktekkan ilmu tersebut di negerimu sendiri." Lagipula ilmu tersebut bakalan kugunakan untuk mengembangkan perusahaan Keluarga, sesuai kemauannya.Hubunganku dengan Shanum, baik. Kami selalu berkirim pesan dan kabar agar selalu terjalin komunikasi yang erat. Tidak ada yang ditutupi, apapun itu. Sering bercerita tentang keadaan kampus masing-masing dan apa saja yang dipelajari di sana. Walau terkadang bingung dengan istilah yang terdengar asing di telinga karena perbedaan program studi yang kami ambil."Assalam

  • Pura-Pura Buta   60

    POV Shanum"Maaf, saya tidak setuju."Kaget.Ayah?Ada apa dengan Ayah? Kenapa ia tidak setuju?Kutatap wajahnya dengan khawatir. Tidak mungkin Ayah akan membatalkan pertunangan kami. Ayah bersikap biasa saja. Bahkan tidak ada pembicaraan serius di rumah mengenai hal tersebut. Malah Bunda lah yang paling nampak kesulitan menerima Alan sebelum adanya pertemuan dengan Mami Anya."Apa Alan melakukan kesalahan? Atau Delia masih marah dengan Anya?" Tebak Kakek Atma dengan Kening mengernyit. Mencoba mencari tahu.Semua mata menatap bergantian ke arah Bunda dan Mami Anya.Bunda cuma tersenyum tipis dan menggeleng cepat. Begitupun Mami Anya. Mereka saling melempar senyum meski tampak kebingungan di wajah merek

  • Pura-Pura Buta   59

    POV AlanSeharian ini aku persis seperti bodyguard. Mengikuti kemana langkah Mami pergi. Dari mengantarkannya bertemu Bunda, hingga pergi ke supermarket bagian perlengkapan kue. Ini untuk pertama kalinya kulihat Mami mengunjungi tempat yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya. Aneh"Untuk apa Mami masuk ke sini?" Aku bertanya saat Mami memilih benda asing di mataku."Inih," jawabnya seraya menunjukkan salah satu benda berbahan aluminium berbentuk persegi dengan ukuran besar."Untuk?" tanyaku heran."Buat kue." Mami berjalan pelan memperhatikan benda tersusun rapi yang berada di sampingnya."Maksudnya, Mami yang akan membuat kue?" tanyaku tidak percaya.Mami menganggukkan kepala, tapi matanya terfokus pada deretan rak-rak seperti sedang

DMCA.com Protection Status