“Bawa Rose kembali padaku, aku ingin putriku,” ucap Tania yakin.“Itu yang aku inginkan, Raka. Aku tidak ingin yang lainnya. Aku hanya ingin putriku kembali ke pelukan aku.”Tania melepas Rose jauh darinya, karena keputusan Ray yang tidak bisa dibantah. Sekarang, Tania ingin Rose kembali. Tania tidak ingin serakah. Ia yakin kalau Ray tidak akan melepaskannya begitu saja. Karena itulah, Tania tidak ingin mengajukan permintaan itu pada Raka.Selain karena Tania tidak ingin membuat Raka harus berseteru dengan Ray. Tania juga tidak mungkin meninggalkan Rose di sini, bersama Ray.Jika Tania meninggalkan Ray sekarang, maka Rose pasti tidak akan ikut dengannya. Rose sedang mengikuti akademik yang dibiayai oleh Ray. Selain itu, Rose juga terdaftar sebagai anak mereka dalam kartu keluarga. Tania tidak lagi bebas membawa Rose pergi.“Dia bisa saja menggunakan Rose untuk mengancam aku. Dia sangat tahu kelemahan aku, sangat licik! Pria kejam yang tidak punya hati!” geram Tania dalam hati.Sebelu
Keadaan yang sudah membaik, membuat keluarga Nugraha bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Namun, mereka masih tidak bebas untuk tampil di depan banyak orang dan menimbulkan berita baru.“Tania, jadi kamu sudah memiliki seorang anak?” tanya Dewi saat Tania berpamitan pada seluruh keluarga, Tania sudah akan kembali ke rumah yang dulu. Itu adalah cara Ray untuk memisahkan Tania dan Raka.“Benar, sayang. Dia memang tidak tahu malu, mencoba mendekat pada keluarga Nugraha dengan membawa serta anaknya. Sangat-sangat tidak tahu malu!” Nyonya Besar turut menyahut, ia menatap Tania jijik, seolah Tania adalah sampah yang tidak seharusnya berada di antara mereka.“Bunda!” tegur Ray dan Raka secara bersamaan.Nyonya Besar hanya memutar bola matanya malas. Ia seolah sudah tahu kalau Ray dan Raka akan selalu membela Tania.“Raka, kamu benar-benar baik. Kamu mau menerima Tania meskipun dia sudah memiliki putri,” sahut Dewi.“Memangnya ada yang salah dengan itu? Kalau boleh jujur, aku lebih mau me
Karena mengikuti permintaan Tania, Rose tidak lagi melanjutkan akademik di luar negeri. Namun, Ray tetap membuat Rose mengikuti pelajaran di rumah. Sehingga, Rose lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama Tania.“Mama, mengapa Ayah selalu bersama Bibi itu?” Tunjuk Rose pada layar televisi yang menampilkan Ray dan Dewi. “Rose tidak menyukainya,” ujar Rose merengek.Tania tidak menjawab, ia hanya mengusap rambut Rose pelan.“Mama, bagaimana jika Bibi itu merebut Ayah?” “Rose tidak mau kehilangan Ayah, Mama,” rengek Rose, ia menarik-narik baju Tania dengan mata yang berkaca-kaca.“Maafkan Mama, Rose. Tapi, dia bukan Ayah Rose, jadi Rose harus selalu siap untuk kehilangannya,” batin Tania dalam hati.Tania menatap Rose, ia merasa iba pada putrinya itu, namun Tania juga tidak bisa mengabulkan keinginan Rose tentang kehadiran Ray.Ray hanya menemui mereka pekan lalu, saat ia mengantar Tania dan Rose kembali ke rumah. Setelah itu, mereka tidak pernah lagi bertemu. Tania hanya bisa me
“Ayah!” Rasanya Tania ingin menangis karena terharu dengan kepedulian Ayahnya. Namun, Tania juga harus menegur Ayahnya agar berhati-hati membicarakan tentang Ray. Apalagi dengan kehadiran Ma Cee yang mengawasi mereka.“Kenapa, Tania? Ayah tidak berbicara sembarangan, tidak ada seorang Ayah yang rela melihat anak perempuannya dipermainkan oleh laki-laki.”“Ayah akan menyuruh Ray untuk mengumumkan pernikahan kalian. Jika perlu, dia seharunya mengadakan pesta.”Tania sontak melotot menatap Ayahnya. Tentu saja itu akan melanggar perjanjian mereka. “Ayah!” tegur Tania, “jangan mengatakan apa pun pada Ray. Dia sedang sibuk, tidak usah berpikiran negatif dan mempercayai semua yang ditampilkan di televisi. Tidak semua yang diberitakan terbukti benar.”“Berhenti membela suamimu. Jika berita itu tidak benar, seharusnya dia menyangkal dan membuat klarifikasi. Dia bahkan bisa menghancurkan stasiun berita yang menyebarkan berita miring tentangnya.”“Tapi buktinya, kamu bisa melihat sendiri apa ya
Tania mendengus kesal saat seorang asisten rumah tiba-tiba berlari menghampiri Tania, memberitahukan perihal tamu yang berdiri di depan rumah dan hendak menemuinya. "Mengapa Ayah masih kembali, seharunya dia menyelesaikan masalahnya sekarang,” gumam Tania. "Uang yang aku berikan seharunya sudah cukup membantu, walaupun tidak banyak.” Tania terpaksa memberikan uang tabungannya pada sang Ayah, karena Ayahnya terus meminta dan memaksa akan menemui Ray jika Tania tidak memberikan uang padanya. Tania lalu berjalan ke luar, untuk menemui orang yang ia yakini adalah ayahnya. Namun, saat Tania sudah sampai di luar, ternyata bukan ayahnya yang kembali, melainkan orang lain yang datang bertamu dan sudah menunggunya. “De-” Tania baru akan menyapa Dewi, namun sebuah tamparan keras melayang ke wajahnya, membuat Tania bungkam seketika. Sontak para pengawal yang tadi menahan Dewi langsung melerai, melindungi Tania. "Ada apa, Dewi?” tanya Tania, ia memegang pipinya, bekas tamparan Dewi. “H
Tania diam, apa yang dikatakan Dewi telah menamparnya jauh lebih keras daripada tamparan tangan Dewi. “Kenapa kau diam? Merasa malu atas fakta yang aku katakan?” Dewi kembali tertawa, merasa senang karena berhasil membungkam Tania. “Kasih sekali kau Tania, hanya dijadikan mainan. Meskipun Ray menikahi kamu, namun dia tetap memprioritaskan aku. Semua orang bahkan merestui hubungan kami, tidak seperti kau!” Dewi memegang dagu Tania, menggerakkannya ke kanan dan ke kiri. “Aku turut prihatin melihatmu. Sebentar lagi kau juga akan dibuang, Ray tidak lagi butuh mainan murahan sepertimu!” Tania menepis tangan Dewi dari dagunya. Tania bahkan tidak bisa membantah lagi perkataan Dewi. "Bagaimana rasanya diperebutkan, Ray?” tanya Juan yang berdiri di dekat Ray. Sedari tadi Ray sudah datang dan menyaksikan pertengkaran Tania dan Dewi. "Ray,” panggil Dewi manja, ia langsung berlari ke arah Ray dan melingkarkan tangannya di lengan Ray. Sedangkan Tania, ia sedikit pun tidak menoleh untuk seke
“Sejak awal hubungan kita tidaklah benar, Ray.” “Kau hanya datang sebagai pria pengganti, tanpa ada restu dari keluargamu.” “Kau seharusnya tidak membantu aku hari itu. Seharusnya kau membiarkan aku duduk di pelaminan sendiri, biarkan aku menanggung malu sendiri, Ray!” “Mengapa kau justru datang menyelamatkan aku? Mengapa kau harus menikahi aku Ray? Menikahi aku yang tidak kau kenal, mengapa? Mengapa kau membuat aku harus mengalami semua ini.” Tania menangis histeris, ia memukul dada Ray yang berusaha memeluknya. Tania terus menangis hingga suaranya tidak lagi keluar, namun air matanya tidak berhenti mengalir. Sedangkan Ray, ia tidak bisa mengatakan sepatah kata pun. Ray hanya memeluk Tania erat, berusaha menenangkannya. Air mata Ray turut menetes, ia tidak bisa mengelak, sejak awal semua ini memang salahnya. “Maafkan aku, Tania. Maaf,” ujar Ray lirih. “Kau terus membuat aku berada dalam kebingungan Ray, apa yang sebenarnya kau inginkan?” lirih Tania. “Kau membuat aku
“Ray, mengapa kau sangat lama?” Dewi berlari menghampiri Ray saat Ray baru saja keluar dari lift yang khusus dibuat untuk menuju ruangannya. “Kau tahu, para pengawal itu sangat mengesalkan Ray. Mereka melarang aku masuk ke ruangan kamu dan menyuruhku menunggu di ruang tunggu. Ray, berikan mereka hukuman,” rengek Dewi. “Untuk apa menghukum orang yang sudah melakukan pekerjaannya dengan baik.” Ray berjalan masuk ke ruangannya, tanpa mempedulikan rengekan Dewi. Dewi dengan kesal lalu mengikuti Ray, ia menghentakkan kakinya ke lantai karena kesal mendengar jawaban Ray. Padahal Dewi berharap Ray akan menghukum pengawalnya sama seperti yang dilakukan Ray di rumah. “Ray, kamu sadar tidak sih. Kamu membuat aku menunggu, lalu pengawal kamu itu juga menahan aku. Memperlakukan aku seperti orang lain, kau masih berpikir kalau mereka melakukan pekerjaannya dengan baik?” “Dewi,” tegur Ray. “Aku hanya mengikuti saranmu untuk menutupi kasus Ali yang merupakan adik aku. Bukan berarti kita aka
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na