Andi yang melihat kedua mata Larasati berkaca-kaca, seketika emosinya luruh. Dia menyentuh pundak istri mudanya itu dengan tatapan teduh.“Pulanglah, Laras. Jangan ganggu istirahat Hanum. Lihat akibat ulah kamu tadi, yang menyebabkan piring jatuh ke lantai dan makan siang Hanum berserakan. Padahal dia harus makan sebelum minum obat. Turunkan ego kamu, ya. Kita akan bicara lagi nanti di rumah,” ucap Andi lembut.Larasati akhirnya menurut. Dia lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah keluar ruangan.Bersamaan dengan itu, cleaning service rumah sakit datang ke ruang rawat Hanum. Kemudian sigap membersihkan lantai, dan mengangkut pecahan piring serta makanan yang berserakan di lantai.Setelah lantai bersih kembali, dan cleaning service telah pergi dari ruangan itu, Hanum menatap sang suami dan membuka suaranya.“Mas sebaiknya pulang juga sekarang. Susul istri kamu itu yang sekarang sedang ngambek,” ucap Hanum lirih. Hati Hanum tercubit, ketika menyebutkan kata ‘istri kamu’ yang menegaskan
Andi seketika jadi salah tingkah dengan kehadiran Tania di rumah sakit itu.“Mas, kok diam saja sih? Katakan siapa gadis itu?” ucap Larasati mengulangi pertanyaannya.Andi bergeming. Dia lebih memilih bungkam untuk menghindari keributan di muka umum. Sudah pasti kalau Larasati akan marah padanya, andaikan tahu siapa Tania dan ada hubungan apa gadis itu dengannya. Andi ingin rasanya berlari dari tempat itu, meninggalkan wanita yang sama-sama cantik meski beda usia. Tapi, kini tak ada tempat untuk Andi berlari maupun bersembunyi.Tania yang melihat Andi gelagapan dan Larasati yang curiga, tampak menikmati momen tersebut. Dia bahkan berniat untuk mengompori Larasati yang terlihat semakin penasaran, karena Andi yang tetap bungkam.“Tante penasaran ya tentang siapa aku ini?” celetuk Tania dengan senyuman.Larasati mengalihkan tatapannya pada Tania yang kini tersenyum semringah. Kedua matanya menatap tajam pada gadis muda nan cantik berkulit putih bersih.“Tante...Tante. Memangnya saya suda
Andi terdiam. Dia sejujurnya malas untuk membahas mengenai hubungannya dengan Tania, karena semuanya tentang gadis itu sudah berakhir semenjak Hanum memergokinya di kafe. Namun, kini sepertinya dia tak bisa menghindar dari tuntutan Larasati yang butuh penjelasan darinya.“Aku akan jelaskan semuanya. Tapi, dengan satu syarat,” ucap Andi berusaha tenang, karena dalam hatinya mulai berdebar. Dia yakin kalau setelah ini Larasati pasti akan mengamuk.“Apa syaratnya?” tanya Larasati.“Kalau penjelasan yang aku beri nanti, adalah yang terakhir kalinya. Aku nggak mau membicarakan soal itu lagi, dan kamu jangan mengungkit lagi masalah itu. Bagaimana?” sahut Andi dengan tatapan lekat pada wajah cantik Larasati.Larasati berpikir sejenak, dan akhirnya setelah beberapa detik dia menganggukkan kepalanya.“Ok, aku janji nggak akan mengungkit masalah itu lagi.”Andi lalu melangkah menuju ke sofa yang ada di pojok ruang kamar. Diikuti oleh Larasati.“Aku mengenal Tania secara nggak sengaja. Saat itu
Bukan hanya Rafi saja yang terkejut, tapi wanita muda itu juga terkejut. Wanita yang menjadi koas dokter gigi itu, bahkan sampai membulatkan kedua matanya saking terkejutnya bertemu kembali dengan Rafi. Pria yang tadi dia bentak.“Mas, silakan duduk!” ucap dokter gigi yang kini tersenyum setelah melihat Rafi tertegun di ambang pintu.“Sudah kenal dengan Nadya? Temannya, ya?” imbuh dokter masih dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.“Eh, nggak sih, Dok. Cuma tadi nggak sengaja ketemu dan ada insiden di dekat lobi.” Rafi menjawab dengan tersenyum canggung. Dia lalu duduk di depan dokter yang dibatasi oleh meja.Dokter gigi itu hanya ber ‘oh’ ria mendengar jawaban Rafi.“Apa keluhannya, Mas?” tanya dokter yang kini mulai serius.“Gigi saya yang sebelah kanan paling ujung sakit banget, Dok.” Rafi menjawab sambil meringis menahan rasa sakit.“Sakitnya membuat saya sulit mengunyah makanan,” imbuh Rafi.Dokter gigi itu mengangguk seraya berkata, “Mas ke kursi itu dulu, ya. Saya mau memerik
Tiga hari berlalu, namun sakit gigi Rafi tak kunjung hilang. Dia akhirnya kembali mengunjungi poli gigi untuk mendapatkan tindakan selanjutnya dari dokter.“Bagaimana, masih sakit?” tanya dokter ketika Rafi sudah duduk di hadapannya.“Memang rasa sakitnya sudah berkurang, Dok. Tapi, sedikit banget berkurangnya. Ini obatnya sudah habis, ya balik sakit lagi seperti semula meski nggak sesakit sebelumnya,” sahut Rafi dengan telapak tangan yang diusap lembut pada pipi kanannya yang agak bengkak.“Ya sudah, kalau begitu sekarang dicabut saja giginya. Silakan duduk di kursi itu, ya!” ucap dokter, yang diangguki oleh Rafi.Rafi melangkah ke arah kursi yang digunakan dokter gigi, untuk melakukan tindakan pada pasien. Dia melirik ke arah Nadya, yang berdiri tak jauh dari kursi itu. Di saat yang sama, Nadya pun melakukan hal seperti yang Rafi lakukan. Tatapan mata mereka pun bertemu, dan seulas senyum spontan terukir di bibir mereka.Rafi lalu duduk di kursi dan siap menunggu tindakan dokter.Ta
Kedua bola mata dan mulut Rafi membuka sempurna saking terkejutnya dia mendengar penuturan Nadya, bahwa Larasati adalah mantan istri muda ayah gadis itu.“Ternyata, merebut suami orang adalah hobi si Larasati, ya. Sayang sekali, kalau wajahnya yang cantik digunakan untuk memikat lelaki yang sudah beristri. Padahal masih banyak lelaki lajang di luar sana. Kenapa juga harus yang sudah jadi milik orang lain,” ucap Nadya dengan gelengan kepalanya.“Wajah cantik kan belum tentu hatinya juga cantik, Nad. Ya, contohnya si Larasati itu. Kamu nggak kasih pelajaran padanya, karena dia sudah merusak kebahagiaan keluarga kamu? Kalau aku dan kedua adikku sudah kasih dia pelajaran. Kami datangi dia dan merekamnya, lalu membuat viral. Habis karir modelnya sekarang, Nad. Dia yang semula jadi brand ambasador sebuah produk kosmetik, kini diganti oleh model lain. Gigit jari dia,” ujar Rafi dengan senyuman.“Bagus deh kalau sekarang karirnya hancur. Itu juga mungkin karena dia terkena karma yang merusak
Nadya membalas tatapan Rafli seraya berkata, “Kamu serius, Raf?”“Apa aku terlihat seperti main-main sekarang?” ucap Rafi balas bertanya.Nadya terdiam. Tak bisa dipungkiri kalau dia pun sesungguhnya tertarik juga pada Rafi. Meskipun secara usia pemuda itu lebih muda darinya, tapi Rafi terlihat dewasa.“Apa kamu nggak masalah kalau aku lebih tua usianya dari kamu beberapa tahun? Usia kamu sekarang berapa memangnya?” tanya Nadya serius.Rafi terkekeh mendengar pertanyaan Nadya. Dia menyeruput minumannya terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan gadis cantik, yang sudah mencuri hatinya.“Dua bulan lagi usiaku dua puluh tahun. Aku bisa menebak kalau selisih usia kita sekitar tiga atau empat tahun. Nggak masalah itu, Nad. Yang selisih usianya di atas lima tahun saja banyak kok. Malah awet hubungan mereka. Yang penting, dalam hubungan itu saling pengertian saja sih. Kalau sudah begitu insya Allah, hubungan akan langgeng,” sahut Rafi yang kini juga tampak serius.“Memangnya usia kamu se
Andi terus memperhatikan Hanum dan ketiga anaknya tampak ceria, ketika berbincang dengan Sadewa dan Zahra. Dia yang awalnya ingin masuk, jadi berpikir lagi karena sampai saat ini ketiga anaknya maupun Hanum masih memusuhinya.‘Apa kalau aku masuk ke sana, akan diterima oleh mereka? Apakah nantinya kehadiranku akan membuat senyum mereka hilang?’ tanya Andi dalam hati.Berbagai pertanyaan yang hinggap di kepala Andi seketika membuat pria itu merasa dilema.Andi menutup daun pintu dengan perlahan. Dia tak ingin kehadirannya diketahui oleh istri dan ketiga anaknya. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, karena tak ingin merusak suasana. Di saat berjalan di sepanjang koridor rumah sakit, hati Andi terasa kacau balau. Dia merasa sendirian sekarang. Seharusnya dia yang berada di dalam ruangan itu, dan bercengkerama bersama dengan anak dan istrinya. Tertawa bersama dan saling bertukar cerita seperti dulu, saat dirinya belum mengkhianati Hanum. Namun, kini semuanya sudah terjad
Amelia sontak tersipu mendengar penuturan sang kakak. Wajahnya pun merona. “Cie, merah lho wajahnya si Amel. Nggak sangka kalau dia naksir sama si dosen itu. Nggak apa itu, Mel. Paling selisih usianya maksimal sepuluh tahun. Masih wajar itu menurut aku. Masih banyak yang selisihnya di atas sepuluh tahun. Ayo, Mel, aku dukung deh! Kayaknya orangnya baik,” ucap Gilang antusias. “Dia itu yang tolongin Amel saat mau dikerjai sama keponakannya Larasati, Lang,” celetuk Rafi. “Nah, keren itu. Sudah kelihatan tipe melindunginya. Nanti nggak apa deh kalau kamu duluan, Mel. Kakak sih belakangan nggak apa-apa. Lagi pula aku belum punya calonnya,” ucap Gilang dengan senyum menggoda pada sang adik. Wajah Amelia semakin memerah dan dia jadi salah tingkah. “Kita pulang saja sekarang, yuk! Ngobrol soal begini di tempat umum. Nanti kalau kedengaran orang, bagaimana? Malu tahu, Kak,” sahut Amelia. Dia lantas berjalan mendahului kedua kakaknya, karena merasa malu ketahuan isi hatinya oleh dua kakakn
Hanum mengulum senyuman. Dia lalu menarik leher Andi dan mendekatkan telinga pria itu ke bibirnya. Dia lalu berbisik di sana.Kedua kelopak mata Andi membuka sempurna karena terkejut dengan apa yang Hanum bisikkan.“Kamu serius, Num? Nggak sedang bercanda?” tanya Andi dengan wajah memelas.“Iya, aku serius. Masak aku bohong sih, Mas. Aku ini kan belum menopause. Jadi masih kedatangan tamu bulanan lah. Aku tadi di kamar mandi baru tahu, kalau malam ini mendadak kedatangan tamu bulanan. Untung tadi sudah salat isya.” Hanum berkata sambil mengulum senyuman karena melihat wajah frustrasi Andi.“Sabar ya, Mas. Minggu depan deh baru bisa. Sekarang puasa dulu, ya. Sekalian menguji hati kamu, apa masih kuat menunggu satu minggu lagi?” imbuh Hanum yang masih mengulum senyumannya.Andi menghela napas. Dia berguling ke samping tubuh Hanum, dan memosisikan tubuhnya miring. Menghadap sang istri yang juga dalam posisi yang sama seperti dirinya. Tatapan mata mereka bertemu, dan saling mentransfer ra
Maya terdiam sambil mengaduk-aduk makanannya. Dia tiba-tiba saja menjadi tak berselera makan.Nadya yang melihat ekspresi sang mama, merasa bersalah karena terkesan dirinya memaksakan kehendak. Dia lalu memegang jemari tangan Maya dan mengusap lembut punggung tangan sang mama.“Aku minta maaf kalau perkataan tadi membuat Mama merasa nggak nyaman. Abaikan saja omongan aku tadi, Ma. Aku nggak memaksa Mama agar bisa memaafkan papa,” ucap Nadya lirih dan dengan nada yang tercekat, menahan tangis.Maya menoleh pada anak gadisnya. Dia melihat wajah cantik Nadya yang kini muram.‘Apa aku yang selama ini egois, mementingkan perasaanku sendiri tanpa memikirkan perasaan Nadya? Apa aku terlalu keras hati, sehingga sulit untuk memaafkan Mas Bima? Apakah sebenarnya Nadya merindukan papanya?’ ucap Maya dalam hati.“Nad, jawab pertanyaan Mama dengan jujur ya, Sayang,” ucap Maya dengan nada suara pelan.“Iya, Ma. Mama mau tanya apa?”“Apa kamu...merindukan papa kamu?”Nadya tak langsung menjawab. Dia
‘Jadi Hanum berencana akan rujuk dengan Andi. Sepertinya aku sia-sia saja selama ini mendekatinya. Lebih baik aku pulang saja sekarang. Mumpung belum ada yang tahu kehadiranku di sini. Mungkin Hanum memang bukan jodohku,’ ucap Sadewa dalam hati.Sadewa lalu dengan perlahan mundur teratur dari teras rumah Sawitri. Dia memutuskan pergi dari rumah itu karena tak ingin mendengar percakapan mereka. Dia memilih untuk lapang dada membuang jauh angannya terhadap Hanum, wanita yang dia suka sejak lama.“Mas Dewa, mau ke mana?” tanya seorang wanita, yang membuat Sadewa menghentikan langkah.Sadewa lalu menoleh dan melihat Lestari yang kini berdiri di jarak beberapa langkah di belakangnya.“Eh, Tari. Aku mau pulang. Nggak enak kalau mengganggu acara keluarga. Di ruang tamu sedang serius kayaknya,” sahut Sadewa terus terang, setelah dia membalikkan tubuhnya hingga posisinya kini berhadapan dengan Lestari.“Nggak mau mampir sekedar menyapa ibuku, Mas?” tanya Lestari lagi. Dia memandang Sadewa deng
Andi menangkap tubuh Hanum yang terhuyung ke depan, agar tak tersungkur di lantai.“Hati-hati dong, kalau sampai jatuh di lantai kan sakit nanti,” ucap Andi lembut ketika tubuh Hanum sudah berada dalam dekapannya.“Ish, kamu ini cari alasan saja, Mas. Sudah lepasin tangan kamu!” ujar Hanum dengan mata yang melotot pada Andi.“Kenapa memangnya?” tanya Andi dengan tatapan lugu.“Berlagak nggak paham, pura-pura tanya pula,” sungut Hanum kesal. Dia lalu berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan Andi. Namun, Andi sepertinya menahan lengannya agar bisa lebih lama memeluk sang mantan.Di saat yang sama, Amelia muncul di tempat itu. Gadis itu terkesiap hingga mulutnya terbuka sempurna, kala melihat kedua orang tuanya tengah berpelukan. Itu menurut penilaiannya, karena dia tak tahu awal mula kejadian sang mama berada dalam dekapan papanya.“Cieee...rujuk ini ceritanya. Kapan peresmiannya? Terus kalau rujuk, aku bakalan dapat adik nggak?” goda Amelia dengan tawanya.“Adik? Memangnya kamu masi
“Iya, Bu Hanum. Tante Nita yang merekomendasikan katering Ibu. Katanya, katering Ibu sudah terjamin kualitasnya. Saya mencari jasa katering, untuk acara ulang tahun pernikahan orang tua saya. Ini saya lakukan sebagai hadiah di pernikahan mereka yang ketiga puluh. Oh iya, nama saya Fariz,” sahut Fariz dengan senyuman.“Fariz ini yang tempo hari menolong Amel lho, Num. Dia seorang dosen yang pintar ilmu bela diri, sehingga bisa mengalahkan si Roy,” timpal Andi, yang membuat Hanum terkesiap.“Oh ya? Wah, saya ucapkan banyak terima kasih deh sama kamu ya, Fariz. Lalu mengenai kateringnya, kapan acara ulang tahun pernikahan orang tua kamu? Apa kamu mau test food dulu, supaya yakin dengan makanannya?” sahut Hanum kalem.“Saya percaya kok dengan kualitas kateringnya Bu Hanum. Kalau Tante Nita sudah merekomendasikan sesuatu, itu artinya sudah ok. Jadi nggak perlu test food lagi, Bu. Lalu mengenai jadwal acaranya, itu dua minggu lagi. Sengaja saya jauh-jauh hari sudah cari kateringnya, supaya
Hanum mundur satu langkah. Andi pun bergerak maju mendekat. Begitu terus, hingga akhirnya punggung Hanum menempel pada dinding. Tak ada ruang untuk dirinya mundur lagi.“Mas! Sudah lah kamu pulang saja sana. Kamu pastinya capek kan, dan perlu istirahat juga. Jangan sampai penyakit jantung kamu kumat gara-gara kecapekan,” ucap Hanum dengan jantung yang bertalu-talu saat ini.“Aku sehat kok, Num. Aku juga nggak terlalu capek kok. Di rumah Nadya kan tadi hanya ngobrol saja. Lalu yang bawa mobil, si Rafi. Aku hanya duduk manis di sebelahnya. Kalau mengantuk sih, iya. Aku boleh kan istirahat di sini dulu, di kamar tamu,” sahut Andi dengan tatapan penuh harap.“Ya sudah, kalau mau istirahat di kamar tamu. Langsung saja ke sana. Kamu kan sudah tahu letaknya,” sahut Hanum. Dia lalu mendorong dada Andi agar menjauhinya. Dia merasa canggung juga berada di jarak yang begitu dekat dengan mantan suaminya.Namun di luar dugaan Hanum, tangan Andi menangkap tangan Hanum yang mendorong dadanya. Dia ba
Hanum yang terkesiap hanya bisa menghela napas panjang. Dia lalu memandang ke arah Bima yang masih menatap Maya, yang sedang memberi kode agar sikap Bima lebih ramah pada tamu mereka.Setelah beberapa detik, Maya kembali menatap Hanum dan Andi. Wanita yang diperkirakan usianya sebaya dengan Andi, lantas tersenyum pada kedua calon besannya itu.“Maaf ya, Pak, Bu. Papanya Nadya sedang kurang enak badan. Jadi reaksinya seperti tadi. Mari, silakan masuk!” ucap Maya ramah, dan dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Dia sengaja memberikan alasan itu agar bisa dimaklumi oleh tamunya. Maya tak tahu saja, kalau Andi dan Hanum telah mengetahui penyebab sikap Bima tadi.“Oh, lagi kurang enak badan. Iya, nggak apa-apa. Kami maklum kok, Bu. Saya juga kalau kurang enak badan, suka begitu sikapnya. Iya kan, Ma,” sahut Andi dengan senyuman. Dia menoleh pada Hanum yang mengulum senyumannya mendengar penuturan mantan suaminya, yang masih menyebut kata ‘Ma’ pada dirinya.‘Aih, Mas Andi ini serba me
“Baik, Om, sepulang dari sini nanti, saya akan beritahu orang tua saya. Insya Allah, mereka bersedia datang kemari dan kenalan dengan Om Bima,” ucap Rafi, yang membuat lamunan Nadya buyar.Bima tersenyum seraya berkata, “Pastinya mau dong kenalan sama Om. Kalau nggak mau, Om nggak akan restui hubungan kalian.”Bima memang bercanda mengucapkan kalimat itu. Dia juga mengucapkannya sambil tersenyum. Namun, tetap saja membuat hati Rafi ketar-ketir.“I-iya, Om. Tolong restui dong. Saya dan Nadya serius lho, Om,” sahut Rafi yang sontak membuat Bima tertawa.“Iya...makanya nanti kenalan dulu. Biar enak ngomong soal kelanjutan hubungan kalian, iya kan,” ucap Bima setelah tawanya reda.Sementara itu, Maya yang rupanya menguping pembicaraan Rafi dan Bima lantas menampakkan dirinya di ruang tamu.Rafi yang melihat kedatangan Maya, lalu berdiri dan menghampiri wanita itu. Dia lalu mencium punggung tangan Maya dengan takzim.“Ada apa ini, Rafi?” tanya Maya pura-pura tak tahu. Dia lalu duduk di sof