Dia langsung duduk tersentak dan menatapku dengan marah."Kamu yang banyak maunya. Nggak boleh bungkuk saat jalan, kaki nggak boleh gerak saat duduk, nggak boleh rebahan di ranjang kalau belum ganti baju."Dia seakan menemukan kesempatan untuk melampiaskan amarahnya, langsung mematikan rokoknya."Erlin, lihatlah laki-laki di luar sana, berapa banyak yang setiap hari hanya menjaga istrinya saja?""Nggak mudah buat menemukannya. Kamu dapat laki-laki sepertiku saja masih nggak mau bersyukur."Aku tidak bisa menahan diri dan langsung mencibir.Menjaga seorang istri? Berani sekali dia mengatakan semua itu?Aku sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Saat masih muda, aku menyukai kebebasan dan spontanitasnya, serta permainan gitar akustiknya.Dia selalu mengatakan bahwa dia memiliki mimpi dalam bermusik. Namun, mimpi bermusik siapa yang hanya berakhir sebagai mimpi saja?Setelah tersisih di babak pertama audisi beberapa tahun yang lalu, dia jatuh tersungkur.Dia mengatakan bahwa pasar tidak
Aku memasukkan pakaian terakhirku ke dalam kardus, lalu menghubungi seseorang. Aku bersikap layaknya tidak melihat keberadaannya.Di lantai bawah ada perusahaan pindahan yang aku hubungi."Naiklah, barangnya sudah bisa dibawa."Indra meraih lenganku dengan panik. "Pindah? Kamu mau ngapain?"Aku menepisnya dengan dingin."Sarapanmu pagi ini sudah bikin kamu kenyang, 'kan? Aku sudah melihat semuanya."Dia mulai berkeringat, tetapi masih menyangkal perkataanku, "Aku nggak ngerti apa yang kamu bicarakan."Aku menyeringai dan menatap tubuhnya yang beratnya hampir mencapai dua ratus kilo."Turunkan berat badanmu kalau kamu punya waktu. Lengan dan kaki Ceani begitu kurus, jangan sampai patah karena kamu terlalu berat."Wajahnya tiba-tiba memerah.Aku sudah terlalu malas untuk berbicara omong kosong dengannya. "Bukankah kamu iri sama suaminya yang sudah meninggal? Aku akan penuhi keinginanmu.""Surat perjanjian cerai sudah ada di atas meja, tolong tanda tangani."Aku melihat sekeliling. "Kontr
"Kalau dicuci masih bisa dipakai. Kedap suara di rumah itu nggak bagus, jadi pelankan suaramu."...Indra datang ke kantor untuk membuat masalah pada hari ketiga setelah menandatangani surat cerai.Dengan mengandalkan orang tuaku, dia langsung menemui murid ayahku.Orang itu sudah menjadi karyawan tingkat menengah. Dia ditempatkan di perusahaan juga dengan menggunakan nama ayahku.Indra tidak menyebutkan bahwa kami sudah menandatangani surat cerai, dengan malu-malu meminta bantuan kepadanya.Murid itu bernama Clendi Atmaja. Dia lembut dan sopan, juga pernah memberiku kelas tambahan.Aku mencoba membujuknya untuk pergi, tetapi Indra bersikap keras kepala.Ketika meneleponku, dia berkata dengan nada tidak berdaya, "Dia ingin pihak perusahaan memberikan kompensasi kepadanya. Tapi, dia nggak masuk kerja bukan hanya sekali atau dua kali."Aku menasihatinya dengan tenang, "Aku sudah nggak punya hubungan apa pun lagi sama Indra. Lakukan saja sesuai aturan yang ada."Clendi terkejut sejenak. "
Aku langsung bereaksi.Seperti yang sudah aku duga. Ibu Indra mengubah sikapnya yang sombong sebelumnya kepadaku.Dia menelepon dan mengirim pesan kepadaku.Memarahiku seolah-olah dia sudah menjadi ibu kandungku sendiri.Saat bertelepon, dia memarahi Indra, kemudian mengubah topik pembicaraan."Erlin, yang namanya suami istri pasti saling menyayangi. Kamu bisa memarahi Indra kalau dia salah, tapi jangan sampai bercerai.""Mana mungkin aku membiarkannya bersama dengan janda?"Dia berbicara sangat keras sampai gendang telingaku berdengung.Ibuku tidak tahan lagi dan merebut ponsel di tanganku."Kamu pikir seberharga apa putramu itu? Aku peringatkan, nggak mau cerai pun harus tetap cerai."Benar saja, ibu Indra yang kali ini juga menjadi tidak senang."Erlin, aku nggak tahu kalau kamu ternyata sangat licik.""Kamu ingin membuang anakku dan menikah dengan orang kaya. Begitu?"Aku pikir beberapa orang memang tidak tahu malu, tetapi aku tidak menyangka ada orang yang setidak tahu malu ini.I
Ibu Indra mengeluarkan semua umpatan dalam ingatannya, "Kamu menggoda orang tua itu, kenapa masih menggoda putraku!"Ceani mencibir, "Kalau kamu nggak minta anak Rudy pulang, mana mungkin aku sampai begini?"Anak-anak Rudy dengan tegas menentang ayah mereka menikahi janda muda itu.Khawatir Ceani akan terus mengganggu ayah mereka, mereka membawa Rudy pergi.Ceani yang ditinggalkan dan tidak mendapatkan apa pun jadi tidak tahan, jadi dia melampiaskan semuanya kepada ibu Indra.Pada saat ini, Indra yang baru tersadar dari keterkejutan pun bertanya dengan bibir gemetar."Kamu sengaja mendekatiku?"Ceani tidak menyembunyikannya lagi."Awalnya aku ingin numpang hidup sama kamu, tapi jujur saja ...."Dia menghentikan perkataannya, lalu melanjutkan dengan senyuman yang tidak bisa disembunyikan dalam suaranya."Aku sudah melakukannya denganmu berkali-kali, rasanya ... sangat biasa."Dia juga berkata dengan menyesal, "Orang tua itu lebih baik darimu.""Selain itu, orang tua itu punya uang pensi
Mata Indra tiba-tiba berbinar, dia segera berdiri dan mengikutiku dengan hati-hati.Aku bawa mobil dan pergi ke restoran.Itu adalah tempat di mana kami biasa makan bersama, jadi dia bisa dengan terampil mengeluarkan menu dan mulai memesan.Dia memesan hidangan yang berminyak, lalu menatapku tanpa daya."Aku nggak bisa makan enak atau tidur nyenyak akhir-akhir ini. Sayang, kita jangan bercerai, ya?"Aku hanya bisa mencibir. Dia mendengkur keras sambil berbaring di koridor.Melihatku diam saja, dia kembali bicara, "Aku bakal cari kerja. Jangan khawatir, aku sudah berbeda dari yang dulu."Aku mengetuk meja dan melihatnya duduk di seberang meja dengan keringat membasahi pakaiannya.Baru duduk sebentar, tetapi dia sudah kepanasan dan mengipasi wajahnya dengan tangan."Bukankah kamu nggak mau aku peduli padamu?"Dia tertegun sejenak dan berbicara dengan marah."Dulu, aku yang salah karena nggak bisa bersyukur. Kamu mengaturku juga demi kebaikanku."Dia menghentikan perkataannya. Begitu meny
Aku melangkah keluar. Indra bangkit dengan marah dan ingin mengejarku.Pemilik restoran mencengkeram kerah bajunya dan bertanya, "Bayar dulu tagihannya."Dia tersipu dan menunjuk ke arahku, "Istriku yang akan bayar. Dari mana aku punya uang?"Aku menoleh ke belakang dan berkata, "Yang pesan siapa, dia juga yang harus bayar. Lagi pula, aku sudah mengajukan gugatan cerai, aku bukan istrimu."Saat aku berjalan ke pinggir jalan untuk mencari taksi, Indra masih diseret erat oleh pemilik restoran.Saat aku sampai di depan rumah, mobil perusahaan pindahan sudah berangkat.Semuanya berjalan dengan baik. Aku naik ke atas dan merasa nyaman melihat rumah kosong itu.Ketika keluar, aku menendang kasur gulung yang Indra letakkan di sudut.Aku akhirnya melepaskan diri dari beban berat ini.Perceraian berjalan lancar dan semua bukti disajikan di depan kami.Indra tidak bisa menjelaskan apa pun, hanya mengikutiku dengan sedih di hari dia menerima akta cerai.Dia baru berjalan sebentar, tetapi sudah ke
Dua tahun kemudian, kompensasi pembongkaran rumah orang tuaku sudah turun, jumlahnya mencapai puluhan miliar.Aku pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi seorang kolega yang dirawat karena melahirkan. Aku melihat ibu Indra dari kejauhan yang tengah mengantre untuk membayar tagihan.Dia terlihat jauh lebih tua, dengan rambut beruban dan tubuh bungkuk seperti anaknya.Dia berteriak dengan marah ketika ditolak karena mencoba memotong antrean beberapa kali.Dia menunjuk ke arah wanita hamil di depannya dengan suara bergetar, "Kenapa memangnya kalau perutmu besar? Aku sudah tua, tapi kamu masih nggak mau mengalah?"Ia menyeka air matanya sambil berkata, "Hidupku nggak mudah karena jadi janda!"Wanita hamil di depannya tersipu begitu mendengar kata-katanya, kemudian meneteskan air mata.Dia dikelilingi oleh orang-orang yang mencela ibu Indra, tetapi dia makin menegakkan punggungnya dan berkata dengan keras kepala.Aku sudah sering mendengar caciannya yang tidak bermoral sebelumnya.Namun, tid
Dua tahun kemudian, kompensasi pembongkaran rumah orang tuaku sudah turun, jumlahnya mencapai puluhan miliar.Aku pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi seorang kolega yang dirawat karena melahirkan. Aku melihat ibu Indra dari kejauhan yang tengah mengantre untuk membayar tagihan.Dia terlihat jauh lebih tua, dengan rambut beruban dan tubuh bungkuk seperti anaknya.Dia berteriak dengan marah ketika ditolak karena mencoba memotong antrean beberapa kali.Dia menunjuk ke arah wanita hamil di depannya dengan suara bergetar, "Kenapa memangnya kalau perutmu besar? Aku sudah tua, tapi kamu masih nggak mau mengalah?"Ia menyeka air matanya sambil berkata, "Hidupku nggak mudah karena jadi janda!"Wanita hamil di depannya tersipu begitu mendengar kata-katanya, kemudian meneteskan air mata.Dia dikelilingi oleh orang-orang yang mencela ibu Indra, tetapi dia makin menegakkan punggungnya dan berkata dengan keras kepala.Aku sudah sering mendengar caciannya yang tidak bermoral sebelumnya.Namun, tid
Aku melangkah keluar. Indra bangkit dengan marah dan ingin mengejarku.Pemilik restoran mencengkeram kerah bajunya dan bertanya, "Bayar dulu tagihannya."Dia tersipu dan menunjuk ke arahku, "Istriku yang akan bayar. Dari mana aku punya uang?"Aku menoleh ke belakang dan berkata, "Yang pesan siapa, dia juga yang harus bayar. Lagi pula, aku sudah mengajukan gugatan cerai, aku bukan istrimu."Saat aku berjalan ke pinggir jalan untuk mencari taksi, Indra masih diseret erat oleh pemilik restoran.Saat aku sampai di depan rumah, mobil perusahaan pindahan sudah berangkat.Semuanya berjalan dengan baik. Aku naik ke atas dan merasa nyaman melihat rumah kosong itu.Ketika keluar, aku menendang kasur gulung yang Indra letakkan di sudut.Aku akhirnya melepaskan diri dari beban berat ini.Perceraian berjalan lancar dan semua bukti disajikan di depan kami.Indra tidak bisa menjelaskan apa pun, hanya mengikutiku dengan sedih di hari dia menerima akta cerai.Dia baru berjalan sebentar, tetapi sudah ke
Mata Indra tiba-tiba berbinar, dia segera berdiri dan mengikutiku dengan hati-hati.Aku bawa mobil dan pergi ke restoran.Itu adalah tempat di mana kami biasa makan bersama, jadi dia bisa dengan terampil mengeluarkan menu dan mulai memesan.Dia memesan hidangan yang berminyak, lalu menatapku tanpa daya."Aku nggak bisa makan enak atau tidur nyenyak akhir-akhir ini. Sayang, kita jangan bercerai, ya?"Aku hanya bisa mencibir. Dia mendengkur keras sambil berbaring di koridor.Melihatku diam saja, dia kembali bicara, "Aku bakal cari kerja. Jangan khawatir, aku sudah berbeda dari yang dulu."Aku mengetuk meja dan melihatnya duduk di seberang meja dengan keringat membasahi pakaiannya.Baru duduk sebentar, tetapi dia sudah kepanasan dan mengipasi wajahnya dengan tangan."Bukankah kamu nggak mau aku peduli padamu?"Dia tertegun sejenak dan berbicara dengan marah."Dulu, aku yang salah karena nggak bisa bersyukur. Kamu mengaturku juga demi kebaikanku."Dia menghentikan perkataannya. Begitu meny
Ibu Indra mengeluarkan semua umpatan dalam ingatannya, "Kamu menggoda orang tua itu, kenapa masih menggoda putraku!"Ceani mencibir, "Kalau kamu nggak minta anak Rudy pulang, mana mungkin aku sampai begini?"Anak-anak Rudy dengan tegas menentang ayah mereka menikahi janda muda itu.Khawatir Ceani akan terus mengganggu ayah mereka, mereka membawa Rudy pergi.Ceani yang ditinggalkan dan tidak mendapatkan apa pun jadi tidak tahan, jadi dia melampiaskan semuanya kepada ibu Indra.Pada saat ini, Indra yang baru tersadar dari keterkejutan pun bertanya dengan bibir gemetar."Kamu sengaja mendekatiku?"Ceani tidak menyembunyikannya lagi."Awalnya aku ingin numpang hidup sama kamu, tapi jujur saja ...."Dia menghentikan perkataannya, lalu melanjutkan dengan senyuman yang tidak bisa disembunyikan dalam suaranya."Aku sudah melakukannya denganmu berkali-kali, rasanya ... sangat biasa."Dia juga berkata dengan menyesal, "Orang tua itu lebih baik darimu.""Selain itu, orang tua itu punya uang pensi
Aku langsung bereaksi.Seperti yang sudah aku duga. Ibu Indra mengubah sikapnya yang sombong sebelumnya kepadaku.Dia menelepon dan mengirim pesan kepadaku.Memarahiku seolah-olah dia sudah menjadi ibu kandungku sendiri.Saat bertelepon, dia memarahi Indra, kemudian mengubah topik pembicaraan."Erlin, yang namanya suami istri pasti saling menyayangi. Kamu bisa memarahi Indra kalau dia salah, tapi jangan sampai bercerai.""Mana mungkin aku membiarkannya bersama dengan janda?"Dia berbicara sangat keras sampai gendang telingaku berdengung.Ibuku tidak tahan lagi dan merebut ponsel di tanganku."Kamu pikir seberharga apa putramu itu? Aku peringatkan, nggak mau cerai pun harus tetap cerai."Benar saja, ibu Indra yang kali ini juga menjadi tidak senang."Erlin, aku nggak tahu kalau kamu ternyata sangat licik.""Kamu ingin membuang anakku dan menikah dengan orang kaya. Begitu?"Aku pikir beberapa orang memang tidak tahu malu, tetapi aku tidak menyangka ada orang yang setidak tahu malu ini.I
"Kalau dicuci masih bisa dipakai. Kedap suara di rumah itu nggak bagus, jadi pelankan suaramu."...Indra datang ke kantor untuk membuat masalah pada hari ketiga setelah menandatangani surat cerai.Dengan mengandalkan orang tuaku, dia langsung menemui murid ayahku.Orang itu sudah menjadi karyawan tingkat menengah. Dia ditempatkan di perusahaan juga dengan menggunakan nama ayahku.Indra tidak menyebutkan bahwa kami sudah menandatangani surat cerai, dengan malu-malu meminta bantuan kepadanya.Murid itu bernama Clendi Atmaja. Dia lembut dan sopan, juga pernah memberiku kelas tambahan.Aku mencoba membujuknya untuk pergi, tetapi Indra bersikap keras kepala.Ketika meneleponku, dia berkata dengan nada tidak berdaya, "Dia ingin pihak perusahaan memberikan kompensasi kepadanya. Tapi, dia nggak masuk kerja bukan hanya sekali atau dua kali."Aku menasihatinya dengan tenang, "Aku sudah nggak punya hubungan apa pun lagi sama Indra. Lakukan saja sesuai aturan yang ada."Clendi terkejut sejenak. "
Aku memasukkan pakaian terakhirku ke dalam kardus, lalu menghubungi seseorang. Aku bersikap layaknya tidak melihat keberadaannya.Di lantai bawah ada perusahaan pindahan yang aku hubungi."Naiklah, barangnya sudah bisa dibawa."Indra meraih lenganku dengan panik. "Pindah? Kamu mau ngapain?"Aku menepisnya dengan dingin."Sarapanmu pagi ini sudah bikin kamu kenyang, 'kan? Aku sudah melihat semuanya."Dia mulai berkeringat, tetapi masih menyangkal perkataanku, "Aku nggak ngerti apa yang kamu bicarakan."Aku menyeringai dan menatap tubuhnya yang beratnya hampir mencapai dua ratus kilo."Turunkan berat badanmu kalau kamu punya waktu. Lengan dan kaki Ceani begitu kurus, jangan sampai patah karena kamu terlalu berat."Wajahnya tiba-tiba memerah.Aku sudah terlalu malas untuk berbicara omong kosong dengannya. "Bukankah kamu iri sama suaminya yang sudah meninggal? Aku akan penuhi keinginanmu.""Surat perjanjian cerai sudah ada di atas meja, tolong tanda tangani."Aku melihat sekeliling. "Kontr
Dia langsung duduk tersentak dan menatapku dengan marah."Kamu yang banyak maunya. Nggak boleh bungkuk saat jalan, kaki nggak boleh gerak saat duduk, nggak boleh rebahan di ranjang kalau belum ganti baju."Dia seakan menemukan kesempatan untuk melampiaskan amarahnya, langsung mematikan rokoknya."Erlin, lihatlah laki-laki di luar sana, berapa banyak yang setiap hari hanya menjaga istrinya saja?""Nggak mudah buat menemukannya. Kamu dapat laki-laki sepertiku saja masih nggak mau bersyukur."Aku tidak bisa menahan diri dan langsung mencibir.Menjaga seorang istri? Berani sekali dia mengatakan semua itu?Aku sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Saat masih muda, aku menyukai kebebasan dan spontanitasnya, serta permainan gitar akustiknya.Dia selalu mengatakan bahwa dia memiliki mimpi dalam bermusik. Namun, mimpi bermusik siapa yang hanya berakhir sebagai mimpi saja?Setelah tersisih di babak pertama audisi beberapa tahun yang lalu, dia jatuh tersungkur.Dia mengatakan bahwa pasar tidak
Aku tahu Indra tidak pergi ke kantor setelah pihak perusahaannya menelepon dan menanyakan keberadaannya.Indra sudah keluar sebelum fajar, mengatakan kalau dia akan pergi sarapan.Dia tidak menjawab panggilanku, jadi aku bergegas kembali.Beberapa nenek yang tengah berjemur di depan rumah menatapku dan tersenyum sambil mencibir.Ini bukan yang pertama kalinya, jadi aku menghentikan langkah kakiku karena emosiku terpengaruh.Mata mereka menatapku dan toko yang menjual sarapan bergantian.Pintu toko yang biasanya ramai, saat ini ditutup.Nenek Risma ragu-ragu sejenak, lalu melambaikan tangannya padaku.Dia berbisik di telingaku, "Pergi dari belakang dan lihatlah."Hatiku yang sudah cemas makin tidak karuan saat ini.Saat melewati toko dan melihat melalui jendela yang terbuka, aku melihat dua orang tengah tidur telanjang bersama.Hanya dengan melihat punggung putihnya yang menghadap jendela, aku tahu kalau laki-laki itu Indra.Aku menahan keinginan untuk menendang pintu, mengeluarkan pons