“Aku sudah menanamkan modal sesuai dengan kesepakatan.” Melvin memberikan surat perjanjian ke Candra.Ini sudah dua hari semenjak masalah Candra mengusir Meghan. Pria itu menatap berkas yang disodorkan Melvin, sebelum menatap ke suami Rihana itu.“Cek sebelum kamu menandatanganinya,” ujar Melvin lagi yang siang itu memang mengajak Candra bertemu.Candra tidak membaca ulang dan langsung membubuhkan begitu saja tanda tangan ke berkas perjanjian kerjasama itu. Melvin menatap datar ke Candra yang terlihat tidak bersemangat sama sekali.“Kenapa? Menyesal karena sudah mengusir istrimu?” tanya Melvin dengan nada sindiran.Candra mengangkat wajah, lantas memandang Melvin yang baru saja mengambil berkas yang baru saja ditandatanganinya dan kini membubuhkan tanda tangan juga di sana.“Bukan,” jawab Candra.Melvin melirik Candra dengan tangan sibuk menggoreskan tinta ke kertas itu.“Lalu? Tidak senang aku berinvestasi? Takut aku mengakuisi perusahaan?” Jelas pertanyaan Melvin mengandung nada sin
Rihana memegangi perut dengan satu tangan, sedangkan satu tangan mencoba menghalau rak agar tidak menimpa kepala. Namun, Rihana tidak merasakan apa pun, selain makanan ringan yang jatuh menimpa kepala dan tubuh. Dia membuka mata dan menatap ke rak, benda itu berhenti bergerak.Lucyana sudah panik dan ketakutan terjadi sesuatu dengan Rihana, hingga dia menutup mulut saat melihat rak itu tidak jatuh menimpa Rihana dan hanya dalam kondisi miring.Rihana menoleh ke sebelah kanan, ada seorang pria yang menahan rak itu, sehingga tidak menimpanya. Pria menggunakan hodini dengan penutup kepala itu sedang berusaha mendorong agar rak kembali berdiri pada tempatnya.“Tolong, putriku di sana!” Rihana meminta tolong pegawai yang sedang menghampiri setelah melihat kejadian itu.Beberapa pegawai membantu pria yang menahan rak, hingga akhirnya rak itu kembali berada di tempatnya. Lucyana pun langsung mendekat, hingga menyentuh perut Rihana.“Bagaimana kondisimu? Apa ada yang luka? Apa kamu merasa ses
“Bagaimana bisa terjadi hal seperti itu?” tanya Melvin begitu sampai di rumah. Lucyana yang tadinya sedang duduk dengan Rihana, lantas memilih berdiri sambil menyindir, “Presdir dingin bucin pulang.” Padahal dia sendiri yang menghubungi, tapi dia juga yang meledek. Rihana menahan tawa mendengar sindiran Lucyana. Mertuanya itu ternyata sangat menyenangkan dan tidak sekaku atau segalak yang dikira. “Ma.” Melvin melirik ke sang mama. “Memangnya mama bicara apa? Sudahlah itu urus istrimu, cek ada lecetnya atau tidak.” Lucyana memilih meninggalkan Rihana dan Melvin. Melvin duduk di samping Rihana, kemudian mengecek kondisi istrinya itu. “Kenapa kamu bisa hampir tertimpa rak? Bagaimana ceritanya?” tanya Melvin. “Itu kecelakaan, Vin. Aku juga tidak tahu, karena semuanya terjadi begitu cepat,” jawab Rihana, menatap Melvin yang begitu mencemaskan dirinya. Mungkin karena sekarang Rihana sedang hamil, sehingga Melvin terlalu berlebihan memperhatikan dirinya. “Kamu yakin jika itu kecelak
“Aku tadi bertemu dengan papamu.”Rihana langsung menatap suaminya ketika mendengar perkataan itu.“Lalu?” tanya Rihana.Melvin sedang melepas dasi, kemudian menatao Rihana lembut.“Sesuai janjiku. Aku menandatangani kontrak perjanjian bisnis dengannya,” jawab Melvin.Rihana terdiam mendengar penjelasan Melvin, ekspresi wajahnya begitu datar, membuat siapapun tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan.Melvin melihat Rihana yang hanya diam, hingga dia pun mendekat dan duduk di samping Rihana, sebelum kemudian meraih tangan dan menggenggam telapak tangan sang istri.“Kamu tidak suka? Kamu ingin aku membuat perusahaan itu bangkrut saja?” tanya Melvin karena Rihana hanya diam.Rihana menoleh dan menggelengkan kepala.“Tidak,” jawab Rihana, “kita sudah berjanji kepadanya, tidak mungkin kalau ingkar.”“Lalu, apa yang kamu pikirkan, hm?” tanya Melvin. Dia merapikan anak rambut Rihana yang mencuat di pelipis.“Hanya sedang berpikir. Apakah Papa benar-benar bisa berubah,” ujar Rihana, “Apa
Candra terlihat kikuk, bahkan menunduk dan tidak berani menatap seseorang yang kini duduk di hadapannya. Dia terlalu malu, akan semua perbuatan yang pernah dilakukan.“Kupikir Papa sudah tidak memiliki waktu untuk pergi ke sana.” Jelas ucapan Rihana adalah sebuah sindiran tajam untuk Candra.Rihana mengambil cangkirnya, menyesap minum yang sudah dipesannya sejak tadi. Dia datang ke makam untuk menjenguk sang mama, serta menenangkan pikiran agar bisa membuat keputusan yang benar. Namun, siapa sangka jika dia malah bertemu dengan Candra di sana, bahkan Rihana mendengar semua yang dikatakan oleh pria itu.Candra semakin merasa bersalah mendengar sindiran Rihana, tapi semua itu benar dan Candra tidak berhak marah.“Papa tahu jika sudah banyak berbuat salah, Ri. Papa hanya ingin mengubah semua, meski papa tahu jika semua sudah terlambat. Namun, papa masih berharap bisa mengubah masa depan, jika memang tidak bisa mengubah masa lalu,” ujar Candra menjelaskan, tanpa berani menatap Rihana.Rih
“Hai.”Seorang gadis berdiri dan menatap Mario yang baru saja datang. Mario hanya tersenyum tipis, dia benar-benar malas datang ke kencan buta itu, tapi tidak punya pilihan.“Kupikir kamu sibuk jadi tidak akan datang. Tapi aku lega karena kamu datang, meski terlambat,” ujar gadis itu sambil terus memulas senyum.“Sebenarnya sibuk, jadi datang pun karena terpaksa,” gumam Mario.“Maaf, kamu bilang apa?” tanya gadis itu ketika samar-samar mendengar apa yang digumamkan Mario.Mario terkejut mengetahui gadis itu mendengar apa yang digumamkan. Hingga dia menggelengkan kepala dan tersenyum palsu untuk menutupinya.Keduanya duduk bersama, Mario tidak membuka percakapan dan malah sesekali menengok ke arloji.“Kamu tidak pesan makan?” tanya gadis itu karena Mario sejak tadi hanya diam dan terlihat tidak fokus.“Kamu makan saja dulu, nanti aku pesan,” ujar Mario karena merasa gadis di depannya sangat cerewet.Gadis itu pun makan, sedangkan Mario malah jadi penonton.“Aku tidak sangka, kamu setam
“Maaf, Pak Candra sedang tidak bisa diganggu.”“Kamu pikir siapa bisa menghalangiku? Aku masih istri sahnya, apa aku tidak berhak menemuinya, meski dia sedang sibuk?”Sekretaris Candra melaksanakan amanat dari sang atasan, tapi Meghan tidak terima sebab merasa dihalangi untuk menemui Candra.“Tapi Pak Candra yang meminta agar tidak diganggu,” ucap sekretaris itu mencoba menjelaskan.Meghan tidak terima, bahkan mendorong ke samping sekretaris Candra, lantas dia menyerobot mausk ke ruang kerja suaminya itu.“Bu.” Sekretaris Candra ingin mencegah, tapi Meghan sudah masuk terlebih dahulu.Candra ternyata sedang duduk diam dan merenung. Setelah bertemu Rihana dan tidak mendapatkan maaf dari anaknya itu, entah kenapa Candra merasa semakin bersalah. Hingga dia begitu terkejut saat pintu terbuka dan mendengar suara sekretarisnya memanggil seseorang.“Maaf, Pak.” Sekretaris Candra meminta maaf karena tidak bisa menahan Meghan.Candra membuat gerakan agar sekretarisnya pergi. Dia kemudian menat
“Tinggalkan Mario.” Monika langsung membulatkan bola mata lebar mendengar perintah itu. “Maaf, kenapa?” tanya Monika. Meski Monika bisa menebak siapa wanita yang mengajaknya bicara sekarang, tapi dia tidak mau bersikap gegabah. Terlebih langsung mengaku jika tidak ada hubungan dengan Mario. Monika melakukan itu, sebab Mario bercerita jika dia tidak akan menikah, sampai benar-benar menemukan wanita yang cocok dan sesuai kriteria. “Kamu tidak layak untuk Mario. Dia putraku satu-satunya, dia selalu mendapat perhatian dan tidak pernah kekurangan apa pun. Ya, meski dia malah lebih memilih susah payah bekerja. Tapi yang jelas, calon istrinya harus seorang wanita rumahan yang bisa memanjakan dirinya, bukan wanita karier sepertimu!” ujar wanita yang mengaku sebabai ibu Mario itu panjang lebar. Monika melongo mendengar ucapan wanita itu, hingga kini paham kenapa Mario berkata jika orangtuanya selalu menjodohkan dengan wanita rumahan. “Maaf, Tan … maksudku Nyonya. Jika memang diminta berpi
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C