“Makanlah denganku dan Ji Ho karena aku juga masak untukmu. Ayo duduk.” Rachel menarik tangan Marcus dan mengajak pria itu duduk di sebuah kursi, kemudian ia pergi untuk kembali melanjutkan kegiatannya membuat makanan lezat.
Melihat Rachel masak dengan perut yang mulai buncit adalah sesuatu yang tidak pernah Marcus bayangkan sebelumnya, bahkan tinggal dengan wanita pun tidak pernah ia pikirkan di masa lalu. Ia sangat benci pada wanita, tapi malah dengan mudahnya jatuh cinta pada Rachel. Memiliki gangguan tidur, tapi ketika bersama Rachel semua gangguan itu seketika hilang. Semua terjadi begitu saja dan Rachel perlahan mewarnai hidupnya yang gelap dan suram.
“Besok, kau akan ikut kelas senam hamil.” Marcus tiba-tiba bersuara dan membuat Rachel terkejut.
“Wanita yang datang ke sana biasanya bersama suami mereka. Aku merasa tidak nyaman jika datang sendiri,” ucap Rachel.
“Benarkah?” dan Marcus yang tida
Bersambung ...
Seperti yang sudah Marcus katakan dengan sangat tegas kalau ia akan menemani Rachel mengikuti kelas senam hamil, maka ia melakukannya dan benar saja kalau semua anggota senam membawa suami mereka, hampir saja Rachel terlihat aneh karena datang sendiri. Walau Marcus bukanlah suaminya dan ia bukanlah nyonya Cho, tapi bagi Rachel ini terlihat jauh lebih baik daripada datang sendiri. Meski begitu, ia bisa melihat kalau Marcus merasa tidak nyaman berada di sini apalagi para wanita berkerumun mendekatinya karena dia adalah pria yang paling tampan di sini. Mereka beralasan ingin berkenalan, tapi kenyataannya tidak terlihat seperti itu. Dan Rachel tahu kalau ini membuat Marcus merasa semakin tidak nyaman. “Hentikan!” lalu, Rachel bicara dengan agak meninggikan suaranya dan sampai berdiri di hadapan Marcus agar para wanita itu tidak berkerumun di hadapan pria itu, karena bukan seperti ini caranya menyembuhkan Marcus. &nb
Tangisan tidak akan merubah apapun, Rachel tahu betul tentang hal itu bahkan dirinya sendiri yang mengatakannya. Tapi ini terlalu sakit sampai tangisannya tidak terbendung lagi. Ia bahkan sampai tidak sadar kalau sudah sampai di rumah Marcus karena sejak tadi terus menangis. Sedangkan Marcus hanya menatap Rachel yang mengalihkan pandangan ke arah jendela mobil. Ia benci melihat Rachel seperti ini, tapi tidak tahu harus melakukan apa untuk membuat wanita itu berhenti menangis. Ada begitu banyak pria gila di sisi Rachel dan itu mungkin termasuk dirinya. Namun, ia tidak akan bertindak seperti Alex atau Louis. Membicarakan tentang Louis, Marcus langsung membuka ponselnya dan mencari berita tentang pria yang ditemukan meninggal di perbukitan pagi ini. Dari berita itu, ia akhirnya tahu kalau Louis di duga menjadi korban pembunuhan. Ada bekas sulutan rokok di pipi pria itu, sama seperti pria muda yang belum lama ini juga ditemukan tewas dengan keadaan serupa di sebuah kolam
Begitu sampai di rumah, Marcus terdiam dan sibuk menatap Rachel yang sedang mencuci buah apel. Setelah bertemu dengan Tian, lalu menangis begitu lama, kini dia terlihat baik-baik saja seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Ini membuatnya takut karena mungkin Rachel sedang memendam semuanya sendiri. Memendam rasa sakit seorang diri, ia tahu betul betapa buruknya hal itu. “Kenapa diam saja? Persidangan berjalan baik, kan?” Rachel yang akhirnya menyadari keberadaan Marcus baru saja bertanya pada pria itu. “Ya, semua berjalan baik,” jawab Marcus singkat. Rachel meletakkan buah apel yang tadi ia cuci, mengeringkan tangan, lalu mendekati Marcus. Ia berdiri di hadapan pria itu dan menatapnya. “Kau baik-baik saja? Maksudku, Alex adalah ....” “Aku baik-baik saja.” Marcus dengan cepat menyela kalimat Rachel dan entah kenapa suasana terasa canggung sekarang. Atau ini hanya perasaannya saja? “Baiklah, aku tidak akan banyak bicara karena kau tidak menyuk
Karena ucapan Alex pagi tadi, Marcus menjadi tidak fokus ketika mendengarkan presentasi. Karyawannya sudah sampai pada tengah jalan bahkan sedikit lagi akan selesai melakukan presentasi, tapi secara tiba-tiba pria ini mengatakan rapat ditunda dan keluar begitu saja. Semua orang dibuat terheran-heran karena rapat sudah di mulai dan sang pemimpin malah mengatakan ditunda. Walau begitu, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Marcus adalah pemegang kekuasaan tertinggi di perusahaan ini, jadi apapun yang dia katakan wajib diikuti oleh para karyawan. Melihat kedatangan Marcus membuat William seketika berdiri dan membungkuk. Sementara Marcus tetap berjalan menuju ke ruangannya dengan ekspresi datar. Marcus memang biasa terlihat seperti ini, hanya saja William merasa sekarang ada hal serius mengganggu pikiran pria itu. Sebagai sekretaris yang baik, William kini mengetuk pintu ruangan Marcus, lalu masuk. “Anda baik-baik saja? Apa rapat berjalan dengan baik?” tanyanya den
Matahari kembali menunjukkan dirinya, sinarnya masuk ke kamar Rachel lewat celah jendela dan membuat Marcus terbangun. Begitu membuka mata, Marcus merasakan kepalanya terasa agak sakit, selalu seperti ini jika semalam minum. Bahkan setelah tahu kalau minum tidak memiliki kontribusi untuk menyelesaikan masalahnya, pada akhirnya itu tetap saja ia lakukan. Benar-benar tidak patut di tiru, pikirnya. “Dia sudah bangun?” Marcus bergumam dengan suara serak karena saat bangun tidur ia tidak menemukan keberadaan Rachel di sebelahnya. “Tunggu, aku semalam mabuk, kan? Aku tidak mencium Rachel atau mengatakan sesuatu, kan? Pasti tidak! Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu? Bagaimana jika ya? Aku pasti sudah gila!” Marcus bicara seorang diri. Ia sedang mencoba memikirkan tentang apa yang terjadi semalam, tapi tetap tidak bisa mengingat apa-apa. Saat ini, Marcus keluar dari kamar Rachel dan menatap sekelilingnya untuk m
“Jangan bergerak terus.” Rachel bicara dengan nada memohonnya ketika Marcus terus saja bergerak di ranjang, bukannya tidur. Marcus benci mendengar ucapan Rachel, karena ia juga ingin tidur, tapi tidak bisa karena ada sesuatu yang benar-benar menganggu pikirannya, hanya saja terlalu sulit di katakan. Ia ingin tahu apakah Rachel berniat kembali pada mantannya? “Benar, aku lupa mengatakan tentang kelas ibu hamil ....” “Aku sudah ada mencari tempat baru. Kau tidak harus bertemu dengan si berengsek itu.” Marcus menyela kalimat Rachel tanpa menatap ke arahnya karena ia berbaring membelakangi wanita itu. “Kau pasti menghabiskan banyak uang untuk itu.” “Itu untuk anakku, bukan untukmu, jadi jangan dipikirkan.” Dengan cepat Marcus menyahuti ucapan Rachel, hingga membuat wanita itu tidak berkata apa-apa lagi. Yang Rachel masih pelajari adalah terus mencoba mengabaikan apapun yang Marcus lakukan, sebab bertanya pun tidak akan mendapat jawaban. Ad
“Maafkan aku. Tolong lepaskan aku. Itu hanya masa lalu, kesalahan di masa muda.” Hwa Rin memohon agar William mengampuninya. “Hanya? Kau bicara seakan perbuatanmu bukan kesalahan besar. Kau bahkan tidak punya rasa penyesalan. Kau memang orang yang pantas mati!” setelah bicara, William menyulut wajah Hwa Rin dengan rokok yang menyala. Hwa Rin jelas saja berteriak kesakitan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena kedua tangannya diikat. Hwa Rin tidak pernah menyangka kalau kesalahan yang ia lakukan di masa lalu akan mendapat karma seperti ini. Tidak, ini terlalu berat, tidak sebanding dengan yang ia lakukan, pikir Hwa Rin. “Lihat.” Wiliam mengeluarkan cermin kecil dan di hadapkan pada wajah Hwa Rin. “Wajahmu cantikmu sudah menjadi menakutkan. Astaga, itu bahkan sangat menakutkan. Kasihan sekali.” Ini adalah ucapan William, lengkap dengan senyum iblisnya. “Ampuni aku. Aku akan meminta maaf pada Marcus. Aku mohon lepaskan aku.” Hwa Rin kembali mem
Pura-pura baik. Itulah yang selama ini William lakukan ketika dirinya bertemu dengan Rachel. Saat mendengar Marcus mengatakan telah menemukan wanita untuk mengandung calon anaknya, ia sangat bahagia karena itu berarti Marcus hampir mendapatkan apa yang diinginkannya. Tapi semua kebahagiaannya seketika hancur ketika mengetahui bahwa wanita itu adalah Rachel. Tapi, tidak ada yang bisa William lakukan, selain bersikap seakan menerima semua pilihan Marcus. Awalnya, William berpikir hubungan Marcus dan Rachel tidak akan lebih dari yang direncakan bahkan sebenarnya ia senang melihat kekasaran pria itu pada wanita lemah seperti Rachel. Namun, seiring berjalannya waktu, ia merasa kalau Marcus memiliki perasaan khusus pada Rachel. Saat mabuk, Marcus akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak bisa dia katakan atau lakukan saat sadar. Ia tahu tentang hal itu. Dan suatu hari, ia melihat Marcus mencium Rachel tepat di depan matanya bahkan mengatakan hanya ingin bersama wan