"Kerja bagus!" ucap Evan, sumringah."Anda sudah bisa melihat sendiri beritanya, Pak.""Baiklah, lanjutkan tugasmu!" Evan kemudian menutup teleponnya.Evan yang dalam kesal sekaligus marah pun langsung memainkan ponselnya untuk mencari berita mengenai Kepala Divisi yang kini sudah tertangkap.Dalam berita tersebut tertulis jika Kepala Divisi tertangkap atas kasus pelecehan terhadap beberapa karyawan wanita. Selain itu, disebutkan juga jika bukan hanya melakukan pelecehan, tapi juga menyalahgunakan jabatan, penyuapan dan juga penggelapan dana perusahaan. Sang Kepala Divisi pun dijerat hukuman berat atas perbuatannya."Berani-beraninya mengganggu istriku! Kebetulan sekali aku sudah lama muak padamu. Sekarang waktunya untuk menyingkirkan duri dalam perusahaan," gumam Evan tertawa puas.Evan yang merasa kegirangan pun menciumi kening Alana dan malah membuat istrinya itu terbangun."Sayang, ada apa?" tanya Alana mengucek matanya."Ada berita bagus, coba kamu lihat!" Evan menunjukan ponselny
Merasa penasaran, Evan dan Alana pun mendekati kerumunan itu. Mereka berdua kaget saat melihat lima orang perempuan sedang berdemo di depan gedung."Sayang, apa mereka adalah istri Kepala Divisi?" bisik Alana, pada Evan yang saat ini mengenakan masker."Sepertinya begitu. Makanya, jangan hanya memandang pria dari hartanya saja, apalagi sampai rela meninggalkan suami sendiri," ucap Evan kesal."Tenang saja, aku takkan meninggalkanmu hanya demi harta," bisik Alana.Evan dan Alana pun pergi meninggalkan kerumunan."Selamat bekerja, sayang!" ucap Evan mengecup kening Alana."Iya, hati-hati di jalan, ya!" Alana mencium punggung tangan suaminya itu.Evan berpura-pura pergi karena Alana menunggunya. Setelah Alana terlihat masuk ke dalam gedung, barulah Evan memutar balik dan masuk ke parkiran gedung.Sekilas karyawan bawah takkan tahu jika Evan adalah seorang Presdir, apalagi ia hanya mengendarai motor murahan dan mengenakan pakaian biasa.Karena itulah Evan sengaja membuat jalur khusus yang
"Kenapa kamu berteriak seperti itu? Ibumu itu sedang sakit!" bentak Alex."Evan, kemarilah! Ibu merindukanmu," pinta Jeni yang sedang terbaring lemah di kasur.Evan tak langsung masuk ke kamar, ia menarik Ayahnya keluar untuk meminta penjelasan."Ayah, apa maksudnya ini?" "Memangnya kenapa? Sejak kemarin memang banyak yang datang menjenguk Ibumu," sahut Alex."Tapi, kenapa Natasha ada disini juga? Bukankah sudah kubilang jika aku tak ingin Ayah dan Ibu melakukan trik lagi," timpal Evan yang tak suka dengan kehadiran Natasha, perempuan yang pernah dijodohkan dengannya."Kamu terlalu percaya diri, Evan. Natasha hanya kebetulan sedang menjenguk saja. Lagipula, itu hanya masa lalu, dia juga belum tentu masih menyukaimu," ujar Alex, sengaja membuat Evan merasa malu sendiri.Evan memutuskan untuk kembali ke kamar Ibunya meski sedang ada Natasha, hal itu ia lakukan setelah mendengar ucapan sang Ayah yang membuatnya merasa malu karena terlalu percaya diri."Evan, kemarilah! Kenapa menemui Ib
"Jadi, apa itu?" Evan sudah tak sabaran."Kamu menikah dengan gadis itu, tapi tinggalkan semua kekayaan dan kemewahan yang Ayah berikan. Termasuk jabatanmu di Lucio Group. Namun, jika kamu lebih memilih semua harta yang kelak hanya akan diwariskan padamu, maka tinggalkan gadis itu!" jelas Alex yang merasa percaya diri jika Evan akan lebih memilih dirinya.Evan tersenyum, seolah tak ada keraguan di hatinya. Hal itu membuat Alex semakin yakin, jika anaknya itu tidak akan mungkin berbuat bodoh."Tentu saja aku memilih Alana, aku rela meninggalkan semua itu demi dia!" jawab Evan.Alex dan Jeni seketika tercengang, ia benar-benar tak menyangka jika anaknya akan memilih sesuatu yang menurut mereka tak masuk akal."Bodoh! Apa kamu tidak berpikir dulu sebelum memilih?" bentak Jeni."Evanders, kamu pikir Ayah main-main?" Alex menggebrak meja."Bukankah Ayah sendiri yang barusan memberiku pilihan? Mengapa sekarang malah memarahiku saat aku telah memilih?" timpal Evan.Bagai senjata makan tuan,
Evan keluar dari rumah orang tuanya dengan dipenuhi perasaan kesal. Ia benar-benar sudah muak melihat Natasha, si perempuan licik itu."Aku benar-benar tak ingin kembali ke rumah ini sebelum memastikan kebenaran ucapan Ayah dan Ibu," gerutu Evan sambil melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.Dengan tak tahu malunya, Natasha malah meneriaki Evan. "Hati-hati di jalan! Sampai ketemu lagi, Evanders," ucapnya.Evan mengendarai motor dengan perasaan dongkol. Ia merasa bersalah telah meninggalkan Alana hanya demi kebohongan yang Ibunya lakukan. Apalagi, dari caranya, sang Ibu masih menaruh harapan pada Natasha.Karena rasa bersalahnya, Evan memutuskan untuk membeli beberapa cemilan kesukaan Alana. Ia berharap bisa segera kembali ke rumah dan melihat senyum manis sang istri sebagai penyembuh rasa kesalnya.Sesampainya di rumah, lampu teras masih belum menyala, menandakan Alana sedang tak berada di rumah."Kemana Alana pergi?" gumamnya sambil melihat jam yang kini menunjukan pukul 20.15.E
"Alana!" teriak Danu, yang masih berusaha mengalihkan perhatian Alana.Alana pun menoleh, di saat yang sama, Evan sudah berdiri di dekat istrinya itu. Ia merasa kaget saat mendengar Danu meneriaki nama sang istri. Dan lebih kaget lagi saat melihat Alana ada dihadapannya."Ada apa, Pak Danu?" tanya Alana, berjalan menghampiri Danu.Melihat Alana sudah menjauh, Evan bergegas keluar dari ruang rapat dan berbaur dengan para Investor yang akan pergi ke lobi."I-itu, kamu tidak perlu mencari Office Boy lagi," ucap Danu."Tapi, wajah Anda sudah sangat pucat dan berkeringat. Sepertinya, Bapak harus segera diperiksa," sahut Alana yang merasa sedikit khawatir melihat kondisi Danu."Aku tidak apa-apa, hanya butuh istirahat sebentar saja," sanggah Danu, meski tubuhnya kini terasa lemas."Apa perlu saya bantu?" Alana tak tega melihat Danu."Tidak perlu, aku bisa jalan sendiri. Kembalilah bekerja, Robi pasti mencarimu," titah Danu yang kemudian berjalan sedikit sempoyongan.Alana teringat jika ia m
"A-apa? Aku, Presdir? Kata siapa?" tanya Evan yang mulai bercucuran keringat dingin."Kenapa kamu terlihat gugup begitu?" tanya Alana, heran."Aku tidak gugup," jawab Evan berusaha untuk terlihat lebih tenang."Aku hanya bercanda." Alana menepuk bahu Evan. "Tadi ada rumor jika istri Presdir adalah seorang karyawan baru. Entah kenapa aku tiba-tiba teringat dengan film yang pernah aku tonton," jelas Alana.Evan akhirnya bisa bernapas lega. Jantungnya yang semula berdebar kencang kini mulai berdetak normal. Ia pikir jika kebohongannya selama ini pada akhirnya akan terungkap, tapi ternyata Alana hanya bercanda. Benar-benar hampir membuat jantung copot saja."Memang film seperti apa yang kamu tonton?" tanya Evan yang masih berusaha untuk tetap tenang."Tentang seorang suami yang berpura-pura miskin, ternyata dia adalah seorang CEO di perusahaan Internasional," jawab Alana, sambil membayangkan artis idolanya yang memerankan film tersebut."Hahaha, mana mungkin ada yang seperti itu di dunia
Risa yang sudah berkeringat dingin pun langsung berusaha menelepon Danu."Ayo, angkatlah Om. Situasi begini kenapa lama sekali mengangkatnya," gerutu Risa, sambil mondar-mandir depan restoran.Risa terus memandangi dari luar, ia melihat Alana semakin dekat dengan tempat Evan duduk. Hingga, tiba-tiba pria itu buru-buru pergi ke arah toilet.Disisi lain, saat baru saja masuk restoran, sepulangnya dari membeli bakso, Danu sekilas melihat Alana dan Risa. Ia terus mengawasi sambil berharap jika Alana tak menoleh ke arah restoran. Namun, apa yang ditakutkan terjadi. Alana malah melihat ke arah Evan dan berusaha menghampirinya.Danu pun buru-buru menelepon Evan."Ada apa?" tanya Evan merasa terganggu."Istri Anda sedang berjalan mendekat, cepat pergi dari situ," bisik Danu.Evan seketika menoleh dan melihat jika Alana sedang berjalan ke arahnya."Gawat, kenapa baru memberitahu sekarang," gumam Evan, yang kemudian berlari ke arah toilet.Melihat pria yang ia curigai sebagai Evan telah berlari
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.
Evan langsung keluar dari mobil saat sudah berada di depan gerbang. Ia buru-buru menghampiri security yang sedang berusaha mengusir seorang ojek online."Ada apa ini?" tanya Evan, berjalan mendekat."Ini, Pak. Orang ini bilang Bu Alana memesan bakso. Tapi saat saya ingin melihat isi pesannya, dia bilang kalau itu privasi," terang security."Sudah kamu tanyakan pada Alana, apa dia memesan bakso?" Evan terus menatap ojek online yang sejak tadi terus menunduk."Sudah, Bu Alana bilang memang pesan bakso. Plat nomornya pun sama dengan yang ada di aplikasi. Saya ingin mengeceknya lagi untuk memastikan saja," ujar security tersebut.Evan masih terus memandangi tukang ojek online tersebut dengan wajah datarnya."Apa Alana memesan Bakso Mas Jo? dia sangat menyukai itu.""Benar, Pak. Seperti yang Anda bilang, ini memang Bakso Mas Jo," ucap tukang ojek tersebut seraya menatap security dengan tatapan penuh kemenangan.Evan tersenyum simpul seraya menatap pria tersebut. "Berapa totalnya?""Dua rat
Evan buru-buru menelepon anak buahnya dengan perasaan cemas dan gelisah."Ada apa, Pak?" tanya anak buah Evan dengan suara yang terdengar santai."Perketat keamanan rumah! Jaga setiap sudut jangan sampai ada yang terlewatkan. Jangan biarkan siapa pun masuk!" seru Evan."Baik, Pak," jawab anak buah Evan yang dari nada suaranya terdengar serius.Evan menutup telepon, lalu berjalan menuju ruang kerjanya yang telah berantakan. Beruntung sebelumnya ia telah mengamankan seluruh barang bukti."Pak, memangnya apa yang tertulis di kertas itu?" Danu mengekor sejak tadi, rasa penasarannya semakin besar saat melihat perubahan wajah Evan yang menjadi tampak semakin emosi.Namun, bukannya menjawab, Evan malah langsung mencari nomor kontak dan menekannya untuk melakukan panggilan."Orang itu masih di tempatmu?""Ya, dia masih bersama saya. Ada apa, Pak?""Cepat pindah dari tempat itu sekarang! Dody sudah mengirim pesan pada orang-orangnya, di sana sudah tidak aman!" Evan semakin gelisah."Tapi, saya
Alana tertawa geli melihat ekspresi Evan yang terlihat muak saat memandangi setiap foto di tangannya."Foto ini terlihat seperti sungguhan. Jika bukan karena kamu menunjukan gambar aslinya, mungkin aku masih akan terus tertipu," terang Alana yang masih tertawa."Orang di foto sangat jelek, wajahku terlihat aneh, tidak simetris pula." "Sudahlah, bakar saja fotonya. Aku lupa membuangnya kemarin."Evan beranjak, bergegas ke teras kamarnya hanya demi untuk membakar foto-foto dirinya bersama banyak perempuan pemberian Jessica untuk Alana saat itu.Dengan perasaan kesal, Evan membakar foto tersebut satu persatu. Sekilas terbesit bayangan kejadian dengan Jessica saat itu. Ia sangat yakin jika semua masalah yang terkait dengannya memiliki satu sumber yang sama, di mana orang tersebut memang berniat membuat rumor buruk demi menjatuhkannya."Akan kubasmi semua hama di Lucio Group." Evan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.Bayangan akan kehidupan yang tenang saat menguasai Lucio Group tern