Raja Kelelawar Hitam menatapnya dengan mata merah yang dingin. "Aku menawarkan perjanjian. Bekerjalah untukku sebagai mata dan telinga. Cari tahu siapa sosok bertopeng itu, dan laporkan padaku segala yang kau temukan.""Dan apa yang hamba dapatkan sebagai balasannya, Tuanku?" tanya An Ying, meski ia sudah bisa menebak jawabannya.Raja Kelelawar Hitam mengeluarkan sebuah kotak kecil dari balik jubahnya. Ia membukanya, menampakkan sebuah pil hitam yang mengeluarkan aura dingin dan bau busuk yang menyengat."Pil Iblis Pemulih Jiwa," ucap Raja Kelelawar Hitam. "Dapat menyembuhkan luka dalam terparah sekalipun dalam waktu singkat. Bahkan kultivator yang berada di ambang kematian bisa pulih sepenuhnya."An Ying menatap pil itu dengan campuran keraguan dan keinginan. Pil Iblis Pemulih Jiwa adalah artefak legendaris yang hanya pernah ia dengar dalam cerita. Konon, pil ini dibuat dengan jiwa seribu kultivator, diproses dengan teknik terlarang yang hanya dikuasai oleh beberapa iblis terkuat."B
Bulan purnama telah berganti menjadi bulan sabit, lalu menghilang, dan kembali muncul sebagai bulan purnama yang sempurna—bagai mata langit yang mengawasi dunia fana.Tujuh hari telah berlalu sejak An Ying, sang Pimpinan, Kultivator dari Sekte Bayangan Kegelapan, bersumpah setia pada Raja Kelelawar Hitam—penguasa yang namanya hanya dibisikkan di sudut-sudut gelap Kota Bian Cheng.Tujuh hari tanpa mengenal lelah, mengendap bagaikan bayangan di setiap sudut kota yang dikenal sebagai pusat perdagangan dan intrik di Lembah Lima Sungai.An Ying berdiri bagai patung giok di atap Menara Awan Senja, bangunan tertinggi kedua di Kota Bian Cheng. Matanya yang tajam bagai elang gunung mengawasi jalanan berliku-liku di bawah.Jubah hitam bertenunan sutra bayangan—harta rampasan dari pertarungannya melawan Ketua Sekte Awan Berdarah—berkibar lembut tertiup angin malam, menyamarkan sosoknya dengan bayang-bayang hingga hampir tak terlihat oleh mata biasa.Luka-luka di tubuhnya, termasuk sayatan dalam
Si pengemis tua berdehem, melirik ke kiri dan kanan seolah khawatir tembok pun memiliki telinga, sebelum berbicara dengan suara yang nyaris berbisik."Tuan mencari bahaya," ucapnya dengan nada serius. "Di Kota Bian Cheng, ada hal-hal yang lebih baik dibiarkan tak terjamah, rahasia-rahasia yang lebih baik tidak diketahui. Bahkan mata-mata Kaisar pun tidak berani menyelidiki terlalu dalam."An Ying melemparkan kantung sutra lain, kali ini lebih berat, menimbulkan suara dentingan yang lebih nyaring. "Aku siap menghadapi bahaya," ucapnya dengan nada yakin. "Dan aku rela membayar harga yang setimpal untuk informasi yang berharga."Si pengemis tua menatap kantung kedua tersebut, lalu menghela napas panjang—campuran antara pasrah dan kekhawatiran. "Baiklah. Tapi berjanjilah pada langit dan bumi, jangan pernah katakan bahwa informasi ini berasal dari kami. Kami hanyalah pengemis tua yang ingin hidup hingga esok hari."Ia memberi isyarat pada An Ying untuk mendekat, lalu berbisik dengan suara
Distrik Terlarang terhampar seperti sebuah luka lama pada tubuh Kota Bian Cheng, jauh berbeda dari keramaian dan kemewahan distrik lainnya. Tidak ada lentera merah yang menyala menyambut jiwa-jiwa yang tersesat, tidak ada suara obrolan para pedagang atau tawa anak-anak yang bermain.Hanya keheningan mencekam yang sesekali dipecahkan oleh suara burung hantu pembawa pertanda atau lolongan anjing liar yang mengutuk nasib mereka sendiri.Selagi melangkah semakin dalam ke jantung Distrik Terlarang, An Ying merasakan perubahan dalam aliran qi di sekitarnya. Udara terasa lebih berat, seolah ribuan jiwa tertambat di antara dunia manusia dan alam baka.Ia mengaktifkan teknik "Mata Batin Sembilan Langit"—kemampuan khusus Sekte Bayangan Kegelapan yang memungkinkannya melihat energi-energi spiritual dan jejak qi yang tersisa.Bangunan-bangunan di sekitarnya tampak bagai mayat-mayat tua yang belum dikubur—kehilangan kehormatan namun masih berdiri. Beberapa sudah runtuh sebagian, tulang-tulang kayu
Suara mekanisme bergerak kembali terdengar, dan lantai batu bergeser, menampakkan tangga spiral yang sama. An Ying tersenyum puas, sedikit terkejut bahwa ia berhasil pada percobaan pertama."Zhi zhe bu yan, gao zhe bu zhuan," gumamnya, mengutip pepatah kuno yang berarti 'Orang bijak tak perlu banyak bicara, orang hebat tak perlu banyak berkomentar'.Dengan kewaspadaan tinggi, ia menuruni tangga spiral, satu tangan siap menarik *Pedang Pemburu Iblis* yang tersembunyi di punggungnya.Tangga itu jauh lebih panjang dari yang ia perkirakan, meliuk dan berkelok tajam, menukik semakin dalam ke bawah tanah. Dindingnya terbuat dari batu hitam yang diukir dengan simbol-simbol aneh yang berkilau kebiruan ketika ia lewati—mungkin semacam formasi pelindung atau pengawas.Tangga itu diterangi oleh lentera-lentera kecil berbentuk bulan sabit yang memancarkan cahaya biru pucat, tidak menggunakan minyak atau api, melainkan dengan kristal-kristal bercahaya yang hanya bisa ditemukan di dasar Danau Berka
Tubuh An Ying membeku di tempat persembunyiannya. Matanya tidak percaya dengan pemandangan di hadapannya. Samar-samar, ia mendengar suara-suara mencurigakan dari ruangan itu—suara-suara yang tampaknya berasal dari pertemuan rahasia. Perlahan, An Ying mengintip ke dalam, dan apa yang dilihatnya membuat napasnya tercekat.Sosok berjubah putih dengan bordir awan emas yang duduk di tengah ruangan itu—sosok yang memimpin seluruh pertemuan rahasia ini—adalah orang yang rasanya sangat dia kenal."Pemimpin Ling Xiao?" bisiknya nyaris tidak bersuara.Tak mungkin salah.Wajah aristokratik dengan jenggot putih tipis itu adalah milik Ling Xiao, Pemimpin Sekte Cahaya Surgawi dari wilayah Utara—salah satu sekte ortodoks yang paling dihormati di seluruh kekaisaran. Sosok yang selama ini dikenal sebagai simbol kemurnian dan kebenaran, kini terlihat duduk di tengah ruangan dengan aura kegelapan yang pekat.Napas An Ying tercekat. Pikiran-pikiran berkecamuk dalam benaknya. Bagaimana mungkin? Manusia s
Dengan gerakan tiba-tiba, An Ying melemparkan lima jarum hitam ke arah kedua lawannya. Salah satu berhasil menghindar, namun yang lain terkena di leher dan langsung tumbang."Sialan!" umpat sosok yang tersisa, semakin marah."Kau akan mati perlahan, dengan cara yang sangat menyakitkan!"An Ying tahu dia tidak bisa bertahan lebih lama. Tangannya gemetar saat merogoh kantong penyimpanan, mencari benda yang diberikan Raja Kelelawar Hitam.“Jimat teleportasi... dimana...”Sosok bertopeng tengkorak melesat maju, cakar besinya siap mencabik. An Ying akhirnya menemukan jimat yang dicari. Dengan sisa tenaganya, dia mengaktifkan jimat itu sambil membisikkan lokasi pertemuan dengan Raja Kelelawar Hitam."Kau tidak akan lolos!" Sosok bertopeng itu berteriak marah, cakarnya hampir mencapai leher An Ying.Namun terlambat. Dalam kilatan cahaya hitam, tubuh An Ying menghilang, meninggalkan sosok bertopeng itu menerjang udara kosong.+++Di kuil tua yang hampir runtuh di tepi Hutan Kabut Ungu, Rong T
Ribuan lentera merah berselimut qi api menyala sepanjang lorong Pavilyun Bunga Peony—rumah hiburan paling mewah di Distrik Kesenangan Kota Bian Cheng. Cahayanya berpendar lembut, menciptakan atmosfer kemuliaan duniawi yang kontras dengan kegelapan di luar.Malam sudah melewati jam zi, namun aktivitas di tempat ini justru mencapai puncaknya seperti naga yang baru terbangun.Suara tawa para bangsawan, alunan melodi guzheng, dan denting cawan arak berpadu dalam simfoni kemewahan yang khas.Yin Shan berdiri di tepi panggung utama yang dihiasi ukiran phoenix dan naga, kedua matanya tak lepas dari sosok gadis jelita yang jemarinya menari bagai kupu-kupu di atas pipa berwarna giok.Jubah hitamnya yang dihiasi bordir emas menandakan statusnya yang tinggi. Sebagai murid inti Sekte Tengkorak Api dan murid langsung Ketua Sekte Ku Lou Huang, ia terbiasa dipandang dengan penuh hormat dan rasa takut. Namun malam ini, ada kegelisahan yang mengalir di meridian tubuhnya.Keringat dingin membasahi tel
* Bab Ekstra.Terima kasih gemnya gaesDari balik gundukan es, Rong Tian menyaksikan pemandangan yang mencengangkan. Bukan sekadar pertarungan kecil yang ia kira—melainkan pertempuran skala besar antara dua kelompok kultivator.Kilatan pedang dan ledakan qi menerangi padang es dalam cahaya merah dan biru yang menyilaukan mata, menciptakan aurora mengerikan yang memantul di permukaan salju."Sekte Bulan Darah," gumam Rong Tian, mengenali simbol bulan merah pada jubah salah satu kelompok. "Mengapa mereka berada di sini?"Duan Meng bergerak sedikit di belakangnya, mata kosongnya fokus pada pertarungan. "Tuanku, lawan mereka mengenakan jubah putih dengan simbol pedang es—seperti kultivator yang kita lihat di padang es sebelumnya.""Sekte Pedang Salju," bisik Rong Tian, keningnya berkerut dalam. "Mereka muncul lagi."Pertarungan di bawah semakin sengit. Puluhan kultivator Sekte Bulan Darah mengepung dengan formasi bulan sabit, qi merah darah mereka berputar membentuk kabut beracun yang meng
Fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika tiga sosok berjubah hitam melangkah keluar dari gerbang utara Kota Benteng Utara.Salju masih turun perlahan, namun tidak cukup lebat untuk menghalangi pandangan. Udara dingin menusuk tulang, membuat para penjaga gerbang menggigil dalam balutan mantel bulu mereka."Kalian gila pergi ke utara di musim seperti ini," komentar penjaga gerbang dengan suara gemetar. "Tak ada yang di sana selain kematian beku."Rong Tian tersenyum tipis di balik kerudungnya. "Terkadang kematian menyimpan harta yang lebih berharga dari kehidupan," jawabnya skeptis, melempar sekantong koin perak kepada penjaga yang kebingungan.Tanpa menunggu balasan, tiga sosok itu melangkah menembus kabut salju tipis, meninggalkan Kota Benteng Utara. Di depan mereka terbentang padang es luas tanpa ujung, dihiasi pohon-pohon pinus tua yang kokoh menjulang seperti penjaga abadi di tanah beku.Rong Tian melangkah di depan, diikuti Duan Meng dan Fan Liu yang bergerak dalam diam.Ketiga s
Salju turun tanpa henti di Kota Benteng Utara, menyelimuti jalanan berbatu dengan lapisan putih tebal yang menghalangi aktivitas penduduk.Tujuh hari telah berlalu sejak pertarungan berdarah di padang es, namun bagi Rong Tian, waktu terasa berjalan begitu lambat seperti siksaan abadi.Di sebuah penginapan sederhana di sudut kota yang jarang dilalui orang, Rong Tian duduk bersila di lantai kayu, menghadap jendela yang membeku oleh kristal es.Mata tajamnya menerawang jauh, sementara tangannya menggengam erat pecahan peta yang berhasil ia dapatkan dari sisa-sisa pertarungan sebelumnya—satu-satunya yang tersisa setelah Huang Wenling merebut pecahan lainnya.‘Tujuh hari,’ batinnya geram.‘Tujuh hari terbuang sia-sia tanpa petunjuk!’Napasnya membentuk uap putih di udara dingin kamar penginapan. Sejak kembali dari padang es, ia telah menggunakan segala cara untuk mencari informasi tentang Air Terjun Sembilan Naga di Puncak Tiga Bintang Utara—tempat di mana Dataran Jin Cao tersembunyi.Ia m
Mendadak energi Qi yang berbahaya, memiliki aura gelap kematian menghantam Rong Tian."WUUUSSH!"Sebuah kilatan qi hijau keemasan menyambar tempat Rong Tian berdiri sedetik sebelumnya, meninggalkan kawah baru di permukaan es.Serangan yang luar biasa kuat, mengandung qi murni tingkat Eliksir Emas—jauh melampaui tingkat Kuasi Eliksir Emas milik Rong Tian."Refleks yang bagus, anak muda," suara feminin yang jernih namun penuh otoritas memecah keheningan malam.Rong Tian menyipit, menatap ke arah datangnya serangan. Di bawah sinar bulan sabit yang kini terlihat jelas, sosok seorang wanita melayang turun dengan anggun.Tubuhnya dibalut jubah hijau keemasan yang terbuka di bagian pinggang, memperlihatkan kulit mulus yang kontras dengan usianya yang terlihat tidak muda lagi.Rambutnya yang hitam dengan beberapa helai putih tersanggul tinggi dengan hiasan giok, wajahnya cantik dengan mata tajam dan bibir merah yang melengkung dalam senyum mengejek.Rong Tian merasakan tekanan qi luar biasa d
Malam semakin larut di padang es. Salju turun semakin lebat, butiran-butiran putih tebal berjatuhan dari langit kelam bagaikan tirai sutra yang tak berujung.Angin utara bertiup kencang, membawa udara dingin yang menusuk hingga ke sumsum tulang, membuat dahan-dahan pinus tua bergesekan, menghasilkan suara gemersik menyeramkan seperti bisikan arwah penasaran.Temperatur terus menurun, mengubah permukaan padang es menjadi cermin raksasa yang memantulkan cahaya bulan sabit yang sesekali mengintip dari balik awan hitam.Di tengah padang es yang luas, dua sosok masih berdiri tegak meski tubuh mereka dipenuhi luka. Darah mereka mengucur, membeku seketika begitu menyentuh permukaan es, menciptakan bunga-bunga merah gelap yang kontras dengan putihnya salju.Pemimpin Sekte Tengkorak Api, dengan jubah hitam berlumuran darah, menggenggam erat pecahan peta di tangan kirinya sementara tangan kanannya membentuk segel rumit. Topeng tengkoraknya telah retak, mengungkapkan separuh wajah keriput dengan
"Cukup!" pemimpin jubah hitam mengangkat tangannya."Inilah perjanjian kita: kami menyerahkan pecahan peta Dinasti Xi Tian, kalian memberikan lokasi persis Dataran Jin Cao."Udara di padang es semakin berat dengan tekanan qi yang saling beradu. Rong Tian menahan napas, akhirnya ada petunjuk tentang Dataran Jin Cao yang ia cari."Serahkan pecahan peta terlebih dahulu," tuntut pemimpin jubah putih, tangannya bergerak ke arah gagang pedang di punggungnya."Ah, tidak secepat itu," balas pemimpin jubah hitam."Beritahu kami lokasi Dataran Jin Cao, lalu kita lakukan pertukaran secara bersamaan."Hening sesaat. Ketegangan meningkat hingga butiran salju di sekitar mereka berubah menjadi kristal es karena tekanan qi yang meletup-letup."Baiklah," akhirnya sosok jubah putih menyetujui."Dataran Jin Cao terletak di lembah tersembunyi antara Tiga Puncak Bintang Utara, tepat di bawah Air Terjun Sembilan Naga."Rong Tian mengerutkan kening. ‘Tiga Puncak Bintang Utara?’‘Itu hanya legenda... omong
Langit Kota Benteng Utara berwarna kelabu, matahari tersembunyi di balik awan tebal yang mengancam menurunkan salju.Tiga hari telah berlalu sejak pembantaian di Hutan Xian Yun, namun bagi Rong Tian, waktu terasa berjalan begitu lambat. Ia duduk di atap sebuah penginapan kecil, jubah hitamnya berkibar pelan ditiup angin dingin dari utara.Dataran Jin Cao, Rong Tian menggumam dalam hati, matanya menyipit menatap cakrawala yang semakin gelap. Di mana tempat terkutuk itu berada?Tiga hari penuh ia menyusuri setiap sudut Kota Benteng Utara, menyamar sebagai pedagang biasa, mendengarkan percakapan di kedai arak, menyuap penjaga untuk informasi tentang pergerakan tidak biasa, bahkan memeriksa arsip-arsip tua di perpustakaan kota. Hasilnya? Nihil."Sial," gerutunya, kepalan tangannya menghantam genteng hingga retak.Keputusasaan mulai menggerogoti kesabarannya.Kota Benteng Utara terlihat begitu normal—para pedagang berdagang, penjaga kota berpatroli dengan malas, anak-anak bermain di jalan-
"Bicara," perintah Raja Kelelawar Hitam tanpa emosi, satu jarinya terangkat sedikit, membuat salah satu belati bayangan menggores pipi Alp Tegin, meninggalkan luka yang mengeluarkan darah hitam."Atau kematianmu akan berlangsung lama dan menyakitkan."Alp Tegin tertawa keras meski darah menetes dari mulutnya, sikap seorang prajurit sejati yang menolak menyerah."Kau terlambat, Raja Kelelawar Hitam. Pasukan utama sudah tiba tiga hari lalu. Putri Ayrin sendiri yang memimpin mereka dengan tiga ribu pasukan elite. Mereka mungkin sudah mencapai reruntuhan Dataran Jian Chao saat ini. Kami hanyalah pengalih perhatian jika terjadi masalah seperti ini."BOOM!Mata Raja Kelelawar Hitam melebar sedikit di balik topengnya, satu-satunya tanda keterkejutan yang ia tunjukkan. ‘Tiga hari lalu? Itu berarti ia telah salah perhitungan dan tertinggal jauh dari rencana.’"Dan kau ingin tahu yang paling lucu?" lanjut Alp Tegin dengan tawa lemah yang berubah menjadi batuk berdarah."Putri Ayrin mengatakan p
"Bertahan! Alirkan qi ke telinga kalian!" teriak Alp Tegin, sendiri berlutut menahan sakit luar biasa di kepalanya seperti ribuan jarum menusuk otaknya."Jangan biarkan qi jahat memasuki meridian kalian!"Namun perlawanan mereka semakin melemah, seperti lilin yang meleleh di bawah terik matahari. Di tengah kabut hitam, zombie Fan Liu mengalirkan qi jahat ke tangannya, membentuk cakar dari energi hitam yang berkilauan dengan simbol-simbol kuno."Jurus Cakar Setan!" sorak Raja Kelelawar Hitam, nada serulingnya mencapai puncak intensitas, mengirimkan perintah dengan energi spiritual ke setiap zombie di medan pertempuran.Fan Liu melesat maju dengan kecepatan mengerikan yang tidak sesuai dengan tubuhnya yang kaku, meninggalkan jejak bayangan hitam di belakangnya.Tangannya yang diperkuat qi iblis menebas barisan prajurit tanpa ampun. Lima prajurit terpotong sekaligus, tubuh mereka terbelah seperti terkena pedang pusaka tertajam, qi kehidupan mereka tersedot ke dalam cakar hitam Fan Liu."