Kostum ala detektif menjadi dress code di acara ulang tahun Abercio. Anak itu pun cosplay menjadi Detective Conan, Abercio mengenakan kemeja putih yang dibalut dengan tuxedo berwarna biru. Dasi kupu-kupu terselip di kerah kemejanya, dan celana pendeknya melengkapi penampilannya itu.Reynard sendiri turut serta bergaya klasik ala Sherlock Holmes, yang identik dengan busana berwarna gelap, hingga membuatnya terlihat misterius sekaligus elegan. Bunyi pantulan sepatu kulit hitam formalnya yang menghentak lantai, teredam karpet tebal nan mewah yang membungkus setiap anak tangga yang Reynard lalui.Bahkan anak tangga yang semula dilapisi karpet modern itu, kini berganti dengan karpet klasik era Victoria. Demi mendukung konsep ulang tahun yang Abercio inginkan.Reynard jalan bersisian dengan Abercio, saat mereka menuju aula tengah yang disulap menjadi layaknya interior pada abad ke delapan belas. Para pelayan mereka pun menggunakan seragam pada abad yang sama. Reynard tidak mau setengah-sete
"Cio, apa tidak sebaiknya kita tiup lilin saja dulu?" tanya Reynard setelah berhasil mengalihkan perhatiannya dari Evelyn. Ia mengutuki dirinya sendiri karena terlalu senang mendapatkan kesempatan berduaan saja dengan Evelyn, padahal yang jauh lebih penting adalah ulang tahun putranya."Itu hanya untuk anak kecil. Aku lebih senang melakukan sesuatu yang bisa mengasah otak," jawab Abercio dengan santai. Ia sudah mempersiapkan segala sesuatunya bersama dengan EO yang Reynard pilihkan untuknya."Tapi, Om Ken dan Tante Lily baru saja sampai. Apa tidak sebaiknya kita membiarkan mereka menyicipi makanan dan minuman lebih dulu?"Abercio terlihat memberengut, meski demikian ia menyetujui saran Reynard juga,"Maaf, aku terlalu bersemangat main," ucapnya."Ken, Lily, silahkan nikmati makanan dan minuman yang sudah kami sajikan di sana." Reynard menunjuk ke arah buffet yang telah tersaji bermacam menu makanan dan minuman di atasnya."Aku masih belum lapar. Bagaimana denganmu, Ly?" tanya keanu pa
Ternyata dugaannya benar, Evelyn adalah Zevanya. Reynard mundur beberapa langkah ke belakangnya, ia terlalu syok untuk itu, meski ia telah menduga sebelumnya. Zevanyanya masih hidup. Wanita itu kini berdiri tepat di depannya, terlihat luar biasa sehat dan cantik. Tapi kenapa? Kenapa Zevanya mengubah identitasnya? Apa yang terjadi pada wanita itu? Kebakaran di lapas menyebabkan wajah Zevanya rusak kah? "Rey, kamu kenapa? Wajahmu pucat, Rey. Kamu sakit?" Zevanya yang panik langsung mendekati Reynard. "Tidak, aku tidak apa-apa, Ly. Aku hanya ingin memberitahumu kalau kamar nomor enam itu adalah kamarku. Apa kamu tidak keberatan masuk ke dalamnya? Kalau kamu merasa tidak nyaman, kamu bisa menunggu di sini, biar aku yang mencari petunjuk berikutnya." Untuk sesaat Reynard melihat keraguan di wajah Evelyn. Kalau memang benar Evelyn adalah Zevanya, pastinya Evelyn akan enggan memasuki kamar reynard lagi, tanpa memancing kenangan indah saat mereka bersama. Tapi pada akhirnya wanita itu dap
"Ada yang membuatmu tertarik?" tanya Reynard dengan suara parau, ia merutuki dirinya sendiri karena mengutarakan pertanyaan itu, yang akhirnya mengembalikan lagi Evelyn dari lamunannya."Apa ini semua milik Nada?" Evelyn balik bertanya, Reynard pun mengerang pelan. Niat sekali wanita itu menutupi identitasnya."Oh ya benar, itu semua milik Nada. Aku belum punya waktu untuk memindahkan barang-barangnya," jawab Reynard.Kalau Zevanya ingin terus mendalami perannya sebagai Evelyn, maka Reynard pun akan mengikuti permainannya itu. Semoga saja wanita itu protes saat miliknya diakui milik Nada. Alih-alih protes dan menunjukkan jati dirinya, Evelyn malah meraih sisir rambut yang biasa ia pakai, dan menemukan beberapa helai rambut di sana,"Bahkan rambutnya pun masih ada. Apa kamu masih mencintai istrimu itu meski kamu tahu betapa buruknya perbuatannya pada keluargamu?"Sebenarnya, Evelyn sedang membicarakan siapa? Nada atau Zevanya? Karena keduanya sama-sama telah melakukan hal yang buruk p
"Maaf," ucap Reynard, pria itu seketika beringsut menjauh. Evelyn menghela napas lega, ia kembali berdiri tegak sembari merapikan lipatan dress cantiknya.Sambil melangkah ke sisi lain kamar, Evelyn berkali-kali mengumpati dirinya sendiri karena masih terlalu mudah terbuai dengan godaan Reynard. Evelyn pikir ia sekarang terlalu benci pada pria itu hingga tidak akan mudah tergoda lagi olehnya, tapi ternyata ia salah.Saat napas hangat Reynard menghembus lembut di ceruk lehernya tadi, seketika itu juga seluruh saraf Evelyn kembali hidup, detak jantungnya pun terasa cepat. Untungnya ia dapat menyembunyikan kegugupannya dengan sangat baik.Tapi, apa maksud Reynard yang sebenarnya saat melarang Evelyn menyentuh semua barang milik wanita yang sangat ia cintai itu. Padahal Evelyn tahu betul kalau semua barang yang ada di meja rias tadi adalah miliknya.Apa itu berarti Reynard sungguh-sungguh mencintainya? Sejujurnya, ada sebersit rasa senang di dalam hati Evelyn saat mendengarnya tadi. Mesk
"Tapi dinding itu kosong sekarang. Berarti bukan di sana petunjuk selanjutnya, Rey."Reynard pulih dari syoknya. Tatapannya langsung tertuju pada Evelyn hingga mata mereka saling terkunci. Apa wanita itu tidak menyadari kalau sekali lagi ia telah membuka identitasnya sendiri?Dan saat perlahan Reynard melangkah mendekatinya, Evelyn mundur beberapa langkah ke belakangnya, dan baru berhenti saat Reynard mengulurkan tangannya,"Berikan lukisan itu padaku!" pintanya.Setelah Evelyn menyerahkan lukisan itu padanya, Reynard langsung melihat bagian belakang lukisannya. Terdapat surat lainnya di sana."Petunjuk ke tiga!" serunnya pada Evelyn.Lupa harus menjaga jarak dari Reynard, Evelyn pun mendekatinya. Bersama mereka membaca petunjuk ke tiga itu, masih dalam bentuk teka-teki.'Aku tidur jika sedang berjalan, tapi akan berdiri jika sedang tidur.'Reynard dan Evelyn sama-sama mengalihkan perhatiannya dari selembar kertas itu, mereka saling bertukar pandang sambil memikirkan jawaban dari teka
Pagi itu, Zevanya terbangun seorang diri. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, ia selalu bangun dengan lengan Reynard yang masih memeluk pinggangnya. Zevanya menyapu tangannya ke tempat Reynard yang kosong. Tempat itu terasa masih hangat, masih terlihat jelas juga lekukan bekas kepala Reynard di bantalnya. Zevanya tersenyum tipis mengingat kegiatan rutinnya bersama Reynard semalam. Sama seperti malam-malam sebelumnya, setelah mereka kelelahan akibat penyatuan panas mereka, Zevanya selalu tidur di dalam dekapan Reynard. Merebahkan kepalanya di dada telanjang Reynard, dan menikmati detak jantung Reynard yang semula cepat menjadi melambat, kemudian teratur setelah suaminya itu terlelap. Reynard selalu memastikan Zevanya puas dan terpuaskan, sebelum menikmati pelepasannya sendiri. Membuat Zevanya selalu menginginkannya lagi dan lagi. Masih dengan senyuman tipis yang tersungging di bibirnya, Zevanya berbaring terlentang, menyibak selimut yang semula menutupi ketelanjangannya hingga memper
"Tidak, aku tidak bisa melanjutkan permainan ini lagi!"Reynard mengumpat pelan saat Evelyn sudah melesat keluar kamar dengan cepat. Dalam sekejap Reynard sudah berhasil mengejarnya, Evelyn memekik pelan saat Reynard menangkap pingggangnya, lalu dengan mudah mengangkat Evelyn masuk ke dalam kamar lagi dan mengunci pintunya,"Kenapa menyerah di tengah jalan? Kamu mempermalukan karakter pemberani yang sedang kamu perankan itu, Ly!" ledek Reynard. Ia masih berpura-pura tidak mengetahui niat Evelyn yang sebenarnya. Apa lagi kalau bukan untuk menghindari identitasnya terkuak.Evelyn melepaskan diri dari Reynard dan menghindari Reynard sejauh mungkin, wajahnya terlihat pucat pasi, napasnya pun sepertinya tak beraturan, terlihat dari dua gundukan kembarnya yang menggoda itu yang kembang kempis dengan cepat,"A ... Aku ... Tiba-tiba saja aku tidak enak badan. Aku mau pulang!"Alasan!Reynard tidak akan membiarkan Evelyn menghindar lagi. Kini ia sudah bisa memahami maksud dan tujuan Abercio m
Mata Reynard tak pernah lepas dari kobaran api yang melahap sebuah bangunan tua di salah satu pondok berburu dengan seluruh keluarga tiri Evelyn, beserta dengan pengikut mereka berada di dalamnya, hingga bangunan tua itu rata dengan tanah."Aman, Tuan. Apa anda mau pulang sekarang?" tanya Marco yang baru saja berdiri tepat di sisi Reynard setelah memastikan target mereka juga sudah menjadi debu. "turunkan beritanya besok, beserta dengan daftar kejahatan mereka!" tegas Reynard. Ia akan membersihkan sepenuhnya nama Evelyn dari spekulasi yang mulai beredar kalau istri tercintanya itu telah membunuh Vale. Rupanya Ramon telah meminta salah satu anak buahnya yang masih setia padanya untuk menyebarkan rumor itu. Dan sekarang berita picisan itu mulai menyebar luas di berbagai media, dan sudah bisa dipastikan banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada Evelyn, dan ucapan simpati pada Reynard karena telah menjadi target wanita itu selanjutnya. "Mengenai konferensi pers ... " "Adakan juga
"Sepertinya aku belum bisa pulang ke rumah sekarang. Aku mau menyelesaikan semua masalah yang disebabkan keluarga tirimu itu," desah Reynard.Evelyn memindahkan ponselnya ke lengan dan telinga krinya saat akan membuka handle pintu kamar Abercio. Ia memastikan Abercio benar telah terbuai ke alam mimpinya lebih dulu sebelum memadamkan lampu dan menutup kembali pintu kamar putranya itu. Hari ini, dua malam sudah Reynard tidak pulang akibat masalah itu. 'Aku ingin menuntaskan hingga ke akar-akarnya demi masa depan kita yang tenang!' tegas Reynard sebelum pergi bersama dengan Marco."Tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti," balas Evelyn setengah berbisik, ia takut suaranya akan mengganggu tidur Abercio.Malam ini, Evelyn memutuskan tidur dengan Abercio untuk melepaskan kerinduannya pada Abercio. Sejak Reynard memasukkannya ke dalam penjara, Evelyn sudah tidak pernah tidur dengan putranya itu lagi."Maafkan aku, karena masalah ini bulan madu kita jadi harus dipersingkat.""Rey, aku sungguh ti
Reynard mengacak rambutnya dengan kasar, memperlihatkan seberapa frustasinya ia saat itu. Dan saat matanya terkunci dengan mata Evelyn, bermacam campuran emosi terlihat jelas di sana. Hati Evelyn semakin tak karuan, masalahnya pasti jauh lebih besar dari perkiraannya."Nada hamil, Ly. Anakku ... " aku Reynard dengan suara parau. Ia telah bersiap dengan menerima apa pun bentuk kemarahan dan kekecewaan Evelyn padanya. Namun setelah lama Reynard menunggu reaksi Evelyn, alih-alih meluapkan emosinya, wanita itu malah menghela napas lega,"Syukurlah, aku kira ada masalah besar apa."Sontak saja Reynard luar biasa bingung dibuatnya, ia mengguncang bahu Evelyn untuk menyadarkan istrinya itu,"Ly. Apa yang kamu syukuri? Aku memiliki anak dari wanita lain? Kamu bersyukur dengan berita itu? Atau akan menjadikannya sebagai alibi untuk mengakhiri rumah tangga kita?" cecarnya."Siapa yang memberitahumu kalau Nada sedang mengandung? Marco? Sipir penjara?""Nada, Marco dan Ibu sambungmu tidak berada
Perjalanan Evelyn dan Reynard ke Sopot dan Gdynia tertunda harus setelah Reynard menerima email penting. Setidaknya itulah alasan yang Reynard berikan pada Evelyn, sesaat sebelum pria itu fokus pada layar monitor laptopnya. Sepertinya email itu memang berisi pesan penting. Karena sebelum berangkat Reynard telah menegaskan pada Marco untuk tidak menghubunginya sama sekali, kecuali untuk masalah darurat.Apa sekarang perusahaan Reynard sedang dalam masalah?Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terbersit di benak Evelyn hingga dua jam sudah berlalu, dan Evelyn mulai merasa bosan menunggu perhatian Reynard kembali tertuju padanya. Seraya mendesah, Evelyn berdiri dari kursinya. Ia melampirkan long coatnya di sandaran kursi dengan hati-hati, tidak ingin menimbulkan suara sedikit pun yang bisa memecah konsentrasi Reynard.Melalui jendela kamarnya, Evelyn memusatkan perhatiannya pada Laut Baltik, tepatnya pada pelabuhan yang seolah tidak pernah terlihat sepi itu. "Maaf sudah membuatmu me
Gdansk, sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai utara Polandia. Sebuah kota tua yang memiliki arsitektur klasik Eropa terbaik, yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai sejarah dan kebudayaan Polandia.Hotel yang Evelyn dan Reynard pun terletak tidak jauh dari pelabuhan terbesar Polandia tersebut. Hotel mewah tepi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Baltik. Dan kebetulan sekali Evelyn sangat menyukai apa pun yang berbau pantai.Selama Evelyn menatap bermacam kapal yang hilir-mudik di pelabuhan tersebut, Reynard terus merangkul pinggangnya, bersama mereka memandangi kesibukan itu dari balkon kamar mereka."kamu tahu kalau kota ini menjadi salah satu dari Tiga Kota atau yang biasa disebut dengan Tricity, atau dalam bahasa Poland dikenal dengan sebutan Trójmiasto?" tanya Reynard. Ia memiliki kegemaran baru, yaitu mengenalkan dunia baru pada Evelyn."Ya, aku pernah mendengarnya. Hanya saja tidak terlintas sama sekali di dalam
Evelyn pikir, destinasi bulan madunya bersama Reynard akan ke Eropa barat, tapi ternyata pilihan antimainstream Reynard tertuju pada Eropa Tengah. Gdansk Polandia yang menjadi tujuan pertama bulan madu mereka. Memang biasanya Gdansk menjadi destinasi bulan madu yang sangat sempurna untuk pengantin baru yang ingin bersenang-senag dan menikmati masa-masa awal pernikahan mereka. Meski suasananya cenderung terlihat lebih santai dibandingkan dengan Eropa Barat, namun kota Gdansk juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah, akomodasi mewah dengan latar bangunan abad ke tujuh belas. Sekarang ini, dengan lengan Reynard yang merangkul pinggangnya, mereka menyusuri jalanan berbatu dan sempit di antara bangunan katedral dan monumen. "Kamu lebih menyukai ketenangan ya?" tebak Evelyn. "Kamu sudah memahami salah satu kebiasaanku, Sayang," jawab Reynard. Lengannya yang melingkar di lengan Evelyn menarik Evelyn saat seseorang yang tengah jalan terburu-buru nyaris menabraknya. "Mudah sekali men
"Kamu yang ngajarin dia ya?" tukasnya."Astaga, tentu saja tidak, Sayang. Ini murni keinginan putra kita sendiri. Kamu bisa bertanya langsung padanya," sangkal Reynard. Ia bersikap seolah-olah terluka oleh tuduhan Evelyn itu, hingga balik badan meninggalkan Evelyn dengan perasaan bersalahnya.Sesuai dengan harapannya, Evelyn pun bergegas mengejarnya, "Rey, tunggu!"Tepat saat Evelyn meletakkan tangannya di lengan Reynard. Reynard langsung balik badan dan menekan Evelyn hingga punggung wanita itu bersentuhan dengan dinding,"Kamu tidak marah, 'kan?" tanya Evelyn."Marah? Sekarang aku tidak bisa marah lagi padamu, Sayang. Tadi aku hanya menggodamu saja, ingin tahu seperti apa reaksimu saat aku merajuk," kekeh Reynard, ia tertawa lebar saat Evelyn memukul dadanya dengan kepalan tangannya,"Kamu jahat! Tadi aku takut sudah membuatmu marah dan sakit hati.""Marah dan sakit hati? Itu dua hal yang tidak akan terjadi padaku, setidaknya jika menyangkut dirimu, Sayang. Jadi, jangan pernah meng
Reynard menatap geli Evelyn yang seolah tenggelam di dalam balutan selimutnya itu,"Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" tanyanya."Aku mau ke kamar mandi," jawab Evelyn, sengaja hanya menatap mata Reynard saja, bukan ke tubuhnya yang lain.Seolah ingin terus menyiksa Evelyn dengan gairahnya, Reynard sengaja bersandar di daun pintu kamar mandi sambil melipat kedua tangannya, dengan tatapannya yang menggoda."Lepaskan saja selimut konyol kamu itu, memangnya apa yang mau kamu sembunyikan dariku, Sayang?""Aku tidak menyembunyikan apa pun?""Apa kamu yakin?""Astaga, Rey ... Kamu mengira aku mencuri?" tanya Evelyn dengan nada tidak percaya, sebelah alis Reynard pun terangkat tinggi,"Yang bilang kamu mencuri siapa?""Kamu menuduhku menyembunyikan sesuatu di balik selimut ini!" Evelyn menyipitkan kedua matanya saat tawa Reynard pecah. Belakangan ini, wajah pria itu selalu terlihat ceria dengan senyumannya yang memikat, atau tawa lepasnya yang menular seperti sekarang ini. Bagaimana Ev
Leguhan kenikmatan mengalir begitu saja dari mulut Evelyn saat Reynard memainkan lidahnya di bawah sana. Gerakan yang mengirimkan gelenyar kenikmatan ke seluruh tubuh Evelyn, yang juga membangunkan seluruh saraf Evelyn, hingga rasanya Evelyn akan mati karena kenikmatan."Rey ... Aahh please ... " racau Evelyn. Ia tidak tahu permohonan apa yang ingin ia ucapkan. Meminta Reynard terus melakukan yang tengah pria itu lakukan sekarang? Atau meminta Reynard segera menyatukan diri mereka?Evelyn bahkan tidak menyadari kapan Reynard melepaskan satu-satunya pakaian dalam yang tersisa pada dirinya. Atau Reynard merobeknya? Entahlah.Alih-alih segera mewujudkan keinginan Evelyn untuk mneyatukan tubuh mereka, tangan Reynard malah bergerak naik ke atas, untuk menangkup salah satu bukit kenikmatan Evelyn, sementara lidah pria itu masih bermain-main di bawah sana, yang semakin membuat Evelyn meleguh penuh kenikmatan, sebelum akhirnya pinggulnya terangkat tinggi saat mencapai puncaknya."Rey!" teriak