Share

6

last update Last Updated: 2022-01-10 11:56:39

Mas Haris lalu menarik tubuhku ke atas ranjang, lalu mengempaskannya begitu saja. Pakaian kotor yang tadinya kuhimpun untuk masuk ke keranjang kotor, terpaksa jatuh tergeletak di atas lantai lagi.

            “Gita, kamu itu cantik. Namun, sayang. Terkadang sering kehilangan kontrol,” bisik Mas Haris sembari mengempaskan dirinya di sampingku.

            Aku sudah tak ingin membahas lagi. Sebab, Mas Haris sudah terlanjur jauh menyentuh kelopak pada mekar bunga. Selayaknya seekor kumbang jantan yang terbang mencari nektar di pagi hari, sekarang dia telah menghinggap sempurna di atas tempat jajahannya. Selayaknya sekuntum mawar yang tak bisa berlari atau berteriak, aku pun pasrah begitu saja kala sang kumbang menghisap habis sari-sari madu yang kupunya. Hingga tetes terakhir si kumbang jantan tamak pada bagiannya, tak dibiarkan nektar itu tersisa barang setitik pun. Tipikal tak mau rugi, benakku yang sedikit banyak malah menikmati prosesi ‘perampasan’ sari tersebut.

            Sehabis menunaikan ‘ibadah’ yang satu, suamiku terlelap lelah di sampingku. Tubuhnya cepat-cepat kuselimuti hingga atas dada, sebab takut dia bangun dalam keadaan menggigil kedinginan. Aku yang tak betah langsung tidur saat tubuh terasa lengket, buru-buru masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuh. Kupilih air hangat untuk mandi, sebab tak tahan dengan suhu kamar yang lumayan sejuk sebab pendingin di sini distel 20 oC oleh Mas Haris.

            Segar juga mandi dengan air hangat malam-malam begini. Beban di punggung pun seolah luntur saat rintik-rintik air pada shower mengenai kulit. Mas Haris, meski tadi kami sempat bertengkar hebat, dia kok kepikiran sampai ke sana, ya. Aku jadi heran juga. Ah, sudahlah. Toh, aku langsung merasa bahagia dan teramat senang gara-garanya. Sedikit kulupakan tentang kasus si Fitri. Namun, besok sih aku tidak bisa janji apakah aku bisa tetap setenang ini atau tidak. Seingatku, di kotak P3K masih ada obat pencahar yang kubeli sebulan lalu. Saat itu aku mengalami sembelit selama lima hari dan untuk kali pertama membeli obat tersebut demi bisa buang hajat. Eh, tak tahunya, sebelum minum malah mulas duluan. Oke, sepertinya pil-pil tersebut akan berfungsi pada esok hari. Hehe, maaf ya, Fitri. Kamu nakal sih, jadi anak.

            Selepas mandi, aku yang masih dililit selembar handuk putih, segera bertukar pakaian dengan kimono tidur motif kupu-kupu besar warna hitam. Kusadari ternyata aku terlalu banyak pakaian tidur warna gelap. Harus beli yang warna merah, batinku. Biar Mas Haris tidak sibuk menyebut-nyebut warna si*lan itu lagi. Kesal aku. Apalagi dia bilang kalau warna itu kesukaan Fitri. Perasaan, barang-barang Fitri banyak warna merah muda. Sebenarnya merah itu kesukaan Fitri atau abangnya? Ah, pikiranku kumat lagi. Kurang aj*r! Kenapa dua beradik itu terus-terusan menjajah pikiranku? Lama-lama kerutan di wajah ini bakal bertambah sepuluh kali lipat gara-gara mereka.

            Segera aku naik ke atas ranjang yang sebelumnya kualasi dengan jarik bersih sebab takut meniduri sisa ‘sesuatu’ yang tertumpah di atas sana. Saat mata ini kupejamkan, tetap tak bisa tidur. Pikiranku berat. Sungguh berat. Aku seperti sedang diusik oleh rasa penasaran yang sangat besar tentang misteri hubungan adik-kakak Mas Haris dengan Fitri.

            Aku langsung menyesal saat menyadari ketidakdekatanku dengan Papa mertua. Lelaki tua yang masih sibuk bekerja sebagai direktur operasional perusahaan importir suku cadang kendaraan bermotor tersebut sama sekali jarang berbicara dan berjumpa denganku. Mas Haris juga terlihat enggan mengajak kami untuk bertandang di rumah besarnya yang berjarak sekitar 15 kilometer dari sini. Seharusnya aku bisa mengorek segala informasi dari beliau. Ingin sekali kutanyakan tentang Fitri yang sangat manja dan tidak wajar kepada suamiku. Sebenarnya, apakah memang Fitri dididik seperti itu sejak kecil? Atau karena ada apa? Namun, jika mengingat sosok tinggi besar dengan rambut warna perak dan hampir tak pernah mengulas senyum itu, nyaliku jadi menciut.

            Oh, tidak! Aku benar-benar sulit untuk memejamkan mata. Kuraih ponsel yang tadinya kuletakkan di atas nakas. Saat melihat jam yang tertera di sana, sudah pukul 01.20 ternyata. Astaga, mau jam berapa aku bisa tertidur kalau begini terus.

            Saking tak bisa tidurnya, aku memutar otak. Apalagi yang bisa kubuat malam-malam begini. Akhirnya, mataku tak sengaja menangkap ponsel Mas Haris yang tergeletak di atas nakas pada sisi kiri ranjang, dekat Mas Haris terlelap mendengkur.

            Ponsel itu sungguh tak pernah kupegang dan kuutak atik isinya, sebab suamiku selalu memegang barang tersebut dan tak pernah mengizinkanku untuk membukanya. Pikiranku langsung memberontak. Bagaimana kalau kubuka saja isinya dan menemukan apa yang tersimpan di dalam sana.

            Sungguh, aku semakin tertarik dan merasa begitu penasaran. Tanpa pikir panjang, aku langsung turun dari ranjang. Berjinjit sedikit demi tak membuat kegaduhan. Lalu kemudian kuambil ponsel tersebut dari nakas dan membawanya naik ke atas ranjang lagi.

            Pakai password. Ah, si*l! Sama sekali aku tidak punya clue apa pun tentang kode rahasia yang dia pakai.

            Kucoba beberapa kombinasi angka. Mulai dari tanggal lahirnya, tanggal pernikahan kami, sampai tanggal lahirku sendiri. Ponsel tetap terkunci. Kucoba untuk meletakkan ponsel di depan wajah Mas Haris, siapa tahu bisa membuka pakai deteksi wajah. Tidak bisa juga. Aku ingin menyerah rasanya. Masa aku harus menempelkan jempol Mas Haris ke ponselnya? Ah, mana mungkin. Jangan-jangan dia bakal terbangun dan marah besar akibat kusentuh.

            Otakku tiba-tiba berpikir tentang hari ulang tahun Fitri. Seingatku, gadis itu berulang tahun pada bulan depan tanggal 20. Kucoba akhirnya menekan angka 201202 untuk tanggal 20 bulan 12 tahun 2002. Demi Tuhan, aku sangat tercengang saat mendapati ponsel itu berhasil terbuka.

            Hah? Aku masih terbengong-bengong. Betulan bisa? Berhasil? Apa ini mimpi? Mas Haris membuat tanggal lahir adiknya sebagai kode dari ponsel yang dia miliki? Apa faedahnya? Untuk apa?

            Dadaku semakin sesak. Ini kenapa sih, sebenarnya? Mereka ini ada hubungan apa? Makin menjadi rasa kecewaku saat wallpaper ponselnya berupa foto si gadis nakal tersebut. Sunggingan senyum dari bibir seksi gadis itu terlihat begitu menggoda. Mustahil seorang pria dewasa macam Mas Haris tak menyukai paras secantik ini. Jika hanya sekadar adik-kakak, mengapa hubungan mereka kelewat dekat dan membuatku begitu terbakar kecemburuan?

            Kutahan gemetar tangan. Sekuat tenaga kuyakinkan hati untuk membuka galeri ponsel Mas Haris. Jujur, aku ingin tahu, foto dan video apa saja yang tersimpan di sana.

            Dadaku berdegup sangat kencang saat tiba di awal galeri. Foto-foto terbaru yang dibidik kamera ponsel itu tak ada yang mencurigakan. Keramaian di kafe Antariksa milik Mas Haris, booth-booth minuman RisTime yang kini menjamur di seluruh penjuru kota dan bahkan merambah ke kota lain, kemudian gambar-gambar Mas Haris bersama para karyawannya.

            Aku tak menyerah. Kucari folder lain yang berisi gambar. Mataku membeliak saat menatap sebuah folder yang diberi nama ‘My Sweety’. Coba tebak apa yang ada di dalam sana? Ya, gambar diri Fitri semua!

            Banyak foto selfie di sana. Ada Fitri sedang mengenakan seragam SMA, Fitri tengah belajar kelompok dengan teman-temannya, Fitri bergaya OOTD di depan bangunan tua bersejarah, Fitri tengah di kolam renang dengan bikini one piece yang melihatkan lekuk tubuh aduhainya, dan … Fitri sedang mengenakan kimono tidur warna merah motif merak yang sangat elegan.

            Foto itu memperlihatkan pose Fitri yang beragam. Mulai dari duduk dengan rambut yang dicepol ke atas, berbaring dengan rambut diurai, sampai berdiri di depan kaca besar yang ada di kamarnya dengan bergaya memegang leher. Semua foto berkimono merah itu tak melihatkan senyum. Hanya mimik wajah sensual dengan bibir yang sedikit terbuka.

            Jantungku benar-benar berdetak sangat kencang kala mengamati kimono itu dengan teliti. Sebuah pakaian tidur yang terbuat dari bahan satin itu tak memiliki kancing dengan sebuah pengikat di pinggang sebagai katupnya. Pada pose berdiri di depan cermin, terlihat paha mulus milik Fitri yang tak tertutup sehelai benang pun. Bagian dadanya pun sedikit terbuka sebab ikatan kimono terlihat tak terlalu dia kencangkan. Untuk apa berpose seperti ini, lalu mengirimkannya pada Mas Haris? Gila! Perempuan aneh. Bahkan untuk gadis remaja, dia sama sekali tak pantas untuk berpose nakal seperti itu, kecuali tengah mempromosikan diri untuk open BO.

            “Git ….”

            Setengah mati aku kaget. Jantungku terasa mencelos. Tubuh besar Mas Haris yang berlapis selimut tampak menggeliat. Buru-buru kusembunyikan ponselnya di bawah bantal milikku, lalu pura-pura berbaring.

            “Iya, Mas,” kataku sembari memeluk tubuhnya.

            Tangan kiri lelaki itu tampak keluar dari selimut dan berusaha untuk menggapai-gapai nakas. Sementara matanya masih terpejam dengan mulut yang menceracau memanggil namaku.

            Matilah aku! Mati!

(Bersambung)

Related chapters

  • Petaka Lingerie Merah   7

    “Git … hape,” ceracau Mas Haris yang masih setengah sadar sembari tangan kirinya menggapai-gapai nakas. Kulepaskan pelukan dari tubuh Mas Haris. Tanganku yang gemetar merogoh bawah bantal dan meraih ponsel yang kusembunyikan tadi. Secepat mungkin aku membuka ponsel Mas Haris dengan kode tanggal ulang tahun adik kesayangannya tersebut, kemudian mengeluarkan penelusuran galeri. Segera kuberikan ponsel tersebut ke tangan Mas Haris yang masih menggapai nakas, sementara matanya masih tertutup rapat tersebut. Butuh usaha keras untuk menjulurkan badan dan tangan demi melewati tubuh besar Mas Haris, sekaligus tanpa menyentuhnya saat aku meletekkan ponsel tersebut kembali ke asalnya. “Itu hapemu di atas meja, Mas,” kataku dengan suara yang diparau-paraukan.&nbs

    Last Updated : 2022-01-10
  • Petaka Lingerie Merah   8

    “F-fo-to, Mas ….” Tangan Mas Haris melepaskan cengkeramannya dengan agak kasar. Lelaki itu bangkit dan kembali duduk di sofa dengan bunyi napas yang memburu. Aku benar-benar sangat syok dan takut luar biasa. Duduk aku di sampingnya. Menangis sembari menutup wajah dengan kedua belah tangan. “Kamu terlalu lancang, Gita! Apa yang kamu takutkan?” Suara Mas Haris sangat dingin dan ketus. Hatiku mencelos demi mendengarnya. Ketahuan sudah kelakuanku tadi malam. Padahal aku telah sangat berhati-hati. Namun, kok dia bisa tahu kalau tadi malam membuka ponselnya? Dia kan terpejam dan mendengkur. Apa hanya pura-pura tidur dan sengaja membiarkanku sejenak melihat isi ponsel? “Maumu apa sekarang?” Tubuh Mas Haris meringsek dekat dengank

    Last Updated : 2022-01-10
  • Petaka Lingerie Merah   9

    Sebelum beranjak ke dapur, aku masuk kamar terlebih dahulu. Menukar kimono tidur dengan sebuah kaus berwarna kuning dan celana joger warna abu-abu. Hanya sikat gigi dan cuci muka saja. Tak perlu mandi sebab aku akan bergumul dengan asap dan aroma bumbu masakan yang pastinya bakal lengket di rambut maupun tubuh. Ke luar kamar, aku buru-buru ke dapur tanpa melongok ke ruang tengah yang sebenarnya berada di seberang kamar kami tetapi disekat dengan tembok dan diberi celah tanpa daun pintu. Malas aku mengecek sedang apa Mas Haris di sana. Muak juga aku mencari tahu di mana keberadaan si Fitri yang tak terdengar sekadar embusan napasnya. Padahal anak itu kalau ada di rumah suara dia saja yang terdengar. Sampai di dapur, aku langsung membuka kulkas dan mengecek segala bahan makanan yang kubeli minggu lalu. Stok masih sangat berlimpah. Aku haru

    Last Updated : 2022-01-10
  • Petaka Lingerie Merah   10

    “Mbak Gita kenapa?” “Kamu kenapa sih, Git!” Sebuah sentuhan di pundak membuatku membuka mata. Aku sontak kaget melihat sosok Fitri yang duduk sembari memeluk guling dengan selimut yang masih menutupi paha ke bawahnya. Kutoleh lagi sumber sentuhan tadi. Ada Mas Haris yang berdiri di belakangku. Jadi … tadi yang kulihat itu apa? Aku benar-benar syok dan speechless saat menyadari bahwa bayanganku tak seperti fakta yang tersuguh. Tadinya perasaanku telah hancur berkeping-keping dan siap untuk lari sejauh mungkin dari rumah. Namun, nyatanya aku salah besar. Tak ada sosok Mas Haris di dalam selimut itu. Ternyata hanya ada Fitri yang tengah memeluk guling sembari tertawa-tawa di bawah lindungan selimut tebalnya.“Kamu k

    Last Updated : 2022-01-10
  • Petaka Lingerie Merah   11

    Aku betul-betul BAB dengan sangat lancar dan cenderung diare usai minum jus apel tersebut. Perutku langsung sakit, padahal minuman berpencahar itu baru kuteguk beberapa detik. Kacau! Semua jadi kacau akibat kebodohan dan kekurangtelitianku. Aku menyesal mengapa aku seceroboh dan set*lol ini. Sekarang aku menyadari, bahwa di rumah ini benar-benar tak aman. Aku tak bisa leluasa mengerjai mereka, sebab kedua beradik itu bagai cenayang yang tahu segalanya. Sekitar sepuluh menit aku di dalam toilet. Rasanya isi perutku terkuras. Aku yakin ini juga dikarenakan mentalku yang down duluan sewaktu di meja makan tadi. Huhft, bakal seperti apa lagi reaksi keduanya setelah aku keluar dari kamar mandi. Apakah Fitri akan mengejekku habis-habisan setelah ini? Entah. Ragu-ragu, aku melangkahkan kaki keluar dari bilik kakus menuju ruang makan. Ternyata Ma

    Last Updated : 2022-01-10
  • Petaka Lingerie Merah   12

    “Pa, Papa! Tolong bukakan aku pintu. Aku mohon, Pa!” Kedua tanganku menggedor-gedor pintu dengan kencang. Aku tak peduli lagi dengan ribut suara yang ditimbulkan. Hari ini aku hanya ingin mendengarkan cerita dan penjelasan. Itu saja. Sebab kesempatan yang kumiliki untuk datang ke sini sendirian tidaklah banyak. “Aku hanya ingin tahu tentang Mas Haris dan Fitri. Itu saja. Aku mohon, bukakan pintu untukku. Setelah itu aku akan pergi!” Aku tak ingin berputus asa. Terus kuketuk daun pintu lebar yang terbuat dari kayu tebal berpelitur tersebut. Memang, tak ada jawaban. Sunyi senyap. Namun, bukan berarti aku harus menyerah sampai di sini saja. “Papa, aku mohon, Pa.” Tanganku bahkan sampai ngilu. Kutekan-tekan bel yang tertempel di dinding secara berulang-ulang. Bahkan dari sini aku mampu mendengarkan suarany

    Last Updated : 2022-01-10
  • Petaka Lingerie Merah   13

    “Gita, lho, kok ke rumah Papa nggak bilang-bilang?” Mas Haris bertanya dengan wajah yang mengumbar senyum. Dia semakin mengeratkan rangkulan tangannya ke tubuh mungil sang adik yang kini menatapku dengan wajah tak bersahabat. Aku langsung berdiri dengan tungkai yang gemetar. Bingung harus menunjukkan ekspresi apa. Bagaimana bisa dia menyusul ke sini? Apakah … di mobilku dipasanginya GPS? Bulu kuduk ini semakin meremang. “I-iya,” jawabku dengan terbata dan keringat dingin yang tiba-tiba membasahi telapak. Mereka berdua semakin dekat denganku. Saat Mas Haris tiba di sampingku dan melepaskan Fitri dari rangkulan, aku benar-benar takut luar biasa. Ya Tuhan, apa yang akan d

    Last Updated : 2022-01-10
  • Petaka Lingerie Merah   14

    Papa membawaku ke kamarnya yang berada di dekat ruang keluarga. Dia membukakan pintu dan memapahku hingga ke tepian ranjangnya yang besar bersprei warna marun tersebut. Aku terkesiap saat lelaki itu menyuruhku untuk beristirahat sejenak di dalam kamarnya yang luas. “Silakan kamu istirahat. Luka di wajahmu banyak. Lehermu juga tampak memar. Aku ambilkan obat dulu di belakang. Kamu tunggu di sini.” Sosok Papa terlihat lebih tenang ketimbang waktu aku datang barusan. Tak ada lagi mimik muntab dan nada yang kasar. Entah mengapa aku langsung merasa nyaman dan tak takut sama sekali untuk rebah di atas kasurnya. Papa lalu keluar dari kamar dan menutup kembali daun pintu. Saat itulah mataku menyapu ke seluruh bagian kamar yang ukurannya bahkan lebih besar dari kamar kami di rumah milik Mas Haris. Kamar ini dilengkapi dengan lemari pa

    Last Updated : 2022-01-11

Latest chapter

  • Petaka Lingerie Merah   56

    Bagian 56ENDINGSetahun Kemudian …. Atas saran dari Arman, akhirnya aku memang betul-betul mendapatkan advokat yang profesional. Bantuan dari tim pengacara Alfian dan rekan sangat membantuku selama proses persidangan kasus pembunuhan serta penculikan yang telah melibatkan Irfan CS. Sejak awal proses persidangan bahkan sampai ketuk palu, aku merasa begitu sangat beruntung sebab telah mengenal Alfian dan rekan. Bukan apa-apa, berkat merekalah, Irfan dan Amalia dapat dijerat hukuman penjara seumur hidup. Begitu pun dengan ketiga antek-antek mereka yang bernama Hasan, Bandi, dan Herlan. Ketiganya juga mendapat kado yang setali tiga uang. Kuharap kelimanya tak bakal mendapatkan remisi sedikit pun dan memang mati membusuk di atas lantai sel yang dingin. Dalam persidangan tuntutan harta milik mendiang Mas Haris, aku pun

  • Petaka Lingerie Merah   55

    Bagian 55PoV GitaKejelasan Semua Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat adegan demi adegan mengerikan yang dilakukan oleh tiga pembunuh bayaran tersebut. Luar biasa tak kuduga bahwa dua buah rumah di samping kiri dan kanan dari rumah milik orangtua angkat Mas Haris ternyata telah disewa selama beberapa bulan oleh Irfan. Kedua rumah itu secara diam-diam ditempati oleh sang pembunuh bayaran untuk mengintai kedatangan kami bertiga selama berbulan-bulan. Dan naasnya adalah siang Minggu itulah kami bertiga sekaligus datang ke rumah Irfan dan ketiga orang penjahat tersebut benar-benar telah menggunakan momentumnya untuk membunuh dua orang yang ternyata sudah sangat lama ingin dilenyapkan. Aku makin tercengan tatkala reka ulang adegan dilakukan di rumah yang pernah kudiami bersama Mas Haris dan Fitri. Dengan teganya, penjahat

  • Petaka Lingerie Merah   54

    Bagian 54PoV Author Hasan, Bandi, dan Herlan akhirnya berangkat juga ke rumah Haris dengan mengendarai mobil milik lelaki yang mereka bantai tersebut. Hasan yang mengendara. Sementara Herlan duduk di samping kemudi dan Bandi bertugas menjaga Haris yang masih bernapas di kursi penumpang. Dalam kondisi babak belur dan hampir meninggal, Haris nyatanya masih bertahan hingga mereka berempat tiba di depan kediamannya bersama sang adik sekaligus istri. Siang itu kondisi perumahan sepi. Tak tampak tetangga yang hilir mudik atau sekadar keluar rumah. Padahal, saat ini adalah hari Minggu. Mungkin orang-orang tengah menikmati liburan atau memilih berdiam diri di rumah sebab cuaca sedang panas-panasnya. “Cari kunci rumah ini!” perintah Hasan kepada Bandi.

  • Petaka Lingerie Merah   53

    Bagian 53PoV Author Usai memukuli Haris sampai sekarat, Hasan si tukang jagal berambut gondrong yang telah dibayar puluhan juta oleh Irfan tersebut segera merogoh saku celana milik anak angkat sang majikan. “Mau ngapain kamu?” Bandi, sang rekan sesama penjagal yang telah tinggal di rumah ini selama tiga bulan lamanya, bertanya dengan wajah yang sangat penasaran. “Berisik!” bentak Hasan dengan perasaan yang kurang senang. Tiga sekawan yang memutuskan untuk berkomplotan menjadi pembunuh bayaran itu memang baru dua kali mendapatkan orderan. Jadi, wajarlah sikapnya memang agak-agak kurang profesional begini. Modal nekat dan pengalaman menjambret serta membegal, tiga orang yang sama-sama pernah keluar masuk penjara itu sebenarnya bukan pe

  • Petaka Lingerie Merah   52

    Bagian 52PoV HarisHari Kematianku Gita tolol! Kesal benar aku dengannya sejak tadi malam. Penuh drama sekali perempuan itu. Membuat kepalaku berdenyut sebab pertengkarannya dengan Fitri. Ya, sejak kami menikah, Fitri memang pernah mengatakan bahwa dirinya sangat tak terima. Aku masih ingat benar ketika adik angkatku itu marah besar saat diberi tahu bahwa aku telah memilih Gita untuk menjadikannya istri. “Mas, kamu bohong! Bukankah kamu bilang kalau kamu akan menikahiku saat aku berusia 25 tahun? Kenapa kamu malah akan menikah dengan perawan tua seperti dia?” Sore saat aku meminta izin kepada Fitri untuk menikah pada tiga hari sebelum hari H, adikku tersebut langsung marah besar. Mukanya kecewa dan tampak begitu murka. Aku yang sebenarnya sangat sayang kepada Fitri, tapi tak pernah bisa bernafsu apalagi punya n

  • Petaka Lingerie Merah   51

    Bagian51PoV GitaReka Ulang Adegan Selesai melapor ke pihak kepolisian tanah air, aku akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan beristirahat sejenak, sebelum besok diharuskan untuk menghadiri reka ulang adegan kembali. Hatiku yang semula sudah mulai tenang, kini gonjang ganjing lagi. Seharusnya, hari ini kami bisa pulang ke rumah orangtuaku bersama Jay. Namun, ternyata keadaan tak memungkinkan. Kami semua akhirnya memutuskan untuk menginap di sebuah homestay berupa sebuah rumah dengan pemandangan indah dan kolam renang bak vila-vila mahal. homestay tersebut memiliki total lima kamar. Yang mentraktir tentu saja Gity dan Arman. “Jay I’m so sorry. Sepertinya kita akan beberapa hari di sini. Kamu bisa bersabar, kan?” tanyaku pelan-pelan dengan berbahasa Indonesia, agar membiasakan pemuda tersebut.

  • Petaka Lingerie Merah   50

    Bagian 50PoV GitaMenuntaskan Semua “Tidak. Kami tidak pernah kenal orang dengan nama Wati,” kata Ibu sambil menatapku dalam. “Iya. Bapak juga tidak kenal.” Aku hampir down sendiri. Maka, akan semakin sulitlah pencarian ini. Kuperhatikan ke arah Jay. Lelaki itu sepertinya paham dengan ucapan kedua orangtuaku. Mukanya yang semula cerah, berubah jadi mendung. Kasihan dia. Lelaki itu pasti berpikir bahwa langkahnya akan sulit. “Be patient, Jay. Kita akan tetap cari sama-sama,” kataku sambil menepuk-nepuk pundaknya. Jay hanya bisa tersenyum lelaki berwajah oriental dengan matanya yang sipit tersebut menyunggingkan sebuah senyum tipis. Senyuman ya

  • Petaka Lingerie Merah   49

    Bagian 49PoV GitaPulang Bersama Jay Pagi-pagi sekali aku bangun bersama sosok Agni yang tak hentinya bersikap bak malaikat penjaga yang baik hati. Gadis itu benar-benar sangat welcome dan memberikan perhatian yang besar kepadaku, bagaikan kami ini adalah saudara yang sangat dekat. Dia bahkan memberikanku pakaian yang sangat bagus untuk penerbanganku hari ini bersama Jay dan pihak kepolisian RI yang menjemput kami. Dress selutut berwarna merah cerah dengan lengan panjang dan ikat pinggang kulit seukuran ibu jari itu sangat pas di tubuhku. Agni juga menata rambutku dengan cukup cantik. Dia memblownya dengan hair dryer dan roll rambut sehingga mempertegas ikal di rambut sebahuku. Wanita itu juga mempersilakan aku untuk berdandan menggunakan alat make up-nya. Aku benar-benar merasa begitu sangat tertolong dengan kehadiran sos

  • Petaka Lingerie Merah   48

    Bagian 48PoV HarisMenggertak Fadil Siang itu kafe Antariksa dihebohkan dengan kedatangan wanita yang kugadang-gadang sebagai calon istriku. Semua orang terlihat sangat antusias, kecuali Fadil. Lelaki itu sama sekali tidak bereaksi. Membuatku geram sekaligus penasaran. Apa mau dari pria tersebut? Perbincangan dengan Gita kunilai sangat membosankan. Pantas wanita itu lama sendiri. Dia adalah perempuan yang sangat membosankan. Tidak cukup asyik. Apalagi aku adalah tipikal pria yang sebenarnya dingin dan mudah kehabisan topik pembicaraan. Terlebih pikiranku masih saja dihantui bayang-bayang akan Fadil yang sedari tadi kuperhatikan terlihat sangat cuek bebek. “Mas Haris, masalah yang tadi … maksudnya apa, ya?” Gita tiba-tiba saja berta

DMCA.com Protection Status