Rendi bersendawa keras.
"Oih, kenyang." Rendi mengelus perutnya yang terlihat membuncit akibat makan tadi.
"kenyang itu ngucap syukur, bukan kek gitu," kata Mouza sambil menarik piring kotor dari depan Rendi. Rendi hanya cengengesan menanggapi omongan Mouza.
"Istirahat dulu sana, biar lebih segar besok," kata Mouza menghempaskan bobotnya di samping Rendi.
Rendi menggeleng tak mau. Dia masih ingin memandang wajah yang seminggu ini dirinduinya.
"Tapi, kau memang harus pulang, aku mau kerja," tandas Mouza tegas.
"Aku antar. "
Mouza hanya bisa pasrah menuruti. keinginan Rendi, karena ditolak bagaimana pun, Rendi akan tetap ngotot. Setelah mengantar Mouza, Rendi pun kembali ke rumah menuntaskan kantuk yang kembali menderanya. Rencananya dia hanya tidur beberapa jam saja, tapi, kenyataannya dia sudah tidur hingga hampir tengah malam.
Suara dering ponselnya mengagetkannya. Diraih benda pipih i
Rendi menggeleng keras. Dia tidak biasa bayangkan, baru tadi siang dia bertemu Mouza, lalu, sekarang Mouza entah dimana. Sejak tadi adik Mouza menghubunginya meminta kepastian dari kabar pencarian kakaknya, semua masih belum menemukan titik terang."Ren, aku mau tanya, tolong kau jujur samaku, apa masalahmu dengan Marko?" Rini bertanya dengan nada serius.Rendi terdiam, dia tak tau harus jujur pada Rini atau tidak, yang jelas ini adalah hal terburuk yang ia lakukan sepanjang hidupnya."Ren, kita akan temukan jalan keluarnya kalau kau jujur, Marko itu teman kecilku, aku bisa bantu kau kalau kau bisa jujur," ucap Rini tegas.Rendi menarik nafas dalam, dia tak sanggup mengingat kejadian buruk menimpa Miska karena ketidak prikemanusiaannya. Entah dimana Miska sekarang. Dia memang pantas menerima ganjaran yang setimpal atas perlakuannya, tetapi bukan kepada Mouza.Dia berbalik menatap Rini, di bawah cahaya remang jala
Rendi bukanlah orang yang mudah saja menuruti perintah, nyatanya dia nekat juga turun dari mobil dan menghampiri tempat Rini berdiri. Untung saja Rini mengetahui sebelum Marko sampai di tempat itu.Rendi mengalah dan memilih pergi menjauh dari tempat itu setelah Rini mengancam akan membiarkan Marko menyakiti Mouza.Awalnya Rendi bersikukuh ingin berada disana, Rini berhasil meyakinkan Rendi, dia tau yang harus dia lakukan tanpa melukai siapapun.Miska dari balik tembok yang menghalangi dirinya dan tempat Rini berdiri, mendengar bagaimana kepanikan Rendi pada wanita yang akan mereka selamatkan hari ini. Sungguh dia ingin mendapatkan kesempatan seperti itu dulu. Namun, cinta tak bisa di paksakan. Kini dia telah berstatus istri orang lain.Orang yang menikahi Miska adalah orang yang menemukannya pingsan di kamar mandi tempat dia di perkosa bergilir oleh teman-teman Rendi kala itu. Trauma panjang telah dilalui Miska dan sampai hari ini d
Seketika Marko menoleh ke tempat dimana dia meninggalkan Mouza. Kosong, tempat itu telah kosong. Dia tidak bersama siapapun di tempat ini. Dia melakukan penyekapan sendiri, lalu, siapa orang yang telah membawa Mouza?" Agrh, kampret!" Marko menjerit frustasi.Entah kenapa dia ikut panik memikirkan Mouza.Marko menyarankan mengantar Miska pulang, dia menelepon salah satu anak buahnya untuk mengantar mereka berdua.Marko pun gegas mengambil kendaraan miliknya. Kini dia berharap Mouza baik-baik saja. Entah sugesti dari mana, dan hal konyol apa yang membuat dia perduli pada wanita kesayangan Rendi itu.Dia memutuskan menghubungi Rendi. Dua, tiga kali telepon Marko diabaikan. Marko mencoba mengirimkan pesan singkat, berharap masalah mereka di kesampingkan dulu. Beberapa menit kemudian, notifikasi pesan dari Rendi masuk. Sepertinya Rendi tidak mempercayainya begitu saja.Marko kembali menghubungi nomor Rendi. Dia mencoba
Byurr! Guyuran air menyiram wajah Rendi. Dia berusaha mengerjapkan mata dan mengumpulkan kesadaran. Dia ingat saat sedikit lagi mampu menyelamatkan Mouza, tiba-tiba semua gelap dan dia tidak ingat apapun lagi. Rendi mengedip-ngedipkan matanya agar air menyingkir dari kelopak matanya. Tangannya terikat kebelakang. Dia mencoba mengingat kejadian terakhir mengapa dia ada di tempat ini. Tawa menggelegar terdengar dari arah tangga. Rendi mengenal betul suara tawa itu. Dia sudah bersama dengan mereka hampir 10 tahun. "Ucok?" Rendi menatap orang yang berdiri angkuh di depannya. "Hahaha! kupikir kau lupa, apa kabar kau, Boi?" Ucok menaikkan sebelah kakinya tepat di kursi tempat Rendi terikat. "Apa maumu?" sahut Rendi, tak kalah angkuh. Tawa Ucok dan kawannya menggelegar."Dia tanya apa mau kita? hahaha!" ejek Ucok, di sertai tepukan di pipi Rendi. "Kau teman baikku Boi, tapi, kau tega
Marko semakin merasa bersalah saat melihat Ibu Mouza. Kesedihan yang dalam tergambar jelas dari sorot matanya. Jelas, awal dari semua kejadian ini adalah ulahnya.Sedikit demi sedikit, kesadaran Mouza kembali. Tak banyak yang ia ingat saat ini. Jika nanti dia mengingat awal mula kejadian buruk itu, pasti dia akan menuntut Marko.Sementara Rendi masih dalam penyekapan Ucok dan gengnya. Tak ada yang benar-benar perduli saat ini dengan Rendi. Mouza yang belum pulih, dilarang dokter untuk pulang.Bu Fatma yang kehilangan kabar anaknya hanpir 3 hari mulai di rundung kecemasan luar biasa. Dia tak bisa bayangkan hal buruk terjadi pada permata hatinya. Pak Dame telah membayar beberapa orang untuk mencari keberadaan Rendi. Namun, hasilnya, nihil.Pak Dame tak berani melapor ke kepolisian. Dia takut jika anaknya sedang terlibat perbuatan kriminal, itu akan menyebabkab Rendi dalam masalah. Pak Dame sangat frustasi.Pak Dame terin
Marko memberi tau ayahnya Rendi itu lokasi terakhir mereka bersama. Namun, sayangnya Marko tak bisa menolong lebih jauh, dia harus kembali ke kantor setelah mengangkat satu telepon dari atasannya. Pak Dame memakluminya. Dia memutuskan menghubungi beberapa orang yang mungkin bisa ia andalkan. Kenyataan semua mendadak tak bisa membantu. Sekuat itukah orang yang menahan Rendi? Di tempat lain, ada Bu fatma yang dirundung kecemasan. Air matanya seolah-olah tak bisa berhenti. Sudah seminggu Rendi tak kembali, seminggu pula istri Pak Dame itu menangis. Dia sudah berusaha merayu kembali Sang Pemilik Kehidupan. Tampaknya sampai hari ini belum ada kabar baik yang akan Bu fatma dengar. Garis-garis halus yang tampak menghiasi wajah Bu Fatma dan lingkaran hitam yang mengelilingi kelopak matanya, membuat penampilannya sangat kacau. Toko dan usaha mereka yang lain telah lepas kontrolnya, yang terpenting untuknya ada kabar tentang anaknya. Pak
Rendi tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Bagaimana bisa Miska mengenal Ucok? 'Tunggu, tunggu ... Miska bukannya terlihat sedang hamil saat mencari keberadaan Mouza? lalu, kenapa sekarang tampak sangat langsing?'Rendi merasa otaknya sudah kacau. Di belakangnya ada Wiwik si gadis genit. Mereka melambai-lambai ke arah Rendi, tersenyum binal dan menggoda Rendi dengan erotis."Hai, Abang ganteng, apa kabar?" ucap Wiwik sambil mencubit genit dagu Rendi.Rendi memalingkan wajahnya, menghindari sentuhan liar dari Wiwik."Kok malu-malu kau, Bang? bukannya biasanya kau langsung nerkam? hahaha!" Wiwik tampak seperti iblis betina yang sedang menggoda.Rendi beralih menatap wanita yang sama persis dengan wajah milik Miska."Kau?" tanya Rendi, ragu."Hahaha! tampaknya otak kau masih berfungsi dengan baik, yah! aku Miska."Seringainya bagaikan singa kelaparan."Tapi ...."
Tak sia-sia usaha Rendi mengundang orang lain ke ruangan ini. Berbekal menahan sedikit lebih lama nafasnya untuk mengelabui dua wanita bodoh itu, dan si Ucok yang tidak lulus SD, akhirnya mereka mengajak kenalan mereka yang mengerti tentang perurat nadian.Saat lelaki yang mereka panggil Anto itu masuk, Rendi membiarkan dia memeriksa semua bagian tubuhnya.Nampak segala memar dan beberapa sayatan cambukan di tubuh Rendi. Anto merupakan salah satu mantri yang bertugas di puskesmas dekat dengan rumah Rendi itu, terkejut dan menatap ke tiga manusia yang berdiri kaku di belakangnya."Dia kami temukan pingsan, jadi kami bawa kemari." Tanpa ditanya, Ucok menjelaskan sendiri. Hal itu mengundang curiga di hati mantri itu.Dengan gerakan tiba-tiba, Rendi menggenggam erat tangan Anto, lelaki yang masih mengenakan seragam putih itu menatap Rendi dengan bingung. Wajah Rendi terlihat memelas meminta pertolongan Anto. Anto ragu-ragu menafsirkan sorot mata Ren