Tania merapatkan selimut ke seluruh tubuhnya. Tubuhnya masih bergetar takut, napasnya memburu dengan air mata yang tidak berhenti berjatuhan.Ray baru saja keluar dengan membanting pintu. Ia hanya mengenakan pakaian kasual karena pikirannya sedang kacau.“Apa yang aku pikirkan!” Ray memegang kepalanya yang terasa pening.“Sepertinya aku benar-benar sudah gila.”Ray masuk ke kamar Juan yang kosong. Ia perlu ruang untuk menenangkan pikirannya. Apa yang baru saja dilakukan Ray pada Tania benar-benar diluar kendali. Ray marah, tidak suka melihat kedekatan Tania dengan laki-laki lain. Bahkan pada Raka, Ray berusaha menahan diri, namun Satria dengan kesadaran penuh justru datang memancing amarahnya.Ray menjatuhkan tubuhnya ke kasur, berbaring telentang dengan kaki yang menyentuh lantai.“Maaf,” gumam Ray pelan. “Aku benar-benar brengsek. Kali ini aku mengakui kalau diriku memang brengsek.”Wajah ketakutan Tania tidak bisa hilang dari pikiran Ray. Bahkan saat ini, Tania seolah ada di atas
Tania menangis sesenggukan, ia menenggelamkan wajahnya diantara lututnya. Tania duduk di lantai kamar mandi, di bawah shower yang mengeluarkan air dan membasahi tubuhnya.Tania memakai kembali pakaian yang ia kenakan sebelumnya. Ia tidak memiliki pakaian lain di sini. Ia tidak mungkin mengenakan pakaian Ray. Tania juga merasa malu untuk keluar dari kamar ini.“Aku mohon, hilanglah!” Tania mengangkat kepalanya, kembali menggosok lehernya hingga turun ke dada, membuat kulitnya jadi ikut memerah. Padahal, Tania hanya ingin menghapus jejak-jejak merah yang ditinggalkan Ray.“Aku bukanlah wanita murahan, aku bukan wanita seperti itu.” Tania semakin keras mengosok bagian dadanya.“Aku tidak menggodal siapa pun. Aku bukanlah seperti itu.” Tania kembali menjatuhkan kepalanya di atas lututnya, menangis sesenggukan.Tania merasa hinaan Ray melekat dalam tubuhnya. Bukan hanya hinaan dalam bentuk kata-kata, melainkan juga tindakan yang ia lakukan pada Tania.Ray memperlakukan Tania seperti yang i
“Tania, berhenti. Apa yang kau lakukan.” Ray berlari, memeluk Tania yang terus memukul cermin di hadapannya.“Tania, sadarlah. Kau melukai dirimu sendiri,” ujar Ray marah, sedikit membentak Tania.Tania yang dipeluk Ray hanya diam tidak berdaya, tenaganya telah habis terkuras. Sehingga Tania tidak bisa lagi untuk sekedar melawan atau menjauhkan tubuhnya dari Ray.“Aku bukanlah wanita murahan,” bisik Tania dengan suara yang bergetar.“Aku tidak pernah menggoda siapa pun. Aku tidaklah serendah itu.”Rasanya dada Ray ditusuk ribuan belati, mendengar apa yang dikatakan Tania. Ray sampai meneteskan air mata, melihat betapa hancurnya Tania karena ulahnya.“Maaf, maaf atas semua yang aku lakukan,” bisik Ray, ia memeluk Tania semakin erat.“Maaf atas apa yang aku katakan.”Ray terus-menerus memeluk tubuh Tania yang sudah sangat dingin, membuat Ray turut basah karena air dari shower.Rasanya Ray tidak memiliki kosakata lain yang bisa ia keluarkan selain kata maaf. Itupun tidak bisa menjamin ak
Saat helikopter yang membawa Ray dan Tania mendarat di helipad rumah sakit, semua dokter sudah ada di sana menanti mereka. Semua alat bantu juga sudah disiapkan. Selain itu, beberapa pengawal Ray yang ikut serta menunggu juga memenuhi atap rumah sakit.Saat Ray keluar dari helikopter dengan membawa Tania dalam gendongannya, seluruh pengawalnya segera mendekat dan menunduk memberi salam hormat. Begitupula dengan para dokter yang langsung mendekat, namun tetap pada jarak aman.Tania lalu dibawah ke lantai bawah, untuk mendapatkan penanganan.“Kami akan segera melakukan pemeriksaan,” ujar para dokter pada Ray. Sedangkan Tania sudah dibawa masuk ke ruang pemeriksaan.“Hm,” jawab Ray. Ia sedang tidak memiliki tenaga untuk mengancam para dokter jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Tania.Ray sangat sadar, semua ini salahnya. Meskipun ia tidak ingin menunjukkan bahwa dirinyalah yang bersalah.Ray mengusap wajahnya dengan gusar. Ia tidak pernah menyangka kalau ini akan menjadi sangat b
“Bagaimana bisa Bunda berpikir demikian?”“Andai saja aku yang menjadi Ayah, aku tidak akan pernah mau menerima seorang perempuan seperti Bunda.”“Akan tetapi, Ayah terlalu baik hatinya. Dia bahkan tetap menerima Bunda meskipun Bunda dalam keadaan hamil anak orang lain.”Sang Ibunda yang akhirnya mendengar pengakuan yang selama ini disimpan Ray seorang diri, hanya bisa menunduk. Ia tidak memiliki bantahan untuk itu, karena semua yang dikatakan Ray benar adanya.“Bunda. Apakah Bunda tahu bagaimana Ayah saat Bunda meninggalkannya?”“Bunda tentu tidak tahu, karena Bunda tidak pernah mencintai Ayah. Dan bodohnya Ayah karena dia terus-menerus mencintai Bunda, meskipun Ayah tahu kalau perasannya tidak terbalas.”“Bahkan saat Ayah menghembuskan napas terakhirnya, Bunda tidak sedikit pun menyentuh Ayah. Apakah Bunda lupa saat itu? Bunda hanya datang untuk menunjukkan diri di depan media, sebagai istri yang bersedih atas kepergian suaminya. Padahal, Bunda membawa laki-laki lain saat itu!”Kehi
“Sepertinya, aku menyukai Kakak ipar.”“Kau mau mati!” Ray menarik kerah baju Raka, tangannya sudah terkepal di udara, bersiap melayangkan pukulan ke wajah Raka.“Aku belum selesai bicara, bukan itu maksud aku. Aku bukan menyukai Kakak ipar dalam artian mencintainya, Kakak ipar bukanlah tipeku.”Raka dengan cepat mejelaskan maksud perkataannya, sebelum Ray menghajarnya. “Maksud aku. Aku lebih menyukai Kakak ipar dibandingkan Kak Dewi.”“Kak Ray mengerti maksud aku ‘kan.”Ray akhirnya melepas kerah baju Raka. Ia kembali pada tempat duduknya. Apa yang dikatakan Raka bukanlah kebohongan semata, hanya agar Ray tidak memukulnya. Jika dibandingkan dengan Dewi, Raka memang lebih dekat dengan Tania.Ray bahkan tidak pernah melihat Raka mengobrol dengan Dewi, berbeda dengan Tania. Raka bisa mengobrol bebas dengan Tania, bahkan membuat Ray sampai kepanasan.“Kak Dewi, dia hanya sibuk mengejar cinta Kak Ray. Melakukan segala cara untuk mencuri perhatian Kak Ray.”“Kak Dewi juga lebih menempel
“Bagaimana jika aku menghajarmu saja, alih-alih mencari Satria untuk memberinya pelajaran.”Raka menatap Ray dari kejauhan. Teringat dengan percakapan mereka terakhir kali, membuat Raka merinding hingga menjaga jarak dari Ray.Hari ini, Tania sudah keluar dari rumah sakit, setelah hampir satu bulan lamanya melewati terapi. Beruntung depresi yang dialami Tania hanyalah depresi ringan, sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk pengobatan.“Kakak ipar.” Raka berjalan menghampiri Tania, tidak lagi peduli dengan tatapan Ray yang begitu tajam menatapnya.“Ck,” decak Ray kesal. “Untuk apa kau datang ke sini.”“Raka, kau datang.” Tania langsung menghampiri Raka, meninggalkan Ray yang sedari tadi menggenggam tangannya.Ray hanya bisa menatap Tania dan Raka yang meninggalkannya, berjalan jauh di depannya. Membuat Ray mendengus kesal.“Mengapa kau jadi begitu bahagia saat bersama Raka.” Meskipun Tania tidak lagi menunjukkan kebencian pada Ray, namun saat bersama Raka, Tania terlihat lebih bahag
“Mengapa aku harus memikirkannya? Dia bisa memikirkan dirinya sendiri!”“Ray, dia istrimu. Istri pertama kamu,” geram Tania, tidak menyangka bahwa Ray akan mengatakan itu. Padahal, mereka terus bersama di acara pameran. Mengapa Ray jadi begitu tega mengatakan itu sekarang.“Istri aku? Itu kamu, Tania!” Ray berjalan mendekati Tania, “Istri aku hanya satu, hanya kamu.”Ray dan Tania saling menatap. Tania tidak tahu apa maksud Ray mengatakan itu, namun itu sama sekali tidak membuat Tania merasa bahagia. Tania justru merasa kalau Ray jadi begitu egois dengan mengatakan itu. Padahal saat bersama dengan istri pertamanya, Ray tidaklah menunjukkan ketidaksukaan. Ray bahkan menikmatinya.“Istri aku hanya kamu! Kamu Tania,” ujar Ray menegaskan kembali perkataannya. “Ya, kau memang istri kedua, namun dengan istri pertamaku, aku sudah lama berpisah dengannya. Jadi aku tidak ada lagi hubungan dengan dia, apalagi untuk memikirkannya.”“Dia sendiri yang menggugat cerai aku. Aku hanya menandatangani
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na