Kevin baru saja selesai rapat saat tiba-tiba dia merasa sangat merindukan Irina. Sebenarnya, hal seperti ini sering dirasakan oleh Kevin, tetapi ia memilih untuk mengabaikannya. Bahkan, menganggap bahwa perasaannya yang merindukan Irina adalah perasaan yang tak seharusnya dia rasakan.
Kini, Kevin merasa bahwa perasaan seperti ini wajar dia rasakan. Irina adalah istrinya dan perempuan itu sedang mengandung anaknya. Jadi, sangat wajar saja jika dia mengkhawatirkan atau bahkan merindukan Irina.
Kevin tidak bisa menghentikan niatannya untuk menghubungi Irina. Dalam sekejap mata, Kevin sudah terhubung dengan Irina melalui saluran telepon.
“Kamu di mana?”
“Aku sedang di kafe dengan temanku. Ada apa? Tumben kamu telepon?”
“Bisa ke kantorku?”
“Ada masalah?” tanya Irina.
“Enggak. Cuma mau pulang bersama saja nanti.” Kevin menjawab seadanya. Dia juga tidak tahu kenapa dia ingin sekali Irina berada di sekitarnya saat ini.
“Oke, kalau gitu aku ke sana.” Kemudian panggilan ditutup. Kevin hanya menatap ponselnya kemudian dia menghela napas panjang. Apa yang sudah dilakukan Irina padanya? Kenapa dia bisa bertekuk lutut hingga seperti ini pada perempuan itu?
***
Setelah banyak mengobrol dengan Bastian, Irina memutuskan untuk segera mengakhiri perjumpaannya. Suaminya tiba-tiba menelepon dan ingin dirinya datang ke kantor, katanya agar mereka bisa pulang bersama.
Ya, Kevin memang tidak cuti, padahal mereka baru saja menikah. Ingat, pernikahan mereka hanya dilakukan di kantor catatan sipil. Tak ada pesta, tak ada perayaan apa pun. Bahkan mungkin, tak akan ada yang tahu bahwa kini dirinya menjadi istri Kevin jika bukan akun-akun gosip yang memberitakannya dengan judul seperti “Pernikahan penuh skandal dan kontroversi”. Ya, memangnya mau bagaimana lagi?
“Kamu sudah mau pergi?” tanya Bastian kemudian.
“Ya. Kevin menelepon, memintaku untuk ke kantornya.”
“Ada masalah?”
“Enggak. Aku cuman diminta ke sana agar kita bisa pulang bersama.”
“Kenapa enggak dia saja yang jemput kamu di sini? Kamu sedang hamil, harusnya kamu enggak banyak keluyuran.” Bastian tampak kurang suka dengan rencana Irina.
Irina tersenyum lembut, apa yang dikatakan Bastian benar. Namun, dia tak memiliki hak untuk menolak Kevin. Dia sudah terlalu banyak merepotkan pria itu, bahkan bisa dibilang, Irina sudah menghancurkan masa depan Kevin.
“Biarlah, aku ke sana saja. Sekalian mau jalan-jalan.” Irina menjawab dengan lembut.
“Kalau gitu, aku antar.” Bastian langsung berdiri.
Jika boleh jujur, Bastian memang masih memiliki rasa dengan Irina. Ya, siapa juga yang bisa melupakan sosok perempuan cantik dan sempurna seperti Irina? Ia akan selalu menjadi primadona untuknya, sampai kapan pun. Meski perempuan ini sudah pernah membuatnya kecewa di masa lalu, nyatanya, Irina tetaplah menjadi sosok yang spesial.
Irina tersenyum. Dia tahu bahwa Bastian akan melakukan ini. Irina mengenal Bastian, pria ini sangat baik. Karena itulah dulu Irina berhenti memanfaatkan ketulusan pria ini dengan cara memutuskannya. Pada akhirnya, Irina membiarkan Bastian mengantarnya.
***
Irina akhirnya tiba di kantor Kevin. Dia turun dari mobil Bastian, pun dengan Bastian yang juga ikut turun. Irina sangat berterima kasih dengan Bastian yang sudah mau mengantarnya sampai di tempat Kevin.
“Aku akan menghubungimu lagi. Kuharap, kamu masih mau berteman denganku.” Bastian berpesan sebelum Irina pergi meninggalkannya.
“Ya. Tentu saja, kita akan berteman baik.”
Bastian tersenyum lembut. “Dan jangan sungkan untuk menghubungiku jika kamu butuh sesuatu.”
Irina pun mengangguk. Dia bisa melihat dengan jelas bagaimana tulusnya Bastian. Irina seharusnya merasa beruntung karena masih memiliki seseorang yang perhatian padanya.
“Terima kasih. Aku seneng banget bisa ketemu sama kamu lagi siang ini.” Irina berkata jujur. Ya, setelah semua yang dialaminya hari ini, Irina merasa sangat bahagia karena sudah bertemu kembali dengan Bastian dan pria ini rupanya masih sangat baik padanya.
Tiba-tiba saja, Bastian meraih tubuh Irina hingga masuk ke dalam pelukannya. “Jaga dirimu baik-baik. Kulihat, kamu sedang tidak baik-baik saja,” bisik Bastian penuh arti sebelum melepaskan pelukannya kemudian masuk kembali ke mobil. Lalu, ia pun pergi meninggalkan Irina yang mematung di tempatnya berdiri.
Kemudian Irina tersenyum bahagia. Irina berjanji akan menjaga hubungannya dengan Bastian.
***
Di tempatnya berdiri, Kevin mengepalkan kedua belah telapak tangannya. Dia melihat dengan jelas bagaimana Irina sedang dipeluk oleh seseorang. Kevin tahu benar siapa orang itu: Bastian, salah satu mantan kekasih Irina.
Ya, Kevin tahu dengan siapa saja Irina pernah menjalin hubungan. Selain karena mencari tahu semua informasi pria yang sedang mendekati Irina, Irina juga sesekali bercerita tentang mereka. Setahu Kevin, pria tadi itu adalah seorang fotografer yang beberapa kali bekerja sama dengan Irina. Irina pernah menceritakannya, tetapi Kevin tahu lebih detailnya dari seorang detektif swasta yang dia sewa untuk menyelidiki pria mana saja yang sedang dekat dengan Irina.
Kini, pria itu dan Irina kembali bersama dan tampak begitu akrab. Apa … apa mereka kembali menjalin hubungan percintaan?
Dada Kevin terasa panas. Kevin memang selalu merasa cemburu ketika melihat Irina dekat dengan pria lain. Dulu, ketika Irina memutuskan untuk menikah dengan Max, Kevin hingga harus menenangkan diri ke luar negeri dan bertekad untuk tidak menghubungi Irina lagi saat itu. Namun, kerinduannya membuat Kevin kalah. Kevin akhirnya kembali lagi pada Irina, meski perempuan itu sudah menjadi milik pria lain.
Sekarang, saat Irina benar-benar telah menjadi miliknya, perempuan itu tampaknya memilih untuk kembali pada kekasihnya yang dulu. Bagaimana bisa Irina melakukan ini padanya?
Pintu ruang kerjanya dibuka, menampilkan sosok Irina yang tersenyum lembut padanya sembari melangkah masuk.
“Hai, kamu sudah selesai?” tanya Irina sembari mendekat ke arah Kevin. Ekspresi Kevin masih mengeras. Hal itu sempat membuat Irina menatapnya bingung.
“Dari mana saja kamu?” tanya Kevin dengan nada yang kurang enak didengar.
“Aku … habis ngopi sama Bastian.”
“Kamu balikan lagi sama dia?” Pertanyaan Kevin yang terang-terangan itu membuat Irina merasa tidak enak.
“Kupikir, itu bukan urusan kamu. Um, kita akan pulang bersama, bukan?” tanya Irina yang mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mereka.
Kevin tak menjawab. Rahangnya masih mengetat, kedua telapak tangannya mengepal erat. Meski begitu, Kevin tak bisa berbuat banyak. Dia membereskan barang-barangnya kemudian memutuskan untuk pergi begitu saja meninggalkan ruang kerjanya.
Irina hanya bisa mengikuti dari belakang. Kevin tampak marah padanya. Kenapa? Apa karena ia tak mengizinkan pria itu mengurusi masalah pribadinya?
-TBC-
Irina sedikit terkejut saat tiba-tiba mobil yang ditumpanginya bersama Kevin membelok menuju ke sebuah tempat yang cukup ia kenal. Itu adalah tempat di mana dia akan pergi menggunakan jet pribadi. Irina tahu karena dia pernah melakukannya dengan Kevin juga Max. Kenapa Kevin mengajaknya ke tempat ini?“Kita … mau ke mana?” tanya Irina saat mobil mereka berhenti.“Aku ada kerjaan di luar kota.” Kevin menjawab pendek dengan nada setengah mendesis.“Kamu akan menginap di sana?” tanya Irina kemudian.Kevin menatap Irina dengan sungguh-sungguh. “Bukan hanya aku, tapi kita.”“Tapi, aku enggak bawa baju. Maksudku….” Irina bahkan baru ingat jika baju yang dia gunakan di balik coat ini masih kotor akibat jus yang ditumpahkan Rani padanya. Bagaimana mungkin dia bepergian menggunakan pakaian seperti itu?“Kamu tidak bisa menolak.” Kevin tak bisa diganggu gugat. Irina menghela napas panjang. Pada akhirnya, dia hanya bisa mengikuti apa pun kemauan Kevin. Keduanya lalu turun dari mobil dan disambut
Ciuman yang dilakukan Kevin makin intens, makin menuntut. Apalagi ketika Irina dengan spontan membalas ciumannya. Kevin menginginkan lebih, Kevin ingin menyentuh dan memiliki Irina sepenuhnya. Kemudian, dalam sekejap mata semuanya berakhir ketika Irina meremas dada Kevin lalu mendorongnya menjauh.Kevin menghentikan aksinya, dia tahu bahwa Irina menolaknya. Ekspresinya mengeras seketika, bahkan Kevin merasa sedikit malu saat sadar dirinya mendapatkan penolakan dari istrinya sendiri.“Kevin, kupikir….” Irina menggantung kalimatnya, dia ragu menyatakan alasan kenapa ia menolak pria ini.Kevin tak butuh alasan itu, dia tahu pasti kenapa Irina menolaknya. Irina tak menginginkannya. Irina menikah dengannya hanya karena kehadiran bayi itu. Irina masih mencintai mantan suaminya, dan mungkin saja perempuan ini kini sudah kembali menjalin kasih dengan mantan kekasihnya.Kevin marah. Ekspresinya mengeras, tetapi dia tak bisa melampiaskan kemarahannya pada Irina. Secepat kilat Kevin menjauhi Iri
Jam sepuluh malam, Kevin dan Irina sudah kembali ke cottage mereka. Sebenarnya, Kevin hanya akan mengantar Irina, sedangkan dia akan menghabiskan waktunya di bar lalu tidur di hotel yang terpisah dengan Irina seperti kemarin. Namun, saat Kevin akan berbalik, Irina bertanya, “Kamu akan pergi?” “Ya.” Kevin menjawab pendek.“Kamu akan ninggalin aku?” tanya Irina lagi.“Ya.” Sekali lagi Kevin menjawab pendek. Dia bersiap melangkah menjauh, tetapi Irina dengan cepat sudah menggapai lengannya dan menghentikan langkah Kevin.“Tidak bisakah kamu di sini saja?” tanya Irina kemudian.“Kalau aku di sini, kita tidak hanya akan tidur.” Kevin mendesis tajam.“Kevin.”“Lepaskan aku, Irina.” Kevin membuka suaranya. Namun, cekalan Irina makin erat. “Kamu bisa melakukan apa pun padaku. Asalkan jangan tinggalkan aku,” ucapnya setengah melirih.Tubuh Kevin membeku seketika, dia tidak menyangka bahwa Irina akan mengucapkan kalimat itu. Segera dia menatap ke arah Irina, Kevin mendapati perempuan itu yang
Pagi itu, Irina terbangun sendiri. Dia sempat terkejut mendapati tubuhnya telanjang bulat di bawah selimut tebal. Kemudian Irina baru mengingat bahwa semalam dia telah melakukan hubungan intim dengan Kevin. Irina merasakan pipinya memanas seketika ketika mengingat kejadian itu. Segera dia menggosok pipinya, yang mungkin saat ini sudah terlihat memerah. Semalam, Kevin begitu bergairah, meski begitu, pria itu sangat lembut memperlakukannya. Seakan-akan dia adalah sesuatu yang rapuh dan mudah pecah. Kevin begitu menjaganya, bahkan pria itu tak menuntut banyak hal padanya. Irina menggeleng. Seharusnya dia tak mengingat tentang semalam lagi. Bisa-bisa wajahnya tak berhenti memerah seperti tomat nantinya.Irina kemudian mengalihkan pandangan ke segala penjuru ruangan. Dia mencari keberadaan Kevin yang mungkin saja masih di dalam kamar. Nyatanya, pria itu tak ada di sana.Irina menuju ke kamar mandi dengan tubuh yang masih berbalutkan selimut. Irina harus mandi, dia ingin bertemu dengan Ke
Malamnya, Kevin kembali ke kamar dan mendapati Irina masih belum tidur. Perempuan itu duduk di pinggiran ranjang seakan sedang menunggunya. Kevin mencoba untuk bersikap sebiasa mungkin, walau pada akhirnya gagal setelah bayangan Irina menyebutkan nama mantan suaminya semalam kembali mengusik pikirannya. Kevin tak dapat mengungkapkan kekesalannya, di sisi lain, Kevin merasa sakit hati. “Kamu baru pulang?” tanya Irina sembari bangkit dan mendekat ke arah Kevin.“Ya.” Kevin menjawab singkat. Dia menuju lemari dan mengeluarkan pakaian. “Tapi aku akan keluar lagi.”“Ke mana?” tanya Irina dengan cepat.“Ada janji.”“Sama siapa?” Dengan spontan, Irina menanyakan hal itu.Kevin menghentikan aksinya. Dia berbalik kemudian menatap Irina penuh tanya. “Tampaknya kamu sangat penasaran.” Kevin berkomentar.“Aku … um, aku enggak mau ditinggal sendiri. Memangnya kamu ke mana?” tanya Irina lagi.Kevin melirik jam tangannya, dia berpikir sebentar kemudian menjawab, “Arsen ada acara, ulang tahun pernik
Kevin masih menyeret Irina hingga sampailah mereka di cottage. Setelah mengunci diri mereka berdua di sana, Kevin segera menatap Irina dengan tajam. Irina mencoba untuk bersikap sebiasa mungkin. Toh, dia tak melakukan apa pun, jadi mengapa dia harus merasa takut?“Dari mana saja kamu?” tanya Kevin dengan desisan tajamnya.“Jalan-jalan di sepanjang pantai.”“Dengan Satria?” tanya Kevin kemudian.“Aku enggak tau siapa namanya.” Irina berkata dengan jujur. Dia memang tak tahu nama pria yang telah mengajaknya berjalan menelusuri pantai tadi.“Haha, kamu pikir aku bodoh? Mana ada orang yang tak saling mengenal kemudian memutuskan untuk jalan-jalan bersama?”“Apa pun yang kujelaskan sama kamu, pasti kamu enggak percaya,” ucap Irina kemudian.“Ya, karena kamu memang tidak bisa dipercaya.” Kevin menjawab cepat dan dengan nada tajam. “Sekarang, aku ingin kamu memuaskanku.”Irina terkejut dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh Kevin. Dia tak menyangka bahwa Kevin, yang dia kenal selama ini
Irina membuka mata. Dia merasakan bahwa tidurnya semalam sangat nyaman dan nyenyak, kemudian Irina baru sadar rupanya dia sudah berada di dalam kamarnya, di rumahnya dengan Kevin. Kapan aku sampai? Irina lalu duduk, mengamati segala penjuru ruangan. Dia juga melihat ranjang di sebelahnya, tampak rapi seolah-olah tak ada yang meniduri. Apa Kevin tak tidur? Irina akhirnya menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum dia mencari keberadaan Kevin.Setelah keluar dari kamar mandi, Irina mengganti pakaian lalu mulai mencari keberadaan Kevin. Mula-mula, Irina mencari ke meja makan karena mungkin Kevin sudah menunggunya untuk sarapan bersama di sana, tetapi rupanya meja makan sudah kosong. Hanya ada asisten rumah tangga yang sedang membersihkan sisa sarapan yang kemungkinan besar adalah bekas sarapan Kevin.“Bi, apa Kevin sudah berangkat?” tanya Irina kemudian.“Sudah, Non, baru saja. Mungkin baru sampai di depan komplek.”Irina mengangguk, terdapat kekecewaan dalam
Kevin saat ini masih rapat, tapi, pikirannya sedang tak berada di sana. Tentu saja dia sedang memikirkan istrinya, Irina. Perempuan sejak tadi menghubunginya melalui pesan singkat, mengabarkan tentang keadaannya. Padahal, biasanya Irina tak seperti itu. Lalu baru saja perempuan itu mengirimkan pesan singkatnya lagiIrina : Aku di kantormu. Tapi kamu jangan buru-buru. Aku cuma mau nunggu di sini. Kita pergi belanja bareng ya, atau kalo gak sempet kita pulang bareng aja… (:Sialan perempuan itu. Apa tujuannya membombardir dengan pesan-pesan sok manja seperti itu? Irina tak pernah memperlakukannya seperti itu. Ya, dulu sekali sebelum perempuan itu menikah dengan Max, Irina memang sering kali meminta bantuan padanya. Namun setelahnya, hubungan mereka merenggang. Kevin tahu betul dirinya menjadi pria kedua setelah Max. Irina sudah pasti meminta bantuan pada Max saat-saat itu, karena perempuan itu hampir jarang menghubunginya. Kemudian setelah hubungan Irina dan Max mulai merenggang, Irina
Selama seminggu terakhir setelah kejadian Irina menampar Kevin malam itu, hubungan Irina dan Kevin kembali sedikit merenggang dan dingin. Irina sudah kembali tidur di kamar mereka. Namun, mereka hanya tidur. Kevin tak lagi menuntut haknya pada Irina setelah kejadian malam itu. Sedangkan Irina, meski dia merindukan sentuhan Kevin, Irina tentu tak mungkin tiba-tiba menggoda Kevin.Irina hanya sesekali mencoba mendekatkan diri pada Kevin, meski reaksi pria itu masih cuek-cuek saja. Meski begitu, Irina mengetahui, jika diam-diam Kevin perhatian padanya.Seperti… saat makan siang, tiba-tiba supir Kevin mengantarkan bingkisan makanan untuk Irina yang masih fokus dengan renovasi ruko untuk butiknya. Kevin juga sealu mengantar jemput Irina dengan alasan bahwa mereka satu arah.Perhatian-perhatian seperti itu membuat Irina sedikit tenang. Setidaknya dia tahu bahwa Kevin masih peduli dengannya, meski pria itu masih menampilkan ekspresi dingin dan cueknya.Hari ini, adalah hari pertama pembukaan
Irina menyusul Kevin masuk ke dalam ruko tersebut. Kevin tampak mengamati seluruh penjuru ruangan yang sudah kosong karena para pekerja Irina memang sudah lebih dulu pulang sebelum Bastian pulang tadi. Lalu Irina membuka suaranya lagi dan mencoba untuk mencairkan suasana yang masih terasa tegang.“Kamu mau minum sesuatu?” tawar Irina.Kevin menatap Irina, masih dengan tatapan mata tajamnya “Kamu masih belum menjawab pertanyaanku. Kenapa dia bisa di sini?”“Uumm, aku belum cerita ya? Ruko ini bekas studio foto milik Bastian. Aku ingat kalau tempatnya strategis, dan Bastian sudah pindah kantor hingga ruko ini kosong, jadinya aku memutuskan untuk menyewanya.”Kevin ternganga mendapati jawaban Irina yang jujur dan polos itu. Apa Irina tak memikirkan perasaanya? “Aku sudah bilang sama kamu, bahwa aku bisa membantumu mencarikan tempat. Tapi kamu memilih tetap di tempat ini. Sekarang aku tahu, apa alasannya.”“Aku hanya nggak mau buat kamu repot.”“Oh ya? Bukan karena agar kamu punya alasan
Kevin memberhentikan mobilnya di depan sebuah ruko besar. Dia mengamati ruko tersebut, kemudian menatap Irina dan bertanya “Jadi, di sini kamu akan menjual semua koleksimu?” Setelah kembali dari kapal, Kevin sebenarnya akan mengantarkan Irina pulang dan dia kembali ke kantornya. Namun rupanya, Irina ingin diantar ke sebuah tempat yang akan menjadi tempat kerjanya nanti. Sebuah tempat yang akan disulap Irina menjadi butik tempat dia akan menjual koleksi baju dan barang-barang branded tak terpakai miliknya.Irina tersenyum dan mengangguk “Ya. Bagaimana menurutmu tempatnya?” tanya Irina balik.Kevin mengamati sekitarnya “Bagus dan ramai. Kamu pintar cari tempat.”Irina tersenyum senang. “Aku ingat kalau tempat ini tidak terpakai. Ini milik temanku, jadi, aku menghubunginya untuk menyewanya sementara.”“Kalau kamu mau aku bisa—”“Tidak.” Irina memotong kalimat Kevin. “Aku tahu kamu bisa membelinya, tapi tempat ini tidak dijual.” Irina menjelaskan.“Apa yang kamu lakukan di sini nanti?” t
Cumbuan yang dilakukan Kevin semakin dalam, semakin menuntut, hingga akhirnya, Kevin tak mampu lagi menahan diri. Dilepaskannya tautan bibirnya pada bibir Irina, kemudian dengan napas yang masih memburu, Kevin mengajak Irina meninggalkan tempat tersebut menuju ke kamar di dalam kapal yang sudah dipersiapkan untuknya.Irina mengikuti saja kemanapun langkah kaki Kevin berjalan. Dia percaya sepenuhnya dengan pria itu, bahwa pria itu tak akan menyakitinya. Akhirnya, sampailah mereka di kamar yang sudah dipersiapkan. Irina mengamati segala penjuru ruangan. Rupanya, ruangan tersebut telah benar-benar dipersiapkan untuknya dan juga Kevin. Bahkan, tampak tertata rapi bunga-bunga di sana, membuat suasana terasa menjadi lebih romantis.“Kamu yang menyiapkan semua ini?” tanya Irina kemudian.Kevin menatap Irina dengan sungguh-sungguh. “Aku tak memiliki waktu sebanyak itu.” Irina tersenyum menanggapi jawaban Kevin. Pria itu kemudian mengulurkan jemarinya kembali menyentuh pipi Irinya, mengusapn
Jam Empat sore, Irina sudah pulang dari tempat yang dia kunjungi tadi. itu adalah sebuah tempat dimana dia akan mendirikan butik baju koleksinya. Irina bersyukur bahwa semuanya berjalan dengan lancar, dan segera mungkin dia akan mulai memindahkan koleksi-koleksi bajunya ke sana setelah tempat tersebut siap.Saat ini, Irina sedang mempersiapkan diri untuk berkencan dengan Kevin, seperti yang sudah mereka rencanakan tadi pagi. Mengingat hal itu membuat pipi Irina kembali merona seketika.Irina menggunakan gaun yang menurutnya paling bagus, merias wajahnya dengan make up secantik mungkin, bahkan dia juga menata rambutnya sendiri agar terlihat indah di mata Kevin. Ini akan menjadi kencan pertamanya dengan Kevin, dan entah kenapa Irina merasa sangat antusias.Tiba-tiba saja Irina jadi teringat tentang apa yang dikatakan ibunya dulu, bahwa Kevin akan selalu menjadi tuan muda untuknya. Irina menunduk sedih, dia menatap perutnya sendiri lalu mengusapnya dan tersenyum lembut. “Apa yang kulaku
Pagi hari, Irina sudah membuka matanya, tapi dia memutuskan untuk tak bergerak dan tetap berada dalam rengkuhan Kevin. Selain karena canggung, Irina juga ingin menikmati kebersamaannya dengan Kevin lebih lama lagi. Irina takut, jika dia bangun lalu semua kebahagiaan ini akan berakhir seperti saat itu.Irina merasakan Kevin mengeratkan pelukannya, pria itu rupanya sudah bangun, namun tampak enggang bangkit dari tidurnya.“Kamu sudah bangun?” tanya Kevin dengan suara yang serak.Irina mengangguk lembut.“Mau mandi bareng?” tawar Kevin yang segera mendapatkan tatapan penuh arti dari Irina. Irina menunduk dan tersenyum. Pada akhirnya Kevin bangkit, mengajak Irina melakukan apa yang menjadi idenya tadi.*** Setelah mandi bersama, dan hanya mandi, karena meski menginginkan tubuh Irina, Kevin cukup tahu diri untuk tidak menyentuh tubuh Irina terlebih dahulu. Irina pasti lelah, dan dia tak ingin membuat Irina semakin kelelahan. Kevin mengganti pakaiannya dengan pakaian kerja, sedangkan Ir
Irina merasa sangat canggung saat ini. Dulu, dia memang sering melaukan hal seperti ini, telanjang bersama di kamar mandi dan mandi bersama dengan saling menyentuh, tapi itu dengan Max dulu, bukan dengan Kevin, dan saat itu kondisi tubuhnya masih sangat bagus, ramping dan indah, bukan seperti sekarang ini. Rasa percaya diri Irina benar-benar sedang menurun, ditambah lagi fakta jika orang yang tengah mandi bersamanya saat ini adalah seorang Kevin Diningrat, Tuan Mudanya, temannya, suaminya. Astaga… “Apa yang kamu pikirkan?” pertanyaan Kevin membuat Irina mengangkat wajahnya. Saat ini, keduanya memang sedang berhadapan di bawah guyuran shower. Kevin tadi baru saja membantunya menyabuni bagian belakang tubuh Irina. Lalu, pria itu meminta Irina melakukan hal yang sama dengan tubuhnya. Kemudian keduanya kini saling membilas diri dari busa-busa sabun di bawah shower.Irina menggelengkan kepalanya “Tidak ada.”“Jika aku memikirkan sesuatu, apa kamu mau mengetahuinya?” tanya Kevin kemudian.
“Ya. Kamu mau dipanggil dengan panggilan lain?” tanya Irina kemudian.Kevin sempat membatu dengan pertanyaan Irina. Dia hampir tak pernah membayangkan jika akan memiliki anak dari perempuan ini. Sejak awal, dia tahu bahwa dirinya hanya dimanfaatkan. Perempuan ini hanya butuh donor sperma dan tak ingin melibatkan dirinya dalam kehidupan anak mereka. Kevin masih menaati itu, walau Irina sudah berulang kali mengingkarinya.Kevin hanya menggeleng. Sejujurnya, dia tak tahu harus menjawab apa. Dia tak pernah membayangkan akan dipanggil ‘Papa’ oleh bayi Irina nantinya, bayinya juga. Irina tersenyum lembut. Perempuan itu memutuskan kembali berbelanja, sedangkan Kevin hanya terpaku melihatnya di tempatnya berdiri.***Keluar dari toko itu, keduanya memutuskan makan malam di sebuah restoran yang tak begitu jauh. Namun sesampainya di depan restoran tersebut, keduanya menghentikan langkah saat mendapati dua perempuan yang menghampiri mereka. Dia adalah Dewi dan Rani.“Wah! Kebetulan ketemu sama K
Kevin saat ini masih rapat, tapi, pikirannya sedang tak berada di sana. Tentu saja dia sedang memikirkan istrinya, Irina. Perempuan sejak tadi menghubunginya melalui pesan singkat, mengabarkan tentang keadaannya. Padahal, biasanya Irina tak seperti itu. Lalu baru saja perempuan itu mengirimkan pesan singkatnya lagiIrina : Aku di kantormu. Tapi kamu jangan buru-buru. Aku cuma mau nunggu di sini. Kita pergi belanja bareng ya, atau kalo gak sempet kita pulang bareng aja… (:Sialan perempuan itu. Apa tujuannya membombardir dengan pesan-pesan sok manja seperti itu? Irina tak pernah memperlakukannya seperti itu. Ya, dulu sekali sebelum perempuan itu menikah dengan Max, Irina memang sering kali meminta bantuan padanya. Namun setelahnya, hubungan mereka merenggang. Kevin tahu betul dirinya menjadi pria kedua setelah Max. Irina sudah pasti meminta bantuan pada Max saat-saat itu, karena perempuan itu hampir jarang menghubunginya. Kemudian setelah hubungan Irina dan Max mulai merenggang, Irina