Bab 129. PEMBUNUH BAYARAN HANTU HITAM Perlahan Jaka memasuki gudang tua yang sudah dipenuhi dengan mayat pembunuh bayaran, dan mendekati sopir truk tronton yang sedang meringkuk seperti udang sambil merintih kesakitan, setelah dilempar oleh Jaka sejauh sepuluh meter. “Argh… ampun….” Dengan tubuh gemetaran dan jeritan kesakitan, karena tubuhnya diinjak kaki Jaka Kelud, sopir truk tronton yang sudah kehilangan keberaniannya memohon ampun sambil tetap berbaring di atas lantai. “Sekarang kamu mau mengganti mobil saya yang rusak atau tidak?” “Ampun, ampun Boss. Saya tidak punya uang untuk mengganti mobil anda yang rusak,” kata sopir truk tronton dengan wajah ketakutan menatap Jaka yang sedang memandangnya dengan ekspresi kejam terbayang di tatapan wajahnya. Sampai saat ini Jaka masih diselimuti euforia kekuatan dari Siluman Naga jaman Majapahit, sehingga dia belum sadar, kalau dia baru saja membunuh puluhan nyawa manusia dengan begitu mudah. Sesungguh
Bab 130. KETERKEJUTAN BANG SAPTO Senyum cerah menghiasi ekspresi wajah bang Sapto begitu turun dari mobilnya, di ikuti para anak buah nya. Dengan langkah tegap, bang sapto memasuki gudang tua untuk merayakan kesuksesan misinya kali ini. Akan tetapi ketika dia baru saja memasuki pintu gudang yang terbuka, sepasang matanya yang tajam seketika membelalak tidak percaya melihat pemandangan yang ada di depannya. “Apa… apa yang terjadi? Kenapa semua orang menjadi mayat?” Bibir bang Sapto bergetar ketika dia berkata saat melihat pemandangan di depannya, keterkejutannya tidak bisa menyembunyikan ketegaran pada dirinya yang terbiasa membunuh target tanpa berkedip. “Siapa? Siapa yang sudah menyerang markas kita?!” Bang Sapto langsung berteriak dan ekspresi wajahnya dipenuhi dengan aura membunuh yang padat. Dengan cepat bang Sapto memeriksa tubuh anak buahnya yang sudah menjadi mayat, sekali lagi keterkejutannya semakin menjadi-jadi ketika dia mel
Bab 131. MENCARI MARKAS HANTU HITAM Jaka hanya tersenyum mendengar keterkejutan Dewi, sales showroom mobil yang sudah mengenalnya dengan dekat. “Ditabrak truk tronton,” sahut Jaka Kelud ringan. “Apa? Mobil bapak di tabrak truk tronton? Apa mobil bapak yang masuk berita malam tadi?” kata Dewi dengan nada penuh dengan rasa tidak percaya. Jaka hanya menganggukkan kepalanya pelan sambil tersenyum tanpa daya, kemudian dia berkata, “Kalau kamu mau bangkai mobilku, ambil saja. Hanya saja saya tidak ingin berurusan dengan pihak polisi.” Dewi cukup shock mendengar perkataan Jaka Kelud yang begitu santainya menceritakan tentang mobilnya yang hancur. Dewi juga melihat kalau dimata Jaka tidak terlihat merasa kehilangan mengetahui mobilnya hancur. “Oh iya, kebetulan saya juga membawa surat-surat mobil itu. Ini ambil,” ucap Jaka sambil menyerahkan surat-surat mobil Jeepnya dari dalam tas ransel. Tangan Dewi tampak gemetaran ketika menerima surat-sura
Bab 132. AJIAN SIREP KUNO Pada saat ini bang Sapto sedang memikirkan dan menyelidiki apa yang terjadi dengan anak buahnya yang mati dengan misterius di gudang tua tempat anak buahnya berkumpul. Malam itu dia datang ke gudang tua dan akan memberi pujian, kesalah satu anak buahnya yang menjadi sopir truk tronton. Akan tetapi saat sampai di markas anak buahnya, dia melihat puluhan anak buahnya sudah menjadi mayat, bang Sapto sangat marah. Setelah memerintahkan anak buahnya untuk membereskan semua mayat anak buahnya, bang Sapto dan yang lainnya pergi dari gudang tua itu. Sampai hari ini, satu hari telah terlewati, akan tetapi anak buah bang Sapto yang diberi perintah untuk menyelidiki kematian puluhan anak buahnya belum juga ada yang memberi kabar baik. Malam sudah semakin larut ketika petunjuk yang ada di layar monitor di dashboard mobil Jaka Kelud menunjukkan kalau titik alamatnya sudah berakhir. “Eh, sudah sampai ya?” gumam Jaka sambil memandan
Bab 133. HANTU PENASARAN Kemudian jari Jaka mengetuk kepala pria kekar di depannya, begitu terkena sentuhan jari tangan Jaka Kelud, seketika kesadaran pria kekar itu pulih. “Apa yang terjadi? kenapa semuanya gelap?” teriak pria kekar ini begitu dia membuka kedua matanya. Pria kekar itu tidak belum menyadari kehadiran sosok lain di dekatnya, ekspresi wajahnya masih diliputi rasa kesal, mengetahui lampu di ruangannya mati. “Bagong…! Gareng…! Apa yang terjadi? Cepat nyalakan lampunya!” Pria kekar itu berteriak terus menerus memanggil anak buahnya untuk menyalakan lampu ruangannya. Akan tetapi meskipun dia sudah berteriak berulang kali hingga tenggorokannya sakit, tidak ada satu orangpun yang datang. Seketika rasa curiga dan kewaspadaannya sebagai seseorang yang terlatih segera bangkit. Instingnya mengatakan kalau ada sesuatu yang berbahaya di markasnya, tangannya segera mencari sesuatu untuk menerangi ruangannya. Tangannya segera mendapa
Bab 134. PANEN HARTA KARUN “Pemuda? Kemarin malam?” bang Sapto mengulangi pertanyaan Jaka sambil mengernyitkan dahinya untuk mengingat siapa target yang dieksekusi kemarin malam. Akhirnya bang Sapto ingat dengan siapa orang yang telah mereka eksekusi dengan cara ditabrak dengan truk tronton. Target itu adalah mahasiswa yang bernama Jaka kelud, akan tetapi tiba-tiba saja dia ingat, kalau anak buahnya yang mengemudi truk tronton itu juga sudah tewas dengan cara yang mengerikan. Dan dia juga sedang menyelidiki, seketika mata bang Sapto melotot dan menatap tajam kearah Jaka kelud yang tersembunyi dalam gelapnya malam. Meskipun dia samar-samar bisa melihat wajah Jaka Kelud, akan tetapi keakuratannya tentu saja hanya sepuluh persen saja. Sementara itu Jaka sudah tidak sabar melihat keleletan bang Sapto yang sedang di interogasi.. Dan tanpa sepengetahuan Jaka, tangan bang Sapto yang bebas terlihat masuk kedalam bajunya, dan tiba-tiba saja dia menodong
Bab 135. LOLONGAN DARI MARKAS HANTU HITAM Mereka sama sekali tidak menyadari kalau kedua tempurung kaki mereka sudah hancur menjadi bubuk dan menggenang di dalam dagingnya. Betapa mengerikannya serangan Jaka Kelud dan betapa kejamnya dia menghukum para tentara bayaran ini. Kekejaman Jaka tentu saja setelah dirinya menyadari kemampuan yang dimilikinya, sebagai Pewaris Siluman Naga dari Jaman Majapahit, tentu saja kekejamannya mewarisi kekejaman jin buas ini yang tidak pandang bulu kepada lawan-lawannya. Setelah menghukum semua tentara bayaran dan orang-orang yang ada di markas tentara Bayaran Hantu Hitam, Jaka tidak langsung pergi. Dia kembali memasuki sebuah ruangan komunikasi yang ada di dalam gedung besar ini. Jaka segera meretas memori tentang seluk beluk tentara bayaran Hantu Hitam dan menyimpannya dalam sebuah flashdisk yang ditemukan di sebuah laci, yang mempunyai penyimpanan sangat besar. Setelah menyimpan semua hal tentang tentara bayara
Bab 136. TURNAMEN INTERNASIONAL BELADIRI BEBAS “Hai, ngagetin saja,” sahut Jaka sambil tersenyum ke arah Rendi. “Saya tidak menyangka kamu lama tidak kelihatan, sekali muncul semakin kaya saja.” Jaka tidak menanggapi pujian Rendi, mereka segera masuk kedalam kampus untuk mengikuti kegiatan perkuliahan. Saat semua mahasiswa sedang asik mengikuti jam kuliah, tiba-tiba terdengar pengumuman dari speaker yang ada di setiap ruangan kelas. “Perhatian kepada seluruh mahasiswa Universitas Matrix, diumumkan kepada Mahasiswa yang menguasai ilmu beladiri dari berbagai bidang keahlian, untuk mengikuti Turnamen Internasional Beladiri bebas. Untuk itu, kepada mahasiswa yang berminat untuk mendaftarkan diri untuk mengikuti babak penyisihan di auditorium.” Suasana perkuliahan yang sedang khusuk tiba-tiba saja menjadi gempar setelah mendengar pengumuman ini. Demikian juga dengan kelas dimana Jaka berada, semua orang seketika memandangi sosok Jaka dengan ta
Bab 166. KIBASAN TANGAN JAKA KELUD Mendengar perkataan karyawan wanita itu, segera saja Jaka Kelud tahu, kalau semua orang sedang melakukan pertemuan dengan Raden Tukimin. Setelah mengucapkan terimakasih kepada karyawan pria itu, Jaka bergegas menuju ruang meeting. Saat ini suasana ruang meeting sedang panas, setelah kedatangan Raden Tukimin bersama anak buahnya. “Bu Sulistina, kamu sebagai pimpinan perusahaan cepat tanda tangani pemindahtanganan PT Nusa Bangsa ke PT Marcopolo. Uang pemindahtanganan akan saya transfer ke rekening anda saat ini juga.” Raden Tukimin yang sudah menyuruh pengacara kepercayaannya, Razman SH untuk menyiapkan kontrak, segera memerintahkan sekretaris sulistina untuk menandatangani proses pemindahtanganan PT Nusa Bangsa. Sementara itu sekretaris Sulistina yang di perintah Raden Tukimin untuk menandatangani kontrak di depannya menghiraukan dan tetap diam, meskipun keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Melihat perinta
Bab 165. DATANG KE PERUSAHAAN “Boss….” dengan suara gemetar sekretaris Sulistina memanggil Jaka kelud. Akan tetapi sebelum sekretaris Sulistina melanjutkan perkataannya, Jaka Kelud sudah memotongnya. “Ada masalah apa sekretaris Sulis? Kenapa kamu menulis pesan seperti itu? Ada masalah apa sebenarnya? Apakah dana operasional perusahaan kurang? Kalau kurang nanti saya kirim lagi?” “Bu… bu… bukan seperti itu Boss. Kita sedang menghadapi masalah besar, di perusahaan kita kedatangan Raden Tukimin dan anak buahnya yang akan memaksa kita untuk menyerahkan perusahaan kita kepada mereka.” “Apa? Kurang ajar, bagaimana mungkin ada orang yang bisa begitu kurang ajar dan tidak punya malu seperti itu. Apakah kamu tidak bisa mengusir mereka?” “Tidak bisa Boss, mana mungkin saya berani mengusir Raden Tukimin dan anak buahnya. Mereka adalah konglomerat besar di kota Jakarta ini, sebelumnya perusahaan memang sudah di serang mereka, sebelum Denmas Jaka mengakuisisi PT
Bab 164. MASALAH PADA PERUSAHAAN JAKA KELUD Batin Mayang berkecamuk di penuhi dengan kekaguman terhadap Jaka Kelud yang begitu mudahnya memberi uang kepadanya untuk membayar sewa kost rumah kontrakannya. Mata Mayang tidak lepas mengikuti kepergian Jaka kelud, hingga mobil mewah Jaka menghilang di jalan kampung. Mata indah Mayang mulai berkabut ketika mobil Jaka kelud menghilang dari pandangannya, dia masih tetap berdiri di tempatnya semula. Nafas Mayang sedikit tersendat menahan isak yang tidak bisa ditahan, sebelum isak tangisnya mulai terdengar orang lain, dia segera berlari memasuki kamar kostnya. Sementara itu Jaka Kelud yang sudah meninggalkan tempat kost Mayang, di dalam mobilnya tersenyum kecut mengingat pertemuannya dengan mahasiswa yang begitu berani menawarkan tubuhnya, demi untuk bisa membayar sewa kamar kostnya. Tadi Jaka sengaja tidak bertanya asal kampung Mayang, karena dia hanya mampir saja di kota Semarang ini. “Ternyata r
Bab 163. MALAIKAT TAK BERSAYAP Jaka menatap wajah Mayang dengan perasaan dongkol, bagaimana dia tidak dongkol kalau kebaikannya dimanfaatkan wanita yang tidak dikenalnya ini. “Baiklah, saya akan menemani menemui ibu kost,” kata Jaka Kelud pada akhirnya. Kemudian mereka berdua keluar dari mobil, ibu kost dan para penghuni rumah kontrakan juga memandang ke arah mereka penuh dengan penasaran. “Hei Mayang, kamu datang dengan siapa? Apa kamu sudah punya uang untuk membayar sewa kontrakan?” Terdengar suara seorang wanita menyebut nama Mayang yang merupakan penghuni rumah kontrakannya. Mayang segera mendatangi ibu kost sambil menggandeng tangan Jaka Kelud, setelah berada didepan ibu kost, Mayang segera berkata, “Bu Siti, maaf saya terlambat membayar kost. Perkenalkan ini mas Jaka yang akan membayar tunggakan sewa kontrakan saya.” Ekspresi wajah Jaka Kelud langsung menjadi buruk, begitu mendengar perkataan Mayang. “Apa maksudmu ini?” kata J
Bab 162. RAYUAN MAYANG Jaka langsung terdiam mendengar perkataan Mayang, wanita cantik yang datang entah dari mana ke mejanya. Melihat Jaka Kelud terdiam dan tidak jadi pergi, Mayang segera melanjutkan perkataannya, “sebenarnya saya sedang kesusahan untuk membayar sewa kontrakan, karena itulah saya berani mendekati anda.” Jaka tetap diam, tidak ada keinginan untuk bertanya maupun simpati atas perkataan Mayang. Melihat sikap Jaka yang pasif, sekali lagi Mayang mulai berkata, “Sebenarnya saya masih kuliah semester tiga, tapi… karena saya berasal dari keluarga miskin akhirnya saya menjajakan tubuh saya agar bisa membiayai kuliah dan hidup saya di kota Semarang ini.” Jaka masih tetap diam, hanya saja dahinya tampak berkerut begitu mendengar pengakuan Mayang, kalau dia adalah seorang penjaja cinta atau pelacur. Rasa sesak mulai menyesakkan dada Jaka Kelud mendengar pengakuan ini, ternyata bagi wanita yang berasal dari keluarga miskin dan mempunyai iman y
Bab 161. PELACUR KESEPIAN “Sialan aku telah dikadali kedua gadis sialan ini, baiklah mungkin memang tidak seharusnya aku berebut dengan kedua gadis ini,” gumam Jaka Kelud sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian Jaka Kelud meninggalkan kedua gadis belia itu dan menuju ke saung utama yang merupakan bangunan joglo yang cukup besar, yang bisa menampung dua puluh meja. “Sepertinya saya harus duduk beramai-ramai dengan banyak orang di joglo ini,” gumam Jaka Kelud yang segera duduk di salah satu meja yang kosong. Setelah duduk di meja yang kosong, Jaka meletakkan nomor meja yang dibawanya. Memang di Cafe ini nomor meja tidak berurut, karena setiap pelanggan bebas memilih meja dimanapun mereka akan makan dengan meletakkan nomor meja yang dipasang pada sebuah tongkat kecil yang bisa di letakkan di atas meja yang mereka pilih. Tak lama kemudian pesanan Jaka kelud datang diantar pelayan, saat sedang menikmati makan malamnya. Tiba-tiba
Bab 160. REBUTAN TEMPAT “Eh nak Jaka, kenalkan ini pak Ir Hendra, arsitek yang akan membantu mengawasi pembangunan rumah nak Jaka,” kata lurah Bambang memperkenalkan pria yang terlihat berpendidikan disampingnya. “Saya Jaka, tolong dibantu ya pak,” kata Jaka sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Ir Hendra. “Baik mas, anda tenang saja, saya pasti akan memberikan hasil yang memuaskan anda. Saya juga tidak ingin mengecewakan kepercayaan pak Lurah,” kata Ir Hendra sambil menyambut uluran tangan Jaka Kelud. Setelah itu mereka bertiga berbincang cukup serius membahas pembangunan rumah Jaka Kelud. Ternyata Ir Hendra lebih lengkapnya Ir Hendra Putra cukup berpengalaman dalam proyek pembangunan rumah. Bahkan dia memberi ide yang sangat bagus mengenai konstruksi dan dekorasi rumah yang akan dibangun. Sementara itu Suminten yang melihat begitu banyak orang bekerja di rumahnya tampak bersemangat. Bahkan banyak warga kampung y
Bab 159. MENGHIBUR SUMINTEN Melihat ibunya tampak gemetar memegang uang pemberiannya, Jaka Kelud segera berpindah tempat duduknya dan duduk di samping Suminten. “Mak, itu uang hasil kerja Jaka di Jakarta. Mulai sekarang emak tidak perlu bekerja menjual sayur lagi. Emak itu sudah tua, jadi Jaka ingin emak bersantai saja di rumah dan tidak perlu bekerja menjual sayur di pasar. Kalau emak memang ingin tetap jualan sayur, sebaiknya emak memanggil orang untuk menjualnya ke pasar,” kata Jaka Kelud sambil memeluk bahu Suminten dengan penuh kasih sayang. Sepasang mata tua Suminten tiba-tiba berkabut begitu mendengar perkataan Jaka Kelud. Dalam hati, Suminten tidak menyangka kalau anak yang dipungutnya di sungai melakukan dirinya dengan begitu baik setelah dia dewasa. Perasaan haru inilah yang membuat sepasang mata Suminten berkaca-kaca dan dengan sembunyi-sembunyi berusaha mengusap matanya yang akan menjatuhkan bulir air mata. “Mak, nanti mungkin pak Lur
Bab 158. KETERKEJUTAN SUMINTEN “Tapi kalau kamu memang punya uangnya, maka tidak masalah jika kamu ingin merenovasi rumah orang tuamu,” kata lurah Bambang melanjutkan perkataannya setelah menjeda perkataannya. Kemudian mereka mulai melakukan pembicaraan serius untuk merenovasi rumah orang tua Jaka Kelud. Dan sebagai bukti kalau Jaka Kelud serius dengan rencananya, dia mentransfer uang sebanyak lima ratus juta sebagai modal awal renovasi rumah orang tuanya. “Pak Lurah, uangnya sudah saya transfer. Nanti akan saya kirim lagi jika uang ini sudah habis. Saya mempercayakan pembangunan rumah ini kepada anda,” kata Jaka Kelud dengan nada penuh dengan pengharapan. Maklumlah, Jaka sebagai anak dari keluarga miskin, sama sekali tidak punya orang yang bisa dipercaya selain lurah Bambang yang terkenal bijaksana dan amanah. “Baiklah, saya akan segera mencari pekerja untuk merenovasi rumah orang tuamu dan melakukan pemesanan materialnya ke toko bangunan.”