Aduhh ... Ini perutku kenapa ya? Kok sakit banget, bahkan untuk berjalan rasanya susah sekali. Aku baru saja bangun dari tidur siangku. Perutku seakan melilit dan nyeri, aku berjalan perlahan menuju kamar mandi hendak buang air kecil.
Astaga, ini kenapa, ada bercak darah di celanaku. Aku panik, aku mulai gelisah, apa yang harus aku lakukan? Suamiku tidak ada, bahkan ia tak ada memberi kabar sedikitpun padaku hari ini.
Tak terasa, usia kandunganku sudah memasuki bulan ke 5, aku berharap semua baik-baik saja, begitu pula dengan janinku, aku berharap ia selalu sehat sampai nanti ia melihat dunia.
Ku baringkan tubuhku, perutku masih terasaa nyeri, ku oleha minyak telon perlahan, berharap rasa nyeri itu hilang, tapi sayang, harapanku sia-sia. Aku ingat, aku memiliki seorang teman yang berprofesi sebagai seorang bidan. Bergegas ku ambil ponselku dan mengirimkan pesan padanya.
[Selamat sore, s
Ponselku berdering nyaring, tertera nama suamiku disana. Aku bergegas mengangkatnya, walau sesungguhnya aku begitu jengkel padanya."Halo," jawabku singkat."Kamu dimana, sayang? Masih di klinik?" tanyanya, nada suaranya terdengar panik."Uda mati," jawabku masih dengan jawaban ketus."Sayang, ayah pulang sekarang, jangan ngomong gitu, ya?" bujuknya padaku."Ga ada nyuruh pulang kok, ga usah pulang sekalian juga ga apa-apa kok." Aku masih dengan egoku, aku tutup panggilan dari suamiku.Citra mematung melihatku yang sedang bicara dengan suamiku di telpon, entah apa yang ada di dalam fikirannya."Kamu kenapa sih, Ana? Kok ngomel-ngomel suami kamu?" tanya Citra."Habisnya, dia jadi laki-laki kok susah sekali mau hubungi istri, kayak kemarin, ada kejadian kayak gini kan. Apa dia ga takut istrinya kenap
Tidak terasa, 8 bulan sudah usia kandunganku, ahh ... Sesuai dengan rencana awal aku dan suami memilih untuk melahirkan di Rumah Sakit Merauke. Aku dan suami memutuskan segera ke klinik untuk meminta rujukan.Suami juga memutuskan untuk mengambil libur demi mendampingi aku. Pernah ada niat melahirkan di Bali, agar lebih aman karena ada keluarga, tapi sayang semua tidak memungkinkan."Jadi baiknya kapan kita berangkat sayang?" tanyaku pada suami setelah aku mendapatkan surat rujukan."Apakah Berangkat lebih awal itu tidak terburu-buru?" tanya suamiku balik."Aku ikut saja sayang ... Yang penting aku dan bayiku selamat nantinya," jawabku."Ya sudah ... nanti kita berangkat tanggal 10 saja ya Bun?"Hari yang ditunggu tiba, akhirnya aku dan suami bersiap untuk berangkat ke Merauke. Perjalanan menuju ke Merauke cukup jauh, kurang lebih menempuh
Selamat pagi MeraukeTidak ada bangun pagi, tidak ada acara suami ke pasar, tidak ada masak sarapan, bebas, hanya bersenang-senang menikmati hari menunggu waktunya si dede keluar."Bun, ayah beli sarapan dulu ya," pamit suamiku, ia bergegas keluar dari kamar kos kamu yang lumayan berukuran besar, ada 2 ruang kamar tidur, ruang tamu ruang tengah, juga kamar mandi."Iya, kalau ada nasi kuning ya, sayang?" pintaku."Oke, baik." Suamiku bergegas pergi dan menutup pintu kos.Aku kembali berbaring dengan santai sambil memainkan ponselku, ku lirik sesaat di tempat charger, ternyata suamiku tidak membawa ponselnya. Bergegas ku ambil lalu ku jelajahi semua aplikasi di dalamnya.Tak lupa ku periksa inbox yang masuk di laman facebooknya, juga memeriksa chat yang masuk ke aplikasi whatsappnya. Tidak ada yang mencurigakan, semua aman-aman saja. Aku kembali m
Ulang tahun yang terlupakan24 September 2019, genap usiaku 33 Tahun, ini adalah ulang tahun pertama ku bersama suami, Aku berharap ulang tahunku kali ini spesial. Aku sudah menghayalkan kejutan-kejutan yang akan diberikan suamiku hari ini, seperti idaman para wanita lainnya diam-diam dibelikan kue atau sekadar diberikan kado juga bunga.Aku yakin semua wanita juga memiliki keinginan yang sama sepertiku, diperlakukan spesial oleh suaminya. Tepat pukul 5 pagi aku bangun dari tidurku yang aku ambil pertama adalah hp-ku, ada beberapa pesan yang masuk, ada beberapa notifikasi di aplikasi facebookku. Aku buka satu persatu, semuanya berisi ucapan selamat ulang tahun untukku.Dari beberapa sahabat-sahabatku kemudian teman seperjuangan juga keluarga, mereka memberikan ucapan yang sama, selamat ulang tahun. Satu persatu ku balas pesan itu dengan sopan, tak ada yang ku lewatkan satupun.Pukul 7 p
Rasanya sudah sangat lama kami berada di Merauke. Aku tidak menyangka jika HPL akan terlihat di akhir oktober, aku fikir awal oktober sudah bisa melihat calon putriku di dunia.Harus lebih sabar bertahan tanpa kegiatan apapun di kos ini, begitupun suamiku, ia sudah terlihat sangat jenuh menajalani hari-hari yang hanya disibukkan dengan bermain HP, jalan-jalan, makan dan tidur. Rutinitas yang lama-lama ternyata membosankan juga."Ayah ... Apakah Ayah sudah siapkan nama untuk calon bayi kita?" tanyaku pada suami yang masih asik berbaring sambil memainkan ponselnya."Belum ada Bunda ... kira-kira Bagusnya kasih nama siapa ya?" Suamiku balik bertanya."Boleh nggak, kalau Bunda yang siapkan nama?" tanyaku lagi."Iya, Bunda siapkan saja namanya, terus nanti, Bunda tanya sama bapak kira-kira nama yang bagus mana," jawab suamiku.Akhirnya aku mencoba un
1 Oktober 201907.00 am, suamiku masih terlelap, entah kenapa perasaanku gelisah, bahkan sangat gelisah. Aku mencoba menggeser tubuhku yang beratnya sudah mencapai 59 kg, seingatku dulu muda, beratku hanya 45 kg saja.Ada sesuatu yang kurasakan seperti meletus di bawah sana, di bagian sensitifku, dan tiba-tiba byur ... Ada cairan yang keluar dari selangkanganku, aku mulai panik, ini air apa? Apakah ini yang namanya air ketuban?"Ayah ... Ayah ... Bangun yah, bangun cepat, tolong yah, ayah bangun." Aku menggoyang-gouangkan tubuh suamiku, memintanya segera bangun, sedang di bawah sana, sudah benar-benar basah sekali. Aku takut berdiri."Ada apa, bunda?" tanya suamiku, ia perlahan bangun dan mengucek-ucek matanya."Ayah, bunda keluar apa ini, apa ini air ketuban? Sudah banjir yah, kita ke rumah sakit sekarang," pekikku, aku ketakutan setengah mati.Suamiku tak menjawab apapun, yang ia lakukan adalah bergegas be
"Tunggu ya bu, ibu harus dijahit dulu," ucap Bidan, dan wow.Aku tidak di bisu, jarum dan benang begitu saja rasanya menyayat-nyayat bagian bawahku, aku kesakitan, air mata netes gitu aja."Bu, jangan ditanah begitu, susah jahitnya, nanti ibu bisa pendarahan," pekik bidan memarahiku.Sialan, bidan tidak berperikemanusiaan, ia tidak pernah dijarit apa begini, dijarit hidup-hidup, ini benar-benar sakit sekali, bahkan lama sekali tidak selesai-selesai, siapan. Aku mengumpat dalam hati, apa iya, orang habis melahirkan mau di jahit tidak dibius sih? Gerutuku lagi."Oke, sudah selesai, selamat istirahat bu," ucapnya meninggalkanku yang masih di ruang bersalinKok ga di bawa ke ruang rawat inap sih? Ini gimana sih? Belum lagi ruang bersalin lagi rame, banyak banget yang mau lahiran, pada teriak-teriak semua."Bun, anak kita sehat, dia cantik seperti bunda," ucap suamiku menghampiriku, ia baru saja melihat bayiku di ruang bayi.
Suamiku langsung ngelayap ke rumah tetangga setelah kami sampai di rumah, padahal belum juga masuk rumah, bahkan pintu rumah juga belom di buka. Ihh, ngeselin banget ga sih? Ke mana sih? Coba bukain pintu dulu deh, ga paham banget kalau istri capek."Ayah ke mana sih? Baru sampai bukannya buka pintu malah ke tetangga," gerutuku."Ya Tuhan, ayah ambil kunci, Sayang. Ini kunci kan di titip ke pak Robi, kemarin," jawabnya seraya membuka kunci gembok yang gedenya segenggaman tangannya."Hehehheh kirain ke mana," ucapku terkekeh malu.Ya Tuhan, aku masih ga percaya, di tanganku ada boneka hidup yang lahir dari rahimku. Ya ampun, yang lebih bikin aku ga percaya lagi. Aku yang melahirkan dia, tapi wajahnya 90 persen mirip ayahnya. Astaga, gadis kecilku yang lucu.Suami membuka pintu, baru saja hendak masuk, para tetangga sudah berhambur menghampiriku dan bayiku."Aduh, Bu Andra, sini saya gendong dulu si kecil, ayo ajak ke rumah dulu, biar Pak Andra bersih-bersih rumah dulu," ucap tetangga ya