Rihana berada di kamar saat siang hari bersama Melvin. Pria itu berbaring menggunakan paha Rihana sebagai bantal.“Tidak menyangka kakakmu akan menikah dengan Mario,” kata Melvin berbaring sambil menatap langit-langit kamar.“Hm … aku juga tidak menyangka. Setelah dia gagal menikah karena mengetahui pria brengsek itu selingkuh, kupikir Monika akan menenangkan diri sejenak agar tidak salah pilih calon suami lagi, tapi siapa sangka jika Monika malah langsung mendapat Mario. Tidak buruk juga,” balas Rihana.“Hm … bawahanku pasti kualitasnya bagus dan baik dilihat dari segi mana pun,” ujar Melvin membanggakan diri.“Kualitas itu dari diri sendiri, bukan karena dari orang lain. Kamu kepedean,” sangkal Rihana tidak terima Melvin ambil andil dalam kualitas dan kuantitas sosok Mario. Rihana sampai mengacak rambut Melvin karena gemas.“Memang dari diri sendiri, tapi kalau tidak ada yang mendidik dan mengarahkan, memangnya bisa baik? Bagaimana kalau salah jalan dan jadi buruk, hayo!” Melvin pun
Rihana mengajak Cantika bicara di kamar lama Cantika.“Tika, kamu sudah yakin mau menikah dengan Mark?” tanya Rihana sebelum mulai bicara ke hal yang ingin dikatakan.“Ya, kamu ragu aku ga serius?” tanya Cantika setelah menjawab pertanyaan Rihana.Rihana mengulas senyum dan menjelaskan.“Bukan ragu, hanya saja sebelum menikah, kamu harus memiliki satu komitmen, karena pernikahan itu bukan sebuah pekerjaan yang bisa kamu tinggalkan saat tidak cocok,” ujar Rihana menjelaskan perlahan.Cantika diam mendengarkan ucapan Rihana.“Kamu ingin Mark menikahimu, tapi kamu sendiri belum sepenuhnya percaya kepadanya. Jika nantinya kalian sudah menikah, lalu kamu terus menaruh curiga kepadanya, sampai akhirnya memicu pertengkaran. Apa kamu yakin, masih ingin menikah, jika akhirnya nanti terlibat pertengkaran, kemudian bercerai?” tanya Rihana mencoba memastikan keputusan Cantika.Cantika terdiam mendengar semua ucapan Rihana, memang benar jika dia masih belum bisa percaya dan sering menaruh curiga.
Rihana dan Melvin ikut penasaran dengan keputusan yang akan dibuat Cantika. Rihana belum tahu apa keputusan Cantika, karena tadi memang tidak bertanya dan hanya tahu jika sudah membuat keputusan saja.Mark benar-benar panik. Jangan sampai usahanya selama ini tidak membuahkan hasil. Dia rela berubah dan menjadi apa yang Cantika mau, jadi mana mungkin Mark bisa menerima kalau tiba-tiba Cantika meminta hubungan ini berakhir.“Jika kamu berniat mengakhiri hubungan karena masa laluku, kenapa kamu harus memberiku harapan? Lebih baik, sejak awal kamu tolak perasaanku,” ungkap Mark yang kecewa jika memang Cantika ingin meminta putus.Rihana dan Melvin terkejut mendengar ucapan Mark, tapi tentunya mereka pun tidak ingin terlibat dengan urusan perasaan Mark dan Cantika.Cantika melongo mendengar apa yang diucapkan Mark, hingga gadis itu memukul lengan Mark.“Belum juga selesai bicara, kenapa sudah disela!” amuk Cantika.Mark terkejut sambil mengusap lengannya yang kena pukul, sedangkan Rihana d
Mark duduk di sofa yang terdapat di kamar. Diam memandang ponsel yang tergeletak di meja. Dia ragu ingin menghubungi orangtuanya atau tidak. Mark bisa saja mengabaikan dan tidak memberitahu keluarganya jika akan menikah, tapi bagaimana tanggapan keluarga Cantika nantinya, jika tidak ada satu pun keluarga yang datang ke pernikahannya.“Baiklah, aku coba.” Mark akhirnya mencoba menghubungi ibunya untuk memberikan kabar itu.Dia mencari nomor ibunya lantas mendial nomor sang ibu tanpa melihat waktu. Lama Mark mendengar suara dering dan tidak ada balasan dari seberang panggilan. Sampai saat Mark putus asa dan hendak mengakhiri, terdengar suara dari seberang panggilan.“Halo, siapa ini?”Mark mendadak gugup mendengar suara sang ibu dari seberang panggilan, serak basah suara sang ibu membuatnya merasa bersalah.“Halo, siapa ini? Jika tidak bicara, akan aku matikan.” Suara wanita itu kembali terdengar“Mom.” Mark akhirnya bicara karena diancam akan diakhiri panggilan itu jika tidak kunjung b
“Bas mau ke mana?” tanya Nana saat melihat Bastian membawa sisir dan hendak berjalan ke tangga.Bastian menyembunyikan sisir yang dibawa, sepertinya malu kalau Nana tahu jika dia masih meminta Rihana untuk menyisir rambut.“Mau ke kamar mama bentar,” jawba Bastian.Nana melihat rambut Bastian yang masih berantakan, lalu Bastian juga memegang sisir, tampaknya Nana tahu jika Bastian hendak meminta bantuan Rihana.Nana berjalan menghampiri Bastian. Gadis itu memakai gaun berwarna pink dengan pita yang melingkar di pinggang. Rambutnya sudah disisir dengan bando pita terpasang di kepala.“Sini, Nana bantuin sisir,” kata Nana sambil mengulurkan tangan ke Bastian.Bastian terlihat malu, takut dibilang belum bisa mandiri karena tidak bisa menyisir rambut sendiri.“Sudah, siniin.” Nana mengambil paksa sisir dari tangan Bastian.Bastian tidak bisa mengelak, sehingga membiarkan saja Nana menyisir rambutnya. Nana dengan telaten menyisir rambut Bastian. Dia terbiasa melihat Nanda menyisir, sehingg
Semua orang terkejut mendengar suara Bastian yang lantang, mereka langsung memandang ke arah bocah kecil itu.“Nenek jelek, jangan menindas Nana.” Bastian langsung berdiri di depan Nana untuk melindungi gadis kecil itu.“Ap-apa kamu bilang? Kamu ngatain aku apa, hah?” Saudara Sinta syok mendengar sebutan Bastian, tidak menyangka jika bocah itu berani mengatainya.Rihana mendekat karena keributan itu, begitu juga Melvin dan Monika. Semua orang yang ada di sana juga keheranan, kenapa Bastian sampai marah-marah.“Bas, ada apa? Kenapa marah-marah dan bicara tidak sopan?” tanya Rihana dengan lembut sambil berjongkok menatap Bastian dan Nana.“Nenek itu jahat. Nana ga sengaja nabrak, malah ngatain Nana anak pungut. Nana ‘kan adiknya Bas.” Bastian mengadukan ucapan wanita itu ke Rihana.Rihana sangat terkejut mendengar kata anak pungut. Dia menatap wanita itu dan berdiri untuk bicara.“Maaf kalau anak saya menabrak Anda, tapi tolong jangan mengatakan hal buruk kepadanya. Meski dia anak adops
Cantika gelagapan dan bingung, apa maksud wanita itu mengatakan kalau akan menjadikannya menantu.“Maaf, kenapa Anda setuju saya jadi menantu. Memangnya siapa anak Anda?” tanya Cantika. Dia ingin menebak mungkinkah wanita itu orangtua Mark, tapi dia takut salah karena Mark berkata jika orangtuanya di Italia.Wanita itu membuka kacamata hitam yang sejak tadi menutup bola matanya, hingga kini terlihat warna bola mata biru keabuan yang sangat indah.Cantika masih bingung, hingga tiba-tiba Mark masuk ke toko dan menghampiri Cantika dengan cepat, lantas memandang wanita yang berdiri berhadapan dengan Cantika.“Mom?”“Mom?” Cantika terkejut mendengar Mark menyebut wanita itu dengan kata ‘Mom’. Membuat Cantika semakin gelapan dan panik.“Mom? Kamu masih bisa menyebutku ‘Mom’, setelah kamu memilih memutus hubungan dengan orangtuamu, lalu menelepon saat ada maunya saja!” Wanita itu mengamuk menggunakan bahasa Italia.Cantika bingung sampai menggaruk kepala tidak gatal karena tidak tahu apa yan
“Menikah? Kenapa mendadak? Kamu ga hamil duluan, ‘kan? Tinggal di kota baru beberapa bulan, kenapa mendadak mau nikah?”Asri begitu syok mendengar Cantika ingin menikah. Selama di kota hanya menghubungi beberapa kali, tapi saat pulang langsung berkata jika akan yang menikahinya.“Ih … Ibu, di larang suudzon.” Cantika mengelak.“Terus? Kenapa kamu mendadak ingin menikah? Padahal Ibu tahu, kalau kamu selama ini kamu ga mau dekat-dekat sama cowok,” ujar Asri denagn dahi berkerut halus karena keheranan akan keinginan putrinya.“Kalau memang kamu hamil duluan, ngaku saja! Daripada nantinya ada kenapa-napa.” Paksa Asri meminta Cantika mengaku.Cantika menepuk jidatnya, kemudian menoleh ke Rihana yang memang menemaninya pulang untuk bicara ke Asri.“Ri, jelasin ke Ibu. Aku masih virgin, originil, kalau Ibu ga percaya, ayo perika ke bidan!” tantang Cantika.Asri menoleh Rihana yang lebih dipercaya ucapannya daripada putrinya sendiri.“Apa benar, Ri? Tika mau menikah bukan karena hamil duluan?
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C