Setelah cobaan berat yang mereka lalui, Nathaniel tahu bahwa ia tidak bisa membuang waktu lebih lama. Meski tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih, pikirannya sudah kembali fokus pada satu hal: menyelamatkan perusahaannya dari kehancuran yang telah dirancang Markus.
Pagi itu, dengan jas hitam yang membingkai tubuhnya dengan sempurna, Nathaniel berdiri di depan cermin. Luka di wajah dan lengannya masih terlihat jelas, tetapi semangat di matanya jauh lebih tajam daripada sebelumnya. Ia menatap pantulannya dengan tekad yang tak tergoyahkan. Ini bukan saatnya untuk ragu.
Arissa masuk ke dalam ruangan, membawa berkas-berkas yang telah mereka kumpulkan selama beberapa hari terakhir. "Semua bukti sudah siap," katanya dengan suara mantap. "Aku sudah memastikan semuanya terorganisir dengan baik. Hari ini, kita akan mengakhiri permainan Markus."
Nathaniel menatapnya, merasakan gelombang rasa syukur. Arissa bukan hanya seseorang yang ia lindungi, tetapi juga s
Ketegangan di ruang rapat memuncak. Markus yang biasanya penuh percaya diri kini tampak gelisah, kemejanya sedikit kusut, dan senyumnya tak lagi setajam biasanya. Seluruh anggota dewan kini menatapnya dengan tatapan penuh kecurigaan. Bukti-bukti yang baru saja dipaparkan Nathaniel telah mengguncang kepercayaan mereka terhadap Markus.“Markus,” suara Ketua Dewan, Tuan Edward Sinclair, menggema di ruangan. “Dengan semua bukti ini, bagaimana kau akan membela dirimu?”Markus menghela napas panjang. Ia harus tetap tenang. “Tuan Edward, semua ini hanyalah rekayasa Nathaniel untuk menjatuhkanku. Bukti-bukti yang dia tunjukkan bisa saja dimanipulasi! Kita semua tahu seberapa jauh ia bersedia pergi demi mempertahankan perusahaannya.”Nathaniel menatap Markus dengan tatapan dingin. “Rekayasa? Bukankah ini justru perbuatan yang sering kau lakukan, Markus? Aku tidak perlu merekayasa apa pun, karena kesalahanmu sendiri yang telah membuat kebenaran ini terungkap.”Para
Baik, berikut pengembangan Bab 123 – Kembali ke Pelukannya dalam 1500 kata:Nathaniel berdiri di depan jendela besar kantornya, menatap kota yang kini kembali dalam genggamannya. Setelah semua pertarungan, pengkhianatan, dan ancaman yang ia hadapi, akhirnya ia berhasil merebut kembali apa yang menjadi haknya. Markus telah jatuh, dan perusahaan ini tetap berdiri kokoh di bawah kepemimpinannya. Namun, meskipun ia telah memenangkan perang bisnis yang begitu melelahkan, hatinya tetap merasa kosong.Bukan uang, bukan kekuasaan, bukan kemenangan yang sesungguhnya yang kini memenuhi pikirannya. Semua itu tampak kecil dibandingkan dengan satu hal yang kini benar-benar ia sadari—Arissa.Nathaniel menghela napas panjang. Ia telah berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan apa yang telah ia bangun, namun selama ini ia hampir kehilangan sesuatu yang jauh lebih berharga. Tanpa Arissa, semua pencapaian ini tak berarti. Selama berhari-hari, ia terjebak dalam pertempuran dan ambisinya, tetapi kini,
Ponselnya bergetar di meja. Sebuah pesan masuk dari salah satu penasihat kepercayaannya."Nathaniel, ada pergerakan mencurigakan dari pihak Markus. Beberapa pemegang saham mulai menarik diri. Ada kemungkinan mereka mendapat tekanan besar. Kita harus bertindak sebelum semuanya berantakan."Nathaniel mengepalkan tangan. Ia sudah memperkirakan ini akan terjadi, tetapi ia tidak menyangka bahwa Markus bisa bergerak secepat ini. Dengan segala kejatuhannya, Markus pasti telah menyusun rencana balas dendam terakhir.Tak lama, pintu ruangannya diketuk, dan Arissa masuk dengan wajah khawatir."Apa yang terjadi?" tanyanya, langsung menangkap perubahan ekspresi Nathaniel.Nathaniel menghela napas, lalu menyerahkan ponselnya kepada Arissa. Wanita itu membaca pesan yang baru saja masuk, lalu menatap Nathaniel dengan pandangan penuh kekhawatiran."Jadi, Markus belum benar-benar menyerah?""Tidak," jawab Nathaniel tegas. "Orang seperti dia tidak akan menyerah begitu saja. Ini belum berakhir."Beberap
Langit malam menyelimuti kota dengan keheningan yang mencekam. Nathaniel berdiri di sebuah ruangan luas yang dikelilingi oleh kaca tinggi, memandang ke luar dengan ekspresi tajam. Ia tahu bahwa malam ini akan menjadi akhir dari segalanya—entah bagi Markus, atau bagi dirinya sendiri.Setelah bertahun-tahun bermain dalam bayang-bayang, akhirnya Nathaniel memutuskan untuk menyingkirkan Markus dengan tangannya sendiri. Tidak ada lagi perantara, tidak ada lagi permainan politik. Malam ini, ia akan menghadapinya langsung.Di hadapannya, Markus berdiri dengan senyum penuh ejekan. Ia tampak tenang, tetapi matanya menyiratkan kemarahan yang terpendam."Kau benar-benar tidak tahu kapan harus menyerah, Nathaniel," kata Markus dengan nada rendah.Nathaniel menatapnya dengan dingin. "Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu, Markus. Kau sudah kalah, tetapi tetap saja kau berusaha bertahan."Markus tertawa kecil. "Kalah? Kau pikir aku sudah kalah? Nathaniel, dunia ini bukan tempat bagi orang-orang
Langit pagi masih kelabu ketika Arissa menatap dirinya di cermin. Wajahnya menunjukkan kelelahan setelah semua kejadian yang ia lalui—penculikan, ancaman, dan hampir kehilangan Nathaniel. Namun, di balik sorot matanya yang lelah, ada sesuatu yang berbeda kali ini. Ia melihat seorang wanita yang tak lagi hanya menjadi korban, tetapi seseorang yang siap berdiri dan melawan.Arissa merasa dirinya hanyalah seseorang yang perlu dilindungi. Nathaniel selalu berada di garis depan, bertarung untuknya, mempertaruhkan segalanya demi keselamatannya. Tapi tidak kali ini. Setelah apa yang terjadi di gudang itu, ia menyadari sesuatu—jika ia terus-menerus bergantung pada Nathaniel tanpa berbuat apa-apa, maka ia hanya akan menjadi kelemahan bagi pria itu.Arissa mengembuskan napas panjang dan mengepalkan tangannya. Tidak, ia tidak akan menjadi kelemahan.Nathaniel baru saja keluar dari kamar mandi ketika melihat Arissa berdiri tegap di depan cerm
Nathaniel sudah tahu bahwa Markus tidak akan tinggal diam setelah kekalahannya. Namun, ia tidak menduga bahwa musuhnya akan menggunakan cara yang lebih ekstrem.Beberapa hari terakhir, laporan tentang gerakan Markus semakin mencurigakan. Orang-orangnya masih memiliki cukup pengaruh untuk mengacaukan bisnis Nathaniel, tapi kini Markus tampaknya mengambil pendekatan yang lebih berbahaya—menyerang titik terlemah Nathaniel: Arissa.Pagi itu, Arissa menerima sebuah amplop misterius di depan pintu rumah mereka. Saat ia membukanya, napasnya tercekat. Di dalamnya terdapat beberapa foto dirinya—diambil secara diam-diam dari kejauhan. Salah satunya bahkan menunjukkan dirinya bersama Nathaniel di sebuah restoran beberapa hari lalu.Namun yang membuatnya benar-benar ketakutan adalah catatan kecil yang diselipkan di dalamnya:"Kau bisa saja menghilang kapan saja."Tangan Arissa bergetar saat ia membaca pesan itu. Ini bukan lagi sekadar ancaman bisnis—i
Ketegangan di ruang pertemuan belum sepenuhnya mereda setelah pemaparan bukti-bukti yang menghancurkan Markus. Namun, pria itu tidak akan menyerah begitu saja. Dengan senyum penuh kelicikan, ia memutuskan untuk menyerang Nathaniel dari sisi yang lebih personal.“Luar biasa,” ucap Markus dengan suara yang dibuat tenang. “Nathaniel benar-benar menunjukkan kelasnya di sini. Tapi sebelum kalian semua terlalu terburu-buru mengambil keputusan, mari kita bicara tentang sesuatu yang lebih mendalam.”Nathaniel tetap berdiri tegap, matanya mengamati Markus dengan kewaspadaan.“Banyak dari kalian mungkin tidak tahu, atau mungkin sengaja melupakan,” lanjut Markus, “tapi Nathaniel bukanlah pria yang sempurna seperti yang ia tunjukkan hari ini. Kalian percaya bahwa dia pemimpin yang kuat dan tak tergoyahkan, tapi… bagaimana dengan masa lalunya? Bagaimana dengan keluarganya?”Ruangan itu seketika dipenuhi dengan bisikan. Markus berhasil menarik perhatian semua orang dengan cara yang tak terduga.Nath
Setelah semua yang terjadi, Arissa tidak lagi hanya berdiri di sisi Nathaniel sebagai pendukung emosional. Ia kini terlibat secara aktif dalam mencari kebenaran. Markus memang telah kehilangan sebagian besar kekuatannya, tetapi ada sesuatu yang masih mengganjal di benaknya.Arissa duduk di depan laptopnya, membaca ulang dokumen-dokumen yang berhasil dikumpulkan tim investigasi Nathaniel. Matanya menelusuri angka-angka, kontrak, serta transaksi yang mencurigakan.Ia menarik napas dalam-dalam. "Ini tidak masuk akal…" gumamnya.Nathaniel yang baru saja selesai berbicara dengan tim hukumnya menghampiri. "Apa yang kau temukan?""Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kecurangan Markus," jawab Arissa serius. "Beberapa transaksi ini… terlihat seperti manipulasi yang sudah berlangsung lama. Bahkan sebelum Markus mulai menunjukkan ambisinya secara terbuka."Nathaniel mengernyit. "Kau yakin?"Arissa mengangguk. "Ya. Aku pikir Markus bukan satu-satunya dalang dalam semua ini."Sema
Malam di kota masih terang dengan lampu-lampu gedung yang berpendar, menciptakan pemandangan yang tenang namun penuh makna bagi Nathaniel. Ia berdiri di depan jendela ruang kantornya, menatap hiruk-pikuk kota yang tetap hidup meskipun hari sudah larut. Namun, pikirannya tidak tertuju pada bisnis, bukan pada perusahaan yang masih dalam tahap pemulihan, melainkan pada seseorang—Arissa.Nathaniel telah menghadapi banyak hal dalam beberapa bulan terakhir—pengkhianatan Damien, pertempuran bisnis melawan Markus, dan perjuangan keras untuk mempertahankan perusahaan yang diwariskan kepadanya. Namun, di antara semua itu, ada satu hal yang tetap menjadi titik terang dalam hidupnya: Arissa.Wanita itu bukan hanya sekadar mitra dalam bisnis, tetapi juga sumber kekuatan terbesar yang membuatnya tetap berdiri tegak. Di saat semua orang meragukan dirinya, Arissa tetap ada. Di saat ia merasa hampir menyerah, Arissa memberikan keyakinan bahwa ia masih bisa ber
Malam itu, suasana terasa lebih tenang dari sebelumnya. Setelah bertahun-tahun menghadapi ancaman, pengkhianatan, dan konflik, akhirnya Nathaniel bisa duduk dengan lebih rileks. Namun, pikirannya masih dipenuhi banyak hal, terutama tentang seseorang yang selalu ada di sisinya—Arissa.Ia berdiri di balkon apartemennya, menatap lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan. Udara malam yang sejuk berhembus lembut, membawa ketenangan yang sudah lama tidak ia rasakan. Namun, ketenangan itu tidak cukup untuk menghilangkan gelisah yang bersarang di hatinya.Beberapa bulan terakhir telah mengubah segalanya. Sebelum ini, hubungan mereka hanya sebatas mitra bisnis dan sekutu yang berjuang bersama. Namun, setelah menghadapi Markus, pengkhianatan Damien, dan segala rintangan lainnya, Nathaniel menyadari bahwa perasaan yang ia miliki terhadap Arissa lebih dari sekadar rasa terima kasih atau rasa hormat.Arissa adalah orang yang selalu berada di sisinya, orang ya
Ruang pertemuan besar itu dipenuhi keheningan tegang. Wartawan, investor, dan pemegang saham menunggu dengan napas tertahan, sementara Markus berdiri di tengah ruangan, matanya berkilat penuh kemarahan dan keputusasaan. Di seberangnya, Nathaniel berdiri tegak dengan ekspresi dingin dan penuh kemenangan.Nathaniel mengambil langkah maju, tatapannya tajam menembus Markus yang kini tampak lebih lemah dari sebelumnya. "Ini adalah akhir dari permainanmu, Markus," katanya dengan suara datar, namun mengandung kekuatan luar biasa.Markus mencemooh, meskipun senyumnya tidak lagi sekuat dulu. "Jangan terlalu percaya diri, Nathaniel. Aku masih punya sekutu yang bisa membantuku keluar dari ini."Nathaniel tersenyum miring. "Sekutu? Maksudmu mereka yang mulai meninggalkanmu setelah semua bukti yang telah kami ungkap?"Markus mengepalkan tinjunya. Ia menoleh ke sekeliling ruangan, mencari dukungan, tetapi yang ia lihat hanyalah wajah-wajah yang dipenuhi kebimbangan dan
Malam yang sunyi terasa begitu menegangkan bagi Nathaniel dan Arissa. Mereka sudah melewati berbagai cobaan, dari pengkhianatan Damien hingga perjuangan melawan pengaruh Markus dalam bisnis mereka. Namun, semua itu belum berakhir. Markus, seperti ular berbisa yang terluka, tidak akan mundur begitu saja tanpa perlawanan terakhir.Berita tentang kebangkitan kembali perusahaan Nathaniel menyebar dengan cepat. Setelah pertemuan dengan para investor, kepercayaan terhadap kepemimpinan Nathaniel mulai pulih. Klien yang sempat ragu kini kembali menjalin kerja sama, dan perlahan tapi pasti, perusahaan yang hampir runtuh itu kembali berdiri kokoh.Namun, di sisi lain, Markus semakin terpojok. Semua rencananya untuk menjatuhkan Nathaniel berantakan. Sekutunya satu per satu meninggalkannya, dan kini ia hanya memiliki segelintir orang yang masih setia padanya.“Aku tidak akan membiarkan Nathaniel menang begitu saja,” gumam Markus dengan penuh kebencian saat ia duduk di ruang kantornya yang semakin
Hari-hari berlalu dengan cepat sejak skandal yang mengguncang perusahaan Nathaniel. Banyak hal telah berubah, tetapi satu yang tetap konstan adalah keberadaan Arissa di sisinya.Nathaniel bukanlah pria yang mudah menunjukkan kelemahannya, tetapi setelah semua yang terjadi, ia belajar bahwa tidak semua beban harus ia pikul sendiri. Dan Arissa? Ia bukan hanya sekadar seseorang yang mengisi keheningan di saat Nathaniel termenung—ia adalah cahaya yang membimbingnya keluar dari kegelapan.Arissa menatap Nathaniel dari seberang meja kerja mereka. Selama beberapa minggu terakhir, ia semakin menyadari satu hal: hubungannya dengan Nathaniel bukan sekadar hubungan profesional atau bahkan sekadar perasaan suka yang samar. Ia benar-benar peduli pada pria itu, lebih dari yang pernah ia bayangkan.Ia melihat Nathaniel berusaha keras, bekerja siang dan malam, memperbaiki apa yang sempat hancur akibat pengkhianatan Damien. Tapi di balik sikapnya yang tegar, Arissa tahu bahwa Nathaniel masih menyimpan
Langit pagi terlihat kelabu ketika Nathaniel berdiri di depan jendela kantornya, menatap kosong ke arah kota yang mulai sibuk dengan aktivitasnya. Sudah beberapa hari sejak Damien disingkirkan dari perusahaan, tetapi luka yang ditinggalkan masih menganga di hatinya.Tidak peduli seberapa besar ia mencoba menepis rasa sakit itu, kehilangan tetaplah kehilangan.Nathaniel selalu berpikir bahwa ia telah melalui banyak hal dalam hidupnya—tantangan bisnis, persaingan, bahkan pengkhianatan dari orang luar. Namun, tidak ada yang bisa mempersiapkannya untuk menghadapi pengkhianatan dari saudara kandungnya sendiri.Damien bukan hanya saudaranya. Ia adalah seseorang yang telah ia besarkan, seseorang yang ia lindungi dengan segenap hatinya. Tapi nyatanya, kepercayaan itu tidak cukup.Nathaniel mengepalkan tangannya. Ia bukan orang yang suka berlarut dalam kesedihan, tetapi kali ini berbeda. Ada bagian dari dirinya yang merasa hancur, seolah sesuatu yang penting telah diambil darinya.Pintu kantor
Ruangan itu terasa sunyi setelah kepergian Damien. Semua orang di dalamnya perlahan mulai kembali ke aktivitas masing-masing, tetapi bagi Nathaniel, dunia seakan berhenti.Ia berdiri di tengah ruangan, matanya menatap kosong ke arah pintu yang baru saja dilalui Damien. Ada sesuatu yang begitu pahit dalam keheningan ini—sebuah perasaan yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.Arissa memperhatikan Nathaniel dengan penuh kekhawatiran. Pria itu tampak begitu tenang di permukaan, tetapi ia tahu bahwa di dalam hatinya, Nathaniel sedang berjuang dengan emosi yang begitu rumit.Nathaniel telah memenangkan pertempuran ini. Ia telah berhasil melindungi perusahaan, mengungkap pengkhianatan, dan menyingkirkan ancaman dari dalam. Namun, mengapa ia tidak merasakan kelegaan?Seharusnya ia merasa puas. Seharusnya ia bisa merayakan keberhasilannya. Namun, yang ia rasakan hanyalah kehampaan.Nathaniel menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba meredakan ketegangan di dadanya. “Seh
Langit di luar terlihat mendung, seolah mencerminkan ketegangan yang memenuhi ruang rapat utama perusahaan. Semua pemegang saham, dewan direksi, dan eksekutif utama sudah berkumpul, menanti pertemuan yang telah diumumkan secara mendadak oleh Nathaniel.Damien duduk di salah satu kursi panjang di dekat ujung meja. Raut wajahnya tetap tenang, meskipun ada ketegangan yang jelas terlihat di matanya. Ia tahu bahwa sesuatu yang besar akan terjadi, tapi ia masih berusaha menyembunyikan kegelisahannya di balik sikap percaya diri yang dibuat-buat.Di sisi lain ruangan, Nathaniel berdiri tegap di depan layar presentasi, ekspresinya penuh ketegasan. Di sampingnya, Arissa duduk dengan berkas-berkas yang telah ia kumpulkan selama beberapa hari terakhir. Inilah saatnya untuk mengungkap segalanya.Nathaniel menarik napas dalam sebelum akhirnya berbicara dengan suara lantang.“Hari ini, kita berkumpul bukan hanya untuk membahas masa depan perusahaan, tetapi juga untuk mengungkap sesuatu yang selama in
Ketegangan di ruangan itu begitu pekat hingga terasa menyesakkan. Arissa bisa merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya, tetapi ia menolak untuk mundur. Saat ini, Nathaniel membutuhkan keberaniannya lebih dari sebelumnya.Nathaniel berdiri tegap, tetapi Arissa tahu hatinya pasti berantakan. Menghadapi pengkhianatan dari saudaranya sendiri adalah luka yang jauh lebih dalam daripada sekadar pertempuran bisnis. Dan kini, ia harus menjadi orang yang mengungkap semuanya, meskipun itu berarti memperburuk hubungan Nathaniel dengan keluarganya sendiri.Arissa menarik napas dalam, menatap Damien yang masih berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "Aku tidak ingin berada dalam situasi ini, Damien," katanya dengan suara tenang, tetapi tegas. "Aku lebih suka melihat kalian tetap menjadi saudara yang saling mendukung. Tapi setelah semua yang kau lakukan, aku tidak bisa diam saja."Damien mendengus. "Kau pikir kau siapa, Arissa? Ini bukan urusanmu.""Aku adalah seseorang yang pedul