Matteo menghela napas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. Mereka saling pandang, menyadari bahwa Leroy tidak akan mundur. “Hemm, oke. Nggak masalah." Matteo angguk-angguk. "Jika itu keputusan kamu, kita liat aja, gimana kamu menghadapi semuanya! Tapi ingat, ini belum berakhir!"Rindy menatap Leroy dengan campuran perasaan antara kecewa dan prihatin. “Kami cuma mau bantu kamu aja, Roy. Tapi, kalo kamu pilih jalan ini, yaa ... kami nggak punya pilihan lain.”Leroy menatap Matteo dan Rindy dengan tatapan tegas. “Kalian udah cukup buang waktuku. Sekarang, keluar dari ruangan ini!" serunya dengan suara dingin.Matteo sakit hati. Dia berteriak, "Begitukah caramu memperlakukan Papa, Roy?!"Seakan tidak peduli, Leroy berkata tanpa mengalihkan pandangannya dari Matteo dan Rindy. “Jay, pastikan mereka keluar dari gedung ini! Karena mereka udah nggak diterima di sini.” Jay mengangguk. "Mari, Tuan dan Nyonya!" Mau tidak mau, Matteo dan Rindy hanya bisa pasrah dengan tindakan Leroy. Setel
Leroy sudah berada di ruang kerjanya. Dia kembali berdiri di bawah jendela yang terbuka. Dia masih gusar dengan sikap para karyawan tadi. Jay yang sudah bekerja selama bertahun-tahun dengannya pun mengerti. Dia akan mencoba menghibur tuannya. Jay berdiri di belakang Leroy. "Tuan, sebetulnya Anda bisa skip para karyawan tadi." Jay memulai percakapan . "Tapi, kenapa Anda justru berhenti dan dengerin omongan mereka yang nggak masuk akal?"Leroy membakar rokok. Dia menjepit rokok di sela-sela jarinya."Jay, siapa arsitek Sagari Tower?"Jay sedikit terkejut. Karena dia menduga, Leroy sedang memikirkan sikap karyawan yang telah meragukannya tadi. Jay akhirnya tahu kalau ternyata dia sudah salah.Jay menghela napas, mencoba mengingat. “Arsitek Sagari Tower? Itu pasti Armand Delacroix dari Gensler, Tuan."Leroy mencoba mengingat nama yang disebutkan asistennya. "Gensler?" Leroy kembali menikmati rokoknya. "Betul, Tuan. Gensler merupakan sebuah firma arsitektur internasional yang terkenal
Jay, sebagai asisten Leroy, berusaha keras untuk menjaga semangat tim tetap tinggi dan memastikan bahwa semua orang tetap fokus pada pekerjaan mereka. Kemudian, Jay kembali bicara. "Saya akan mengadakan pertemuan rutin setiap seminggu sekali. Saya akan ngasih pembaruan dan dengerin keluhan kalian. Kita akan cari solusi sama-sama di setiap permasalahan."Ajeng, Sinta, Henna, dan Jessy saling bertukar pandang, sementara Benny dan Rangga tampak serius mendengarkan Jay. Leroy, yang duduk di kursi depan, mengarahkan pandangannya ke Jay yang kini berdiri di sisi kiri. “Kita harus cepet-cepet lurusin berita negatif itu,” kata Leroy dengan tegas, suaranya menggema di ruangan. Semua mata fokus pada Leroy, menunggu arahan lebih lanjut."Saya paham, Tuan Muda," kata Jay, dia mengangguk. Kemudian, dia menatap Ajeng. "Sekretaris Ajeng, siapa yang handle grup chat karyawan? Sosialisasi ke mereka untuk menekan berita!"Ajeng mengangguk. "Baik, Pak."Ketika Jay ingin berbicara, Leroy sudah berbica
Leroy mengakhiri teleponnya dengan Ezra. Lalu saat itu juga, dia menghubungi Assad Mamahit. Setelah nada terhubung, terdengar suara Assad di ujung telepon. "Astaga, Tuan Muda! Syukurlah Anda masih inget sama orang tua bau tanah ini. Saya pikir, Anda menderita amnesia akut."Nada suara Assad terdengar menyedihkan sekaligus khawatir. Pria tua itu benar-benar mengkhawatirkan kondisi Leroy. Tanpa sepengetahuan Assad, Leroy sedang tersenyum. Hatinya selalu menghangat setiap kali berinteraksi dengan Assad. "Apa Kakek selalu doain aku yang jelek-jelek kayak gitu?" tanya Leroy dengan nada meledek.Saking kesalnya, Assad tidak bisa mengontrol emosi. "Kamu nggak sadar udah pergi ke kota Moco berapa lama, hah?! Tanpa ngabarin sama sekali. Apa itu yang disebut profesional?!"Ini bukan kali pertama Leroy mendapatkan omelan dari Assad. Setelah menikah dan tinggal di rumah keluarga Donsu, Leroy selalu mendapatkan kata makian dari Assad. Namun dia tahu, semua itu adalah bentuk perhatian dari Assad
Sabtu malam di Bay Hills.Pukul 07:00 malam waktu kota Moco. Leroy telah sampai di rumah dinas Jaksa Agung Mahendratta. Dia pergi bersama Jay. Jika dilihat dari area parkir, tidak banyak tamu yang datang ke acara makan malam keluarga Mahendratta.Leroy diam-diam mengagumi sebuah bangunan bercat putih yang megah dan elegan. Rumah ini dirancang dengan gaya arsitektur modern yang menggabungkan elemen tradisional sehingga menciptakan suasana yang nyaman dan mewah. Di bagian eksteriornya, terdapat taman luas dengan berbagai tanaman hias dan pohon-pohon besar yang memberikan kesan asri dan sejuk.Rumah dinas Jaksa Agung Mahendratta memiliki berbagai fasilitas yang dirancang untuk mendukung tugas resmi dan memberikan kenyamanan maksimal.Leroy sedang duduk di ruang tamu yang luas dengan perabotan mewah dan dekorasi artistik."Roy, kenalin!" seru Derra begitu melihat Leroy sudah datang. "Dia ini Suamiku yang gagah. Namanya Guarin Mahendratta." Derra tersenyum dengan bangga saat memperkenalk
“Kamu diet?” tanya Derra saat melihat apa yang ada di atas piring makan Leroy.Di tengah keramaian ruang makan, Derra Sagita mengamati piring makan Leroy dengan tatapan khawatir terbalut sedikit kehangatan kasih sayang. Hanya ada beberapa potongan daging ayam panggang, salmon bakar, dan sayuran hijau. Kentang panggang adalah satu-satunya sumber karbohidrat di dalam lautan protein itu.Leroy menyadari tatapan Derra dan tersenyum tipis, “Nggak juga. Aku cuma mau atur pola makan aja. Nggak ada salahnya investasi dengan tubuh sendiri, bukan begitu?” ucapnya sambil mengarahkan pandangan ke arah Tom dan Raul.Leroy sengaja melakukan hal itu sambil memberikan penekanan pada kata investasi mengingat mereka berdua adalah pemilik dua perusahaan besar yang pasti akan tertarik setelah mendengar kata tersebut.“Ha ha ha! Aku suka semangatmu, Roy! Kamu benar. Salah satu investasi yang sering diabaikan orang-orang zaman sekarang adalah investasi terhadap tubuh sendiri.” Guarin terdengar puas.Leroy
Kini semua pandangan tertuju pada Guarin. Tom juga kembali menyandarkan punggungnya di sandaran kursi setelah terlalu antusias saat membicarakan tentang masa lalu.“Tapi, Niken selalu beda. Dia punya integritas tinggi. Dia selalu mastiin, setiap langkah yang diambilnya nggak hanya menguntungkan, tapi juga legal dan etis." Guarin menarik napas sejenak. "Dua hal ini membuatnya nggak hanya dihormati sebagai pebisnis. Tapi, juga jadikan dia sebagai sosok yang nggak bisa dijatuhin dengan mudah oleh lawan-lawan bisnisnya pada masa itu.” Guarin mengakhirinya dengan rapi. Raul mengangguk setuju dan mengarahkan pandangannya pada Leroy, “Bukannya kita jadi punya ekspektasi tinggi sama sosok penerus Niken? Ha ha ha!”Leroy hanya bisa tersenyum mendengar tawa Raul.Guarin pun mengarahkan percakapan, “Kalian mungkin sudah menyangka ini. Biar kuperjelas, kita kumpul di sini untuk bahas mega proyek pengembangan perkebunan kelapa sawit di pulau Valir. Proyek ini sangat penting dan melibatkan banyak
Leroy menanyakannya. Tom terlihat tak ingin mendengar apapun saat ini. Ekspresi penuh kekalahan terlukis jelas di raut wajahnya.“Mmm ... gimana sama data statistik dari tingkat kepuasan para kontraktor dan mitra bisnis kalian selama setahun terakhir? Tingkat kepuasan pasar? Bagaimana dengan—”“Ya! Cukup! Kamu menang!” Tom menghela napas panjang. Raul akhirnya tak menahan tawanya lagi.Leroy baru saja ingin bernapas lega, tapi kali ini giliran Guarin yang memberikan tatapan tajam penuh arti untuknya.Lelaki itu menatap lurus ke arah kedua bola mata Leroy, “Kamu pasti sadar kan situasi geopolitik di Asia Pasifik saat ini? Mulai dari tarif ekspor sampai pembatasan kuota produk. Belum lagi kebijakan hilirisasi.”Tom dan Raul kembali saling beradu pandang. Apa yang dikatakan oleh Guarin adalah permasalahan yang memang sedang terjadi saat ini.Terlebih, situasi ini sangat mirip dengan yang dihadapi oleh Niken di masa lalu, bahkan lebih parah karena kebijakan baru tentang hilirisasi.Semua