Hanya konsorsium Infinity Finance Corporational yang paling populer dan terbesar di kota itu, Simon bergulat dengan pikirannya yang kacau.
Entah kenapa kali ini dia sangat tak ingin menyia-nyiakan hal yang sudah di depan mata, ini kesempatan langka! Apapun itu Simon akan menyanggupinya, meski harus berdiri sendiri tanpa jabatan seorang direktur, dan sejuta triliun ini akan membuatnya sukses berdiri sendiri."Pak Simon, apa ada masalah?” Melihat keraguan yang membekas di wajahnya, Elsa sedikit penasaran."Tidak juga, tapi saya masih bingung, dengan alasan yang merubah keputusan anda, padahal sebelumnya anda menolak proposal yang saya buat ..."Elsa tergelak, "Anda masih ingin tahu?" Sebelah alisnya terangkat. "Bisakah kita bicara non formal saja?" Kemudian Elsa mendekati Simon lalu berbisik. "Tapi, sayangnya aku tak ingin memberitahumu, karena ini rahasia ..."Simon masih penasaran, namun Elsa segera berdiri dan berkata, "Gunakan sebisaTin…Klakson panjang membuat pendengarnya menutup telinga. Simon terpaksa berhenti dan keluar saat sebuah mobil hampir saja menabrak seorang anak kecil di tengah jalan. “Pak, Simon. Sepertinya itu akan berbahaya!” Seru Alessa mengingatkan.Tapi Simon tak acuh dan malah berlari ingin menyelamatkan anak itu. Seketika dia melompat dengan extreme dan akhirnya mendarat dengan selamat. Semua terjadi dalam waktu 2 detik.Para pejalan kaki yang menyaksikan ini berseru tak percaya. “Pak anda tidak apa-apa?” Alessa tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya.“Ah, tentu saja.” sahutnya sambil mengibaskan kotoran yang menempel di bajunya sambil melihat anak itu masih membeku di tempatnya berdiri.Pandangannya beralih pada sosok si pemilik mobil yang buru-buru menghampiri mereka sambil mengecek kondisi anak itu. “Apa dia terluka?”"Nona Elsa?" Simon baru sadar kalau dia adalah pimpinan konsorsium yang dia temui beberapa waktu lalu. Wanita itu mengangkat bahunya dan berkata, "Sungguh kebetulan bisa b
"Nona Sofia, kakakmu sudah kembali.”“Benarkah?” Ella Sofia yang sedang menggambar sketsa, segera berdiri, lalu dia membuka tirai pintu dan melihat sebuah mobil SUV yang terparkir di depan rumah dengan mata berbinar. Sofia menoleh dan melihat pria yang tak asing duduk di mobil dengan wajah serius. "Kak Simon benar-benar sudah pulang!"Sofia segera keluar dan melakukan apa yang biasa dilakukan ketika kakaknya pulang. Saat ini, pintu terbuka dan pria berpakaian rapi masuk.Sofia menoleh sambil tersenyum, “Kakak.” berjalan mendekati pria itu, dan langsung memeluknya. "Kalian baik? Mana Ibu?""Simon, kamu pulang nak, mana Sandra kenapa dia tak ikut?" Wanita paruh baya itu berjalan mendekati mereka.Simon seperti biasa mencium tangan sang ibu tanda baktinya. "Sandra dia ... Sibuk. Akhir-akhir ini yang dia kerjakan dan ...""Kenapa kamu tak menjaga istrimu? Kamu seharusnya memperhatikan Sandra sebagai istri, jangan biarkan istrimu bekerja terlalu berat."Simon terdiam, tak tega rasanya be
"Pak Simon, anda sudah siap?" Alessa terlihat berbeda hari ini, membuat simon mengernyitkan alisnya heran. Sebagai pria normal, dia jelas tergoda melihat sesuatu di balik pakaian tipis dan tembus pandang yang dipakai wanita itu, disertai dengan riasan di wajahnya yang membuat Simon sedikit aneh, membuat suhu tubuh panas dingin. "Alessa, kamu tidak demam kan? Kamu ..." "Kenapa? Anda menyukainya bukan? Bagaimana menurut anda penampilanku sekarang?" Lakukan tubuhnya terlihat jelas sekali, Simon menelan ludah dibuatnya. "Bukannya kamu bilang kita akan pergi menemui nyonya Felicia? Alessa, dia itu nenek dari istriku ...""Tapi, dia menyuruh kalian bercerai kan?" Alessa menaikkan sebelah alisnya.Simon menarik nafas. "Sudahlah, ikut aku ganti pakaian, setelah itu baru pergi." "Tapi ..." Alessa tak dapat melanjutkan ucapannya, karena sang atasan bersikap tak acuh dan berlalu begitu saja. "Hu-uh."Alessa merunggut sebal."Sudahlah, ayo cepet pergi! Sampai kapan kamu berdiri di sana?" Sege
Tengah malam, Sandra terbangun dan merasa kepalanya begitu sakit, saat itu mulutnya terasa kering, dia berencana ke belakang mengambil air hangat. “Belakangan ini aku selalu tak sehat, padahal besok aku harus menghadiri kompetisi fashion terbaik.” Meski separuh ingatannya hilang, bukan berarti dia melupakan hobinya merancang busana eksklusif terbaru.“Kuharap hari pernikahan kami akan berlangsung setelah kompetisi selesai.” Sampai di ruang makan dia mengambil minuman, lalu membuka kulkas dan mengambil beberapa cemilan.“Kenapa Gerald belum menelponku?” Ia memijat keningnya dan hendak menutup kulkas sebelum kembali ke kamar.Namun, samar-samar dia mendengar suara aneh dari ruangan sebelah. “Apa orang yang tinggal di sebelah sudah kembali dari liburannya?” Sandra sedikit merinding dengan suara-suara itu, namun rasa penasarannya membuatnya diam-diam menguping ke tembok. “Ada suara seorang wanita …”“Kamu nggak takut jika ketahuan Sandra?”Suara seseorang terdengar, namun tidak terl
"Bagaimana keadaan calon istri saya dokter?" Gerald memasang tampang paling menyedihkan di antara kedua orang tua Sandra. Saat itu dokter yang memeriksanya, tersenyum memberi ketenangan. "Nada tenang saja pak Gerald. Nona Sandra hanya butuh istirahat, mungkin sebelummya dia beraktifitas banyak, jadi saya sudah memberikan resep obat dengan multivitamin di dalamnya." Tiba-tiba pintu kamar terbukanya, membuat semua mata tertuju ke arah pintu. "Alessa ..." Dia muncul bersama seorang dokter, namun ketika melihat tatapan yang menyorot, wajah dokter itu terlihat salah tingkah. Dia malu, dan berbicara dengan nada serius. "Ternyata sudah ada dokter disini, sepertinya saya datang ke tempat yang salah. Kalau begitu saya pergi, permisi." Sang dokter berbalik, namun tanpa diduga nyonya Felicia terlihat mengangkat tangannya. "Tunggu!"Langkah dokter tadi berhenti, dia lebih kaget lagi ketika nenek tua itu mendekatinya dengan kursi roda. "Mari kita bicara di luar." Dia berbisik pelan sebelum meni
Dia berharap pria itu tak menyinggung apa yang terjadi tadi malam. Tiba-tiba mulutnya bergerak-gerak. "Alessa, kenapa kamu lama sekali?" Simon berkata dengan nada dingin.Alessa sedikit kebingungan. Bagaimana caranya menjawab? Haruskah kuberitahu yang sebenarnya? "Alessa, kamu tahu sesuatu kenapa semalam aku mabuk?" Simon mengernyitkan dahi, menunggu jawaban Alessa. Alih-alih menjawab, ia hanya melihat wanita itu menggeleng. Simon kembali berpikir, auranya terlihat lebih dingin dari biasanya. Alessa tak berani duduk, atau melakukan apa pun di ruangan itu selain mematung, memperhatikan Simon yang mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. "Sudahlah, urusan kita masih banyak. Temani aku pergi ke suatu tempat." Alessa bersusah payah mengangguk, lalu ia langsung keluar tanpa bicara apapun. "Loh? Kamu mau pergi kemana? saya belum selesai bicara,tolong kembali duduk." Simon berkata dengan tegas.Astaga! Apalagi yangkulakukan? Apa aku membuatkesalahan? Alessa membatin dan mulai cemas.
"Hufft! Untung saja mereka hanya mencari Sandra."Elsa mengusap peluhnya, lalu meninggalkan acara kompetisi setelah Sandra turun dari mobilnya. "Tak apa jika tak jadi bernegosiasi, asal mereka bukan menyoroti perihal yang kulakukan pada Simon. Semoga saja Alessa bisa menjaga rahasia."Sampai Elsa tiba di kediamannya, dia melihat ibunya sedang duduk menunggu di sofa dengan wajah murung. "Darimana saja kamu?” Elsa bersikap santai tanpa rasa bersalah, ia menggerakkan bibirnya menjawab, "Aku baru saja kembali menghadiri acara ekslusif dan …”Brak!Tiba-tiba ibunya melemparkan selembar foto ke atas meja sambil memaki. "Malam itu kamu pergi ke hotel dengan seorang pria, bahkan dia adalah suami orang. Bagaimana reputasimu nanti di kantor? ingat kamu seorang pepimpin konsorsium terbesar, akan seperti apa kehidupan kita nanti jika kamu melakukan hal bodoh itu.”Melihat foto itu, wajah Elsa memucat. Di foto itu, dirinya sedang memapah seorang pria masuk ke kamar hotel.Elsa buru-buru menjelas
“Sebentar lagi namamu akan di panggil, kamu tak bersiap-siap?”Sandra menggangguk, “Terima kasih sudah mengingatkan, maaf sudah merepotkan anda, Pak Brian.” “Kalau begitu kita cari dulu Nona Elsa, kemana dia?” Sandra berbelok, mencari sosok yang dimaksud, bahkan dia keluar gedung kantor, mencari sang pimpinan korsorsium.Di tengah kebingungan itu, Gerald tiba-tiba menatap lekat wajah Sandra. "Kamu mau apa lagi? Bukannya kamu bilang, kamu belum makan? kompetisi memang penting, tapi lebih penting juga kesehatanmu." Gerald berkata seolah sangat perhatian padanya, namun Sandra tak peduli dengan itu karena kesalahannya sudah sangat fatal."Kamu tenang saja, aku bisa mengatasinya sendiri. Lagipula, aku punya tangan dan kaki untuk berjalan."“Bukan begitu, tapi aku tidak mau kamu sakit lagi.” kata-katanya melunak meskipun sangat kentara, tapi perhatiannya langsung teralihkan ketika Sandra mengeluarkan sebuah map cokelat dari tasnya.“Kamu membawa berkasnya? Apa semua sudah lengkap?” saking
"Semuanya, Sean, tiba-tiba menghilang!" Saat semua orang masih berada dalam suasana duku, tiba-tiba Alessa muncul di sana dengan membawa kabar buruk. Ini bukan hanya membuat Simon kaget, tapi juga sangat cemas dan panik."Apa? Bagaimana bisa ini terjadi?""Bagaimana kamu menjaganya, Alessa?" "Kita harus segera mencarinya!" seruan mereka yang dilanda panik silih berganti membuatnya kalang kabut.Mereka bergegas keluar ruangan, bergerak cepat mencari keberadaan Sean.Simon di tinggal sendirian dalam keadaan tak berdaya, dirinya bukan hanya kehilangan Sandra, tapi apa ia juga harus menghadapi kehilangan Sean?"Apapun yang terjadi, aku harus menemukan Sean!" ujarnya dengan penuh tekad. Sejujurnya, Simon sangat mencemaskan keselamatan anak itu. Di saat sulit ini, harusnya mereka memperhatikan anak seusia Sean, tapi mereka terlalu lengah dan hampir melupakan anak itu.Di tempat lain, seorang satpam menemukan seorang anak sedang meringkuk sendirian di loteng rumah sakit. Begitu dia mengh
Saat itu, pintu ruangan nomor 134 terbuka dengan keras. Seorang perawat masuk dengan wajah penuh kepanikan. "Ada kecelakaan tak terduga di ruang operasi! Nyonya Sandra..." suaranya terputus saat melihat semua orang menatap dan menanti perkataan selanjutnya.Simon, Alessa dan lainnya merasa detak jantungnya berhenti sejenak. "Apa yang terjadi? dia baik-baik saja kan?"Dari wajah perawat itu, terlihat garis-garis kegundahan. "Sekali lagi mohon maaf, tapi darah yang di sumbangkan sebelumnya, belum bisa membuat keadaan nyonya Sandra stabil. Butuh waktu dan perawatan yang lebih intensif untuk memulihkan keadaannya, kami semua sedang berjuang menyelamatkannya."Mendengar itu, Simon merasa dunianya runtuh. Bahkan Sean yang masih berada dalam pelukan Alessa, mengeratkan pegangannya pada wanita itu. "Tante... bagaimana dengan mommy..."Melihat hal ini, Elsa merasa bersalah, terlebih melihat Sean yang seumuran putranya kini terlihat ketakutan. Apa dia memilih keputusan yang salah? Apa mereka aka
( Elsa, segera ke rumah sakit Williecons, aku akan kirimkan alamat lengkapnya) Elsa menerima pesan teks dari nomor tak di kenal. ‘Siapa ini?’ ia berusaha mengingat-ingat pemilik nomor dengan ujung angka 77, “Yah, aku ingat! Ini kakak, aku sudah lama tak tahu kabarnya, tapi darimana dia dapat nomor baruku…?” Dia menggeleng, ‘Ini tak penting sekarang, lebih baik aku segera menghubunginya…’ Saat itu panggilan langsung tersambung.“Halo, apa ini kamu kak Max?”“Elsa! Syukurlah, ternyata orang itu tak berbohong, akhirnya kita bisa mengobrol juga hari ini.” "Oh ya kak, kamu dimana? Tadi kamu bilang rumah sakit, memangnya siapa yang sakit?" Elsa mengigit bibirnya bawahnya cemas, ‘Semoga saja bukan ibu.’ “Sandra sedang dalam keadaan kritis, pagi ini ada dapat kabar Simon juga masuk rumah sakit karena kecelakaan…”“Ke-kecelakaan?” Sungguh, Elsa kaget saat menerima kabar itu. Untungnya saat itu dia anak kembarnya sudah di antar Antonio pergi ke sekolah, jadi mau teriak sekeras apapun, pali
Tiba-tiba, semua lampu jalan padam, bahkan seluruh bangunan terlihat gelap. Hampir semua detak jantung mereka terdengar berpacu dengan kencang. Simon meraba-raba mencari ponselnya untuk penerangan.Saat ini, ada suara langkah kaki mendekat, membuat ketegangan, sebelum langkah itu sempat mendekat, sebuah cahaya muncul menyilaukan mata. “Sandra … segera kita bawa dia kerumah sakit.” Untungnya Alessa segera menghidupkan senter Flashlight dari ponselnya.Sementara Sean terlihat histeris melihat sang mommy yang berada dalam keadaan kritis. “Mommy… ayah, siapa yang berbuat jahat pada mommy, kenapa kamu hanya diam ketika orang melukainya.” Bocah itu menangis tersedu-sedu.Simon menelan salivanya, dia mencoba menenangkan Sean dengan sabar. Namun, anak seperti putranya ini cukup bermulut pedas, jadi semua perkataan orang dewasa dia lontarkan, tanpa peduli bahwa itu akan menyinggung orang lain, termasuk dirinya sendiri sebagai ayah.“Sean, kita tak tahu siapa orang yang melakukan itu pada mommy-
“Alessa…” Sandra dan Simon buru-buru keluar dari mobil, mereka melihat kerumunan orang di sekitar rumahnya, bahkan ada banyak petugas keamanan dan wartawan yang berkumpul di sekitar area.“Sebenarnya apa yang sedang terjadi?” Di antara kerumunan itu, mereka melihat seorang pria terlihat berjalan menunduk diiringi oleh beberapa petugas keamanan. Wartawan mengambil foto, lalu melakukan wawancara.Simon mengernyitkan dahinya. “Gerald?” Sandra ikut terkejut.“Dia muncul lagi?” Keduanya bergegas mendekati kerumunan karena ingin memastikan keadaan putranya.“Sean…” Sandra berlari menghampiri seorang guru les privat anaknya. Sayangnya, sosok yang di panggil namanya tidak ada di sana. “Dimana Sean? Dia baik-baik saja kan?” Suaranya bergetar.“Nyonya tenang saja, Sean sedang tidur di dalam, tampaknya dia kelelahan. Yang jadi masalah sekarang adalah Ibu Alessa…”Simon menimpali. "Kamu sudah beritahu ini pada polisi?”Belum sempat menjawab, fiba-tiba seorang petugas keamanan mendatangi mereka, "K
"Aku akan berikan salah satu toko butik milik perusahaan Elegant Endless Group' pada Alessa, semoga itu akan cukup." Entah darimana kepercayaan diri ini munculnya, Sandra mengerahkan semua isi hatinya pada Simon yang masih membeku di tempatnya. Meski hatinya penuh keraguan, namun Simon mencoba mencerna semua ucapan istrinya. "Kamu yakin?" ujarnya memastikan. Sandra mengangguk, "Aku percaya, Alessa orang yang jujur, makanya aku memilihnya, kamu jangan cemas dan takut dia akan menipu, yang penting kamu setuju saja itu sudah cukup." Sorot mata Sandra jelas tampak ketulusan, jadi Simon mengikuti saja. "Jika benar begitu, itu tergantung padamu. Aku tidak bisa memaksa ataupun melarang.""Deal!" Elsa mengambil satu keputusan. "Terima kasih dukunganmu, sayang..." Satu kecupan mendarat di pipi Simon, memancing gair4hnya, hingga sebuah adegan Simon mengendong istrinya ke tempat tidur dan menjeratnya dengan gila, menatapnya dengan penuh hasr4t."Aku suka cium4nmu, Simon." Sandra berkata denga
"Kamu tak apa kan?" Alessa senang karena di perhatikan oleh atasan, sekaligus atasannya. "Jangan memaksakan diri, jaga kondisi tubuhmu dengan baik oke?" Obrolan mereka selesai setelah Sandra menyudahi panggilannya.Malamnya, Alessa pulang ke rumah dengan langkah ringan. Rasanya lelah seharian bekerja, tetapi dia tahu bahwa dia harus tetap kuat menjalaninya.Namun, ketika di depan pintu dia terkejut melihat pria yang tidak dikenal berdiri di tengah dengan sebo dan jas hitam. Dia tampak sangat misterius membuat Alessa agak takut."Siapa kamu? Kenapa mengikutiku kemari?" Suara Alessa terdengar bergetar saat ketakutan. Namun, pria itu hanya tersenyum dan mengangkat tangannya, menunjukkan sebuah pistol."Maaf, Alessa. Saya disini hanya di suruh mengambil sesuatu." ucap pria itu dengan tenang. Alessa tak peduli lagi dengan hal itu, ia kebingungan harus meminta bantuan siapa, sedangkan ponselnya kini masti total.'Jika aku berteriak sekarang, Sean pasti akan ketakutan.' Gumamnya pelan. De
Aku terkejut dengan pertanyaan Hani tadi, "Kenapa kamu menanyakan itu?" jawabku sambil balik bertanya. Hani melebarkan bibirnya dengan sedikit senyuman, "Ah, tidak. Aku hanya bertanya saja. Ku kira selama ini kamu masih sering menghubunginya." Benar, aku masih belum sempat menghubungi Juan. Kemarin ponselku tertinggal saat aku sedang pergi bersama Pak Jonas. Ya ampun, kenapa aku begitu bodoh? Aku menepuk kepalaku sendiri.Bisa-bisanya aku melupakan itu... kulihat jam di tanganku. Ini sudah hampir terlambat, aku bahkan belum sarapan sama sekali. Oh, tidak...!Hani geleng-geleng kepala melihat raut wajahku yang seketika berubah muram. Aku bingung, mana yang akan kulakukan lebih dulu. "Aku pergi sekarang, Hani." Aku langsung pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban Hani. Kedengarannya, dia tengah memberikan sebuah nasehat untukku, namun kubiarkan saja dia berbicara sendiri di depan pintu."Pak, stop!!" Aku menyetop sebuah taksi yang kebetulan tengah melintas di jalan yang kulewati. Aku m
"Akhirnya sampai juga." Alessa melihat bocah cilik itu tampak tertidur, setelah turun dari mobil, dia melepas sepatu Sean, berencana segera menidurkannya di kamar.Namun, Sean terbangun karena merasa ada tangan yang lembut menyentuhnya. Bocah itu mengusap matanya berulang, sebelum berbicara. "Tante Alessa, apakah kita sudah di rumah?" tanyanya dengan nada polos, Alessa menggangguk, "Benar sayang kita baru sampai..."Sean membuka lebar matanya, lalu berdiri bersiap keluar mobil. " Tante, sejak tadi kamu sudah bekerja keras, apa Moms akan senang dengan hasil kerjamu tadi?"Mendengar suara imut anak itu, Alessa tersenyum, "Aku berharap begitu, Sean. Yang penting aku telah berusaha mengelolanya sesuai dengan selera mommy-mu.""Aku yakin mommy pasti senang, kulihat Tante bahkan juga ulet bekerja, kuharap Tante juga bisa menjadi seperti Mommy, bahkan lebih baik daripadanya."Alessa tersenyum bangga mendengar pujian dari anak itu. "Oh ya Tante, kamu sudah punya pacar?" Saat mereka berdua b