Tindakan medis darurat langsung diberikan saat sampai di sebuah rumah sakit terdekat, yang ternyata salah satu rumah sakit milik Kanah Group juga, yang selama ini di kelola Maya.Maya ikut masuk ke dalam ruang perawatan, dia menyimpan saja keheranannya dengan kelakuan suaminya itu sejak di mobil tadi.Aldot bolak-balik di ruang tunggu IGD, setelah lebih 20 menitan, ia baru ingat untuk menelpon Kania, lalu menelpon papa dan kedua mami nya.Aldot yang kalut bukan main sudah tak memikirkan lagi apapun resikonya, kepalang basah pikirnya, tuh Yanti cucu ketiga orang tuanya juga.Kania tiba 35 menitan kemudian, dia langsung menangis dan bertanya apa yang terjadi dengan Yanti.“Sabar sayang…Yanti…hanya terluka, moga dia tak kenapa-kenapa!” Aldot menenangkan istri keduanya ini.Brandon tiba 20 menitan setelah Kania, dan kedua istrinya saling pandang saat melihat Aldot yang lagi berpelukan dengan Kania di ruang tunggu.Momi Sandrina mendehem hingga Aldot sadar.“Aldot…kamu sedang apa dengan Ka
Saat keluar dari ruangan pemeriksaan ini, terdengar suara seseorang yang ngaku dari komisi perlindungan anak, dia marah-marah karena di larang masuk ke area pemeriksaan.“Saya Rompal dari komisi perlindungan, kalian tak berhak melarang saya, ketiganya harus di bebaskan sekarang juga!” sahut Rompal pongah, hingga 3 polisi yang melarang tadi terlihat kebingungan.“Ada apa?” Aldot yang baru keluar dari ruangan intoregasi pun bertanya.“Heii kamu polisi kan, segera bebaskan 3 anak remaja yang tawuran minggu lalu, mereka masih di bawah umur, kalian tak berhak menahannya, itu melanggar HAM” teriak Rompal pada Aldot.Aldot yang tadinya mau pergi, berpaling. “Hemmm begitu yaa, seandainya yang di bacok kemarin anak kamu dan tewas, apa reaksi kamu?” pancing Aldot dingin.“Tentu mereka atau pelakunya harus di proses hukum tanpa kecuali..?” sahutnya cepat.“Lalu kenapa kamu teriak-teriak ingin mereka di bebaskan?”“Ahhh kalian polisi banyak tingkah, bebaskann atauu kami virrr…Plakkkkk!”“Aduhhhh…
Dua bulan kemudian pasca meninggalnya Yanti…!Momi Sandrina dan Mami Tiara terlihat memberi nasehat pada Kania dan Maya, sedangkan Aldot sendiri dinasehati langsung ayahnya, Brandon.“Rukun-rukunlah kalian bertiga di sana yaa…dua Mami saja bisa dengan papi kalian, masa kalian tak bisa. Mungkin ini sudah takdir kamu Maya, seperti mami, yakni harus menjalani kehidupan rumah tangga bertiga!” Mami Tiara terlihat memberi nasehat pada Maya dan si imut yang tetap tak lepas kerudung ini hanya mengangguk.Sedangkan Kania juga sedang di nasehati Momi Sandrina, kedua istri Brandon ini seakan sudah kompak, berbagi tugas menasehati dua menantu mereka.“Kania…momi paham, walaupun berat tapi kamu harus menerima kenyataan, Yanti sudah tiada, dia sudah bahagia di alam lain. Sekarang saatnya kamu melangkah ke depan bersama Aldot dan Maya, Momi berharap pengobatan ini lancar dan sukses dan kalian bisa melahirkan cucu-cucu lucu buat Momi dan Mami Tiara juga Papi kalian!”“Iya momi, Kania paham, Kania pel
Sambil membuat pakaian mereka yang hanya beberapa helai, itupun sudah usang dalam tas yang jelek. Sonia dengan berurai airmata menggandeng lengan adiknya yang terlihat membiru kena pukuli istri Bahur tadi siang.Radin tidak menangis, tapi sorot matanya menyiratkan kesakitan dan seakan ada beban yang dia pikul. Tapi dia tak mau mengeluh, hanya mengikuti kemana langkah kakaknya ini berjalan.“Kak…kita mau kemana, Radin nggak sekolah lagi kak?”“Kita ke Jakarta saja dek, nggak usah lagi tinggal di desa ini, siapa tahu kakak dapat kerja, kamu bisa sekolah lagi, kakak juga!” Sonia yang juag terpaksa putus sekolah di kelas 4 SD ini terus menggandeng lengan adiknya berjalan menyusuri jalan desa dan menuju ke jalan raya lintas propinsi.Walaupun Radin berusia 7 tahunan, tapi tinggi badannya sudah hampir setelinga Sonia kakaknya.Tak ada yang iba melihat dua anak kecil kurus dan yatim piatu ini. Pakain mereka pun kucel, bahkan baju Radin masih seragam SD dan sepatu yang sobek di ujungnya.Suda
Dua bocah malang ini kini jalan-jalan tanpa tujuan, usai mandi di sebuah kali, uang 50 ribu pemberian Om Kujak tersisa 15 ribu lagi, karena mereka membeli peralatan mandi dan tadi sarapan.Radin terlihat gembira melihat kepadatan ibukota, dia tak kenal cape jalan tanpa tujuan, Sonia hanya mengikuti saja kemana langkah kaki mereka.Tak ada yang peduli pada dua bocah kurus ini dengan baju kucel ini, semua orang sibuk dengan urusan masing-masing.Setelah kelelahan keduanya kini beristirahat di kolong jembatan dan menikati jajanan yang tadi beli Sonia dengan sisa uang yang mereka miliki.“Ka, itu kantor apa tulisannya gede banget,” tunjuk Radin ke sebuah gedung bertingkat hingga 60 lantai nan mewah.Sonia menoleh dan membaca, ada tulisan besar Kanah Group. “Nggak tahu Radin, mungkin kantor Presiden kale?” sahut Sonia.“Ihh masa kantor presiden tulisannya Kanah Group…oh ya Kak, Radin jadi ingat namanya kok mirip nama nenek Kanah di rumah yang digadaikan Kakek Bahur,” ucap Radin lagi polos.
Sonia dan Radin menatap orang ini, yang iba melihat pakaian keduanya yang kucel dan malah ada sobek-sobeknya.“Iya Om…kakek dan nenek kami meninggal dunia, tadi yang diangkut pakai kantong mayat,” sahut Sonia dengan suara bergetar, masih shock melihat Kakek Soni dan Nek Ijah yang hangus terbakar, dan dia pun masih kebingungan harus berbuat apa dan akan kemana lagi tinggal.“Kasian…ini diminum dulu nak, nanti ikut paman yaa, kalian tinggal di tempat paman, mau kan?” orang ini menyodorkan dua botol air mineral dan dua bungkus roti, yang diterima Sonia dengan cepat.Dengan lahap Radin dan Sonia makan pemberian orang ini. Pria ini sampai membelai kepala Radin dan Sonia bergantian, kulit keduanya terlihat kotor dan gosong kena sinar matahari setiap hari, rambut pun sambil bau apak, karena tak pernah di beri shampo. Sonia hanya mengambil tas usang mereka, karena orang itu meminta tak usah di bawa lagi gerobak itu.Keduanya ternyata di bawa ke sebuah panti asuhan dan orang ini ter
Agar kisahnya nyambung, kita kembali ke Aldot dan Maya serta Kania, setelah 7 jam 30 menitan dari Bandara Soetta, pesawat mewah ini pun mendarat di Bandara Beijing Daxing International Airport.Aldot dan kedua istrinya melanjutkan perjalanan darat tujuan Propinsi Hebei, yang berjarak 50 kilometer dari Beijing.Mereka naik kereta api cepat kelas eksekutif dan begitu sampai di statiun, Aldot menyewa mobil dan minta di antar ke daerah pegunungan Taihang, yang berada di Tiongkok bagian Utara.Sepanjang perjalanan Aldot senang melihat kedua istrinya ini bak kakak adik, keduanya aseek menikmati perjalanan yang bak wisata ini dan ngobrol akrab dan sesekali bercanda.Aldot bersyukur dalam hati, istri pertama sangat mirip Nita Gunawan, istri kedua bak Nissa Sabyan, tak imut dan tak pernah lepas kerudung, dokter pula.Sedangkan si ‘Nita Gunawan’ justru hebat soal bisnis, nalurinya kadang Aldot pakai dalam menjalankan perusahaannya yang terus beranak pinak.Begitu sampai di sebuah villa yang yan
Suatu pagi, baru saja Aldot bangun dan mau ambil wudhu, dia kaget tak menemukan Kania di sampingnya, tapi ia lebih terperanjat lagi lagi dengar suara orang muntah-muntah di toilet.“Kamu tak apa sayang…masuk anginkah?” Aldot bergegas mendatangi istrinya di toilet dan memijit-mijit punggung Kania.Saat akan keluar kamar mandi dan bermaksud mengambil minyak angin gosok, Aldot hampir menabrak Maya, anehnya Maya tersenyum dan di tangannya ada tespack.“Ka Kania, coba kencingin ini…!” ceplos Maya cuek dan mendorong tubuh Aldot yang melongo saja.Kania ikutan kaget dan baru ingat, dia pun kencing begitu saja sambil membasahi tespack itu, Maya tanpa rasa jijik mengambil benda itu dan mendiamkan sambil mengoyang-goyang selama 5 menitan, di tonton Aldot yang masih memijit punggung Kania dengan obat gosok.Maya tersenyum dan tertawa. “Kaka…selamat ya…akhirnya suami kita bakal memperoleh keturunan dari rahim kamu!”“Apaa…hahhhh…Kania hamil…ya Allah Alhamdulillaaahhh,” Aldot bak anak kecil dia s
Keduanya terus bertahan hampir 2 mingguan selama di Jepang, selanjutnya Ange minta di ajak dolanan ke Amerika.“Aku dah lama pingin ke Amrik, tapi nggak punya ongkos,” aku Ange malu-malu, sambil memeluk erat tubuh suaminya. Prem tertawa saja dan mencium tak puas-puasnya bibir istrinya.“Ternyata yang halal jauh lebih nikmat,” batin Prem.Kali ini mereka sengaja tak mau sewa private jet, tapi naik pesawat momersil. Namun yang kelas bisnis VVIP, yang ada tempat tidurnya.Sudah bisa di duga, mereka sempat-sempatnya bercinta dalam pesawat.“Gila kamu sayang, deg-degan aku bercinta di pesawat, kalau-kalau ketahuan pramugari. Malunya itu looh!” sungut Ange jengkel, tapi aslinya dia pun sangat menikmati, ada sensasi aneh bercinta di udara. “Tapi aseek yaa…rasanya gimana gitu,” bisik Prem hingga Ange tertawa sambil mencubit hidung mancung suaminya.Mereka pun jalan-jalan selama di Amrik, tak terasa waktu 2 minggu sangat cepat berlalu, belum puas juga. Ange minta Prem ajak dia ke Dubai dan…
Prem masih ingat di mana dulu terakhir dia bertemu Putri Ako, jaraknya 55 kilo dari Kota Tokyo, ke sanalah mereka menuju dengan taksi yang sengaaj di carter sejak dari stasiun kereta api cepat.Tak bisa di samakan desa ini 80 tahunan yang lalu dengan sekarang, tempat ini bukan lagi berupa desa. Tapi sebuah kota yang ramai dan padat.Dengan kasih sayang Prem memperbaiki baju wol istrinya, saat ini sedang musim salju. Sebagai hadiahnya Ange pun mengecup lama bibir suaminya.“Udah ga sabar ya mau belah duren dan bikin junior?” bisik Ange manja. Prem tersenyum kecil sambil mengangguk.“Aku nggak pasang pengaman yaa, kan aku anak tunggal, jadinya aku pingin punya banyak anak dari kamu!”“Sipp…aku juga ingin rumah besar kita kelak di isi anak-anak yang lucu!” bisik Prem lagi dan mereka pun bergandengan tangan setelah keluar dari stasiun kereta api cepat sebelumnya.Lalu meluncur menuju ke desa di mana dulu Putri Ako tinggal dengan nenek angkatnya. Dan berpisah dengan Prem yang kembali ke ma
Namun Tante Ria kecele, rumah mewah dan besar milik Balang kosong, usai akad nikah dan resepsi Prem dan Ange, Balang sekeluarga liburan ke Eropa. Ajak Biani liburan semester dan Datuk yang sedang liburan sekolah.Tante Ria tak mau menyerah, dia satroni lagi alamat apartemen Prem, setelah tadi bertanya dengan satpam di rumah besar bak istana ini.Tante Ria sendiri pun sebenarnya kagum melihat rumah sepupunya ini luar biasa mewahnya ini. Bandingkan dengan rumahnya di Seoul yang 'biasa-biasa' saja.Datang ke apartemen Prem pun sama, kedua penganten yang sedang berbahagia ini pergi bulan madu ke Jepang.Kesal bukan main Tante Ria, bingung harus kemana lagi 'melabrak' besan dan juga mantunya, semuanya tak ada di rumah dan apartemen.“Sudah lah Mami, kita pulang saja ke Seoul, malu! Yang mau mami labrak bukan orang lagi, keluarga sendiri,” bujuk Park Hyung, yang sebenarnya ketar-ketir juga dengan niat istrinya ini. Malu itulah penyebabnya.“Kurang ajar memang, huhh mentang-mentang keluarga
Saat ini, usai ijab kabul yang bikin heboh keluarga besar Hasim Zailani…!Mendengar kisah ini, Prem langsung memeluk Tasya dan Said barengan dan mengucapkan terima kasihnya. Kisah komplet perjuangan Tasya menyatukan dirinya dengan Ange bikin Prem terharu.“Kamu hebat adikku, pengorbananmu luar biasa!” sambil berkata begitu kembali mata Prem berkaca-kaca.“Eeitss…tuh yang paling besar juga jasanya, Abang kamu itu!” tunjuk Tasya ke arah Balanara yang jadi sibuk jelaskan kejadian hari ini pada seluruh keluarga.Balanara 'terpaksa' jadi Jubir, setelah Balang memanggilnya dengan wajah masam.Balang tentu saja tak ingin bermusuhan dengan keluarga Tante Ina dan Jack Sartono, termasuk Tante Ria dan Park Hyung.Terlebih, kedua keluarga itu termasuk bagian dari keluarga besar Hasim Zailani.Pernikahan diluar rencana ini sudah bikin Balang pusing sendiri, sekaligus butuh penjelasan saat ini juga. Tak terkecuali ortunya Tasya dan kakek Radin serta Nenek Hanum, serta keluarga besar lainnya, yang
Kita tarik kebelakang dua minggu sebelum Prem dan Ange menikah…!Balanara kaget Tasya jauh-jauh datang dari Surabaya bersama seorang pria tampan dengan body kokoh, tak kalah dengannya.Awalnya Balanara tak respeck dengan Tasya, dua minggu lagi akan jadi istri Prem, malah bawa pria lain ke rumahnya.“Dia siapa Tasya?’ tanya Balanara dan sengaja tak mau melihat pria tampan ini.“Said, pacarku Bang!”“Hmm…kamu kan..?” sahut Balanara cepat dan menahan omongan, wajahnya makin masam mendengar jawaban Tasya tadi.Tapi Balanara diam-diam salut juga, pria ini terlihat tenang-tenang saja. Terlihat dewasa dan sikapnya pun terlihat berwibawa, juga berani menatapnya tanpa rasa bersalah.“Bang, tolong bantu aku, aku dan Said sudah lama pacaran, sejak SMU malah dan kami sudah berniat akan menikah setelah aku lulus kuliah. Said ini aparat Bang, dia tentara, pangkatnya Letkol. Aku nggak mau menikah dengan Abang Prem!”“Ohhh…begitu…trus apa rencana kamu?” Balanara tak kaget, kisah ini sudah dia ketahui
Balanara menatap wajah Prem, adiknya ini terlihat sama sekali tak happy, padahal dalam hitungan menit lagi akan ijab kabul. “Senyumlah, jangan dingin seperti wajah Bang Datuk begitu,” tegur Balarana sambil sodorkan sebatang rokok, untuk redakan hati Prem. Prem hanya bisa hela nafas, hari ini sudah di tetapkan sebagai hari ‘bahagia’ baginya dan Tasya. Seluruh keluarga besar Hasim Zailani ngumpul, hanya keluarga Tante Ria dan Park Hyung yang tak datang, termasuk Ange. Balanara lalu tinggalkan Prem yang masih memegang peci hitamnya, walaupun jas dan sarung sudah dia kenakan. Pernikahan ini diadakan di sebuah taman hotel mewah yang di sulap begitu ciamik dan rencananya akan berlanjut resepsi. Hotel mewah ini sahamnya milik keluarganya juga. Wajah Ange dan Putri Ako serta Selena pun menari-nari di pelupuk matanya. “Maafkan aku Putri Ako, cucuku…Selena, grandpa hari ini akan menikahi Tasya, aku janji akan berusaha mencintai dia…!” gumam Prem tanpa sadar. Panggilan agar Prem segera k
Tante Ria menatap tak senang ke arah Balang dan kedua istrinya. Kedatangan Balang bersama Bella dan Viona hari ini dalam rangka untuk melamar Ange buat Prem.“Kedatangan kalian terlambat, Ange sudah di lamar kekasihnya dan paling lama 5 bulanan lagi mereka akan menikah!” Tante Ria langsung bersuara ketus, hingga Balang dan kedua istrinya saling pandang.Suasana langsung hening dan serba tak enak, Park Hyung sampai geleng-geleng kepala mendengar jawaban ‘ngawur’ istrinya ini. Tapi ayah Ange ini seakan tak punya daya untuk membantah ucapan istrinya ini.“Hmm…ya sudah Ria, Park Hyung, aku minta maaf kalau kedatangan kami ini terlambat...baiklah, kami permisi…hari ini rencananya langsung pulang ke Jakarta!” sahut Balang kalem, tanpa buang waktu diapun permisi ke Tante Ria dan Park Hyung, lalu ajak kedua istrinya pulang.Tante Ria hanya menatap kepergian Balang dan kedua istrinya dengan pandangan tajam, gaya elegan Balang di matanya dianggap sangat angkuh.Kedatangan Balang yang bawa kedua
Baru saja Ange mau buka mulut, pintu ruangan ini terbuka, ternyata yang datang Tante Ria dan Tuan Park Hyung, ayah dan ibu Ange.Ternyata Ange lah yang memberi tahu. Sebagai keluarga terdekat di Korea, tujuan Ange baik, setidaknya mereka ada perhatian.Apalagi ibunya keturunan Hasim Zailani juga dan Prem kemenakan misan kedua orang tuanya.Tapi…melihat Ange terlihat rebahan begitu, wajah Tante Ria sudah tunjukan ketidak senangannya.Dipikirnya Ange hanya jenguk doank. Tapi kenapa malah betah di ruangan ini? Batinnya sambil tunjukan ke tidak senangannya dengan ulah Ange ini.Ini jadi perhatian Prem, yang langsung tak enak hati.Prem pun sudah paham, gelagat tante Ria terlihat beda, padahal ibunda Ange ini sepupu ayahnya. Karena nenek Ange atau ibunda Tante Ria, anak dari Kakek Aldot Hasim Zailani.Bahkan mendiang Kakek Bojo, suami nenek Sarah, neneknya si Ange ini, justru teman dekat kakek Radin saat muda dulu hingga meninggal dunia 5 tahunan yang lalu. Tante Ria berbasa-basi singkat,
Ketika sadar, Prem sudah berada di rumah sakit, dia melihat ada dua orang di sisi kasurnya, salah satunya rekannya yang bertugas di intelijen Korea.Keduanya terlihat lega melihat Prem sudah sadar, padahal pemuda ini sudah hampir 1 hari satu malam tak sadarkan diri dan habiskan 2 kantong darah.“Apa kabar brother, hampir saja nyawa kamu melayang, gara-gara wanita itu!” sapa temannya ini sambil tertawa kecil.“Melayang…maksudnya..?”Prem menatap sahabatnya ini dan dia pun melongo, sekaligus senyum masam, saat bercinta dengan Ah Ye, wanita itu mengambil pisau dapur dan hampir saja menusuk punggungnya, tapi entah kenapa malah di batalkan.“Kalian hebat, mampu saja merekam ini semua, sekarang dimana Ah Ye?” Prem pun kini seolah sadar dari kekeliruannya, terbawa hati ingin menolong Ah Ye, dirinya hampir saja jadi korban.Prem lupa pelajaran seorang agen, harusnya yang namanya musuh, tak ada kamu baper. Atau taruhannya nyawa sendiri yang melayang.“Dia sudah tewas!” lalu dengan runtut teman