“Kamu cantik sekali malam ini, Sara.”Lucyana langsung menyambut Sara—wanita yang dijodohkan dengan Melvin. Sara datang bersama kedua orangtuanya, wanita berkebangsaan Amerika itu memulas senyum dan langsung menyentuhkan pipi kanan kiri ke pipi Lucyana.“Terima kasih, Bibi. Kamu selalu saja memujiku ketika bertemu, aku jadi malu,” ucap Sara yang tidak menghilangkan senyum di wajahnya. Sikapnya yang lemah lembut dan juga sopan, membuat Lucyana sangat menyukai Sara.Tatapan Sara tertuju ke pria yang berdiri di belakang Lucyana, pria yang selalu memberikan tatapan dingin dan sikap tak acuh kepadanya.“Kamu pulang kapan?” tanya Sara yang kini tatapan tertuju ke Melvin.Lucyana menoleh dan memandang Melvin yang hanya diam, hingga dia memberi isyarat melalui tatapan mata agar menyapa Sara. Melvin benar-benar terlihat malas, meski Sara memang cantik, tapi baginya sejak dulu hingga sekarang, hanya Rihana yang ada di hatinya.Melvin mendekat dan menyapa orangtua Sara terlebih dahulu, sebelum k
“Lalu setelah itu bagaimana?” tanya Rihana yang kini sedang bersandar dengan nyaman pada bahu Melvin.Melvin menceritakan semua yang terjadi setelah Bastian tidur. Dia melakukan itu agar lebih leluasa ketika bicara dan tidak terganggu Bastian.“Seperti dugaanku, Mama menyita semua barang berharga milikku dengan tujuan aku tidak bisa pergi. Namun, aku pun sudah mempersiapkan semuanya sebelum datang ke sana. Ya, bisa dibilang aku seperti datang ke medan perang, hingga harus memiliki strategi agar bisa kembali dengan selamat,” ujar Melvin menjelaskan.Rihana semakin mempererat pelukan mendengar cerita Melvin, dia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Melvin tidak bersiaga, kemudian tidak bisa pulang. Haruskan dia mendadak menjadi janda karena suaminya tiba-tiba pergi tanpa kabar. Oh tidak, Rihana tidak bisa membayangkan hal itu.“Jadi, bagaimana reaksi mamamu setelah kamu menolak?” tanya Rihana kemudian.“Kamu pasti bisa menebak,” jawab Melvin. Dia merengkuh tubuh Rihana, mendek
“Bagaimana bisa seperti ini?” Candra begitu terkejut ketika melihat harga saham perusahaannya terus turun.“Kami terus memantau, Pak. Tapi memang harga saham kita terus anjlok sejak semalam,” ujar staff Candra yang memberitahu tentang merosotnya harga saham sampai beberapa persen.Candra menyugar rambut ke belakang, anjloknya saham perusahaan kali ini benar-benar di luar prediksi, apalagi bukan hanya dua atau tiga persen. Saham perusahaan Candra anjlok sampai lima belas persen dalam semalam, tentu saja hal itu membuat pemegang saham di perusahaan terus menghubunginya.“Terus pantau, lakukan apa pun agar saham tidak terus merosot apalagi anjlok!” perintah Candra.Staff pun mengangguk kemudian izin keluar dari ruangan Candra. Pria itu sendiri benar-benar berpikir dengan keras, selama belasan tahun terakhir, saham perusahaannya tidak pernah mengalami kemerosotan seperti sekarang ini, baginya masalah sekarang bukanlah sesuatu yang wajar.**Melvin berada di ruang kerjanya sambil menatap
“Kenapa kamu yang ke sini?” Rihana sangat terkejut melihat Adam berdiri di samping meja memandang dirinya.Adam tidak langsung menjawab keterkejutan Rihana. Dia menarik kursi dan duduk berhadapan dengan mantan tunangannya itu.Rihana terlihat begitu malas, bahkan ingin rasanya pergi dari sana jika tidak memikirkan Salma, meski Rihana tidak tahu kalau memang Adamlah yang ingin mengajaknya bertemu.Adam menatap Rihana yang memalingkan wajah, hingga dia sedikit mencondongkan tubuh ke depan, sedangkan kedua tangan bertumpu di atas meja.“Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu,” ucap Adam meski Rihana terlihat tidak sudi menatap dirinya.Rihana mengalihkan pandangan ke Adam, hingga dengan senyum miring dia berkata, “Apa aku setuju untuk bicara denganmu.”Adam sudah menduga jika sikap Rihana akan seperti ini, hingga dia pun memundurkan tubuh sampai membentur sandaran kursi, tapi masih dengan tatapan tertuju ke Rihana.“Kenapa kamu sangat baik mau mengurus pemakaman Salsa, padahal kamu sangat
“Jadi ini yang kamu lakukan? Kamu memang keterlaluan!”Salma menggampar kepala Adam karena melihat perlakuan buruk Adam ke Rihana. Dia benar-benar tidak habis pikir karena Adam masih saja mengganggu Rihana.Rihana pun terkejut karena Salma tiba-tiba muncul di sana, sedangkan Adam mengusap kepala dan kesal karena Salma tidak menepati janji untuk tidak datang.“Mama tidak tahu, apa yang sudah Rihana lakukan! Jangan terus membelanya!” Adam berdiri dan mengamuk ke Salma.“Apa yang mama tidak tahu tentang Rihana, hah? Apa? Mama tahu tentang dia, yang mama tidak tahu itu malah kamu!” amuk Salma geram karena Adam benar-benar belum sadar.Rihana terlihat cemas, hingga berdiri untuk melerai. Dia hanya takut Adam membeberkan semua yang diketahui ke Salma.“Tan, sudah tidak apa-apa. Ini hanya salah paham,” ucap Rihana untuk meredam amarah Salma.“Tidak bisa, Ri. Adam memang masih keterlaluan dengan terus menjelekkanmu. Tante tidak bisa membiarkan Adam seperti ini, bahkan setelah Salsa pergi pun,
“Ya Tuhan, Bas. Kenapa kamu bisa sampai segininya.”Rihana benar-benar pusing karena Bastian terus memaksa mencari keberadaan gadis kecil bernama Nana, agar mau balik ke sekolah itu. Padahal anak-anak pindah sekolah pun sudah biasa, tapi kenapa Bastian sampai seperti ini.“Pokoknya Bas ga mau sekolah, kalau ga ada Nana!” rengek Bastian. Dia bahkan membalikkan badan, melipat kedua tangan di depan dada, menunjukkan kalau dia sedang merajuk.Rihana benar-benar pusing menghadapi Bastian yang marah, hingga akhirnya dia pun mencoba bertanya ke guru Bastian, alasan Nana pindah. Rihana hanya mendapat informasi kalau orangtua Nana hanya ingin memindahkannya saja.“Kita akan ke rumah Nana?” tanya Bastian setelah keluar dari ruang guru dan mengetahui kalau sang mama mendapat alamat rumah Nana.Rihana mengembuskan napas kasar, kemudian menoleh Bastian dan berkata, “Kita coba ke sana, kalau ga ketemu Nana, kamu ga boleh merajuk lagi karena mama sudah usaha buat bantu nyari.”Bastian mengangguk sen
“Ada apa, hm?”Melvin buru-buru pulang setelah mendapat panggilan dari Bastian yang begitu singkat, membuat pria itu cemas dan langsung pulang.Rihana memegangi kening, tidak percaya jika Bastian ternyata menghubungi Melvin begitu sampai di rumah. Bocah itu hanya berkata agar Melvin segera pulang dan tidak mengatakan apa pun lantas mengakhiri, sehingga membuat Melvin kebingungan.“Dia kehilangan temannya, sekarang merajuk dan minta dicarikan. Cari di mana coba,” jawab Rihana yang benar-benar pusing menghadapi Bastian yang sekarang.Melvin mengerutkan alis keheranan, hingga kemudian memilih pergi ke kamar Bastian untuk melihat sendiri apa yang terjadi.Bastian berada di kamar, duduk di atas ranjang sambil bersedekap dada, kedua pipinya menggelembung dan bibirnya mengerucut lucu.“Bas.” Melvin menatap Bastian yang sedang kesal.Bastian menoleh ke Melvin, lantas berdiri di atas kasur masih dengan kedua tangan bersedekap dada. Sungguh wajah Bastian merajuk sangat lucu.“Ada apa? Kenapa ka
“Merahasiakan apa, Ana?”Melvin benar-benar tidak tahu maksud Rihana, atau sebenarnya memang tidak berniat mengatakan apa yang diketahuinya.Rihana menarik napas panjang, melepas kerah kemeja Melvin sebelum akhirnya mengusap dada pria itu.“Kupikir kamu akan jujur dengan segala hal, termasuk saat aku memintamu untuk jujur, entah apa pun itu, seharusnya kamu mau menceritakan segala hal yang terjadi, meski aku tidak meminta agar kamu bercerita.”Melvin benar-benar masih mencoba menelaah setiap kata yang keluar dari bibir Rihana. Kenapa istrinya itu mendadak bicara begitu ambigu seperti ini.“Katakan dengan jelas, Ana. Aku bukan cenayang yang bisa membaca pikiranmu,” ujar Melvin karena sudah sangat penasaran.Rihana menghela napas kasar mendengar ucapan Melvin, kedua telapak tangan masih menyentuh dada suaminya, hingga dia pun menatap Melvin dan berkata, “Tentang Salsa, kenapa kamu tidak memberitahuku.”Melvin cukup terkejut mendengar ucapan Rihana, tapi dia terlihat tenang saat menatap
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C