Dengan meninggalkan janji bahwa siang nanti dirinya akan menjemput Nathan, Danu bergegas ke hotel tempatnya menginap untuk bertemu dengan Laras yang tiba-tiba datang membawa kopernya. Padahal kemarin dia meminta Rendi untuk memaketkan barang tersebut dengan santai.Mobil putih itu membelah jalanan ibukota yang padat dengan kecepatan rendah karena saat ini sedang jam-jam sibuk. Setelah setengah jam lebih, Danu tiba di tempat parkir yang letaknya di lantai dasar hotel bintang lima tersebut. Dengan langkahnya yang lebar, dia berjalan ke lobi untuk menemui wanita yang sempat membuatnya jatuh cinta selama beberapa tahun itu.Laras sedang duduk di salah satu kursi yang ada di lobi hotel, menyilangkan kaki dengan kacamata hitam bertengger di hidungnya yang mancung. Bibirnya yang merah sesekali tersenyum membayangkan Danu datang dengan ekspresi terkejut dan tiba-tiba saja … pria itu berdiri di sebelahnya.“Sayang!” Laras berseru sambil beranjak berdiri, kemudian melepas kacamata hitamnya sebe
Bima berdiam diri di dalam mobil dan tatapannya terpaku pada titik tengah kemudi, sementara pikirannya melayang jauh memikirkan mengapa Risa berkata bahwa suaminya telah meninggal padahal pria itu masih sehat bugar sampai detik ini.Lebih dari itu, Nathan pun tampak begitu senang dengan keberadaan sang ayah yang Bima yakini telah terpisah selama ini. Sekarang dia sendirian, sementara Risa pergi bersama sang anak dan juga pria yang mungkin sudah bercerai dengannya.“Tapi kenapa dia berbohong? Apakah sulit mengakui bahwa dia bercerai dengan suaminya?”Bima tertawa tidak mengerti. Sekarang dia benar-benar bingung harus bagaimana lantaran Risa tidak pernah bilang pernah bercerai dan alasannya menjadi ibu tunggal adalah ditinggal mati sang suami. Dia takut jika di antara wanita itu dan ayah Nathan masih ada hubungan yang belum berakhir.Pria berusia tiga puluh tiga tahun itu menghela napas, kemudian menyalakan mesin mobil dan membawanya pergi dari depan TK Stasiun Pelangi. Apa pun yang sed
Setelah Danu meneleponnya kemarin malam, Jillian tidak berhenti berpikir mengapa pria itu bertanya soal agen real estate seolah-olah akan membeli sebuah unit apartemen di ibukota. Untuk beberapa saat, dia merasa cemas jika sahabatnya itu telah bertemu dengan seseorang yang tidak seharusnya.Jika memang seperti itu, Jillian tak tahu harus bagaimana. Apakah dia harus membantu Risa pergi, atau membiarkan Danu kembali pada rencana awalnya di masa lalu, yaitu merebut anak laki-laki yang telah berusia enam tahun itu.“Ah ….”Pria itu menghela napas panjang sambil menyugar rambut ke belakang.“Seharusnya aku meminta wanita itu pergi saat itu sebelum Danu menemukan mereka.”Jillian memukul keningnya menggunakan tangan yang mengepal dengan pelan, lalu menggeleng dan menepis pikirannya yang tidak menentu.“Tidak. Bisa saja mereka belum bertemu. Jakarta itu luas, rasanya tidak mungkin mereka bisa bertemu secepat itu.”Di saat Jillian tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, seorang wanita melangk
“Sudah, jangan bicara lagi. Mama harus kembali bekerja.” Risa tidak mau meladeni omong kosong anaknya sebab hal itu hanya akan menyudutkan dirinya. Terlebih lagi, Nathan hanyalah anak-anak biasa yang jika keinginannya tidak dituruti, maka dia akan merengek tanpa henti sampai orang-orang dewasa di sekitarnya mengalah. Setelah sang ibu berbalik dan menjauh, Nathan melambaikan tangan dengan senyum lebar. Meski ibunya sering kali marah-marah dan menghukumnya tanpa ampun, satu-satunya orang yang Nathan sayangi di dunia ini adalah wanita itu. “Mama jangan jemput, ya! Papa yang akan mengantarku nanti sore!” Tanpa mendengar teriakan Nathan, wanita itu melangkah masuk ke dalam taksi yang telah menunggu selama lima menit dengan argometer tetap berjalan. Risa mungkin bersikeras membatasi Danu dan anaknya setelah ini, tetapi dia tidak tahu jika apa yang dilakukannya sekarang ini menjadi satu dari banyaknya cara mereka bisa melewati batas. Setelah tiga puluh menit berkendara, Risa tiba di kant
Orang-orang terkejut melihat kedatangan Laras yang membawa keributan. Mereka mengira jika wanita itu baru saja memergoki sang suami yang tengah berselingkuh dengan perempuan lain seperti ini.“Sedang apa kau di sini bersama kekasihku?!” Laras masih melotot lebar, sementara Risa hanya bisa terdiam karena rasa terkejutnya.Wajah ibu satu anak itu basah, juga pakaiannya yang mendadak tembus pandang karena berwarna putih. Risa lantas menatap Laras yang pasti sangat marah karena bantuannya terlihat sia-sia. “Ini tidak seperti yang kau pikirkan,” katanya.“Kau pikir aku–”Danu beranjak, mencengkram siku Laras dan membawanya pergi dengan paksa. Tak peduli jika orang-orang menganggapnya sebagai laki-laki tidak punya malu dan lain sebagainya.“Lepaskan aku! Aku belum selesai berbicara dengannya!”Nathan yang melihat Danu pergi bersama wanita kasar itu segera turun dari kursi dan menghampiri sang ibu yang menunduk sambil mengibaskan bajunya yang basah. “Mama tidak apa-apa? Kenapa tante itu jaha
Sekitar pukul sebelas siang, Risa baru bisa bernapas lega setelah semua pekerjaannya selesai. Wanita itu meregangkan tubuh dan mendengar bagaimana persendiannya berbunyi, lalu setelah itu meminum suplemen agar tetap fit, baru setelahnya memeriksa ponsel yang sejak tadi tersimpan di dalam laci.Melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari Miss Sera membuatnya mengernyitkan dahi dan perasaan cemas begitu saja hadir di dalam dada. Risa lantas membuka pesan yang juga dikirimkan oleh wali kelas Nathan dan seketika itu pula dia beranjak seraya mengambil tasnya.“Bu Ani, tolong sampaikan izin saya kepada Pak Andre, ya? Anak saya ada di rumah sakit sekarang,” pinta wanita itu dengan suara yang terdengar cemas.“Iya, Bu. Nanti saya sampaikan. Kalau begitu pergilah,” balas wanita bernama Ani tersebut.Dengan perasaan tidak menentu, Risa melangkah lebar meninggalkan kantor. Dia benar-benar khawatir dengan keadaan Nathan yang tiba-tiba memburuk sampai harus dilarikan ke UGD padahal pagi tadi
Selama dua hari ini Nathan diharuskan menjalani rawat inap agar bisa dipantau langsung oleh para ahli. Karena Danu, anak itu mendapat perawatan intensif dan Risa tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun sebab semua tagihan dibayarkan langsung oleh laki-laki yang bertanggung jawab menjadi ayahnya itu.Meski pada awalnya Risa menolak dan tetap bersikeras membayar tagihan sendiri, sifat keras kepalanya kalah oleh Danu yang lebih keras kepala dan tegas daripada wanita itu.Kemarin sore dokter sudah mengatakan jika Nathan berhasil melewati malamnya dengan baik, dia diperbolehkan pulang siang harinya dan sekarang Risa sedang membereskan beberapa barang milik anaknya untuk dibawa pulang. Namun, tiba-tiba saja anak itu mengatakan sesuatu yang membuat sang ibu bergeming.“Nathan mau pulang ke rumah papa.” Nathan mengulangi ucapannya ketika sang ibu tidak menanggapi. “Tapi Nathan tidak mau kalau tidak ada Mama. Nathan mau pulang ke rumah papa bersama Mama.”Risa menarik resleting tas dengan ka
Saat itu Risa tengah membuka lemari es yang kosong melompong, bahkan lemari-lemari kabinet di dapur pun belum diisi apa pun. Jika memang Danu sudah tinggal di rumah tersebut selama beberapa hari, seharusnya ada persediaan makanan atau minuman meski sebatas mie instan dan air putih kemasan.Salah Risa juga terlalu mengharapkan dan berpikir jika dirinya hanya perlu datang demi Nathan, tanpa peduli apa yang harus dipersiapkan sebelum datang ke rumah Danu. Wanita itu berbalik menatap sang anak yang duduk di meja makan sambil menopang dagu, menunggu apa yang akan ibunya masak untuk makan malam ini.“Mama harus pergi ke supermarket. Kamu mau ikut atau di sini saja?” tanya Risa, “tidak ada yang bisa Mama masak di sini. Orang itu benar-benar tidak peduli pada siapa pun.”Risa membuang muka ke arah samping dan bersamaan dengan itu Danu muncul dari kamarnya setelah membersihkan tubuh. Rambutnya masih agak basah dan dia hanya memakai kaus lengan pendek warna putih juga celana panjang berbahan ri
“Mama! cepat! Nanti ketinggalan pesawat!”Nathan melambai-lampai pada Risa yang sedang mengunci pintu pagar. Hari ini sampai dua minggu kedepan, rumah itu akan kosong karena mereka akan pergi ke Prancis, sementara Lastri memilih untuk cuti dan pulang sekalipun Risa sudah memintanya untuk ikut ke City of Love tersebut.Selain libur panjang kenaikan kelas, perjalanan Nathan serta ayah dan ibunya ke Prancis bukan hanya untuk berlibur, tetapi juga menghadiri pernikahan Margareth yang telah hamil dua bulan ini.Risa masuk ke mobil dan menatap sang anak melalui spion di atasnya. “Pesawat tidak akan meninggalkan kita, Sayang. Masih ada satu jam untukmu berlarian di bandara.”“Nathan boleh bermain di sana, Ma?”“Tentu saja tidak,” sahut pria yang baru saja menginjak pedal gas itu. Danu terkekeh mendengar dengkusan Nathan. “Nathan suka bisa bertemu Tante Margareth?”“Ehm! Nathan suka sekali! Nathan juga ingin bertemu adik kecil!”Risa tertawa kecil lalu menoleh ke belakang. “Belum bisa, Nath.
Beberapa minggu berlalu, hari kelahiran Nathan tiba dan pesta ulang tahun ke tujuh dimeriahkan dengan tamu-tamu undangan teman sekelas dan juga teman masa TK-nya. Meski hanya berupa pesta kecil-kecilan, anak laki-laki itu benar-benar bahagia mendapat banyak hadiah, terutama dari ayah dan ibunya yang berupa robot-robotan kesukaannya. Selain robot-robotan, Nathan juga mendapat sepatu, bola kaki, juga beberapa benda lain yang bisa dipajang di dalam kamar. Ini adalah kali pertama Risa merayakan ulang tahun sang anak. Bukan karena tidak mampu, tetapi merayakan hari kelahiran Nathan saat anak itu masih berusia di bawah lima tahun menurutnya sia-sia. Nathan bisa lupa kapan saja, berbeda dengan sekarang yang sudah bisa mengingat banyak hal, termasuk pesta ulang tahun pertama di usia tujuh tahun. Orang-orang mungkin menganggap Risa perhitungan, tetapi wanita itu memang memperhitungkan banyak hal sebelum memutuskan sesuatu. Sekitar pukul delapan malam Danu baru pulang ke rumah karena siang ta
Sudah hampir satu minggu ini Risa berada di rumah setelah mengajukan surat pengunduran diri. Selain hanya bersantai di rumah, wanita itu kini bisa mengantar jemput Nathan menggunakan mobil yang Danu beli khusus untuknya dan karena tidak bisa menyetir, mereka kini punya sopir pribadi yang tempat tinggalnya dekat dengan komplek perumahan.Untuk mengisi hari-harinya yang panjang, Risa juga banyak membuat kue atau pergi ke spa dan salon untuk memanjakan diri. Setelah mendapat perhatian penuh dari Danu, sekarang wanita itu merasa telah menjadi ratu. Seorang ratu yang melewati banyak rintangan untuk bisa duduk di takhta.“Hari ini kau akan kemana?”Risa menolehkan kepala saat mendengar pertanyaan Danu yang sedang memakai baju. “Aku pergi ke perkumpulan wali murid siang ini,” jawabnya sambil beranjak mendekat. “Mereka baru mengundangku ke grup setelah hampir tiga bulan Nathan masuk sekolah dasar.”Danu yang hendak memakai dasi, kembali urung dan membiarkan sang istri yang melakukannya. “Kau
“Nathan mau juga!”Anak laki-laki itu berlari ke arah ayah dan ibunya, lalu mencium pipi keduanya dan tersenyum lebar setelahnya. Sementara Danu dan Risa hanya tersenyum sambil membalas tatapan satu sama lain, merasakan debaran membuncah yang tidak bisa disembunyikan.Setelah menikmati pemandangan malam yang indah di Monumen Nasional, mereka bertiga memutuskan untuk pulang sekitar pukul sembilan. Apalagi Nathan sudah kelihatan tidak berdaya saat berada dalam gendongan Danu meski anak itu kini menjadi lebih tinggi dari pertama mereka bertemu.Dulu saat Danu datang, Nathan masih di bawah pinggulnya, tetapi sekarang anak itu sudah mencapai pinggang dan terus tumbuh hari demi hari. Hal itu membuat Danu sadar jika waktu yang mereka lalui bersama sudah terbilang lama, tidak lagi hanya seperti kemarin.Sekitar setengah jam perjalanan, mereka tiba di rumah. Danu menggendong Nathan dan menidukannya di kamar, sementara Risa membawa beberapa jenis makanan ringan yang tidak disentuh, lalu meletak
Nathan heran sekali melihat sang ibu beberapa hari ini terlalu banyak mengurung diri di kamar. Bahkan ketika anak itu mendekat masuk dan berbicara pun, tanggapan yang dia terima tidak begitu memuaskan sampai-sampai menimbulkan pertanyaan, apakah dirinya melakukan sesuatu yang salah.Tidak hanya sang ibu, ayahnya pun terlihat tidak semangat setiap hendak pergi bekerja, atau ketika pria itu pulang dari kantor. Bertanya kepada Lastri pun tidak cukup membuat Nathan tenang dan mengerti.“Tidak ada apa-apa. Papa dan mama Nathan cuma kelelahan karena sibuk bekerja. Jadi, jangan terlalu khawatir ya, Sayang?”Nathan mengangguk lesu mendengar jawaban Lastri yang selalu sama sejak tiga hari lalu. “Pasti Nathan jajannya kebanyakan sampai mama dan papa kecapekan begitu.”Lastri hanya tersenyum sambil mengelus kepala Nathan, lalu membawa anak itu ke kamar untuk menemaninya belajar sampai selesai. Sama seperti Nathan, Lastri juga merasa iba kepada Risa yang kehilangan anak sebelum tahu jika ada ja
Risa keluar dari kamar sambil mengikat rambut. Wanita itu sudah terlihat siap untuk pergi ke kantor meski sejak pagi dia merasa tidak nyaman pada perut hingga punggung. Rasanya nyeri dan itu sudah sering dirasakan setiap satu hingga dua bulan sekali.Setelah lebih dari dua bulan tidak datang bulan, Risa pikir dia berhasil hamil, tetapi pagi tadi ada bercak merah di celana dalamnya dan itu tanda bahwa tamu bulannya datang, serta harapan bisa hamil tentu masih belum tercapai.Duduk di sebelah Nathan, Risa mengecup kening anak laki-laki itu seperti biasa. “Kamu yakin sudah memasukkan semua buku yang harus dibawa hari ini?”“Sudah, Ma. Nathan sudah memeriksanya dua kali!” balas anak itu dengan nada tinggi, agak kesal karena sang ibu terus menerus bertanya hal yang sama setiap pagi.“Bagus. Kamu sudah besar sekarang, jadi mama tidak akan membantumu melakukan tugas harianmu. Mengerti?“Iya ….”“Omong-omong, apa kau merasa kurang sehat?”Risa mengalihkan pandangan kepada pria yang duduk di d
Derit ranjang berbunyi memenuhi kamar, bersahutan dengan desah serta erangan dari dua insan yang tengah memuaskan hasrat satu sama lain di siang bolong seperti ini saat sinar matahari bisa dengan mudah menerangi ruangan dari jendela yang terbuka.Ini terjadi begitu saja setelah tiba di rumah. Perasaan emosional yang Risa rasakan membuat Danu sedikit lebih perhatian dan berakhir pada pergulatan panas di ranjang yang membuat sprei berantakan, juga pakaian berserakan di lantai.Embun keringat muncul di punggung Danu yang terus bergerak mengeluar masukkan miliknya pada kewanitaan Risa yang telanjang bulat, sementara lidahnya tak berhenti memberi rangsangan pada payudara istrinya yang terus meracau tak jelas.“Aku bilang pada Laras kalau kau sangat perhatian padaku,” ucap Risa di tengah-tengah perasaan membuncah, “dan itu membuatnya sangat marah.”Danu tak merespon meski sempat terganggu karena tiba-tiba Risa membawa nama Laras saat mereka sedang bercinta. “Jangan bicara lagi. Aku tak mau
“Apa yang kau lakukan dengan duduk seperti orang bodoh di mobilnya?” Danu bertanya dengan perasaan yang masih kesal meski sudah hampir setengah jam Risa duduk di sebelahnya.“Dia hanya meminta maaf,” ujar Risa ketus.“Minta maaf untuk apa?” Danu mengernyitkan kening tanpa mengalihkan pandangan dari jalur mobil di depan.“Kakiku.”Danu menoleh ke kiri dan menepikan mobilnya. “Dia yang menyebabkan semua ini?”“Ya, tapi tidak perlu cemas. Aku sudah membalasnya dengan sesuatu yang lebih menyakitkan hatinya.” Risa tertawa kecil setelahnya dan meminta Danu untuk melanjutkan perjalanan meski ucapannya membuat pria itu penasaran.Danu sama sekali tidak percaya jika Laras tega melakukan hal buruk itu karena dirinya memutuskan untuk pergi dan datang kepada Risa demi Nathan. Jika dipikir-pikir kembali, dia sadar betul semua ini terjadi karena dirinya yang membuat Laras sakit hati, sementara Risa yang menerima akibatnya.“Aku minta maaf. Semua ini karena diriku,” ucap pria itu kemudian.“Semua su
Hari ketiga setelah Nathan libur panjang, Margareth tiba-tiba muncul di bandara dan meminta Risa menjemputnya. Wanita itu memakai celana panjang dan blus simpel warna biru muda, sementara rambutnya dibiarkan tergerai saat menemui sahabatnya yang datang tanpa kabar.“Aku ambil cuti tahunan dan dapat jatah dua minggu. Lumayan, bukan?” Margareth menaik turunkan kedua alisnya sambil tersenyum lebar.“Kalau begitu, selamat!” Risa membalas dengan senang. “Tapi, kenapa kau malah ke Indonesia, bukannya ke tempat lain yang belum pernah kau datangi?”“Loh, Nathan tidak bilang?” Margareth tampak heran, sementara Risa kebingungan. “Aku mau berlibur ke Lombok bersama Nathan selama satu minggu!”“Apa?” Risa melotot dan membuat orang-orang terperanjat mendengar suaranya yang lantang. “Kapan? Dia tidak bilang apa pun padaku!”“Besok pagi kami berangkat.”Risa berkacak pinggang setelah itu san menghela napas panjang. Menurutnya, Nathan mulai menjadi lebih dewasa hari demi hari. Anak itu bahkan sering