Buya Rahman menghela napas panjang. Dia memang sangat jarang berkomunikasi dengan Qiara karena hanya beberapa kali saja Qiara ikut serta datang ke pondok pesantren. Itupun dia tidak sempat berbincang-bincang dengan Qiara karena sepertinya Qiara lebih tertarik untuk berbincang-bincang dengan para santriwati atau para ustadzah di pondok pesantren.Namun Buya Rahman sangat yakin bahwa Qiara adalah seorang gadis yang baik yang tentu saja bisa berpikir jernih."Kamu pasti mengenal Qiara dengan baik. Kamu pasti tahu sebesar apa kadar cintanya padamu. Kamu juga pasti sudah menanamkan moral moral dan segala pendidikan tentang agama pada Qiara. Jadi jangan pernah mencemaskan hal-hal yang seperti itu sehingga membuat kamu dan Pak Bustomi ribut seperti tadi," tambah Buya Rahman lagi.Zaydan menatap lekat-lekat manik mata Buya Rahman. Lelaki yang memiliki pengetahuan serta wawasan tentang ilmu agama yang teramat sangat luas itu selalu memiliki sorot mata yang teduh dan bisa menenangkan hati Zayda
"Qiara ...!" Tubuh Zaydan bersimbah keringat. Lelaki itu segera membuka mata dan terkejut mendapati dirinya yang sedang tertidur di bangku ruang tunggu di ruang ICU.Zaydan mengusap dadanya dengan perlahan. Ada rasa lega karena ternyata semua yang terjadi tadi hanyalah mimpi. Mimpi buruk yang sangat dikhawatirkan jika akan menjadi nyata.Zaydan tidak akan sanggup kehilangan Qiara. Perempuan yang teramat sangat dicintainya bahkan menjadi tumpuan hidupnya."Sebaiknya aku salat tahajud saja. Sepertinya aku benar-benar lelah." Zaydan memulai mengambil air wudhu dan melaksanakan ibadah salat tahajud untuk menenangkan hatinya.Cukup lama lelaki itu bermunajat kepada Tuhan, meminta ampunan atas segala kesalahan yang dilakukannya kepada Qiara dan bayi yang berada dalam kandungan Qiara."Aku tahu hanya Qiara yang bisa memaafkan kesalahanku, tapi aku tetap memohon ampunan padaMu ya, Robb." Zaydan menangis di dalam sujudnya.Wajah Zaydan begitu teramat sangat lelah. Lingkaran hitam di sekitar wa
Zaydan bergegas membawa kembali bayinya ke dalam ruangan dan memberikan kepada perawat jaga. Ia setengah berlari menuju ruang ICU untuk memastikan apa yang terjadi pada Qiara. Bisa Zaydan lihat beberapa orang Dokter yang bekerja keras dengan segala peralatan medis untuk menangani Qiara."Jangan tinggalkan aku, Sayang. Kamu boleh hukum aku dengan cara apapun. Tapi aku mohon jangan tinggalkan aku dengan cara seperti ini." Zaydan menempelkan telapak tangannya di kaca ruang ICU.Hati Zaydan lega ketika melihat beberapa orang Dokter sudah kembali melakukan aktivitas dengan normal di dalam sana. Ia segera menghampiri seorang Dokter yang keluar dari ruangan Qiara dan mempertanyakan bagaimana keadaan istrinya."Bagaimana keadaan istri saya, Dok? Dia baik-baik saja kan, Dokter?" Zaydan memberondong Sang Dokter dengan pertanyaan."Tadinya kami sangat cemas karena Nyonya Qiara tiba-tiba kejang-kejang. Tapi sepertinya dia memperlihatkan perkembangan yang sangat baik. Nyonya Qiara sudah mampu mel
"Ayah?" Qiara dan Zaydan langsung menoleh ke arah Pak Bustomi bersamaan."Saya ingin anak saya mendapat perawatan yang terbaik. Begitu juga dengan bayinya. Bukankah hari ini bayi Qiara sudah boleh keluar dari ruang inkubator?" Pak Bustomi masih menoleh ke arah Dokter tanpa sedikitpun memperhatikan Zaydan."Tentu saja. Kami akan segera memindahkan bayi mungil itu ke ruangan yang bapak pesan." Dokter pun meminta bantuan kepada beberapa orang perawat untuk mengurus administrasi perpindahan Qiara menuju ruang VVIP."Zaydan, sebaiknya kamu temui saja ibumu di rumah sakit. Kamu jaga saja dia sepanjang hari. Kamu tidak perlu merawat Qiara di sini." Pak Bustomi memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana yang dikenakannya."Maksud Ayah apa?" Qiara sedikit mendelik melihat ekspresi ayahnya yang sejak tadi tidak bersahabat dengan Zaydan."Zaydan sudah memutuskan untuk lebih memilih ibunya daripada kamu. Dia sudah meninggalkan kamu dalam keadaan menderita di rumah. Bahkan dia tidak t
"Ayah nggak bisa ngomong seperti itu. Qiara adalah tanggung jawab Zaydan. Zaydan berhak atas Qiara. Dan bagaimanapun juga ayah tidak punya hak lagi untuk mengurusi Qiara." Zaydan yang begitu takut jika ayah mertuanya sampai memisahkannya dengan Qiara merasa emosi mendengar ucapan lelaki itu.Zaydan sangat khawatir jika sampai Pak Bustomi memang memisahkannya dengan Qiara."Setiap orang tua pasti tidak terima jika anaknya diperlakukan tidak baik oleh suaminya. Saya melakukan semua ini demi melindungi Qiara dari lelaki yang tidak bertanggung jawab sepertimu." Pak Bustomi menunjuk wajah Zaydan dengan jari telunjuk kirinya."Saya sudah meminta maaf. Allah saja memaafkan dosa-dosa setiap hambanya. Mengapa ayah tidak mau memaafkan kesalahan saya?"Plakkk "Jangan pernah kamu bawa nama Allah dalam masalah ini. Allah sungguh membenci laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti kamu. Pokoknya aku tidak akan pernah memaafkan kamu sampai kamu bisa membayar biaya rumah sakit ini." Pak Bustomi
"Caranya seperti ini, Sayang." Zaydan kemudian membantu Qiara dari belakang untuk memangku bayi mungil itu sehingga mendapatkan posisinya nyaman. Lalu Zaydan coba arahkan payudara Qiara dengan cara menopangnya dengan tangan kanan."Ditopang seperti ini. Lalu dimasukkan perlahan seperti ini." Zaydan membantu Qiara untuk mengarahkan kepala bayi agar mendekati payudaranya.Dengan begitu telaten Zaydan berusaha mengajarkan Qiara cara menyusui bayi. Lelaki itu memang mempelajari segala sesuatu yang berurusan dengan bayi selama Qiara mengandung.Berbeda dengan Qiara yang sibuk melihat pakaian-pakaian yang berada di toko online. Qiara juga terlalu sibuk membuat makanan-makanan anak untuk memenuhi keinginan bayi yang berada di dalam kandungannya."Nanti kalau payudara sebelah sini sudah terasa kosong, kamu pindahkan ke sini lagi ya. Kasih tahu saja sama Mas." Zaydan berkata sambil memeluk Qiara dari belakang.Pemandangan yang begitu indah dilihat oleh Pak Bustomi jika saja hatinya tidak dila
"Sayang, ayo kita pulang. Mas sudah membayar biaya rumah sakit kamu." Zaydan masuk ke dalam ruang rawat inap yang membuat istrinya itu terkejut bukan main."Kamu sudah membayar biaya rumah sakit? Jangan ngaco, Zaydan."Pak Bustomi berdiri dari sofa dan menatap tajam pada Zaydan."Apakah selama ini saya pernah berbohong. Saya rasa ayah sangat mengenal kepribadian saya kan?" Zaydan tersenyum sambil memberikan bukti pelunasan biaya administrasi perawatan Qiara.Terbelalak Pak Bustomi melihat stempel lunas pada selembar kwitansi yang tadi diambilnya dari pihak administrasi. Berkali-kali lelaki itu mengucek matanya dengan harapan dia salah melihat atau apa yang diberikan oleh Zaydan itu tidak benar.Namun pada kenyataannya, menantunya itu benar-benar sudah melunasi biaya rumah sakit Qiara, sehingga Pak Bustomi tidak bisa melarangnya untuk membawa Qiara pulang ke Pemayung.Pak Bustomi hanya menatap kepergian Zaydan yang membawa Qiara sambil menggendong bayinya. Zaydan meminta bantuan perawa
"Ibu kenapa, Mas? Kritis?" Qiara yang ikut mendengar keterkejutan Zaydan menoleh ke arah suaminya itu."Iya. Pak Budi meminta Mas untuk segera berangkat ke rumah sakit." Zaydan mengusap kasar wajahnya. Ia tidak mungkin meninggalkan Qiara dan Zahwa di rumah berdua saja dengan kondisi Qiara yang baru saja melahirkan.Rumah mereka yang terletak di pinggiran kota tentu saja membuat Zaydan khawatir jika anak dan istrinya ditinggal berdua saja di rumah."Ya sudah. Kalau begitu Mas langsung saja pergi ke sana. Aku nggak papa kok berdua saja sama Zahwa.""Nggak bisa gitu dong, Sayang. Mas nggak mau meninggalkan kalian berdua di sini. Itu sangat berbahaya." Zaydan menggeleng sambil memikirkan langkah apa yang harus dia ambil."Apa begini saja. Kalian ikut Mas aja ke kota Jambi. Mas akan booking sebuah hotel untuk kalian tempati. Hotel yang letaknya dekat dengan rumah sakit." "Tapi, Mas ...."Zaydan langsung membereskan barang-barang Zahwa dan Qiara. Lelaki itu segera memasukkan barang-barang