Rong Tian masih terpaku pada gadis pemain pipa, tatapannya tak beranjak. Tiba-tiba, sebuah tepukan keras mendarat di bahunya!"Hei, kau! Apa yang kau lakukan, berdiri bagai arca batu?" Kepala pelayan berdiri di belakangnya, wajahnya merah padam. "Para tamu di meja sebelah sudah menanti arak segar! Cepat layani mereka!"Rong Tian segera menundukkan kepala, berpura-pura ketakutan. "Maafkan saya, Tuan. Saya akan segera.""Dasar tak berguna! Kalau bukan karena kekurangan pelayan malam ini, sudah kutendang kau keluar!" omel kepala pelayan itu sebelum berlalu, melanjutkan omelannya pada pelayan lain.Rong Tian menghela napas pelan. Penyamarannya hampir saja terbongkar. Ia harus lebih berhati-hati.Selama satu jam berikutnya, Rong Tian terpaksa menjalankan peran sebagai pelayan, mondar-mandir mengantarkan arak dan hidangan kepada para tamu yang kian mabuk.Matanya tetap waspada, mencari celah untuk menyelinap ke ruangan VIP di balik tirai merah.Kesempatan itu akhirnya tiba, ketika pertunjuk
"Sepertinya kita kedatangan tamu tidak diundang, Tuan-tuan," ucap Yue Lin dengan suara dingin dan tegas, sangat berbeda dengan suara lembutnya saat bernyanyi di panggung.Tanpa peringatan lebih lanjut, tangan Yue Lin bergerak secepat kilat. Dari lengan bajunya, tiga belati perak melesat ke arah pintu. Belati-belati itu berputar di udara dengan kecepatan luar biasa, memancarkan kilatan energi spiritual yang hanya bisa dihasilkan oleh kultivator tingkat Kuasi Eliksir Emas."Pedang Bayangan, lindungi tuanmu," bisik Rong Tian dengan tenang.Seketika, sebilah pedang hitam muncul di hadapannya, bergerak sendiri tanpa disentuh. Pedang itu berputar dengan kecepatan tinggi, menciptakan perisai energi yang menangkis ketiga belati Yue Lin.TRANG! TRANG! TRANG!Suara benturan logam bergema di lorong, diikuti percikan api dari gesekan pedang dan belati. Ketiga belati Yue Lin terpental ke berbagai arah, menancap di dinding lorong."Kultivator tingkat tinggi!" teriak Yue Lin, wajahnya memucat. "Pan
Dua minggu berlalu sejak kejadian di Pavilium Anggrek. Dunia persilatan Kekaisaran Bai Feng tampak tenang, seolah badai besar yang akan datang masih tersembunyi di balik awan-awan gelap yang menggantung di cakrawala.Di kejauhan, di hamparan luas Gurun Hadarac yang gersang, tampak iring-iringan kecil bergerak perlahan dari arah barat. Matahari senja menyinari pasir-pasir keemasan, menciptakan pemandangan yang memukau sekaligus mematikan. Gurun Hadarac terkenal dengan panasnya yang menyengat di siang hari dan dinginnya yang menusuk tulang di malam hari.Iring-iringan itu terdiri dari sebuah kereta mewah yang ditarik oleh empat ekor kuda putih bersih. Kereta tersebut dihiasi ukiran-ukiran rumit berwarna emas dan merah, dengan tirai sutra tipis menutupi jendela-jendelanya. Di belakang dan di depan kereta, dua belas tentara menunggang kuda dengan gagah, mengenakan baju zirah ringan berwarna merah dengan lambang matahari terbit—simbol Kekaisaran Matahari Emas.Para tentara itu membawa s
Angin gurun bertiup lembut, menggerakkan pasir-pasir halus di sekitar kereta mewah dan para pengawalnya yang kini dikelilingi oleh lima puluh perampok. Matahari senja menyinari pemandangan tegang itu, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang menari di atas pasir keemasan.Hanim berdiri dengan anggun di hadapan pemimpin perampok yang masih terpana oleh kecantikannya. Senyum manis tersungging di bibirnya, namun matanya yang biru cemerlang tetap dingin dan waspada."Bagaimana, Tuan Perampok?" tanya Hanim dengan suara selembut sutra. "Apakah kau tertarik dengan tawaranku?"Pemimpin perampok menelan ludah dengan susah payah. Wajahnya yang penuh jerawat semakin memerah. Dia turun dari kudanya dengan gerakan canggung, lalu berjalan mendekati Hanim dengan langkah yang tidak stabil."T-tentu saja," jawabnya dengan suara serak. "Apa... apa yang kau tawarkan, Nona Cantik?"Hanim tertawa kecil, suaranya bagai denting lonceng perak yang merdu. Dia mengulurkan tangannya yang lentik, menyentuh pip
Rong Tian duduk bersila di atas batu besar di tengah Hutan Kabut Ungu, berusaha bermeditasi di bawah cahaya bulan yang menembus kabut tebal. Sudah tiga hari dia bersembunyi di hutan ini, namun konsentrasinya terus terganggu.Suara geraman rendah terdengar dari kegelapan, diikuti oleh kilatan mata merah yang mengintai dari balik semak-semak. Ini adalah kali kelima dalam satu malam binatang iblis mencoba mendekatinya, tertarik oleh energi spiritual yang dipancarkan Rong Tian selama bermeditasi."Cukup sudah," gumam Rong Tian sambil membuka matanya. Dia bangkit berdiri, menepuk-nepuk jubah hitamnya yang kotor oleh debu dan daun kering.Hutan Kabut Ungu memang terkenal dengan aura mistisnya yang kuat, tempat yang sempurna untuk bersembunyi. Namun, hutan ini juga menjadi habitat bagi berbagai binatang iblis yang terbentuk dari energi jahat yang terkumpul selama berabad-abad. Binatang-binatang ini terus mengganggu Rong Tian, membuatnya sulit untuk berkonsentrasi pada kultivasi."Gurun Had
Dua minggu berlalu dengan cepat. Rong Tian telah menghabiskan waktu tersebut di kedalaman Abyss of Suffering, tempat pemakaman kuno di Gurun Hadarac. Di sana, ia bermeditasi dan menyerap energi gelap untuk meningkatkan kultivasi iblisnya.Duduk bersila di atas batu hitam yang dingin, Rong Tian membuka matanya perlahan. Cahaya merah samar terpancar dari matanya sebelum kembali normal. Ia bisa merasakan kekuatannya bertambah, meski belum cukup untuk menembus ke tahap Eliksir Emas sepenuhnya."Sudah waktunya kembali ke Biramaki," gumamnya sambil bangkit berdiri. "Aku perlu tahu perkembangan situasi terbaru."Dengan gerakan ringan, Rong Tian melompat tinggi ke udara. Jubah hitamnya berkibar, mekanisme baling-baling tersembunyi di dalamnya aktif, membuatnya melayang di atas pemakaman kuno. Sepatu spiritualnya bersinar samar, siap membantunya melakukan perjalanan jauh."Qinggong Raja Kelelawar: Terbang Seribu Li," bisiknya.Seketika, tubuhnya melesat ke arah timur, menuju Kota Biramaki. Ke
Mata Hanim sedikit menyipit, seolah berusaha mengingat atau mengenali sesuatu.Di sisi lain, Hanim terkejut melihat sorot mata pemuda di kerumunan itu. Di antara ratusan wajah yang menatapnya dengan kagum dan pemujaan, hanya satu pasang mata yang menatapnya dengan kewaspadaan seorang kultivator. Mata yang tajam dan dalam, mengingatkannya pada mata naga dalam lukisan kuno—penuh kekuatan tersembunyi dan kecerdasan.Dalam sekejap, Rong Tian mengaktifkan teknik "Kabut Malapetaka" dalam skala kecil, menciptakan kabut tipis yang hanya menyelimuti dirinya. Dengan gerakan cepat yang nyaris tak terlihat, ia mundur dan menyelinap di antara kerumunan, menghilang dari pandangan Hanim.Hanim mengerjapkan mata, berusaha menemukan kembali pemuda misterius itu. Namun, sosoknya telah lenyap, seolah ditelan bumi. Kereta terus bergerak, membawanya menjauh, tapi pikirannya tetap terganggu."Siapa pemuda itu?" batinnya. "Mengapa ia memiliki sorot mata seperti itu? Mata seperti naga..."Sementara itu, R
Di paviliun belakang, Rong Tian menemui ayahnya yang sedang duduk di kursi rotan, membaca gulungan kuno. Wajah pria tua itu yang dulu pucat dan kurus kini tampak lebih segar dan berisi."Ayah," sapa Rong Tian dengan hormat.Ayahnya mengangkat wajah, senyum lebar menghiasi wajahnya yang keriput. "Anakku! Akhirnya kau kembali. Ke mana saja kau selama ini?""Maafkan aku, Ayah. Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan," jawab Rong Tian, berlutut di samping kursi ayahnya. "Bagaimana keadaan Ayah?""Jauh lebih baik berkat perawatan Bibi Lan dan ramuan darimu," jawab ayahnya. Tangan tuanya yang keriput menggenggam tangan Rong Tian dengan kehangatan. "Tapi kau tampak lelah, anakku. Ada apa? Apakah ada masalah?"Rong Tian menggeleng. "Tidak ada yang perlu Ayah khawatirkan. Istirahatlah, aku akan menceritakan perjalananku besok."Setelah memastikan ayahnya baik-baik saja, Rong Tian kembali ke kamarnya di paviliun timur. Ia mengunci pintu, memasang beberapa jimat pelindung di sekitar kamar, lalu
* Bab Ekstra.Terima kasih gemnya gaesDari balik gundukan es, Rong Tian menyaksikan pemandangan yang mencengangkan. Bukan sekadar pertarungan kecil yang ia kira—melainkan pertempuran skala besar antara dua kelompok kultivator.Kilatan pedang dan ledakan qi menerangi padang es dalam cahaya merah dan biru yang menyilaukan mata, menciptakan aurora mengerikan yang memantul di permukaan salju."Sekte Bulan Darah," gumam Rong Tian, mengenali simbol bulan merah pada jubah salah satu kelompok. "Mengapa mereka berada di sini?"Duan Meng bergerak sedikit di belakangnya, mata kosongnya fokus pada pertarungan. "Tuanku, lawan mereka mengenakan jubah putih dengan simbol pedang es—seperti kultivator yang kita lihat di padang es sebelumnya.""Sekte Pedang Salju," bisik Rong Tian, keningnya berkerut dalam. "Mereka muncul lagi."Pertarungan di bawah semakin sengit. Puluhan kultivator Sekte Bulan Darah mengepung dengan formasi bulan sabit, qi merah darah mereka berputar membentuk kabut beracun yang meng
Fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika tiga sosok berjubah hitam melangkah keluar dari gerbang utara Kota Benteng Utara.Salju masih turun perlahan, namun tidak cukup lebat untuk menghalangi pandangan. Udara dingin menusuk tulang, membuat para penjaga gerbang menggigil dalam balutan mantel bulu mereka."Kalian gila pergi ke utara di musim seperti ini," komentar penjaga gerbang dengan suara gemetar. "Tak ada yang di sana selain kematian beku."Rong Tian tersenyum tipis di balik kerudungnya. "Terkadang kematian menyimpan harta yang lebih berharga dari kehidupan," jawabnya skeptis, melempar sekantong koin perak kepada penjaga yang kebingungan.Tanpa menunggu balasan, tiga sosok itu melangkah menembus kabut salju tipis, meninggalkan Kota Benteng Utara. Di depan mereka terbentang padang es luas tanpa ujung, dihiasi pohon-pohon pinus tua yang kokoh menjulang seperti penjaga abadi di tanah beku.Rong Tian melangkah di depan, diikuti Duan Meng dan Fan Liu yang bergerak dalam diam.Ketiga s
Salju turun tanpa henti di Kota Benteng Utara, menyelimuti jalanan berbatu dengan lapisan putih tebal yang menghalangi aktivitas penduduk.Tujuh hari telah berlalu sejak pertarungan berdarah di padang es, namun bagi Rong Tian, waktu terasa berjalan begitu lambat seperti siksaan abadi.Di sebuah penginapan sederhana di sudut kota yang jarang dilalui orang, Rong Tian duduk bersila di lantai kayu, menghadap jendela yang membeku oleh kristal es.Mata tajamnya menerawang jauh, sementara tangannya menggengam erat pecahan peta yang berhasil ia dapatkan dari sisa-sisa pertarungan sebelumnya—satu-satunya yang tersisa setelah Huang Wenling merebut pecahan lainnya.‘Tujuh hari,’ batinnya geram.‘Tujuh hari terbuang sia-sia tanpa petunjuk!’Napasnya membentuk uap putih di udara dingin kamar penginapan. Sejak kembali dari padang es, ia telah menggunakan segala cara untuk mencari informasi tentang Air Terjun Sembilan Naga di Puncak Tiga Bintang Utara—tempat di mana Dataran Jin Cao tersembunyi.Ia m
Mendadak energi Qi yang berbahaya, memiliki aura gelap kematian menghantam Rong Tian."WUUUSSH!"Sebuah kilatan qi hijau keemasan menyambar tempat Rong Tian berdiri sedetik sebelumnya, meninggalkan kawah baru di permukaan es.Serangan yang luar biasa kuat, mengandung qi murni tingkat Eliksir Emas—jauh melampaui tingkat Kuasi Eliksir Emas milik Rong Tian."Refleks yang bagus, anak muda," suara feminin yang jernih namun penuh otoritas memecah keheningan malam.Rong Tian menyipit, menatap ke arah datangnya serangan. Di bawah sinar bulan sabit yang kini terlihat jelas, sosok seorang wanita melayang turun dengan anggun.Tubuhnya dibalut jubah hijau keemasan yang terbuka di bagian pinggang, memperlihatkan kulit mulus yang kontras dengan usianya yang terlihat tidak muda lagi.Rambutnya yang hitam dengan beberapa helai putih tersanggul tinggi dengan hiasan giok, wajahnya cantik dengan mata tajam dan bibir merah yang melengkung dalam senyum mengejek.Rong Tian merasakan tekanan qi luar biasa d
Malam semakin larut di padang es. Salju turun semakin lebat, butiran-butiran putih tebal berjatuhan dari langit kelam bagaikan tirai sutra yang tak berujung.Angin utara bertiup kencang, membawa udara dingin yang menusuk hingga ke sumsum tulang, membuat dahan-dahan pinus tua bergesekan, menghasilkan suara gemersik menyeramkan seperti bisikan arwah penasaran.Temperatur terus menurun, mengubah permukaan padang es menjadi cermin raksasa yang memantulkan cahaya bulan sabit yang sesekali mengintip dari balik awan hitam.Di tengah padang es yang luas, dua sosok masih berdiri tegak meski tubuh mereka dipenuhi luka. Darah mereka mengucur, membeku seketika begitu menyentuh permukaan es, menciptakan bunga-bunga merah gelap yang kontras dengan putihnya salju.Pemimpin Sekte Tengkorak Api, dengan jubah hitam berlumuran darah, menggenggam erat pecahan peta di tangan kirinya sementara tangan kanannya membentuk segel rumit. Topeng tengkoraknya telah retak, mengungkapkan separuh wajah keriput dengan
"Cukup!" pemimpin jubah hitam mengangkat tangannya."Inilah perjanjian kita: kami menyerahkan pecahan peta Dinasti Xi Tian, kalian memberikan lokasi persis Dataran Jin Cao."Udara di padang es semakin berat dengan tekanan qi yang saling beradu. Rong Tian menahan napas, akhirnya ada petunjuk tentang Dataran Jin Cao yang ia cari."Serahkan pecahan peta terlebih dahulu," tuntut pemimpin jubah putih, tangannya bergerak ke arah gagang pedang di punggungnya."Ah, tidak secepat itu," balas pemimpin jubah hitam."Beritahu kami lokasi Dataran Jin Cao, lalu kita lakukan pertukaran secara bersamaan."Hening sesaat. Ketegangan meningkat hingga butiran salju di sekitar mereka berubah menjadi kristal es karena tekanan qi yang meletup-letup."Baiklah," akhirnya sosok jubah putih menyetujui."Dataran Jin Cao terletak di lembah tersembunyi antara Tiga Puncak Bintang Utara, tepat di bawah Air Terjun Sembilan Naga."Rong Tian mengerutkan kening. ‘Tiga Puncak Bintang Utara?’‘Itu hanya legenda... omong
Langit Kota Benteng Utara berwarna kelabu, matahari tersembunyi di balik awan tebal yang mengancam menurunkan salju.Tiga hari telah berlalu sejak pembantaian di Hutan Xian Yun, namun bagi Rong Tian, waktu terasa berjalan begitu lambat. Ia duduk di atap sebuah penginapan kecil, jubah hitamnya berkibar pelan ditiup angin dingin dari utara.Dataran Jin Cao, Rong Tian menggumam dalam hati, matanya menyipit menatap cakrawala yang semakin gelap. Di mana tempat terkutuk itu berada?Tiga hari penuh ia menyusuri setiap sudut Kota Benteng Utara, menyamar sebagai pedagang biasa, mendengarkan percakapan di kedai arak, menyuap penjaga untuk informasi tentang pergerakan tidak biasa, bahkan memeriksa arsip-arsip tua di perpustakaan kota. Hasilnya? Nihil."Sial," gerutunya, kepalan tangannya menghantam genteng hingga retak.Keputusasaan mulai menggerogoti kesabarannya.Kota Benteng Utara terlihat begitu normal—para pedagang berdagang, penjaga kota berpatroli dengan malas, anak-anak bermain di jalan-
"Bicara," perintah Raja Kelelawar Hitam tanpa emosi, satu jarinya terangkat sedikit, membuat salah satu belati bayangan menggores pipi Alp Tegin, meninggalkan luka yang mengeluarkan darah hitam."Atau kematianmu akan berlangsung lama dan menyakitkan."Alp Tegin tertawa keras meski darah menetes dari mulutnya, sikap seorang prajurit sejati yang menolak menyerah."Kau terlambat, Raja Kelelawar Hitam. Pasukan utama sudah tiba tiga hari lalu. Putri Ayrin sendiri yang memimpin mereka dengan tiga ribu pasukan elite. Mereka mungkin sudah mencapai reruntuhan Dataran Jian Chao saat ini. Kami hanyalah pengalih perhatian jika terjadi masalah seperti ini."BOOM!Mata Raja Kelelawar Hitam melebar sedikit di balik topengnya, satu-satunya tanda keterkejutan yang ia tunjukkan. ‘Tiga hari lalu? Itu berarti ia telah salah perhitungan dan tertinggal jauh dari rencana.’"Dan kau ingin tahu yang paling lucu?" lanjut Alp Tegin dengan tawa lemah yang berubah menjadi batuk berdarah."Putri Ayrin mengatakan p
"Bertahan! Alirkan qi ke telinga kalian!" teriak Alp Tegin, sendiri berlutut menahan sakit luar biasa di kepalanya seperti ribuan jarum menusuk otaknya."Jangan biarkan qi jahat memasuki meridian kalian!"Namun perlawanan mereka semakin melemah, seperti lilin yang meleleh di bawah terik matahari. Di tengah kabut hitam, zombie Fan Liu mengalirkan qi jahat ke tangannya, membentuk cakar dari energi hitam yang berkilauan dengan simbol-simbol kuno."Jurus Cakar Setan!" sorak Raja Kelelawar Hitam, nada serulingnya mencapai puncak intensitas, mengirimkan perintah dengan energi spiritual ke setiap zombie di medan pertempuran.Fan Liu melesat maju dengan kecepatan mengerikan yang tidak sesuai dengan tubuhnya yang kaku, meninggalkan jejak bayangan hitam di belakangnya.Tangannya yang diperkuat qi iblis menebas barisan prajurit tanpa ampun. Lima prajurit terpotong sekaligus, tubuh mereka terbelah seperti terkena pedang pusaka tertajam, qi kehidupan mereka tersedot ke dalam cakar hitam Fan Liu."