Marko semakin merasa bersalah saat melihat Ibu Mouza. Kesedihan yang dalam tergambar jelas dari sorot matanya. Jelas, awal dari semua kejadian ini adalah ulahnya.
Sedikit demi sedikit, kesadaran Mouza kembali. Tak banyak yang ia ingat saat ini. Jika nanti dia mengingat awal mula kejadian buruk itu, pasti dia akan menuntut Marko.
Sementara Rendi masih dalam penyekapan Ucok dan gengnya. Tak ada yang benar-benar perduli saat ini dengan Rendi. Mouza yang belum pulih, dilarang dokter untuk pulang.
Bu Fatma yang kehilangan kabar anaknya hanpir 3 hari mulai di rundung kecemasan luar biasa. Dia tak bisa bayangkan hal buruk terjadi pada permata hatinya. Pak Dame telah membayar beberapa orang untuk mencari keberadaan Rendi. Namun, hasilnya, nihil.
Pak Dame tak berani melapor ke kepolisian. Dia takut jika anaknya sedang terlibat perbuatan kriminal, itu akan menyebabkab Rendi dalam masalah. Pak Dame sangat frustasi.
Pak Dame terin
Marko memberi tau ayahnya Rendi itu lokasi terakhir mereka bersama. Namun, sayangnya Marko tak bisa menolong lebih jauh, dia harus kembali ke kantor setelah mengangkat satu telepon dari atasannya. Pak Dame memakluminya. Dia memutuskan menghubungi beberapa orang yang mungkin bisa ia andalkan. Kenyataan semua mendadak tak bisa membantu. Sekuat itukah orang yang menahan Rendi? Di tempat lain, ada Bu fatma yang dirundung kecemasan. Air matanya seolah-olah tak bisa berhenti. Sudah seminggu Rendi tak kembali, seminggu pula istri Pak Dame itu menangis. Dia sudah berusaha merayu kembali Sang Pemilik Kehidupan. Tampaknya sampai hari ini belum ada kabar baik yang akan Bu fatma dengar. Garis-garis halus yang tampak menghiasi wajah Bu Fatma dan lingkaran hitam yang mengelilingi kelopak matanya, membuat penampilannya sangat kacau. Toko dan usaha mereka yang lain telah lepas kontrolnya, yang terpenting untuknya ada kabar tentang anaknya. Pak
Rendi tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Bagaimana bisa Miska mengenal Ucok? 'Tunggu, tunggu ... Miska bukannya terlihat sedang hamil saat mencari keberadaan Mouza? lalu, kenapa sekarang tampak sangat langsing?'Rendi merasa otaknya sudah kacau. Di belakangnya ada Wiwik si gadis genit. Mereka melambai-lambai ke arah Rendi, tersenyum binal dan menggoda Rendi dengan erotis."Hai, Abang ganteng, apa kabar?" ucap Wiwik sambil mencubit genit dagu Rendi.Rendi memalingkan wajahnya, menghindari sentuhan liar dari Wiwik."Kok malu-malu kau, Bang? bukannya biasanya kau langsung nerkam? hahaha!" Wiwik tampak seperti iblis betina yang sedang menggoda.Rendi beralih menatap wanita yang sama persis dengan wajah milik Miska."Kau?" tanya Rendi, ragu."Hahaha! tampaknya otak kau masih berfungsi dengan baik, yah! aku Miska."Seringainya bagaikan singa kelaparan."Tapi ...."
Tak sia-sia usaha Rendi mengundang orang lain ke ruangan ini. Berbekal menahan sedikit lebih lama nafasnya untuk mengelabui dua wanita bodoh itu, dan si Ucok yang tidak lulus SD, akhirnya mereka mengajak kenalan mereka yang mengerti tentang perurat nadian.Saat lelaki yang mereka panggil Anto itu masuk, Rendi membiarkan dia memeriksa semua bagian tubuhnya.Nampak segala memar dan beberapa sayatan cambukan di tubuh Rendi. Anto merupakan salah satu mantri yang bertugas di puskesmas dekat dengan rumah Rendi itu, terkejut dan menatap ke tiga manusia yang berdiri kaku di belakangnya."Dia kami temukan pingsan, jadi kami bawa kemari." Tanpa ditanya, Ucok menjelaskan sendiri. Hal itu mengundang curiga di hati mantri itu.Dengan gerakan tiba-tiba, Rendi menggenggam erat tangan Anto, lelaki yang masih mengenakan seragam putih itu menatap Rendi dengan bingung. Wajah Rendi terlihat memelas meminta pertolongan Anto. Anto ragu-ragu menafsirkan sorot mata Ren
Rendi mengabaikan masalah tentang orang tuanya dulu. Urusan perut kini yang paling pertama dipenuhi agar otaknya kembali bekerja dengan baik. Dia mengobrak-abrik lemari di dapur, tampaknya tak satupun bahan makanan tersisa di sana. Benar-benar orang tuanya sudah pergi dari rumah mungkin sejak seminggu. Dari penampakan rumah yang berdebu, bisa diperkirakan begitu.Kini dia beralih ke kulkas, disana terdapat beberapa potong roti tawar dan selai coklat yang hampir tandas. Perut yang sudah tak sabar untuk diisi membuat Rendi mengabaikan tentang rasanya. Sejenak setelah selesai bersantap ria sendirian, Rendi tersadar akan kesendiriannya. 'begini jika aku akhirnya ditinggal Mama sama Ayah sendiri' batin Rendi.Kembali dilanjutkannya misi pencarian orang tuanya. Dia menuju bagasi mobil, siapa tau dia menemukan petunjuk disana. Tak lama supi
Mona pun akhirnya kesal, dia memutuskan mengangkat telepon tersebut.[halo!]Suara yang sangat familiar di telinga Mona.[Bang Ganteng?]Jawab Mona Reflek.[hehe, iya ini aku]Mouza yang sejak tadi menjauh mendadak mendekat, saat Mona menyebut nama Abang Ganteng. Panggilan itu Mona sematkan hanya untuk Rendi."Rendi?" tanya Mouza, antusias. Mona mengangguk seraya memberikan telepon genggam itu ke tangan Mouza. Dengan tangan gemetar Mouza meraih benda pipih miliknya itu.
Aaggrrhh!" lolongan suara Pak Dame. HPnya terjatuh dari tangannya, sedang sebelah lagi memegangi dadanya yang terasa sesak.Bu Fatma berlari menghampiri suaminya yang terjatuh dari tempat duduknya. Dengan panik Bu Fatma meraih tubuh lelaki yang sudah tampak memucat."Kau kenapa, Bang?"Nafas Pak Dame nampak tersengal, menahan sakit di area dada sebelah kanannya. Entah apa yang sudah terjadi pada Pak Dame, Bu Fatma belum tahu, dia hanya ingin membawa Pak Dame selekasnya ke rumah sakit."Tolong! siapa saja tolong aku!" jerit Bu Fatma setengah terisak.Rumah kediaman Bu Fatma yang tertutup rapat oleh pagar tinggi, menyulitkan orang di s
Mouza gegas menghampiri Rendi ke rumah, dia takut Rendi dalam masalah. Kebetulan hari ini Mona sedang berada di sekolah, jadi tidak bisa menemani Mouza. Dengan sedikit negosiasi dengan ibunya, akhirnya Mouza bisa melangkah ke rumah Rendi. "Kau ngapain nyuruh aku kemari?" Pertanyaan Mouza membuat Rendi mulai bingung mau jawab dari mana. Tentu saja dia malu mengakui ketololannya di depan gadis pujaannya itu. Melihat Rendi bengong, Mouza nyelonong masuk ke dalam rumah dan membiarkan Rendi mematung sendiri di tempat itu. "Ya, ampun, beserak kali ini, Ren!" teriak Mouza kencang. Suara melengking Mouza berhasil mengembalikan nyaw
Pagi ini Rendi memutuskan terjun ke dunia yang telah digeluti Ayahnya sejak 30 tahun silam. Tempat ini adalah tempat yang membawa kehidupan dan martabat Pak Dame melesat tinggi, dari seorang kondektur menjadi seorang yang berkecukupan, bahkan memiliki kelas yang cukup bergengsi di kalangannya, terutama di tempat mereka tinggal. Ini kali pertama ia menginjakkan kaki di tempat ini untuk menggantikan Ayahnya, sebelumnya Rendi juga pernah bahkan sering berkunjung tapi bukan untuk membantu atau sekedar mempelajari kegiatan Ayahnya, tetapi hanya untuk meminta uang. Dari depan tampak tempat ini adalah toko pakaian, di atas pintu ruko terdapat spanduk label dari toko 'Dafa Collection' begitu tulisan besar itu terpampang besar. Toko ini juga merangkap sebagai kantor utama setelah ruang kerja yang ada di rumah kediaman mereka.&
Lelaki itu terduduk lemah menyadari segalanya menyerangnya dari setiap sudut. Mouza yang menyadari lelaki yang menjadi kekasihnya itu kini tengah diambang kehancuran. Tidak mengejutkan jika lelaki itu memiliki musuh dari berbagai sisi. Masa kelam Rendi memang telah membekas dan berubah menjadi boomerang yang siap menghancurkan hidupnya. Tak ada kata terlambat untuk berbuat baik, tetapi segala jejak akan tetap membekas hingga kapanpun. Tak banyak orang yang siap dengan perubahanmu, bagi sebagian kau akan tetap buruk seperti masa lalumu. Tak perduli seberapa keras kau berusaha untuk menjadi orang baik. Usaha yang dirintis Ayah Rendi benar-benar hancur ditangan orang-orang kepercayaan ayahnya sendiri, bahkan ayah Rendi harus berulang kali mendapat perawatan intensif karena drop mendapat kabar buruk itu. Sia-sia segala pengorbanannya. Rendi memutuskan pergi dari kota itu, berharap nasib baik menghampirinya. Namun nyatanya dimana pun dia berada dosanya tetap menghantui dirinya. Bertahu
Mouza berjingkat-jingkat meraih lobang ventilasi yang berada di atas pintu. Namun, karena tinggi badan Mouza yang cukup mini, hanya satu meter lima puluh lebih beberapa sentimeter saja. Usahanya sia-sia.Sebagai pekerja baru, meski diberi wewenang oleh Rendi untuk mengawasi gerak-gerik Sri, Mouza tak boleh sembrono. Dia juga harus tetap bermain cantik supaya mangsa masuk ke dalam perangkap lebih mudah.Di sudut ruangan toko, terdapat kursi bulat tempat meletakkan manekin atau patung yang dikenakan longdress agar tidak terjuntai ke lantai dan berdebu.Mouza benar-benar menaruh rasa curiga yang besar terhadap Sri.Dia angkat kursi tersebut lalu berencana berdiri di atasnya, tapi, sebelum benar-benar berhas
Pagi ini Rendi memutuskan terjun ke dunia yang telah digeluti Ayahnya sejak 30 tahun silam. Tempat ini adalah tempat yang membawa kehidupan dan martabat Pak Dame melesat tinggi, dari seorang kondektur menjadi seorang yang berkecukupan, bahkan memiliki kelas yang cukup bergengsi di kalangannya, terutama di tempat mereka tinggal. Ini kali pertama ia menginjakkan kaki di tempat ini untuk menggantikan Ayahnya, sebelumnya Rendi juga pernah bahkan sering berkunjung tapi bukan untuk membantu atau sekedar mempelajari kegiatan Ayahnya, tetapi hanya untuk meminta uang. Dari depan tampak tempat ini adalah toko pakaian, di atas pintu ruko terdapat spanduk label dari toko 'Dafa Collection' begitu tulisan besar itu terpampang besar. Toko ini juga merangkap sebagai kantor utama setelah ruang kerja yang ada di rumah kediaman mereka.&
Mouza gegas menghampiri Rendi ke rumah, dia takut Rendi dalam masalah. Kebetulan hari ini Mona sedang berada di sekolah, jadi tidak bisa menemani Mouza. Dengan sedikit negosiasi dengan ibunya, akhirnya Mouza bisa melangkah ke rumah Rendi. "Kau ngapain nyuruh aku kemari?" Pertanyaan Mouza membuat Rendi mulai bingung mau jawab dari mana. Tentu saja dia malu mengakui ketololannya di depan gadis pujaannya itu. Melihat Rendi bengong, Mouza nyelonong masuk ke dalam rumah dan membiarkan Rendi mematung sendiri di tempat itu. "Ya, ampun, beserak kali ini, Ren!" teriak Mouza kencang. Suara melengking Mouza berhasil mengembalikan nyaw
Aaggrrhh!" lolongan suara Pak Dame. HPnya terjatuh dari tangannya, sedang sebelah lagi memegangi dadanya yang terasa sesak.Bu Fatma berlari menghampiri suaminya yang terjatuh dari tempat duduknya. Dengan panik Bu Fatma meraih tubuh lelaki yang sudah tampak memucat."Kau kenapa, Bang?"Nafas Pak Dame nampak tersengal, menahan sakit di area dada sebelah kanannya. Entah apa yang sudah terjadi pada Pak Dame, Bu Fatma belum tahu, dia hanya ingin membawa Pak Dame selekasnya ke rumah sakit."Tolong! siapa saja tolong aku!" jerit Bu Fatma setengah terisak.Rumah kediaman Bu Fatma yang tertutup rapat oleh pagar tinggi, menyulitkan orang di s
Mona pun akhirnya kesal, dia memutuskan mengangkat telepon tersebut.[halo!]Suara yang sangat familiar di telinga Mona.[Bang Ganteng?]Jawab Mona Reflek.[hehe, iya ini aku]Mouza yang sejak tadi menjauh mendadak mendekat, saat Mona menyebut nama Abang Ganteng. Panggilan itu Mona sematkan hanya untuk Rendi."Rendi?" tanya Mouza, antusias. Mona mengangguk seraya memberikan telepon genggam itu ke tangan Mouza. Dengan tangan gemetar Mouza meraih benda pipih miliknya itu.
Rendi mengabaikan masalah tentang orang tuanya dulu. Urusan perut kini yang paling pertama dipenuhi agar otaknya kembali bekerja dengan baik. Dia mengobrak-abrik lemari di dapur, tampaknya tak satupun bahan makanan tersisa di sana. Benar-benar orang tuanya sudah pergi dari rumah mungkin sejak seminggu. Dari penampakan rumah yang berdebu, bisa diperkirakan begitu.Kini dia beralih ke kulkas, disana terdapat beberapa potong roti tawar dan selai coklat yang hampir tandas. Perut yang sudah tak sabar untuk diisi membuat Rendi mengabaikan tentang rasanya. Sejenak setelah selesai bersantap ria sendirian, Rendi tersadar akan kesendiriannya. 'begini jika aku akhirnya ditinggal Mama sama Ayah sendiri' batin Rendi.Kembali dilanjutkannya misi pencarian orang tuanya. Dia menuju bagasi mobil, siapa tau dia menemukan petunjuk disana. Tak lama supi
Tak sia-sia usaha Rendi mengundang orang lain ke ruangan ini. Berbekal menahan sedikit lebih lama nafasnya untuk mengelabui dua wanita bodoh itu, dan si Ucok yang tidak lulus SD, akhirnya mereka mengajak kenalan mereka yang mengerti tentang perurat nadian.Saat lelaki yang mereka panggil Anto itu masuk, Rendi membiarkan dia memeriksa semua bagian tubuhnya.Nampak segala memar dan beberapa sayatan cambukan di tubuh Rendi. Anto merupakan salah satu mantri yang bertugas di puskesmas dekat dengan rumah Rendi itu, terkejut dan menatap ke tiga manusia yang berdiri kaku di belakangnya."Dia kami temukan pingsan, jadi kami bawa kemari." Tanpa ditanya, Ucok menjelaskan sendiri. Hal itu mengundang curiga di hati mantri itu.Dengan gerakan tiba-tiba, Rendi menggenggam erat tangan Anto, lelaki yang masih mengenakan seragam putih itu menatap Rendi dengan bingung. Wajah Rendi terlihat memelas meminta pertolongan Anto. Anto ragu-ragu menafsirkan sorot mata Ren
Rendi tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Bagaimana bisa Miska mengenal Ucok? 'Tunggu, tunggu ... Miska bukannya terlihat sedang hamil saat mencari keberadaan Mouza? lalu, kenapa sekarang tampak sangat langsing?'Rendi merasa otaknya sudah kacau. Di belakangnya ada Wiwik si gadis genit. Mereka melambai-lambai ke arah Rendi, tersenyum binal dan menggoda Rendi dengan erotis."Hai, Abang ganteng, apa kabar?" ucap Wiwik sambil mencubit genit dagu Rendi.Rendi memalingkan wajahnya, menghindari sentuhan liar dari Wiwik."Kok malu-malu kau, Bang? bukannya biasanya kau langsung nerkam? hahaha!" Wiwik tampak seperti iblis betina yang sedang menggoda.Rendi beralih menatap wanita yang sama persis dengan wajah milik Miska."Kau?" tanya Rendi, ragu."Hahaha! tampaknya otak kau masih berfungsi dengan baik, yah! aku Miska."Seringainya bagaikan singa kelaparan."Tapi ...."