“Bukankah kamu membenci Rihana?”Meghan terdiam mendengar suara seorang pria dari seberang panggilan. Dia heran dari mana nomor tidak dikenal itu bisa menghubunginya.“Siapa kamu?” tanya Meghan dengan dahi berkerut halus.“Kamu tidak perlu tahu siapa aku, yang jelas aku hanya ingin membantumu. Jika kamu mau membalas dendam, inilah waktu yang terpat. Aku melihat Rihana masuk ke sebuah kafe, sendirian. Apa kamu tidak tertarik untuk balas dendam?”Meghan terbakar amarah, terlebih karena dia baru diusir setelah berdebat dengan Candra, membuatnya tidak berpikir panjang dan mendatangi kafe yang disebutkan oleh pria misterius yang menghubunginya.Meghan berteriak setelah mengingat panggilan telepon sebelum kejadian penusukan itu terjadi. Dia seperti terdoktrin oleh ucapan pria yang menghubunginya, hingga mendatangi Rihana dan hendak membunuh anak tirinya.Di dalam sel itu, Meghan menggila. Dia berteriak histeris dan berlari ke pintu jeruji besi.“Aku tidak bersalah! Pria itu menghasutku! Aku
“Aku tidak menyangka kalau kamu hamil lagi,” ujar Cantika saat bersama Rihana di toilet, padahal saat di meja makan sudah dijelaskan.“Aku juga tidak menyangka kalau kamu akhirnya menerima Mark,” balas Rihana sambil menatap bayangan dari pantulan cermin, kedua tangan berada di bawah kucuran air yang mengalir.Cantika langsung mencebik mendengar ucapan Rihana, dia sendiri bingung kenapa bisa menerima begitu saja Mark, padahal sudah tahu bagaimana kelakuan pria itu.“Sejak kapan?” tanya Rihana sambil menatap bayangan Cantika melalui pantulan cermin, sebab Cantika hanya diam dan tampak melamun.“Apanya sejak kapan?” tanya Cantika yang baru saja tersadar dan kini menoleh Rihana.“Ya, sejak kapan kamu mendadak mau menerima Mark, padahal aku tahu kalau sebelumnya kamu sangat bersikukuh menghindarinya,” ujar Rihana menjawab pertanyaan Cantika.Cantika menoleh Rihana dengan ekspresi wajah malas, seolah takut kalau wanita menertawakan dirinya yang menerima Mark.“Entah,” jawab Cantika. Dia mem
“Pasien syok dan mengalami kram perut, selebihnya tidak ada yang membahayakan selama tidak sampai ada bercak merah,” ujar dokter yang baru saja memeriksa kandungan Rihana.Rihana masih meringis sambil menggenggam telapak tangan Melvin, merasakan sakit luar biasa di perut akibat hampir terjatuh tadi.“Bayinya baik-baik saja?” tanya Melvin memastikan.“Sejauh ini baik-baik saja, tidak ada tanda penurunan posisi bayi atau pembukaan pada jalan rahim, jadi bisa saya katakan kondisi janinnya baik,” jawab dokter meyakinkan.Melvin masih terlihat cemas karena Rihana masih kesakitan, hingga dokter pun kembali bicara.“Kami sudah memberi penguat kandungan, jika memang keluarga masih mencemaskan kondisi ibu dan janin, kami bisa mengobservasi untuk memantau sampai kondisi membaik,” ujar dokter memberikan saran.Melvin menoleh Rihana yang menahan sakit, hingga kembali menatap dokter.“Tolong pantau kondisi istri dan janinnya, saya ingin yang terbaik untuk mereka,” ujar Melvin.Di luar ruang pemeri
“Bagaimana perasaanmu? Apa masih sakit?” tanya Melvin sambil mengusap kening Rihana.Rihana sudah dipindah ke ruang VIP guna menjalani perawatan. Tidak ingin kebobolan ada yang mencelakai istrinya, Melvin juga menyiapkan dua pengawal di depan ruangan. Dokter, perawat, dan petugas rumah sakit lainnya pun harus melewati pemeriksaan pengawal sebelum masuk.“Sudah lebih baik, tidak terlalu nyeri seperti tadi,” jawab Rihana yang berbaring dan bicara dengan suara sedikit pelan.Rihana merasa perutnya tadi kencang dan seperti diremas, bahkan pinggangnya pun panas seperti tertarik, membuatnya meringis kesakitan akibat kram yang dirasakan.“Kamu menginginkan sesuatu?” tanya Melvin kemudian.Rihana menggelengkan kepala, tubuhnya masih terasa lemas hingga membuatnya tidak bertenaga atau bernafsu untuk sekadar makan atau minum.“Aku mau tidur,” lirih Rihana.Melvin mengangguk dan membiarkan Rihana beristirahat, sementara dia mencoba mengirimkan pesan ke Mark untuk menanyakan apa sudah mendapatkan
“Kalau nanti pulang sekolah, apa Bas boleh makan es krim?” tanya Bastian saat keluar dari rumah dan ingin berangkat sekolah bersama Lucyana.“Boleh,” jawab Lucyana.“Asyik!” Bastian berteriak senang. “Oma yang terbaik, kalau sama Mama harus merayu dulu,” celoteh Bastian.Lucyana tersenyum melihat Bastian yang sangat aktif dan juga ceria. Tidak menyangka kalau anak kecil yang sudah dibuat takut, kini malah begitu menyukainya.“Kenapa Bas sangat suka es krim?” tanya Lucyana saat Bastian hendak masuk mobil.Bastian masuk mobil dan sudah duduk, kemudian menjawab, “Soalnya kalau di kampung dulu, Bas jarang makan es krim. Padahal Bas suka, karena manis dan dingin.”Lucyana lagi-lagi tersenyum menanggapi ucapan Bastian, kemudian masuk ke mobil dan meminta Jhony untuk mengantar.“Sekarang sudah di sini, jadi nanti bas boleh sering makan es krim, tapi tetap ingat waktu juga, jangan langsung makan banyak sekaligus atau keseringan juga,” ujar Lucyana menjelaskan.Bastian mengangguk, kemudian ing
“Apa yang terjadi, Ma?” tanya Melvin saat melihat Lucyana yang sekarang sedang diobati perawat. di poliklinik umum.Melvin sendiri datang ke sana, setelah Jhony memberitahu kalau Lucyana ke rumah sakit karena terluka.“Tidak usah cemas, mama baik-baik saja. Ini hanya luka ringan,” ujar Lucyana dengan santainya. Wanita itu bahkan tidak merasakan sakit, padahal pipi bagian kanan dan juga tangannya terkena serpihan kaca.Melvin memperhatikan sang mama yang sedang diobati, hingga kemudian teringat Bastian.“Bagaimana Bas? Mama terluka saat bersamanya?” tanya Melvin.“Bas baik-baik saja, untungnya kaca samping tempatku duduk yang terkena lempar, bukan samping Bastian,” jawab Lucyana dengan tenang.Melvin pun bernapas lega, hingga kemudian kembali bertanya, “Pelakunya tertangkap?”“Iya,” jawab Lucyana. “Untungnya ada pengguna jalan lain, yang langsung menggagalkan pelaku yang hendak kabur.”“Nanti biar aku yang mengurusnya ke kantor polisi. Setelah diobati, Mama pulanglah dan istirahat. Nan
“Apa yang sedang kamu lakukan?” Melvin murka dan langsung mendekat begitu saja. Dia terlihat tidak terima.Lucyana juga langsung berjalan mengekori Melvin, hingga menyadari siapa pria yang kini bersama Rihana.Adnan menoleh ketika mendengar suara Melvin, tapi pria itu terlihat sangat santai dan tidak tampak takut sama sekali.Rihana sendiri terkejut, tapi dirinya bersikap biasa saja, sebab tidak merasa melakukan sesuatu yang salah.“Sedang apa kamu di sini? Dan kenapa kamu menyentuh tangannya?” Melvin melontarkan pertanyaan ke Adnan dan Rihana sekaligus.“Siapa yang megang tangan? Aku hanya sedang membantunya merekatkan kembali perban tangan yang sedikit terbuka. Dia kan terluka, kalau terkena air nanti semakin parah,” ujar Rihana menjelaskan.Adnan sendiri berdiri dengan tegap dan sedikit membungkuk memberi hormat ke Melvin maupun Lucyana, hingga kemudian menjawab, “Aku bertugas membersihkan ruangan yang ada di lantai ini, dan kebetulan ternyata pasien di sini Ana.”Melvin membulatka
Melvin pergi ke kantor polisi untuk melihat pelaku yang sudah berani melempar batu ke mobil Lucyana. Dia sendiri masih kesal karena kemunculan Adnan di rumah sakit, hingga memperketat dan meminta bodyguard untuk tidak mengizinkan Adnan masuk ke ruang inap Rihana. Kini Melvin sudah duduk berhadapan dengan dua pelaku yang melakukan penyerangan, keduanya sama-sama tidak ada yang menatap ke Melvin. Melvin sendiri menatap satu persatu kedua tersangka itu, hingga menyandarkan punggung dengan satu kaki disilangkan. “Apa sebenarnya motif kalian menyerang mobilku?” tanya Melvin dengan tatapan tajam. “Kami berhak untuk tidak bicara apa pun, kecuali ke polisi,” jawab salah satu pelaku. Melvin mendecih mendengar ucapan pelaku yang tidak tahu siapa Melvin. Dia pun menurunkan satu kaki yang tadi disilangkan, meletakkan kedua tangan di atas meja, kemudian memberikan tatapan tajam ke pelaku. “Kalian tahu, meski polisi melindungi kalian, aku bisa membuat hidup kalian tidak tenang. Aku bisa menero
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C