Kolonel Balang menatap 5 Dandim nya, mereka saat ini rapat terbatas setelah Balang resmi jabat Danrem. Latua Puncak merupakan wilayah pemekaran, dulu hanya satu propinsi, lalu kini berubah jadi 4 propinsi. Latua Puncak memiliki 5 Kabupaten.“Jadi kelompok kriminal bersenjata Black Panther makin merajalela dan sudah banyak korban jatuh?” Balang menatap tajam anak buahnya. Para perwira ini rata-rata berusia 35 dan 40 tahunan, namun dari segi ke pangkatan, di bawah Balang yang Kolonel.“Siap Ndan, benar sekali, barusan minggu yang lalu pasukan kita di sergap dan jatuh korban jiwa 2 orang,” sahut Letkol Enjang, Dandim Latua Barat.Latua Barat di anggap paling rawan dan sering terjadi aksi tembak menembak dengan pasukan kriminal bersenjata itu. Apalagi wilayah ini berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini.“Berapa pasukan kamu di sana Letkol Enjang?”“Siap Ndan, hanya 300 orang Ndan, kini sisa 298 orang!” “Baik…kamu data pasukan kamu itu, siapa yang sudah bertugas lebih dari 3 tahun,
Pagi-pagi terjadi kehebohan, Mugai dan Leroi dua tahanan anak buah Bonang Panther, yang kedua tangan mereka di tusuk Balang dengan sangkur kemarin, di kabarkan kabur dari klinik.Balang yang baru mau sarapan dan sudah berbaju loreng hijau, langsung menghentikan makannya. Dia berjalan tenang ke arah klinik di mana sebelumnya Mugai dan Leroi di rawat.Pasukan terlihat geger, mereka merasa sangat kecolongan, apalagi saat ini sang Danrem mereka ada di sini, dan kini berjalan ke arah klinik tersebut.Balang hanya melambai sekedarnya salam hormat dari anak buahnya. Dia ikut penasaran, kenapa dua tahanan penting ini bisa kabur. Padahal penjagaan sangat ketat dilakukan para serdadu.Letkol Enjang terlihat memarahi 4 prajuri yang bertanggung jawab menjaga klinik itu. Ke 4 prajurit ini terlihat menunduk.Balang awalnya menatap saja, dia malah bukan menyalahkan ke empat prajurit ini, karena beranggapan ada yang tak wajar dengan menghilang atau kaburnya dua anggota kriminal bersenjata tersebut.
Balang melihat ke atas, rimbun dedaunan dari pohon-pohon yang menjulang tinggi. Saat itulah sekilas dia melihat ada pantulan cahaya matahari yang seolah menimpa sebuah besi.“Hmm…musuh sudah mendekat…ternyata kami malah yang akan di sergap, kita lihat saja!” batin Balang mulai emosi. Tapi jiwa 'perangnya' malah bergelora.Saat itu jaraknya dengan Serda Imad dan Serda Jono 15 meteran, Balang langsung memberi kode, dan minta pasukan bersiap.Ketegangan langsung terasa, seluruh pasukan melepaskan makanan dan juga minumannya, kini semua tiarap dalam posisi siap tembak.Balang pun otomatis merunduk dan berlindung di batang kayu yang besar. Semua anak buahnya geleng-geleng kepala melihat Balang yang tidak kenakan rompi anti peluru.Detik-detik terus berjalan, suasana hutan ini mendadak sunyi senyap, hanya ada suara burung dan monyet.Saat itulah mata Balang yang awas melihat ada goyangan semak-semak dan beberapa bayangan yang bergerak cepat.Balang sudah mengacungkan senapa otomatisnya dan
Melihat semangat Kolonel Balang dan Lettu Ucok, ke 85 orang serdadu ini terbangkit semangatnya. Kedua perwira yang sudah kenyang pengalaman bertempur ini bak guru bagi pasukan yang masih muda-muda ini, termasuk Serda Imat dan Serda Jono.Mereka terus bergerak cepat tidak menimbulkan suara, gerakan mereka di pagi-pagi buta ini bak hantu saja.Titik lokasinya sudah di ketahui berkat drone milik Lettu Ucok dua hari sebelumnya. Kini dengan gunakan kompas satelit yang dipegang Lettu Ucok, mereka menuju ke sasaran.Daerah ini sudah hampir masuk wilayah perbatasan dengan negara tetangga, tempat yang sangat strategis untuk bersembunyi dari kejaran aparat. Karena hutannya masih perawan dan tentu saja hanya yang kenal medan sanggup menuju ke tempat ini.Setelah hampir 3,5 jam berjalan, pasukan ini bersembunyi, karena di depan mereka ada sekitar 600 meteran lagi adalah markas pasukan musuh.Walaupun sudah masuk wilayah perbatasan, Kolonel Balang yang sangat khawatir dengan nasib 15 pasukannya te
Saat Balang tiba di ujung tali, dia melihat ke 5 orang itu sudah hampir sampai di ujung talinya, Balang pun memberondong dan tiga orang kena lalu terjatuh ke bawah. Dua orang berhasil kabur dan menghilang di dalam hutan. Balang berdiri sesaat, lalu menghela nafas, kesal bukan main ada musuh yang berhasil kabur. Saking kesalnya Balang menembaki kayu yang mengikat tali ini, hingga tali tersebut putus. Balang berbalik dan menemui pasukannya, dia menganggukan kepala lega pada pasukannya yang mengamankan situasi. Kini pasukannya berhasil menguasai markas ini. terlihat 10 orang anggota komplotan di tangkap hidup-hidup, termasuk Mayor Bura. Ke 15 Serdadu yang di ikat di tiang kini di lepaskan pasukannya, ternyata sudah 3 orang yang sempat di eksekusi dan tinggal jasad, sisanya luka berat termasuk Sertu Muslih. Saat melihat Balang sang Sertu ini tersenyum, lalu pingsan lagi, saking banyaknya mengeluarkan darah. “Obati yang luka-luka…pasukan musuh biar saja, kumpulkan di halaman itu,” peri
Tiga bulan kemudian…! Balang kaget setengah mati, saat menerima telpon dari ayahnya di Jakarta. Kakeknya dan dua neneknya, mengalami kecelakaan mobil fatal di jalan raya. “Bagaimana kondisi Kakek Aldot dan nenek Melly serta nenek Sisca?” suara Balang memburu, saking kagetnya. “Dua nenek kamu…meninggal dunia…kakek kamu masih koma!” “Apaa….!” Balang benar-benar terperanjat bukan main. Tanpa pikir panjang, hari itu juga Balang carter pesawat milik sebuah maskapai swasta. Dia terbang dari Latua Puncak langsung ke Jakarta. Kapten Ucok dan Serka Muslih, dua sahabatnya yang kini sudah naik pangkat hanya bisa mendoakan, agar Kakek Aldot bisa sadar dari koma nya. Keduanya sengaja antar Aldot hingga ke bandara perintis. “Kami akan segera menyusul kalau kondisi Kakek Aldot memburuk!” kata Serka Muslih lagi, karena dia dan Muslih kenal baik dengan kakek sahabat keduanya ini. Selama dalam pesawat Balang benar-benar tak bisa berpikir jernih, dia kalut tak terkira. Kakeknya selama ini adalah o
Balang terduduk lama di depan pusara kakeknya, yang bersebelahan dengan makam kedua neneknya, Nenek Melly dan Nenek Sisca, yang 3 hari lalu sudah di makamkan.Hari ini giliran Kakek Aldot yang dikebumikan di samping kedua makam yang masih baru ini.Nenek Ayu tak sanggup ke pemakaman, kasian sekali istri ke 6 Kakek Aldot ini, benar-benar terpukul kehilangan 3 orang yang sangat dia cintai selama 3 hari berturut-turut. Seluruh keluarga besar Hasim Zailani berkumpul, termasuk ipar-ipar Kakek Aldot, cucu, ponakan dan keluarga lainnya. Mereka semua tak menyangka tragedi ini menghilangkan 3 nyawa sekaligus.Kini semua keluarganya berangsur-angsur pulang, tinggallah Balang yang duduk sendirian bak layangan putus. Sukmanya seolah masih melekat ke kakek dan dua neneknya.Radin, ayahnya lah yang menemani anaknya ini. Radin tak tega meninggalkan anaknya ini sendirian di depan pusara orang tuanya.Si cucu kesayangan ini benar-benar terpukul dengan meninggalnya si kakek tercintanya ini. “Balang…a
Balang memantau sebuah villa yang dikatakan Komjen Bardi sebagai tempat persembunyian Shafira. Saat ini Balang sengaja naik motor gede, seolah-olah sedang touring.Wajahnya makin brewokan, karena semenjak dari Latua Puncak sampai saat ini belum di pangkas lagi, termasuk rambutnya. Saking dendamnya dengan para pembunuh kakek dan 2 neneknya, Balang tak peduli lagi dengan penampilannya.Tak ada tanda-tanda yang mencurigakan dari villa itu, terlihat sepi saja dari luar, Balang memutuskan malam ini akan bergerak. Karena siang agak menyolok.Dia pun mencari sebuah villa untuk di sewa sekaligus beristirahat tak jauh dari villa yang dia pantau saat ini.Balang senyum sekaligus kaget saat melihat ada chat masuk, yang ternyata dari Pooja. Yang meminta maaf sekaligus izin mau pulang ke negaranya, India.Pooja ternyata mau menikah dengan seorang pria yang dia katakan sudah lama menyukainya. Di sertai maaf tak bisa datang ke Jakarta saat musibah datang di keluarga Balang.Balang hanya bisa menghel
Keduanya terus bertahan hampir 2 mingguan selama di Jepang, selanjutnya Ange minta di ajak dolanan ke Amerika.“Aku dah lama pingin ke Amrik, tapi nggak punya ongkos,” aku Ange malu-malu, sambil memeluk erat tubuh suaminya. Prem tertawa saja dan mencium tak puas-puasnya bibir istrinya.“Ternyata yang halal jauh lebih nikmat,” batin Prem.Kali ini mereka sengaja tak mau sewa private jet, tapi naik pesawat momersil. Namun yang kelas bisnis VVIP, yang ada tempat tidurnya.Sudah bisa di duga, mereka sempat-sempatnya bercinta dalam pesawat.“Gila kamu sayang, deg-degan aku bercinta di pesawat, kalau-kalau ketahuan pramugari. Malunya itu looh!” sungut Ange jengkel, tapi aslinya dia pun sangat menikmati, ada sensasi aneh bercinta di udara. “Tapi aseek yaa…rasanya gimana gitu,” bisik Prem hingga Ange tertawa sambil mencubit hidung mancung suaminya.Mereka pun jalan-jalan selama di Amrik, tak terasa waktu 2 minggu sangat cepat berlalu, belum puas juga. Ange minta Prem ajak dia ke Dubai dan…
Prem masih ingat di mana dulu terakhir dia bertemu Putri Ako, jaraknya 55 kilo dari Kota Tokyo, ke sanalah mereka menuju dengan taksi yang sengaaj di carter sejak dari stasiun kereta api cepat.Tak bisa di samakan desa ini 80 tahunan yang lalu dengan sekarang, tempat ini bukan lagi berupa desa. Tapi sebuah kota yang ramai dan padat.Dengan kasih sayang Prem memperbaiki baju wol istrinya, saat ini sedang musim salju. Sebagai hadiahnya Ange pun mengecup lama bibir suaminya.“Udah ga sabar ya mau belah duren dan bikin junior?” bisik Ange manja. Prem tersenyum kecil sambil mengangguk.“Aku nggak pasang pengaman yaa, kan aku anak tunggal, jadinya aku pingin punya banyak anak dari kamu!”“Sipp…aku juga ingin rumah besar kita kelak di isi anak-anak yang lucu!” bisik Prem lagi dan mereka pun bergandengan tangan setelah keluar dari stasiun kereta api cepat sebelumnya.Lalu meluncur menuju ke desa di mana dulu Putri Ako tinggal dengan nenek angkatnya. Dan berpisah dengan Prem yang kembali ke ma
Namun Tante Ria kecele, rumah mewah dan besar milik Balang kosong, usai akad nikah dan resepsi Prem dan Ange, Balang sekeluarga liburan ke Eropa. Ajak Biani liburan semester dan Datuk yang sedang liburan sekolah.Tante Ria tak mau menyerah, dia satroni lagi alamat apartemen Prem, setelah tadi bertanya dengan satpam di rumah besar bak istana ini.Tante Ria sendiri pun sebenarnya kagum melihat rumah sepupunya ini luar biasa mewahnya ini. Bandingkan dengan rumahnya di Seoul yang 'biasa-biasa' saja.Datang ke apartemen Prem pun sama, kedua penganten yang sedang berbahagia ini pergi bulan madu ke Jepang.Kesal bukan main Tante Ria, bingung harus kemana lagi 'melabrak' besan dan juga mantunya, semuanya tak ada di rumah dan apartemen.“Sudah lah Mami, kita pulang saja ke Seoul, malu! Yang mau mami labrak bukan orang lagi, keluarga sendiri,” bujuk Park Hyung, yang sebenarnya ketar-ketir juga dengan niat istrinya ini. Malu itulah penyebabnya.“Kurang ajar memang, huhh mentang-mentang keluarga
Saat ini, usai ijab kabul yang bikin heboh keluarga besar Hasim Zailani…!Mendengar kisah ini, Prem langsung memeluk Tasya dan Said barengan dan mengucapkan terima kasihnya. Kisah komplet perjuangan Tasya menyatukan dirinya dengan Ange bikin Prem terharu.“Kamu hebat adikku, pengorbananmu luar biasa!” sambil berkata begitu kembali mata Prem berkaca-kaca.“Eeitss…tuh yang paling besar juga jasanya, Abang kamu itu!” tunjuk Tasya ke arah Balanara yang jadi sibuk jelaskan kejadian hari ini pada seluruh keluarga.Balanara 'terpaksa' jadi Jubir, setelah Balang memanggilnya dengan wajah masam.Balang tentu saja tak ingin bermusuhan dengan keluarga Tante Ina dan Jack Sartono, termasuk Tante Ria dan Park Hyung.Terlebih, kedua keluarga itu termasuk bagian dari keluarga besar Hasim Zailani.Pernikahan diluar rencana ini sudah bikin Balang pusing sendiri, sekaligus butuh penjelasan saat ini juga. Tak terkecuali ortunya Tasya dan kakek Radin serta Nenek Hanum, serta keluarga besar lainnya, yang
Kita tarik kebelakang dua minggu sebelum Prem dan Ange menikah…!Balanara kaget Tasya jauh-jauh datang dari Surabaya bersama seorang pria tampan dengan body kokoh, tak kalah dengannya.Awalnya Balanara tak respeck dengan Tasya, dua minggu lagi akan jadi istri Prem, malah bawa pria lain ke rumahnya.“Dia siapa Tasya?’ tanya Balanara dan sengaja tak mau melihat pria tampan ini.“Said, pacarku Bang!”“Hmm…kamu kan..?” sahut Balanara cepat dan menahan omongan, wajahnya makin masam mendengar jawaban Tasya tadi.Tapi Balanara diam-diam salut juga, pria ini terlihat tenang-tenang saja. Terlihat dewasa dan sikapnya pun terlihat berwibawa, juga berani menatapnya tanpa rasa bersalah.“Bang, tolong bantu aku, aku dan Said sudah lama pacaran, sejak SMU malah dan kami sudah berniat akan menikah setelah aku lulus kuliah. Said ini aparat Bang, dia tentara, pangkatnya Letkol. Aku nggak mau menikah dengan Abang Prem!”“Ohhh…begitu…trus apa rencana kamu?” Balanara tak kaget, kisah ini sudah dia ketahui
Balanara menatap wajah Prem, adiknya ini terlihat sama sekali tak happy, padahal dalam hitungan menit lagi akan ijab kabul. “Senyumlah, jangan dingin seperti wajah Bang Datuk begitu,” tegur Balarana sambil sodorkan sebatang rokok, untuk redakan hati Prem. Prem hanya bisa hela nafas, hari ini sudah di tetapkan sebagai hari ‘bahagia’ baginya dan Tasya. Seluruh keluarga besar Hasim Zailani ngumpul, hanya keluarga Tante Ria dan Park Hyung yang tak datang, termasuk Ange. Balanara lalu tinggalkan Prem yang masih memegang peci hitamnya, walaupun jas dan sarung sudah dia kenakan. Pernikahan ini diadakan di sebuah taman hotel mewah yang di sulap begitu ciamik dan rencananya akan berlanjut resepsi. Hotel mewah ini sahamnya milik keluarganya juga. Wajah Ange dan Putri Ako serta Selena pun menari-nari di pelupuk matanya. “Maafkan aku Putri Ako, cucuku…Selena, grandpa hari ini akan menikahi Tasya, aku janji akan berusaha mencintai dia…!” gumam Prem tanpa sadar. Panggilan agar Prem segera k
Tante Ria menatap tak senang ke arah Balang dan kedua istrinya. Kedatangan Balang bersama Bella dan Viona hari ini dalam rangka untuk melamar Ange buat Prem.“Kedatangan kalian terlambat, Ange sudah di lamar kekasihnya dan paling lama 5 bulanan lagi mereka akan menikah!” Tante Ria langsung bersuara ketus, hingga Balang dan kedua istrinya saling pandang.Suasana langsung hening dan serba tak enak, Park Hyung sampai geleng-geleng kepala mendengar jawaban ‘ngawur’ istrinya ini. Tapi ayah Ange ini seakan tak punya daya untuk membantah ucapan istrinya ini.“Hmm…ya sudah Ria, Park Hyung, aku minta maaf kalau kedatangan kami ini terlambat...baiklah, kami permisi…hari ini rencananya langsung pulang ke Jakarta!” sahut Balang kalem, tanpa buang waktu diapun permisi ke Tante Ria dan Park Hyung, lalu ajak kedua istrinya pulang.Tante Ria hanya menatap kepergian Balang dan kedua istrinya dengan pandangan tajam, gaya elegan Balang di matanya dianggap sangat angkuh.Kedatangan Balang yang bawa kedua
Baru saja Ange mau buka mulut, pintu ruangan ini terbuka, ternyata yang datang Tante Ria dan Tuan Park Hyung, ayah dan ibu Ange.Ternyata Ange lah yang memberi tahu. Sebagai keluarga terdekat di Korea, tujuan Ange baik, setidaknya mereka ada perhatian.Apalagi ibunya keturunan Hasim Zailani juga dan Prem kemenakan misan kedua orang tuanya.Tapi…melihat Ange terlihat rebahan begitu, wajah Tante Ria sudah tunjukan ketidak senangannya.Dipikirnya Ange hanya jenguk doank. Tapi kenapa malah betah di ruangan ini? Batinnya sambil tunjukan ke tidak senangannya dengan ulah Ange ini.Ini jadi perhatian Prem, yang langsung tak enak hati.Prem pun sudah paham, gelagat tante Ria terlihat beda, padahal ibunda Ange ini sepupu ayahnya. Karena nenek Ange atau ibunda Tante Ria, anak dari Kakek Aldot Hasim Zailani.Bahkan mendiang Kakek Bojo, suami nenek Sarah, neneknya si Ange ini, justru teman dekat kakek Radin saat muda dulu hingga meninggal dunia 5 tahunan yang lalu. Tante Ria berbasa-basi singkat,
Ketika sadar, Prem sudah berada di rumah sakit, dia melihat ada dua orang di sisi kasurnya, salah satunya rekannya yang bertugas di intelijen Korea.Keduanya terlihat lega melihat Prem sudah sadar, padahal pemuda ini sudah hampir 1 hari satu malam tak sadarkan diri dan habiskan 2 kantong darah.“Apa kabar brother, hampir saja nyawa kamu melayang, gara-gara wanita itu!” sapa temannya ini sambil tertawa kecil.“Melayang…maksudnya..?”Prem menatap sahabatnya ini dan dia pun melongo, sekaligus senyum masam, saat bercinta dengan Ah Ye, wanita itu mengambil pisau dapur dan hampir saja menusuk punggungnya, tapi entah kenapa malah di batalkan.“Kalian hebat, mampu saja merekam ini semua, sekarang dimana Ah Ye?” Prem pun kini seolah sadar dari kekeliruannya, terbawa hati ingin menolong Ah Ye, dirinya hampir saja jadi korban.Prem lupa pelajaran seorang agen, harusnya yang namanya musuh, tak ada kamu baper. Atau taruhannya nyawa sendiri yang melayang.“Dia sudah tewas!” lalu dengan runtut teman