Melvin keluar dari ruangan lelang, hingga langkah terhenti ketika bertemu dengan Adam yang ternyata belum pergi dari tempat itu. Melvin ingin pergi dan mengabaikan Adam, tapi mantan Rihana itu bicara dan membuat langkah Melvin terhenti.“Kukira, perusahaan besar seperti milikmu, tidak tertarik dengan proyek kecil seperti ini. Tapi siapa sangka, jika perusahaan besar pun masih mengambil proyek-proyek kecil seperti ini. Apa kalian memang sengaja, karena tidak ingin membiarkan perusahaan kecil seperti milik kami berkembang,” sindir Adam yang kesal karena Melvin memenangkan tender.Melvin tersenyum miring mendengar sindiran Adam. Dia pun memutar tumit dan kini memandang ke arah Adam. Ditatapnya punggung pria itu yang masih memunggungi dirinya, hingga beberapa saat kemudian Adam juga membalikkan badan dan membuat kedua pria itu saling pandang.“Awalnya aku tidak tertarik, tapi entah kenapa tiba-tiba saja ingin. Apa mungkin karena ada kamu.” Melvin jelas-jelas memberikan kode kalau sedang i
Rihana masuk ke ruang kerja Melvin, dia tampak membawa dua cangkir kopi di tangan. Melvin yang sedang fokus mengecek berkas pun memandang ke arah pintu, melihat Rihana yang baru saja masuk.“Kopi.” Rihana meletakkan satu cangkir kopi di hadapan Melvin.Melvin keheranan karena Rihana datang membawa kopi, tapi juga senang karena merasa jika Rihana sedang memberinya perhatian.“Kamu datang membawa kopi, apa ada hal yang kamu inginkan? Katakan kalau kamu membutuhkan sesuatu.” Melvin mengambil cangkir berisi kopi dan menyesalnya perlahan.“Apa kalau baik kepada seseorang itu hanya karena ingin mengharapkan sesuatu? Kalau begitu kamu baik dengan menampungku di sini dan membantuku juga karena ada sesuatu.” Rihana membalikkan ucapan Melvin, lantas duduk di kursi yang ada di depan meja pria itu dan menyesap kopinya dengan santai.Melvin terkejut hingga tersedak mendengar ucapan Rihana, lantas menatap wanita itu yang kini sedang duduk santai menyesap kopi. Dia tidak ingin memperpanjang pembahas
Rihana melotot mendengar ucapan Melvin. Tenggorokannya terasa panas karena tersedak akibat mendengar perkataan pria itu. Dia lantas tertawa dengan keras, membuat Melvin mengerutkan alis melihat serenyah itu tawa Rihana.“Apa ada yang lucu?” tanya Melvin.Rihana mencoba menghentikan tawanya, lantas berdiri sambil memandang Melvin.“Kamu kalau bercanda tidak lucu. Ah … aku minum kopi tapi malah mengantuk. Ya sudah, aku balik ke kamarku dulu.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Rihana pun buru-buru kabur dari ruang kerja Melvin.Melvin mengerutkan alis mendengar ucapan Rihana dan saat wanita itu keluar dari kamarnya.“Dia pikir aku bercanda?”Saat Melvin masih menatap pintu ruang kerjanya yang sudah tertutup. Ponsel yang ada di atas meja berdering dan satu nama terpampang di layar.Melvin memandang layar ponselnya yang terus berkedip. Ekspresi wajahnya berubah saat melihat nama yang terpampang di layar. Alih-alih menjawab panggilan itu, Melvin malah membalikkan ponsel hingga layar menghada
“Adam.”Candra bertemu dengan Adam saat baru saja bertemu dengan seorang klien. Pria itu langsung menghampiri dan menyapa pria yang menjadi mantan calon menantunya itu.“Om Candra.” Adam terlihat senang bertemu dengan Candra.“Lama tidak bertemu denganmu. Sedang apa di sini?” tanya Candra.Candra pun mengajak Adam untuk duduk di salah satu sofa yang terdapat di lobi perusahaan itu.“Aku hendak bertemu dengan seseorang,” jawab Adam.Candra mengangguk-angguk paham, tentu saja Adam datang untuk membicarakan masalah bisnis dengan pemimpin perusahaan itu.“Oh ya, Om. Bagaimana kabar Rihana? Aku dengar dia sudah kembali ke kota ini,” ucap Adam untuk memancing pembicaraan tentang Rihana. Dia juga tidak tahu apakah Rihana ada di rumah Candra atau tidak, tapi setidaknya dia harus mencari tahu apakah memang Candra yang membawa Rihana kembali.“Rihana?” Sudut alis Candra langsung tertarik ke atas mendengar nama putri keduanya itu disebut.“Ya, Rihana.” Adam bisa melihat keterkejutan di wajah Can
Salsa sedang berjalan-jalan di mall untuk melepas penat dan beban pikiran selama beberapa hari ini. Apalagi dia baru saja mendapatkan uang dari Adam, tentu saja tidak akan menyiakan kesempatan untuk menghamburkan uang itu demi kesenangannya.Saat sedang melihat-lihat toko barang branded, Salsa melihat Salma yang sedang berdiri dan terlihat sedang bicara dengan seseorang. Salsa tidak melihat siapa yang diajak bicara Salma karena terhalang tiang besar.“Kesempatan.”Salsa mengembangkan senyum, berpikir jika mungkin ini kesempatannya untuk mengambil hati Salma, mungkin dengan berpura-pura mengajak Salma berbelanja, karena tahu kalau wanita itu suka berbelanja. Namun, saat Salsa hendak mengayunkan langkah untuk menghampiri Salma, langkahnya terhenti karena melihat Salma berjalan kemudian diikuti oleh seseorang.“Rihana? Tidak, aku pasti salah lihat.”Salsa tidak percaya begitu saja kalau Rihana bersama Salsa. Dia pun menajamkan penglihatan dan memang benar itu Rihana. Salsa pun mengepalka
“Pakai ini dan bersiap-siaplah.”Melvin meletakkan dua paper bag di hadapan Rihana yang sedang duduk di ruang keluarga, membuat Rihana menatap Melvin yang berdiri dengan ekspresi bingung.“Bersiap-siap? Ke mana?” tanya Rihana bingung.Melvin memandang wajah Rihana yang terlihat gurat kebingungan, hingga dia pun berkata, “Melanjutkan rencana balas dendam. Aku yakin di sana kamu akan bisa membuat banyak orang panas dengan kemunculanmu bersamaku.”Rihana mengerutkan alis mendengar ucapan Melvin, sungguh dia tidak paham dengan maksud pria itu.“Kenapa malah bengong, cepatlah karena kita harus segera berangkat. Apa kamu lupa kalau ingin belas dendam ke orang-orang yang menyakitimu.” Melvin meminta agar Rihana segera bersiap-siap karena sejak tadi malah diam.Rihana membuka paper bag itu, hingga melihat dua kotak besar di setiap paper bag.“Apa ini?” tanya Rihana karena masih ragu.“Pakai saja!” perintah Melvin karena Rihana banyak tanya.Rihana akhirnya mengambil dua paper bag itu dan berj
Melvin mengajak Rihana pergi ke sebuah pesta. Sepanjang perjalanan tatapan pria itu sesekali melirik ke Rihana yang duduk di sebelahnya sedang menyangga dagu dan menatap ke jalanan.“Kita akan ke pesta apa?” tanya Rihana yang akhirnya membuka suara, setelah beberapa saat diam begitu masuk mobil.Rihana merasa aneh dan penasaran karena Melvin memintanya memakai gaun yang indah dan mahal. Rihana menoleh dan menatap Melvin yang sedang fokus menyetir.“Aku ingin mengajakmu ke tempat pesta temanku. Aku tidak ingin dia meledekku sebagai jomblo, karena ini adalah pesta anniversary pernikahannya,” jawab Melvin sambil fokus menyetir.“Kalau jomblo bilang saja, tidak usah berpura memiliki pasangan juga,” ledek Rihana.“Siapa yang berpura? Bukankah aku memang memiliki pasangan, yaitu kamu,” balas Melvin menang telak.Rihana hampir tersedak ludah mendengar balasan Melvin, hingga melotot ke pria itu karena ucapan Melvin yang seenaknya sendiri.“Siapa pasanganmu? Jangan mengaku-ngaku.” Rihana langs
“Tuan Candra. Perkenalkan ini Melvin. Sahabat yang pernah aku ceritakan dulu, yang selalu mendukung bahkan membuat perusahaanku terus berkembang.”Lucifer memperkenalkan Melvin ke Candra, sedangkan pria tua itu malah fokus menatap Rihana yang berdiri di samping Melvin. Meghan sendiri terlihat tidak senang sama sekali melihat kehadiran Rihana di sana, dia takut jika sampai Rihana datang hanya untuk kembali ke rumah dan merebut harta Candra.“Dia ini pria yang paling berjasa dalam bisnisku, termasuk berjasa dalam kesepakatan yang kita buat. Tanpanya, bisnisku bukanlah apa-apa.” Lucifer menambahi.Kali ini Candra begitu terkejut, jika Melvin adalah orang dibalik kesuksesan Lucifer, maka status Melvin lebih tinggi dari rekan bisnisnya itu. Dia pun mencoba tersenyum dan kini memfokuskan pandangan ke Melvin.“Senang bertemu dengan Anda, Tuan Candra.” Melvin mengulurkan tangan ke Candra untuk memperkenalkan diri, tentunya Melvin tahu betul siapa Candra, sehingga dia mengajak Rihana ke pesta
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C