"Kau siapa?".Suara pertama yang keluar dari mulut Clara seperti petir yang menyambar gendang telingaku. "A-apa, apa katamu Clara?". Suaraku tersendat menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh Clara barusan."Kau siapa?". Ia mengatakan itu lagi.Clara memang berkata pelan namun seolah bagaikan suara petir yang kembali menggelegar di ruangan ini."Aku suamimu, Yoga". Mulutku pun berpihak padaku seperti ingin memberikan pembenaran.Clara menggeleng pelan dan melihat sekeliling. "Aku dimana?".Pertanyaan Clara selanjutnya kembali menamparku dengan sebuah kenyataan."Apa maksudnya semua ini?". Jiwaku memberontak mencari jawaban.Seolah menyadari apa yang sedang terjadi pada Clara, dokter segera memeriksa kembali kondisi istriku, "Permisi pak, boleh saya cek kembali ibu Clara?".Aku mundur beberapa langkah memberi ruang pada dokter tanpa suara yang keluar dari mulutku. Manik mataku hanya menatap wajah Clara yang penuh dengan raut kebingungan."Kau sudah sadar, Clara?".Suara mama Clara
Setelah beberapa saat aku lepaskan pelukanku dan mencium dahinya sebentar, kutatap manik matanya yang melotot atas aksiku barusan. Aku tak perduli Clara, kita bahkan pernah melakukan yang lebih dari itu. Setidaknya, pemikiran itulah yang membuat keberanianku muncul untuk melakukannya."Dia siapa ma, kok berani sekali memeluk dan menciumku?".Aku tersenyum dalam tangis, mendengar pertanyaan Clara kepada mamanya. Tersenyum karena bahagia sudah memberikan salam perpisahan kepada Clara, dan sedih karena telah dilupakan oleh istri sendiri."Dia bukan siapa-siapa". Suara pak Dedi sedikit membuat kakiku perlahan melangkah.Aku tahu pak Dedi mengatakan itu untuk kebaikan Clara. Namun, betapa menyedihkan yang kurasakan. Aku segera meninggalkan rumah sakit membawa hati yang porak poranda.-----"Kau siapa?". Suaraku begitu pelan tapi sepertinya laki-laki didepanku seolah begitu tertampar dengan pertanyaanku."Aku suamimu, Clara?". Begitulah jawabannya. Aku merasa lucu kapan aku menikah, kenapa
Ah, Yoga menggusar rambutnya kasar. Kini ia malah merosotkan badannya dan menyandarkan tubuhnya di tiang koridor. "Apa yang harus aku lakukan sekarang, Clara. Sungguh aku tak tahu".Lama menjadi perhatian pengunjung rumah sakit ini, Yoga mengangkat tubuhnya untuk berdiri. Lalu kembali melanjutkan niat setengah hatinya untuk meninggalkan Clara.Sementara itu, Clara yang baru saja minum obat telah membaringkan tubuhnya di ranjang yang baru ia tempati dua hari itu. Sambil menunggu terlelap, Clara kembali memikirkan pria itu lagi."Iya, aku sangat yakin, dokter tadi memanggilnya pak Yoga. Lantas apakah itu adalah namanya "Yoga". Gumamku pelan.Mama yang mendengarku berkomat-kamit, kemudian datang menghampiriku, "Apakah ada yang ingin kau butuhkan, Clara?"."Eh, tidak ada ma". Agak ragu aku ingin mencoba menanyakan siapa pria itu pada mama. "Ma, apakah mama mengenal pria yang tadi?"Mama yang kembali duduk di sofa, seperti tidak kaget aku akan menanyakan hal tersebut. "Kan sudah papa kamu
"Maaf anda siapa?".Mendengar pertanyaanku barusan, pria di depanku ini menghentikan senyumannya dan tiba-tiba bertingkah kaku. Apakah aku sudah salah bicara dan kenapa juga reaksinya sama persis dengan reaksi pria yang menemuiku di rumah sakit.Apakah sudah banyak orang yang tidak aku kenal? Atau aku yang melupakan mereka?, batinku."Anda mengenal saya?". Hati-hati aku menggunakan kata-kata untuk bertanya."Hmm.. Saya adalah dosen kamu. Rakha". Pria yang memperkenalkan dirinya itu sebagai Rakha kini bersikap formal padaku."Maaf pak, saya lupa". Buru-buru aku berbohong. Kini aku tahu siapa laki-laki ini."Oh tidak apa-apa. Saya dengar kamu masuk rumah sakit?". Kini pak Rakha mengajakku mengobrol sambil berjalan memasuki gedung perkuliahan."Iya pak". Aku lantas juga mengiringi langkahnya karena merasa tak enak mengacuhkan dosen."Sekarang sudah sehat?". Nampak raut khawatir di wajah tampannya."Eh, sudah pak". Aku garuk-garuk kepala yang tak gatal."Oke, silahkan lanjutkan aktifitasm
"Pak Yoga?". Aku kembali mengulang perkataan Wita. Apakah laki-laki yang di rumah sakit itu adalah pak Yoga? Orang yang sama yang sedang dibicarakan oleh Wita sekarang? Pertanyaan itu terlintas di pikiranku sekarang. Untuk mengetahui jawabannya, pasti semua temanku ini mengetahuinya, mustahil mereka tidak tahu."Jadi, apakah aku benar-benar sudah menikah dan suamiku itu adalah pak Yoga?". Kataku dengan penuh penekanan.Mendengar pertanyaanku mereka hanya kembali melirik satu sama lain. Melihat itu aku menjadi geram, "Benar kan?". Kataku lagi.Mereka masih diam, kini aku tahu diamnya mereka jawabannya adalah iya. "Baiklah, aku sudah menemukan apa yang ingin aku ketahui"."Clara, bukan maksud kami mau menyembunyikan semuanya darimu". Tya mulai bersuara.Aku menetralkan emosiku, "Beri aku alasan kenapa kalian harus menyembunyikannya dariku?"."Apakah karena kalian mengkhawatirkan kesehatanku?". Kataku lagi."Iya, Clara"."Kau tak boleh terlalu memaksa untuk mengetahui semuanya untuk se
"Aku di sini lagi". Ucap Clara lirih.Ia kembali mengerjapkan kedua kelopak matanya. Dengan melihat plapon ruangan yang ada di atas tubuhnya, Clara menyadari bahwa ia kini berada di rumah sakit.Rasa lelah menggelayuti pikiran Clara. Mengapa tidak, keinginan dari dirinya untuk mengetahui kebenaran malah berujung ia kembali mengunjungi tempat yang mempunyai bau khas. Bau obat-obatan yang kini menyeruak masuk ke indra penciuman Clara. "Aku bosan berada di sini terus".Aku harus menemui laki-laki yang mengaku bahwa ia adalah suamiku, Yoga. Menanyakan dengan mama atau papa, itu mustahil. Temanku saja menutupi apalagi mereka.Mama sedang duduk di sofa, dia sedang tertidur dengan posisi duduk. Mungkin tak sengaja terlelap dikarenakan lelah menjagaku disini. Sekarang sudah malam, berarti aku sudah seharian pingsan. Yang kuingat hanyalah aku pingsan saat berada di kampus.Aku sedikit merasa bersalah kepada mama, yang terus bolak balik merawatku disini. "Kenapa lagi aku harus jatuh dari tangg
Aku sedang termenung di kamarku seorang diri memikirkan langkah apa yang harus aku lakukan sekarang. Sepulangnya dari rumah sakit kemarin, hari ini aku tak diperbolehkan mama dan papa kuliah.Aku kembali bosan berada di rumah ini, Apa aku mencari tahu saja siapa laki-laki yang bernama Yoga itu?. Ide tiba-tiba saja muncul di otakku.Aku melihat jam yang menggantung di dinding kamarku, waktu menunjukkan pukul sebelas siang. "Belum terlambat, baiklah, aku akan siap-siap", gumamku.Lantas sambil bersiap aku memesan taksi online untuk mengantarkan aku ke perusahaan Yoga. "Eh, kenapa aku tiba-tiba ingat alamat perusahaan Yoga?"Aku langsung terduduk lemas, apakah ini artinya aku benar-benar mengenal orang ini dan apakah juga benar aku dan dia sudah menikah?. Pertanyaan kembali menghampiriku, aku semakin bersemangat untuk mencari tahu yang sebenarnya. "Kenapa juga aku bisa menikah dengannya, itu mustahil". Aku berkata menolak pemikiranku sendiri."Untuk mencari jawabannya memang benar aku
Tring...Ada bunyi notifikasi yang masuk di ponselku, aku lantas merogoh benda pipih berwarna hitam yang berada di dalam saku celana sebelah kananku. Aku lantas melihatnya, ada akun yang bernama Clara memesan mobilku."Clara?". Kataku pelan.Lama aku memandangi layar handphoneku, apakah Clara ini adalah orang yang sama dengan mahasiswi di kampus tempatku mengajar. Tak berpikir panjang, aku terima orderan pertamaku hari ini.Lantas aku melajukan mobilku dengan kecepatan sedang menuju alamat yang tertera di aplikasi. Rumah yang akan aku datangi tidak jauh dari titik lokasiku sekarang. Tak sampai lima belas menit, aku sudah berada di depan gerbang rumahnya.Selang beberapa detik kemudian, aku melihat seorang gadis muda seperti mengendap-endap keluar dari rumah. "Apakah dia kabur dari rumah"?. Pikirku sekarang.Aku terkekeh pelan. Anak ini unik, lagi aku berkata sendiri.Setelah mendekati mobilku dan dia bicara padaku, aku sangat yakin dia adalah mahasiswiku, Clara. Aku tanpa ragu memangg