Bagian 39
PoV Haris
Teka-Teki Kematian Amalia VI
“Fitri … tapi aku memiliki seseorang lain yang kusukai.” Ucapanku sontak membuat mata Fitri semakin meredup. Mimiknya terlihat kecewa. Gadis itu pun menyeka sisa bulir air mata bekas tangisannya barusan.
“B-baiklah, Mas.” Gadis itu tertunduk lesu. Nada bicaranya bagai kuntum layu yang tak lagi memiliki niat untuk mekar mengembang. Sebenarnya, aku menyesal karena sudah membuat harapan gadis tersebut pupus.
“Namun, silakan menyukaiku. Buat aku bisa menyukaimu balik dan melupakan kenangan masa laluku, Fit.” Kuusap rambut legam milik Fitri. Perlahan, gadis cantik dengan kulit kapas itu mengangkat kepalanya. Matanya berkaca lagi, sedang bibir merah mudanya bergetar.
PoV GitaKedatangan Polisi “Raise hands! (angkat tangan!).” Salah satu lelaki bertubuh tinggi dengan senjata laras panjang tersebut berteriak dengan suara yang keras. Dua di antara mereka meringsek maju dengan gerakan yang sangat cepat. Menyergap kedua orang aneh yang telah menyekapku selama hampir 24 jam di kamar ini. Jantungku serasa mau lepas dengan mata yang semakin basah akibat tangis haru, cemas, dan bahagia yang bercampur menjadi satu. Aku terbaring tengkurap di atas kasur dengan kedua tangan yang berada di atas. Namun, bisa kulihat dengan jelas, betapa bengis dua lelaki berkulit langsat dengan seragam kepolisian Singapura yang berwarna serba hitam tersebut memborgol tangan milik Papa dan Amalia. Wajah kedua pasangan suami istri tersebut langsung pucat pasi. 
Bagian 40PoV GitaJay, Rumah, dan Cinta Sebelum dibawa ke kantor polisi, pihak kepolisian Singapura terlebih dahulu membawaku ke klinik terdekat dari apartemen milik Amalia di bilangan sentral kota negara maju ini. Luka-luka di wajahku langsung dibersihkan oleh seorang perawat wanita yang berpakaian putih-putih khas tenaga kesehatan. Perawat bernama Nona Lim tersebut sangat ramah dan mengajakku berbincang-bincang dengan bahasa Indonesia yang sangat fasih. Dia bilang pernah sekolah di Singapura saat SD dulu. Ikut orangtuanya yang sempat membangun bisnis di kota Bandung selama kurang lebih lima tahun. Berbicara dengan perempuan lajang yang masih muda tersebut, seketika membuatku menjadi setidaknya agak lega. Akhirnya aku bebas dan sekarang sudah bisa berkomunikasi dengan orang luar. Sungguh nikmat sekali. Begitu berharganya sebuah kebebasan diri yang selama ini sangat tak pernah kusyukuri.
Bagian 41 “It’s okay. It was a long time ago.” Jay menatapku dengan lengkung senyum di bibirnya yang merah muda. Lelaki itu terlihat cepat menepis kilatan duka di matanya. Entah, ada masa lalu apa yang sempat terjadi antara dia dengan ibunya yang berkebangsaan Indonesia tersebut. Inginku korek lebih dalam, tetapi apa daya, mungkin bukan waktunya di sini. “Mrs. Gita, we’ll meet investigator (Nyonya Gita, kita akan bertemu dengan penyidik).” Tuan Chen mengingatkanku kembali. Aku pun langsung mengangguk, pertanda setuju dengan Tuan Chen. Bersama Pak Setya, Agni, Aga, dan Jay, aku pun berjalan mengikuti Tuan Chen yang akan membawaku ke ruang investigasi. Kami terus berjalan membelah gedung besar ini dan naik ke lantai dua dengan meng
Bagian 42PoV HarisKasus Pencabulan Mama Sehari tepat setelah kabar kematian Mama, aku yang kala itu tengah berada di kafe Antariksa, tiba-tiba saja dikejutkan dengan kedatang dua orang pria berpakaian preman yang menunjukkan identitasnya sebagai polisi. Mereka meminta waktu untuk berbicara kepadaku beberapa saat. Aku sempat terkesiap. Ada apa gerangan? Jelas, ini begitu mengejutkanku. Kupilih ruang rapat yang berada di lantai dua, tepatnya di pojok belakang kafe untuk berbicara enam mata dengan aparat penegak hukum tersebut. Dengan jantung yang dag dig dug, kukuatkan diri dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Jangan-jangan … mereka ingin menangkapku atas kasus video porno yang pernah kugeluti saat remaja dulu?&n
Bagian 43PoV HarisTerpaksa Menikah Demi Menutupi Borok Waktu terus berjalan. Kasus Mama terpaksa ditutup dan investigasi berhenti begitu saja sebab kematiannya yang telah dikonfirmasi ke pihak rumah sakit setempat ternyata memang dinyatakan benar. Aku yang semula berpikir bahwa ini hanyalah sandiwara belaka, mau tak mau mulai mempercayai apa yang diungkapkan oleh pihak kepolisian Indonesia. Mama sudah mati. Dimakamkan di negri singa tersebut. Aku dan Fitri pun telah mengunjungi makam beliau sebanyak dua kali saat liburan bersama di sana. Dengan seizin Papa tentunya. Makam tersebut berada di komplek pemakaman muslim. Tak ada yang aneh pada makam tersebut. Sama saja seperti makam-makam lainnya. Pada akhirnya, aku pun kini mulai percaya 100% bahwa memang Mama telah tiada.&nbs
Bagian 44PoV GitaJay’s Story Malam itu, kami makan bersama di sebuah restoran Indonesia yang berada di sebuah pusat perbelanjaan terkenal di Orchard Road. Suasana saat ini terasa begitu semarak. Bagaimana tidak, aku yang baru saja mengalami hal paling buruk di dalam hidup, tiba-tiba saja diselamatkan oleh orang-orang yang semula sama sekali tak kukenal, bahkan sampai diajak berjalan-jalan segala pula. Sungguh trauma healing yang cukup membuatku mampu mengalihkan perhatian dari sakitnya penganiayaan yang sempat dilakukan oleh Papa dan Amalia. Pak Setya, Aga, Agni, dan Jay mengelilingiku di meja berbentuk persegi panjang dengan kursi-kursi bersandaran nyaman. Pak Setya selaku orang yang mentraktir kami malam ini, menyuruhku untuk memesan apa saja. Aku yang sebenarnya sedang tak begitu nafsu makan, mau tak mau harus me
Bagian 45Perjumpaan dengan Gita Si Perawan TuaPoV Haris Malam itu juga, aku langsung berpikir keras untuk mencari sebuah solusi. Ya, sebuah pemecahan untuk masalah yang kubuat sendiri. Sial! Aku seketika jadi muak terhadap diriku sendiri. Mengapa sih, aku sampai seceroboh ini? Sungguh, tak tenang aku apalagi saat besok harus berjumpa dengan Fadil di kafe. Apa yang bakal dikatakan anak itu kepada orang-orang? Duh! Segera aku keluar dari mobil. Berlari cepat aku memasuki hotel berbintang yang telah berdiri kokoh di depan mata. Sudah sampai ke mari, setidaknya aku harus menginap saja sekalian. Biarlah Fitri hanya berdua dengan Papa di rumah. Pikiranku sedang buntu saat ini. Aku butuh menyendiri untuk mencari ilham. Kupesan sebuah kamar untuk melepas pe
Bagian 46Rencana LicikPoV Gita “Okay. My pleasure (dengan senang hati). Can you show me the pohoto of your mom? (dapatkah kau menunjukkan foto ibumu?) Who’s her name? (siapa namanya?).” Aku bertanya mendetil pada Jay. Lelaki itu lalu merogoh saku celana denimnya. Mengambil ponsel dari dalam sana. Sibuk mengusap-usap layar dengan mimik yang serius. Tak lama kemudian, Jay menunjukkanku sebuah foto. Tampak sebuah gambar hasil scan yang warnanya khas tahun 90’-an akhir. Berwarna, tapi sebab sudah disimpan lama, ada bekas-bekas cacat di tepinya. Seorang wanita berambut megar sepinggang dengan celana jin yang bagian bawahnya mengembang dan baju kaus lengan panjang berwarna biru gelap yang dimasukkan ke dalam, tengah berdiri di depan air mancur patung Singa yang menjadi ikon negara Singapura. Wajah peremp
Bagian 56ENDINGSetahun Kemudian …. Atas saran dari Arman, akhirnya aku memang betul-betul mendapatkan advokat yang profesional. Bantuan dari tim pengacara Alfian dan rekan sangat membantuku selama proses persidangan kasus pembunuhan serta penculikan yang telah melibatkan Irfan CS. Sejak awal proses persidangan bahkan sampai ketuk palu, aku merasa begitu sangat beruntung sebab telah mengenal Alfian dan rekan. Bukan apa-apa, berkat merekalah, Irfan dan Amalia dapat dijerat hukuman penjara seumur hidup. Begitu pun dengan ketiga antek-antek mereka yang bernama Hasan, Bandi, dan Herlan. Ketiganya juga mendapat kado yang setali tiga uang. Kuharap kelimanya tak bakal mendapatkan remisi sedikit pun dan memang mati membusuk di atas lantai sel yang dingin. Dalam persidangan tuntutan harta milik mendiang Mas Haris, aku pun
Bagian 55PoV GitaKejelasan Semua Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat adegan demi adegan mengerikan yang dilakukan oleh tiga pembunuh bayaran tersebut. Luar biasa tak kuduga bahwa dua buah rumah di samping kiri dan kanan dari rumah milik orangtua angkat Mas Haris ternyata telah disewa selama beberapa bulan oleh Irfan. Kedua rumah itu secara diam-diam ditempati oleh sang pembunuh bayaran untuk mengintai kedatangan kami bertiga selama berbulan-bulan. Dan naasnya adalah siang Minggu itulah kami bertiga sekaligus datang ke rumah Irfan dan ketiga orang penjahat tersebut benar-benar telah menggunakan momentumnya untuk membunuh dua orang yang ternyata sudah sangat lama ingin dilenyapkan. Aku makin tercengan tatkala reka ulang adegan dilakukan di rumah yang pernah kudiami bersama Mas Haris dan Fitri. Dengan teganya, penjahat
Bagian 54PoV Author Hasan, Bandi, dan Herlan akhirnya berangkat juga ke rumah Haris dengan mengendarai mobil milik lelaki yang mereka bantai tersebut. Hasan yang mengendara. Sementara Herlan duduk di samping kemudi dan Bandi bertugas menjaga Haris yang masih bernapas di kursi penumpang. Dalam kondisi babak belur dan hampir meninggal, Haris nyatanya masih bertahan hingga mereka berempat tiba di depan kediamannya bersama sang adik sekaligus istri. Siang itu kondisi perumahan sepi. Tak tampak tetangga yang hilir mudik atau sekadar keluar rumah. Padahal, saat ini adalah hari Minggu. Mungkin orang-orang tengah menikmati liburan atau memilih berdiam diri di rumah sebab cuaca sedang panas-panasnya. “Cari kunci rumah ini!” perintah Hasan kepada Bandi.
Bagian 53PoV Author Usai memukuli Haris sampai sekarat, Hasan si tukang jagal berambut gondrong yang telah dibayar puluhan juta oleh Irfan tersebut segera merogoh saku celana milik anak angkat sang majikan. “Mau ngapain kamu?” Bandi, sang rekan sesama penjagal yang telah tinggal di rumah ini selama tiga bulan lamanya, bertanya dengan wajah yang sangat penasaran. “Berisik!” bentak Hasan dengan perasaan yang kurang senang. Tiga sekawan yang memutuskan untuk berkomplotan menjadi pembunuh bayaran itu memang baru dua kali mendapatkan orderan. Jadi, wajarlah sikapnya memang agak-agak kurang profesional begini. Modal nekat dan pengalaman menjambret serta membegal, tiga orang yang sama-sama pernah keluar masuk penjara itu sebenarnya bukan pe
Bagian 52PoV HarisHari Kematianku Gita tolol! Kesal benar aku dengannya sejak tadi malam. Penuh drama sekali perempuan itu. Membuat kepalaku berdenyut sebab pertengkarannya dengan Fitri. Ya, sejak kami menikah, Fitri memang pernah mengatakan bahwa dirinya sangat tak terima. Aku masih ingat benar ketika adik angkatku itu marah besar saat diberi tahu bahwa aku telah memilih Gita untuk menjadikannya istri. “Mas, kamu bohong! Bukankah kamu bilang kalau kamu akan menikahiku saat aku berusia 25 tahun? Kenapa kamu malah akan menikah dengan perawan tua seperti dia?” Sore saat aku meminta izin kepada Fitri untuk menikah pada tiga hari sebelum hari H, adikku tersebut langsung marah besar. Mukanya kecewa dan tampak begitu murka. Aku yang sebenarnya sangat sayang kepada Fitri, tapi tak pernah bisa bernafsu apalagi punya n
Bagian51PoV GitaReka Ulang Adegan Selesai melapor ke pihak kepolisian tanah air, aku akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan beristirahat sejenak, sebelum besok diharuskan untuk menghadiri reka ulang adegan kembali. Hatiku yang semula sudah mulai tenang, kini gonjang ganjing lagi. Seharusnya, hari ini kami bisa pulang ke rumah orangtuaku bersama Jay. Namun, ternyata keadaan tak memungkinkan. Kami semua akhirnya memutuskan untuk menginap di sebuah homestay berupa sebuah rumah dengan pemandangan indah dan kolam renang bak vila-vila mahal. homestay tersebut memiliki total lima kamar. Yang mentraktir tentu saja Gity dan Arman. “Jay I’m so sorry. Sepertinya kita akan beberapa hari di sini. Kamu bisa bersabar, kan?” tanyaku pelan-pelan dengan berbahasa Indonesia, agar membiasakan pemuda tersebut.
Bagian 50PoV GitaMenuntaskan Semua “Tidak. Kami tidak pernah kenal orang dengan nama Wati,” kata Ibu sambil menatapku dalam. “Iya. Bapak juga tidak kenal.” Aku hampir down sendiri. Maka, akan semakin sulitlah pencarian ini. Kuperhatikan ke arah Jay. Lelaki itu sepertinya paham dengan ucapan kedua orangtuaku. Mukanya yang semula cerah, berubah jadi mendung. Kasihan dia. Lelaki itu pasti berpikir bahwa langkahnya akan sulit. “Be patient, Jay. Kita akan tetap cari sama-sama,” kataku sambil menepuk-nepuk pundaknya. Jay hanya bisa tersenyum lelaki berwajah oriental dengan matanya yang sipit tersebut menyunggingkan sebuah senyum tipis. Senyuman ya
Bagian 49PoV GitaPulang Bersama Jay Pagi-pagi sekali aku bangun bersama sosok Agni yang tak hentinya bersikap bak malaikat penjaga yang baik hati. Gadis itu benar-benar sangat welcome dan memberikan perhatian yang besar kepadaku, bagaikan kami ini adalah saudara yang sangat dekat. Dia bahkan memberikanku pakaian yang sangat bagus untuk penerbanganku hari ini bersama Jay dan pihak kepolisian RI yang menjemput kami. Dress selutut berwarna merah cerah dengan lengan panjang dan ikat pinggang kulit seukuran ibu jari itu sangat pas di tubuhku. Agni juga menata rambutku dengan cukup cantik. Dia memblownya dengan hair dryer dan roll rambut sehingga mempertegas ikal di rambut sebahuku. Wanita itu juga mempersilakan aku untuk berdandan menggunakan alat make up-nya. Aku benar-benar merasa begitu sangat tertolong dengan kehadiran sos
Bagian 48PoV HarisMenggertak Fadil Siang itu kafe Antariksa dihebohkan dengan kedatangan wanita yang kugadang-gadang sebagai calon istriku. Semua orang terlihat sangat antusias, kecuali Fadil. Lelaki itu sama sekali tidak bereaksi. Membuatku geram sekaligus penasaran. Apa mau dari pria tersebut? Perbincangan dengan Gita kunilai sangat membosankan. Pantas wanita itu lama sendiri. Dia adalah perempuan yang sangat membosankan. Tidak cukup asyik. Apalagi aku adalah tipikal pria yang sebenarnya dingin dan mudah kehabisan topik pembicaraan. Terlebih pikiranku masih saja dihantui bayang-bayang akan Fadil yang sedari tadi kuperhatikan terlihat sangat cuek bebek. “Mas Haris, masalah yang tadi … maksudnya apa, ya?” Gita tiba-tiba saja berta