Saat ini, Vanilla masih terduduk diam. Ia menenggelamkan kepalanya untuk memeluk tubuhnya sendiri. Hidup yang ia jalani, kini benar-benar hanya sendirian.
Vanilla tidak mengerti. Mengapa hidup ini selalu tidak berada di pihaknya? Mengapa hidupnya menjadi hancur seperti ini? Apakah ia melakukan suatu kesalahan?
***
Vanilla melihat foto kedua orang tuanya. Ia kini berusaha untuk tetap berpikir jernih. Syukurnya, hutang-hutang itu lunas setelah aset perusahaan berhasil dijual. Namun, perusahaan orang tuanya semua hancur.
Semua karyawan mengundurkan diri. Mereka memilih untuk pergi, demi mencari pekerjaan yang lebih menjamin. Mereka melakukan lakukan itu tentu saja demi kelangsungan hidup mereka. Mendengar kabar itu, Vanilla berusaha untuk tidak memikirkannya.
“Ayah, Ibu… Aku akan bertahan demi kalian...”
Arpina pun datang memeluk Vanilla. Tamu-tamu yang hadir tampak sungkan. Mereka merasa tidak ena
Di ruang guru, ibu Lim mati-matian menuduh Vanilla. Ibu Lim mengaku banyak hal yang harus ia kerjakan dan berharap kasus ini cepat selesai. Ia yakin bahwa siswa yang membuat citra sekolah turun ini adalah pelakunya.“Cepat mengaku saja, Vanilla Kim. Berhenti membuat berita yang aneh tentang sekolah ini!” tuturnya sambil memukul-mukul meja dengan penggaris.“Aku tidak melakukannya, Ssaem,” ucap Vanilla. Ia cukup sedih mengetahui sekolahnya terkena imbas atas kasus kematian orang tuanya. Kejadian tersebut menimbulkan hoaks dengan tidak terkendali.Televisi nasional ada yang memberitakan kedua pendiri itu melakukan korupsi dan bunuh diri untuk menutup jejak. Sejumlah oknum memanfaatkan itu dengan mengaku kehilangan uang atas proyek yang sedang dijalankan.Valerie melihat Vanilla tidak tega. Ia juga tidak mengetahui kejadian apa yang sesungguhnya menimpa Vanilla. Namun, untuk merelakan uang OSIS untuknya tentu memberatkan dirinya juga.
Vanilla akhirnya membuka matanya. Ia merasakan segar pada bagian matanya, namun sangat lemas pada bagian tubuhnya. Dengan melihat sekitar, ia sangat menyadari bahwa ini rumah sakit.Lengannya yang diberi infus menjadi bukti kuat bahwa ia jatuh pingsan dan dikirim ke rumah sakit. Vanilla kebingungan saat membaca kertas yang menempel pada infusnya. Di sana tertuliskan bahwa infus ini telah diberikan tiga hari lalu.Apa ia tertidur selama tiga hari? Benar-benar tiga hari penuh? Vanilla hanya bisa membeku. Ia tidak ada energi untuk memencak-mencak dan hanya bisa meratapi dalam diam.Ia melihat sekitar satu kali lagi. Ia menemukan ponselnya di sana. Tangan yang penuh infus itu berusaha untuk menggapai. Ponselnya pun tidak bisa dihidupkan mengingat ponsel itu sepertinya kehabisan baterai. Ia lagi-lagi hanya bisa menghela napas.Melihat meja di sebelah kanan, Vanilla baru menyadari terdapat kalender digital. Awalnya ia tidak percaya karena kalender itu menunjukk
Vanilla hanya memiliki satu tujuan. Hal itu adalah membayar uang semesteran sekolahnya. Semuanya ia mulai dari nol. Cukup berbeda, kali ini bukan kerja sambilan yang ia lakukan. Dengan menyewakan kamar kosnya, kini ia akan mendapatkan uang.Vanilla meminta izin untuk berhenti dari tempat kerjanya. Ini dilakukannya karena takut pria berbaju hitam itu berkunjung lagi. Tak hanya itu, tubuhnya juga meronta-ronta untuk diistirahatkan.Di hari ketiga ini, pria yang menyewa kamarnya tersebut masih mengirimkan uang ke ATMnya. Vanilla pun cukup tenang karena masih ada pemasukan ke rekeningnya. Ia tidak menghitung berapa uang yang akan terkumpul dengan menyewakan kos.Mungkin saja pria itu berhenti menyewa. Ia akan kembali mempromosikan kamarnya ke banyak grup, untuk mendapatkan orang yang ingin menyewa. Sejauh ini hanya itulah yang bisa Vanilla perbuat.Tidurnya di minimarket pun ternyata tak menimbulkan masalah. Pekerja di sana sama sekali tidak menegurnya. Mungk
Seperjalanan pulang, wajah Vanilla terus terngiang-ngiang di otaknya. Wajah itu menunjukkan muka sedih. Wajah yang semakin tirus itu terlihat menyembunyikan rahasia yang besar. Bagaimana kabarmu, Vanilla? Apa kau baik-baik saja sekarang? ucap Ravi dalam hati yang terus mencemaskannya.Ketidakhadiran Vanilla di sekolah pun masih menjadi misteri. Benarkah ia membolos demi menghindar dari perkataan-perkataan jahat itu? Mengapa kini kau sering bolos sekolah? Pertanyaan demi pertanyaan terus berputar-putar di otaknya.Ini tidak bisa dibiarkan. Tunggu. Ia keluar untuk membelikan Cerise buah persik. Ia akan segera memberikannya, lalu ia akan segera ke rumah susun itu demi bertemu Vanilla.Ravi pun langsung mempercepat gerak langkahnya. Benaknya hanya memikirkan Vanilla, Vanilla, dan Vanilla. Mungkin Cerise akan marah, jika ia mengetahui ini. Untuk kali ini saja, Ravi akan kembali bertemu dengan Vanilla. Ia berjanji ini terakhir kalinya ia bertemu, dem
Vanilla menelan obat maag kesekian kalinya. Sakit lambung yang ia rasakan pun reda kembali. Vanilla menatap obat itu. Sungguh luar biasa khasiat obat ini, gumamnya.Sepanjang hari, ia hanya memakan makanan kafetaria di sekolah. Jika perutnya sakit, ia akan meminum obat itu. Pada hari sabtu-minggu pun ia terkadang tidak makan sama sekali. Hal ini demi membayar uang sekolahnya.Setelah ia membersihkan diri di kamar mandi kolam renang, ia menuju loker untuk menyimpan peralatan mandi itu. Seluruh mata tertuju padanya. Vanilla pun mencoba untuk tidak peduli.Hanya 1,5 tahun lagi untuk lulus. Biarkan saja mereka, gumamnya memantapkan diri. Ia pun berjalan menuju kelas tanpa memperdulikan siapapun.Setelah jam istirahat berbunyi, ia merasa semua mata tertuju padanya. Mereka hanya diam dan menatapnya. Jika Vanilla menatapnya balik, mereka langsung mengalihkan pandangannya. Sungguh aneh.Akhirnya jam makan siang ia tunggu-tunggu. Dirinya s
Ravi yang melihat ke jendela, melihat Vanilla mengejar pria sambil memegang baju pria tersebut. Meski jam pelajaran sedang berlangsung, ia pun langsung izin pergi ke toilet untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.Mereka jalan dengan cukup cepat dengan Vanilla yang terlihat terus memegang pria itu. Setelah Ravi berlari untuk mendekat, ia baru menyadari bahwa Vanilla sedang memegang jaket pemberiannya dan sedang dipakai oleh pria bernama Reivant itu.Ravi berlari untuk menyusul mereka berdua. Vanilla terlihat menarik jaket itu dengan paksa hingga jahitan pada jaket itu tertarik hingga longgar. Vanilla terlihat sangat marah pada Reivant karena memakai jaket itu.Reivant dan Vanilla terkejut dengan suara sobekan dan juga terkejut karena ada seseorang di belakang mereka. Reivant yang menyadari itu hanya tersenyum meremehkan pada Ravi yang terkenal karena prestasi, sekaligus mantan dari gadis bernama Vanilla tersebut.“Berikan jaket itu padanya,”
Ravi membawa Vanilla ke ruangan UKS. Ia membantu Vanilla dengan membersihkan lukanya dan memakaikan sebuah plester. Vanilla hanya terus terdiam. Ia tampak menyembunyikan sejuta rahasia darinya.“Tinggalkan aku sendiri.”Itu yang terucap setelah dirinya dengan lama diam. Ravi sungguh sangat bingung atas kemauan Vanilla. Dirinya pun hanya bisa menuruti keinginannya.“Baiklah... Jaga dirimu baik-baik,” ucap Ravi. Ia dengan berat hati meninggalkan ruangan UKS.Baru maju beberapa langkah, ia melihat Cerise yang juga tengah menatapnya. Ia lagi-lagi menatapnya dengan tatapan tak percaya. Cerise langsung lari meninggalkan Ravi setelah melihatnya berdua bersama Vanilla.Ravi sangat bingung atas apa yang ia perbuat. Ia hanya bisa memilih satu. Pilihan tersebut membuat Ravi benar-benar gila. Ia pun mencoba untuk menyusul ke mana Cerise pergi.Dalam pikirannya, ia masih bingung atas kebenaran rumor Vanilla yang beredar. Ia ingin
Setelah memberanikan diri, Vanilla mencoba untuk membuka map itu. Isinya sebuah kertas yang berisikan peringatan. Vanilla semakin bingung karena kertas itu berupa peringatan bahwa dirinya telah absen sekolah selama 5 hari tanpa keterangan.Bukankah ia otomatis didepak jika tidak membayar uang semesteran? Namun, kertas tersebut memang hanya berisikan hal itu.Untuk memastikan, Vanilla bersiap-siap untuk mendatangi SMA Hamyulyang. Rasanya seperti mimpi. Hal itu karena uang tabungannya masih utuh dan tidak membayar sepeserpun biaya sekolahnya.Meski sudah sangat siang, ia akhirnya berangkat karena penasaran. Mungkin ia akan mengundurkan diri secara resmi. Hal ini ia lakukan karena memang tidak mampu membayar uang sekolah itu.Setelah melewati gerbang, Vanilla langsung menuju ruang administrasi. Ia benar-benar sudah merasa meninggalkan sekolahnya. Setelah masalah selesai, mungkin ia akan segera pulang.“Hah? Lunas?”Vanilla terkejut
Avery membuka pintu depan rumah itu. Ia melihat selotip dan papan tulisan ‘disita’ di sekitar pintunya. Sierra di belakang membawa senter besar untuk menerangkan penglihatan mereka. Mereka masuk dengan perlahan. Mereka berdua tidak menyangka Vanilla berada di rumah ini. Mereka langsung dihadapkan dengan ruang tamu yang kosong. Mereka berdua menelusuri ruang-ruang sekitar untuk mencari Vanilla. Mereka tidak melihat Vanilla di ruangan mana pun. Mereka berdua mengerti bahwa mereka harus mencari dimana Vanilla sedang bersembunyi. Avery dan Sierra langsung tertuju pada sebuah kamar di lantai atas. Pasti itu adalah kamar Vanilla. Mereka membuka pintu yang tidak terkunci itu. Mereka melihat banyak boneka yang sudah berdebu. Interior kamar girly juga menunjukkan bahwa ini benar Vanilla. Di sana ada sesuatu yang janggal. Terdapat sebuah kursi yang terletak di atas sebuah meja. Diatasnya terdapat lubang kotak yang bisa digapai untuk masuk. Avery dan Sie
Saat Avery bangkit dari tempat duduknya, tiba-tiba tangannya ditarik ke luar ruangan oleh Sovann. Ia sangat terkejut, mengingat obsesinya yang meluap baru-baru ini terhadap pria itu. Avery masih coba menstabilkan raut mukanya di hadapan pria itu.Secara tak terduga, Sovann mengeluarkan tempat cincin berwarna merah dari saku seragamnya. Sovann membuka kotak cincin itu, lalu ia pun menunjukkan cincin itu ke depan Avery.“Kalau seperti ini, kau tidak akan pergi lagi ‘kan?” tanya Sovann dengan nada hati-hati.Avery tak menyangka. Pria yang dulunya sering menjahilinya tersebut kini melamarnya. Namun, Avery tidak lupa alasan mengapa ia pergi ke tempat ini. Ia ingin menyelamatkan sahabatnya terlebih dahulu.Tangan Avery menutup kotak cincin itu. Perlakuan tersebut sempat membuat Sovann kaget. Avery pun menjelaskan alasan ia belum bisa menerima cincin pemberian Sovann tersebut.“Aku ingin Vanilla selamat terlebih dahulu. Jika ia dit
Kebiasaan buruk setiap malam Avery adalah diam-diam melihat aktivitas Sovann di media sosialnya. Ia ingin pria itu menyesal setelah dirinya pergi jauh. Naasnya, tampak tidak banyak pengaruh kepergiannya terhadap kehidupan Sovann.Memang sudah saatnya ia berhenti memikirkannya. Avery pun hendak memblokir kontak Sovann guna menghentikan ketergantungannya setiap malam. Ia hanya tersiksa seorang diri hanya karena merindukan pria itu.Jam masih pukul 3 pagi. Avery masih belum bisa tidur sedari tadi. Ini memang tak sengaja melakukannya setiap hari. Insomnia susah dihilangkannya sejak ia pindah. Ia terus memikirkan bagaimana kabar Sovann yang selalu hadir di pikirannya.Namun di sisi lain, Avery tidak menyesal pindah ke kota ini. Jika ia tidak keluar dari zona nyamannya, mungkin hidupnya akan seperti itu-itu saja. Ia akan menjadi orang biasa di antara teman-temannya yang pintar itu.Kecantikannya juga tertutup oleh teman-temannya yang cantik itu. Ia setidaknya m
Saat Vanilla mengambil cutter itu, akhirnya ia juga membawa sebuah laptop untuk berjaga-jaga. Ia juga ingin memilih tempat yang aman untuk bunuh diri. Ia tidak ingin ditemukan di dalam kamarnya.Vanilla pergi ke rumah keluarganya yang dulu. Setelah sekian lama, akhirnya ia pulang. Kira-kira sudah dua tahun ia meninggalkan rumah ini.Dulu, rumah ini terasa seperti istana yang menahannya untuk keluar. Rumah ini seperti penjara, namun sangat nyaman. Sangat sedih melihat terdapat tulisan papan dan selotip yang bertulis ‘disita’ di beberapa bagian rumah.Rupanya rumah ini ikut ditangguhkan untuk membayar utang perusahaan orang tuanya itu.Rumah ini belum ada yang menempati lagi. Sepertinya, rumah ini akan terbengkalai sebagai aset perusahaan yang dihutanginya itu. Vanilla pun nekat masuk ke dalam dan cukup terkejut mengetahui pintu rumah ini sama sekali tidak terkunci.Ia mendapati potongan kayu yang seperti dicongkel dengan besi. Sepertinya
Ravi sangat shock terhadap aksi Reivant dengan menjatuhkan lemari hingga lemari itu jatuh ke lantai. Ia sepertinya merupakan seseorang yang psikopat. Setelah melihat Reivant telah meninggalkan ruangan, Ravi segera mengecek apakah Vanilla baik-baik saja di dalam.Ia tidak mendengar suara Vanilla buat dari dalam. Ravi kebingungan terhadap apa yang harus ia lakukan. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha mengangkat lemari yang kacanya sudah pecah itu ke posisi semula.Saat lemari itu diangkat, semua isinya berhamburan karena kaca penghalangnya pecah. Vanilla pun ikut terjatuh dari laci atas saat pintu itu terbuka karena rusak. Dengan susah payah, Ravi mengembalikan posisi lemari itu meski isinya sudah berhamburan keluar.Setelah itu, ia memfokuskan dirinya ke Vanilla yang baru saja terperangkap pada lemari yang jatuh itu.“Kau baik-baik saja? Ada yang terluka?!” ucap Ravi dengan panik. Kaki dan telapak tangannya tampak tergores hingga mengeluarkan dar
Vanilla sangat sadar bahwa Ravilah yang telah menolongnya. Sebenarnya, ia sama sekali tidak merasa senang. Tidak adakah orang yang menolongnya selain dia? Yang menolongnya lagi-lagi Ravi, seolah tidak ada orang lain di dunia ini. Dirinya merasa sangat tidak enak. Ia harap Ravi segera pulang meninggalkan dirinya sendiri di kamar ini. Ravi yang tampak mengkhawatirkannya pun akhirnya memecah keheningan di antara mereka. “Kamu… dan Reivant berpacaran?” tanya Ravi dengan hati-hati. Vanilla sungguh sangat malas membahasnya. Keberadaan Ravi di kamar ini seperti hanya ingin tahu masalah-masalah apa saja yang sedang dialaminya. Vanilla hanya membuang muka berharap suami orang lain itu pergi. “Baiklah, jika kau masih belum mau terbuka denganku...” ucap Ravi. Vanilla tidak peduli. Ia ingin sosok mantannya itu pergi dari hadapannya. Sedari tadi Vanilla hanya membuang muka sambil menutup matanya. Ia hanya menunggu Ravi berinisiatif untuk pergi. “Ji
Hari sudah sore. Vanilla masih terduduk di sebuah halte yang letaknya paling dekat dari sekolah. Tatapannya kosong menatap jalanan. Di dalam otaknya, ia sedang berpikir. Mengapa hidupnya serusak ini, padahal ia tidak melakukan hal yang buruk selama hidupnya.Rumor-rumor tidak benar itu selalu lebih dipercaya oleh banyak orang. Mengapa ada orang yang sangat membencinya hingga membuat rumor itu dengan sangat niat? Lalu, mengapa orang-orang sangat mudah percaya tanpa bertanya langsung kepada korbannya?Tak pernahkah mereka berpikir bahwa semua ini berupa fitnah? Tak ingatkah kalian sosok seperti apa diriku di waktu yang lalu? Aku hanya gadis biasa yang sangat polos, bahkan terpintar di kelas. Tak pernah terpikirkan kah bahwa semua itu hanya rumor untuk menghancurkan nama baikku?Mereka mulai membenciku saat aku jatuh miskin karena orang tuaku meninggal dan bangkrut. Aku pun terfitnah mencuri uang jumlah besar di kelas. Aku juga sering bolos sekolah karena alasan sa
Pria yang menariknya itu adalah Reivant. Setelah baru sadar bahwa pria itu Reivant, Vanilla menarik tubuhnya untuk menolak ajakan apapun yang akan dilakukannya.“Ikuti aku!!” teriak Reivant sambil terus menggenggam tangan Vanilla.“Tidak mau!” balas Vanilla dengan menghentikan langkahnya.“Kau sudah berani melawan, ya?”Bugh!Reivant menendang perut Vanilla dengan lututnya.“Akh!” Vanilla hanya meringis perutnya ditendang secara tiba-tiba.Reivant pun terus menarik Vanilla ke arah mobilnya. Vanilla pun berhasil ia masukkan dan Reivant segera menyetir mobilnya menuju bar yang biasa ia kunjung itu.Seseorang melihat pergerakan Reivant dan Vanilla. Ia secara diam-diam mengambil beberapa gambar dan memilih foto mana yang lebih ambigu. Ia pun melanjutkan narasi yang berada di ponselnya itu.‘... Kehamilan Vanilla nampaknya akan diaborsi.’Ia menekan tombol &ls
Empat orang gadis menghalangi jalannya. Vanilla bahkan tidak tahu siapapun nama dari sekelompok gadis itu. Vanilla sempat mengira bahwa mereka melakukan itu secara tidak sengaja. Namun, satu gadis yang paling depan itu tetap menghalangi jalan saat Vanilla hendak ke arah lain. “Kau masih berani menginjakkan kaki di sekolah ini?” ucap gadis itu. Vanilla hanya terdiam. Ia malas berbicara kepada orang yang tidak ia kenal itu. Vanilla sangat ingin menghindari mereka, namun mereka malah terus menghalangi. Ia pun terpaksa mendengar perkataan mereka yang ingin mereka bicarakan. “Vanilla. Kim. Kau tahu perbedaan kau dengan ini?” Gadis itu memegang botol perisa vanilla yang biasa digunakan untuk membuat kue. “Perbedaannya adalah vanila yang ini masih disegel, namun kau sudah rusak segelnya,” ucap gadis itu dan disusul tertawaan gadis-gadis yang berada di belakangnya. Beberapa orang yang menonton pun ikut tertawa karena mendengar sindiran yang blak-blaka