Bab 60. BERTEMU SAINGAN CINTA Dalam perjanjian itu dia hanya akan berbohong dengan teman-temannya Intan saja, akan tetapi sekarang dia di tanya seorang pria paruh baya yang penampilannya sangat sederhana, sehingga Jaka bingung untuk menjawabnya. Pada saat Jaka ingin menceritakan dengan jujur penyebab kedatangannya di Mansion ini, tiba-tiba ada orang yang memanggil namanya. “Jaka, kenapa kamu di luar? Masuklah, saya mencari-cari kamu.” Jaka segera menoleh ke arah sumber suara, seketika wajahnya berubah ketika tahu siapa yang memanggil namanya. Segera saja Jaka berdiri dan berkata kepada pria tua yang sedang duduk santai di halaman rumah sambil merokok, “Paman, temanku sudah memanggil. Maaf saya meninggalkan paman.” “Pergilah, nikmati pesta ulang tahun anakku,” ucap pria paruh baya ini sambil melambaikan tangannya. Jaka segera pergi meninggalkan pria paruh baya yang diajaknya mengobrol, Jaka sama sekali tidak menyadari kalau pria paruh baya yang d
Bab 61. DITUDUH MEMASANG GUNA-GUNA Ekspresi wajah Jaka seketika menggelap begitu mendengar perkataan dari mulut Ridwan yang menghinanya. “Lihat itu wajahmu yang menjadi jelek. Kalau orang kampung tetap saja orang kampung, meskipun di dandani seperti apapun tetap saja tampang kampungnya tidak akan berubah, ha ha ha ha…” “Meskipun berasal dari kampung, tapi saya merasa mempunyai wajah lebih ganteng daripada dirimu yang orang kota,ha ha ha ha….” kata Jaka sambil tersenyum dan tertawa balik sambil menatap wajah Ridwan dengan senyum penuh ejekan. “Kurang ajar, dasar orang kampung. Kamu tidak pantas berada di komunitas ini, pergilah atau saya hajar!” balas Ridwan dan mengancam serta mengusir Jaka dari pesta ini. Wajah Ridwan memerah dan nafasnya memburu, ketika mendengar perkatan Jaka. Sebagai tuan muda generasi kedua kaya, tentu saja Ridwan yang terbiasa dihormati dan disanjung-sanjung teman serta orang di sekelilingnya, tentu saja dia tidak terima mendengar ejekan
Bab 62. INSIDEN YANG TAK TERDUGA Intan menghentikan mobilnya tepat di belakang mobil SUV hitam yang ditunjuk Jaka, mata Intan memandang sekelilingnya untuk mencari mobil milik Jaka. Intan sama sekali tidak menduga kalau mobil milik Jaka adalah mobil SUV hitam di depannya. Dia berpikir, kalau mobil milik Jaka adalah mobil murah dan tahun tua yang harganya sekitar dua puluh lima juta rupiah atau paling mahal seharga lima puluh juta rupiah saja, Intan tidak pernah menduga kalau mobil milik Jaka adalah mobil kelas medium yang harganya ratusan juta, bahkan lebih dari setengah miliar harga bekasnya. “Terimakasih sudah mengantar ke mobilku,” ucap Jaka sebelum keluar dari dalam mobil Intan. Ketika suara alarm mobil SUV di depannya terdengar berbarengan dengan nyala lampu sein, mata Intan seketika membelalak seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Apalagi saat melihat Jaka memasuki mobil SUV itu, kemudian menyalakan mesinnya. “Gila, ternyata Jaka tida
Bab 63. PENGEMUDI CANTIK “Keluar!” bentak Jaka sambil mengetuk kaca jendela mobil sedan sport yang menabrak bagian belakang mobilnya. Jaka mendekatkan mobilnya ke kaca jendela untuk melihat keadaan wanita yang mengemudi mobil ini, tak lama kemudian Jaka melihat ada seorang wanita yang sedang meringis kesakitan dengan wajah tertutup airbag dan sedang berusaha mengempiskan airbag itu. Kecelakaan ini seketika membuat jalanan menjadi ramai dan jalanan yang sudah merayap semakin macet saja. Beberapa warga ikut berkerumun di sekitar Jaka, mereka terlihat sangat geram dengan pengemudi mobil sport merah yang menabrak mobilnya. Suara klakson menggema dari mobil yang sedang antri di belakang mobil sport merah yang menabrak pantat mobil Jaka. Jaka segera membuka pintu mobil merah dan semua orang seketika melihat pengemudi mobil sport merah ini adalah seorang wanita muda yang usianya seumuran dengan Jaka, sekitar dua puluh tahunan. “Gadis gila, ternyata yang
Bab 64. GANTI MOBIL Jaka yang mendengar teriakan warga segera mengangkat telapak tangannya yang menyentuh bodi mobil itu, kemudian berjalan menjauh. “Aduh mobil ini kebakaran, jangan sampai kebakaran ini mengenai mobilku,” gumam Jaka yang segera masuk kedalam mobilnya kemudian menjalankan mobilnya meninggalkan tempat kejadian perkara sejauh mungkin. Untungnya jalanan di depannya sudah lenggang dan sudah tidak ada satupun kendaraan yang menghalangi jalannya. Karena suasana sedang panik dengan munculnya api dari mobil sport merah milik wanita yang tak tahu diri itu, sehingga kepergian Jaka yang membawa mobilnya tidak terlalu menarik perhatian. Apalagi setelah mobil Jaka berlalu di belakangnya ada kendaraan lain yang juga berjalan menjauhi mobil sport merah itu. Seketika itu keributan yang sebelumnya di penuhi orang yang mencaci maki wanita itu, kini berubah menjadi cemoohan dan kutukan terhadapnya. Warga sedikitpun tidak ada yang berusaha membantu memadamkan
Bab 65. DIMATA-MATAI “Iya, tambahnya satu miliar?” “Kenapa tambahnya sangat banyak?” balas Jaka dengan ekspresi bingung. “Tentu saja tambahnya cukup banyak, mobil ini usianya baru dua tahun seperti mobil yang pak Jaka beli. Tapi harga barunya mobil ini lebih dari satu milyar delapan ratus juta rupiah.” Jaka yang mendengarkan penjelasan Dewi segera menganggukkan kepalanya dan berpikir, “pantas saja modelnya sangat bagus, ternyata mobil ini mobil yang harga barunya hampir dua milyar rupiah.” Setelah terdiam beberapa saat untuk menentukan pilihan, apakah dia akan menukarkan mobil lamanya dengan mobil ini atau mengganti dengan yang lebih murah, akhirnya Jaka berkata, “Baiklah, saya akan membeli mobil ini. Tapi surat-surat kepemilikan mobil saya ada dirumah, enaknya bagaimana?” “Itu mudah, karena saya juga sudah tahu rumah pak Jaka, maka saya akan mengambilnya bagaimana?” “Tapi, rumah saya kan kosong tidak ada orang? Saya menukar mobil ini saja juga tid
Bab 66. DIKEPUNG “Boss, saya membutuhkan tambahan pasukan. Ternyata Mahasiswa yang bernama Jaka bukan orang sembarangan,”ucap Daniel salah satu anak buah Ridwan melaporkan keadaan di Universitas Matrix. “Apa? Apa yang kamu katakan?” terdengar suara Ridwan yang tampak terkejut mendapat laporan dari anak buahnya yang disuruh untuk memata-matai Jaka. “Benar Boss, saya sudah menginformasikan hal ini ke beberapa mahasiswa. Dan mereka mengatakan hal yang sama, kalau Jaka adalah idola baru di Universitas Matrix. Bukan hanya itu, ternyata Jaka Kelud adalah juara Turnamen Silat antar Universitas se Jabodetabek.” “Apa? Jaka adalah Juara Turnamen Silat itu?” sahut Ridwan dari seberang telepon dengan ekspresi tidak percaya terlihat di raut wajahnya. Tentu saja Ridwan sudah tahu tentang Turnamen Silat yang diadakan di Universitas Palapa. Dia juga sudah tahu kalau juara pertama dari Turnamen itu adalah Universitas Matrix, tapi yang tidak disangka adalah Jagoan itu oran
Bab 67. MENGHINDAR Di wajah Jaka sama sekali tidak terlihat rasa takut melihat dua belas orang yang mengepung dirinya dengan senjata di tangan. Saat ini darah Naga yang ada di dalam tubuh Jaka sudah mulai terbangkitkan, sejak dia mulai mempelajari ilmu silat dan menggunakannya dalam sebuah Turnamen Silat antar Universitas. Secara perlahan namun pasti, insting dan rasa percaya diri di dalam tubuh Jaka semakin meningkat, meskipun dia belum mengetahui kekuatan dari warisan Naga Majapahit yang ada dalam tubuhnya. “Siapa kalian? Kenapa kalian menghentikan perjalananku?” ucap Jaka dengan tatapan tajam kearah semua orang. Dalam hal ini Jaka sudah bisa memastikan kalau dua belas orang ini bukanlah sekumpulan begal atau perampok yang berniat merampok hartanya. Alasan Jaka berpikir seperti itu sangatlah mudah, karena mereka langsung menyebutkan namanya, begitu dia keluar dari dalam mobil. Jadi dapat dipastikan kalau mereka memang mempunyai niat buruk kepadanya se
Bab 169. BUKAN PRIA BIASA “Apa? Mana mungkin saya salah tembak?” pikit pengawal yang menembak Jaka Kelud. Padahal Jarak antara dirinya dan Jaka Kelud hanya empat meter, jadi tidak mungkin tembakannya meleset, apalagi malah mengenai rekannya sendiri. Sementara itu Jaka Kelud tampak sangat santai, meskipun baru saja disasar peluru tajam oleh pengawal Raden Tukimin. Yang paling kesal dengan apa yang terjadi tentu saja Raden Tukimin, emosinya langsung meluap melihat kegagalan anak buahnya meringkus dan menghukum Jaka Kelud. “Goblok, dasar orang-orang yang bisanya hanya memakan gaji buta saja! Cepat habisi pemuda itu, jangan bikin malu!” Suara Raden Tukimin menggelegar memberi perintah semua anak buahnya untuk menghabisi Jaka Kelud. Seketika puluhan moncong pistol mengarah kepada Jaka Kelud, akan tetapi bukannya ketakutan, pemuda yang ditodong puluhan pistol tampak santai. Expresi Jaka kelud masih tetap datar, seakan dirinya sedang tidak dalam
Bab 168. DITEMBAK PENGAWAL RADEN TUKIMIN “Apa yang kamu lakukan?” bentak Raden Tukimin sambil menunjuk ke arah Jaka Kelud dengan wajah memerah saking emosinya. “Bukankah matamu masih normal, masa tidak tahu dengan apa yang saya lakukan. Sepertinya kamu perlu memeriksakan kedua matamu ke Rumah Sakit, ha ha ha ha…” Jaka tertawa terbahak-bahak setelah mengata-ngatai Raden Tukimin. “Kurang ajar, dasar bocah sableng. Kalian, cepat beri pelajaran pada orang gila ini,” perintah Raden Tukimin kepada pengawalnya yang berdiri paling dekat dengan Jaka Kelud. Sementara itu Aki Dawir yang berdiri di belakang Raden Tukimin, menatap sosok pemuda kurus di depannya sambil mengedarkan indra spiritualnya. Tiba-tiba saja pandangan indra spiritual yang dipancarkan Aki Dawir seperti terhalangi dinding transparan yang tidak bisa di tembusnya. “Ada apa ini? Kenapa saya tidak bisa memindai tubuh pemuda gila ini? Jangan-jangan….?” Perasaan Aki Dawir seketika itu menjadi b
Bab 167. SIKAP JAKA KELUD “Siapa yang berani membuat onar di hadapanku?” Terdengar teriakan Raden Tukimin cukup keras, yang merasa terganggu oleh gangguan anak buahnya. Pengawal yang menabrak pintu ruang meeting perlahan berusaha bangkit, ekspresi wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Mana mungkin pengawal itu tidak takut, dia sangat mengenal kekejaman Raden Tukimin terhadap siapapun yang berani mengganggunya. “Ma… ma… maaf Raden…” dengan tergagap pengawal itu meminta maaf setelah berhasil berdiri. “Kurang ajar! Kenapa kamu masuk dengan tidak sopan ke dalam ruangan ini? Bukankah kamu saya perintahkan untuk menjaga diluar!” “Maaf Raden, tapi… diluar…” “Kenapa kalian ribut sendiri,” terdengar suara orang yang menghentikan perkataan pengawal itu, diiringi masuknya seorang muda berbadan kurus memasuki ruang rapat. Sekretaris Sulistina dan para petinggi PT Nusa Bangsa yang sebelumnya menggigil ketakutan di hadapan Raden Tukimin da
Bab 166. KIBASAN TANGAN JAKA KELUD Mendengar perkataan karyawan wanita itu, segera saja Jaka Kelud tahu, kalau semua orang sedang melakukan pertemuan dengan Raden Tukimin. Setelah mengucapkan terimakasih kepada karyawan pria itu, Jaka bergegas menuju ruang meeting. Saat ini suasana ruang meeting sedang panas, setelah kedatangan Raden Tukimin bersama anak buahnya. “Bu Sulistina, kamu sebagai pimpinan perusahaan cepat tanda tangani pemindahtanganan PT Nusa Bangsa ke PT Marcopolo. Uang pemindahtanganan akan saya transfer ke rekening anda saat ini juga.” Raden Tukimin yang sudah menyuruh pengacara kepercayaannya, Razman SH untuk menyiapkan kontrak, segera memerintahkan sekretaris sulistina untuk menandatangani proses pemindahtanganan PT Nusa Bangsa. Sementara itu sekretaris Sulistina yang di perintah Raden Tukimin untuk menandatangani kontrak di depannya menghiraukan dan tetap diam, meskipun keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Melihat perinta
Bab 165. DATANG KE PERUSAHAAN “Boss….” dengan suara gemetar sekretaris Sulistina memanggil Jaka kelud. Akan tetapi sebelum sekretaris Sulistina melanjutkan perkataannya, Jaka Kelud sudah memotongnya. “Ada masalah apa sekretaris Sulis? Kenapa kamu menulis pesan seperti itu? Ada masalah apa sebenarnya? Apakah dana operasional perusahaan kurang? Kalau kurang nanti saya kirim lagi?” “Bu… bu… bukan seperti itu Boss. Kita sedang menghadapi masalah besar, di perusahaan kita kedatangan Raden Tukimin dan anak buahnya yang akan memaksa kita untuk menyerahkan perusahaan kita kepada mereka.” “Apa? Kurang ajar, bagaimana mungkin ada orang yang bisa begitu kurang ajar dan tidak punya malu seperti itu. Apakah kamu tidak bisa mengusir mereka?” “Tidak bisa Boss, mana mungkin saya berani mengusir Raden Tukimin dan anak buahnya. Mereka adalah konglomerat besar di kota Jakarta ini, sebelumnya perusahaan memang sudah di serang mereka, sebelum Denmas Jaka mengakuisisi PT
Bab 164. MASALAH PADA PERUSAHAAN JAKA KELUD Batin Mayang berkecamuk di penuhi dengan kekaguman terhadap Jaka Kelud yang begitu mudahnya memberi uang kepadanya untuk membayar sewa kost rumah kontrakannya. Mata Mayang tidak lepas mengikuti kepergian Jaka kelud, hingga mobil mewah Jaka menghilang di jalan kampung. Mata indah Mayang mulai berkabut ketika mobil Jaka kelud menghilang dari pandangannya, dia masih tetap berdiri di tempatnya semula. Nafas Mayang sedikit tersendat menahan isak yang tidak bisa ditahan, sebelum isak tangisnya mulai terdengar orang lain, dia segera berlari memasuki kamar kostnya. Sementara itu Jaka Kelud yang sudah meninggalkan tempat kost Mayang, di dalam mobilnya tersenyum kecut mengingat pertemuannya dengan mahasiswa yang begitu berani menawarkan tubuhnya, demi untuk bisa membayar sewa kamar kostnya. Tadi Jaka sengaja tidak bertanya asal kampung Mayang, karena dia hanya mampir saja di kota Semarang ini. “Ternyata r
Bab 163. MALAIKAT TAK BERSAYAP Jaka menatap wajah Mayang dengan perasaan dongkol, bagaimana dia tidak dongkol kalau kebaikannya dimanfaatkan wanita yang tidak dikenalnya ini. “Baiklah, saya akan menemani menemui ibu kost,” kata Jaka Kelud pada akhirnya. Kemudian mereka berdua keluar dari mobil, ibu kost dan para penghuni rumah kontrakan juga memandang ke arah mereka penuh dengan penasaran. “Hei Mayang, kamu datang dengan siapa? Apa kamu sudah punya uang untuk membayar sewa kontrakan?” Terdengar suara seorang wanita menyebut nama Mayang yang merupakan penghuni rumah kontrakannya. Mayang segera mendatangi ibu kost sambil menggandeng tangan Jaka Kelud, setelah berada didepan ibu kost, Mayang segera berkata, “Bu Siti, maaf saya terlambat membayar kost. Perkenalkan ini mas Jaka yang akan membayar tunggakan sewa kontrakan saya.” Ekspresi wajah Jaka Kelud langsung menjadi buruk, begitu mendengar perkataan Mayang. “Apa maksudmu ini?” kata J
Bab 162. RAYUAN MAYANG Jaka langsung terdiam mendengar perkataan Mayang, wanita cantik yang datang entah dari mana ke mejanya. Melihat Jaka Kelud terdiam dan tidak jadi pergi, Mayang segera melanjutkan perkataannya, “sebenarnya saya sedang kesusahan untuk membayar sewa kontrakan, karena itulah saya berani mendekati anda.” Jaka tetap diam, tidak ada keinginan untuk bertanya maupun simpati atas perkataan Mayang. Melihat sikap Jaka yang pasif, sekali lagi Mayang mulai berkata, “Sebenarnya saya masih kuliah semester tiga, tapi… karena saya berasal dari keluarga miskin akhirnya saya menjajakan tubuh saya agar bisa membiayai kuliah dan hidup saya di kota Semarang ini.” Jaka masih tetap diam, hanya saja dahinya tampak berkerut begitu mendengar pengakuan Mayang, kalau dia adalah seorang penjaja cinta atau pelacur. Rasa sesak mulai menyesakkan dada Jaka Kelud mendengar pengakuan ini, ternyata bagi wanita yang berasal dari keluarga miskin dan mempunyai iman y
Bab 161. PELACUR KESEPIAN “Sialan aku telah dikadali kedua gadis sialan ini, baiklah mungkin memang tidak seharusnya aku berebut dengan kedua gadis ini,” gumam Jaka Kelud sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian Jaka Kelud meninggalkan kedua gadis belia itu dan menuju ke saung utama yang merupakan bangunan joglo yang cukup besar, yang bisa menampung dua puluh meja. “Sepertinya saya harus duduk beramai-ramai dengan banyak orang di joglo ini,” gumam Jaka Kelud yang segera duduk di salah satu meja yang kosong. Setelah duduk di meja yang kosong, Jaka meletakkan nomor meja yang dibawanya. Memang di Cafe ini nomor meja tidak berurut, karena setiap pelanggan bebas memilih meja dimanapun mereka akan makan dengan meletakkan nomor meja yang dipasang pada sebuah tongkat kecil yang bisa di letakkan di atas meja yang mereka pilih. Tak lama kemudian pesanan Jaka kelud datang diantar pelayan, saat sedang menikmati makan malamnya. Tiba-tiba