Perlahan, Bu Ratri berjalan menuju kamar Tiara dan membuka pintu kamar anaknya itu. Dia tau kalau Tiara sangat lelah, namun ia harus membangunkannya agar ia bisa menjajakan kuenya.
Meskipun hanya berjualan kue, namun itulah pekerjaan yang ia lakukan beberapa tahun terakhir untuk bisa bertahan hidup bersama Tiara.
"Tiara bangun, Nak. Ibu mau berangkat. Hei ... ayo bangun," bisik bu Ratri membangunkan Tiara yang masih tengah tertidur pulas.
"Hmmm ... Ibu. Aku masih ngantuk karena semalam pulang larut."
"Iya. Ibu tau, tapi kamu harus bangun dulu. Ibu mau berjualan."
"Sekarang jam berapa Bu?" tanya Tiara sambil mengusap matanya yang sulit untuk terbuka.
"Jam delapan. Ayo bangun dan cuci muka kamu dulu. Ibu sudah siapkan sarapan untuk kamu di atas meja."
"Hahh ... Oh, Tuhan! Tiara liat muka kamu ... kamu belum membersihkan wajahmu dari semalam. Lihat sisa dandananmu sudah menor seperti itu!" seru Bu Ratri sambil mengusap wajah Tiara
Tiara baru saja menanggalkan baju saat ponselnyatiba-tibaberdering. "Halo, Tiara!" sapa Pak Erick, bosnya segera setelah perempuan itu mengangkat teleponnya. "Iya Pak! Maaf, Pak soal kemarin saya ... " Belum selesai Tiara bicara, Erik menyela, "Besok sore, saya tunggu kamu di lobi hotel merkuri. Kemarin, saya ada urusan yang lain. Jangan lupa dan jangan sampai telat lagi!" imbuhnya singkat lalu menutup panggilan. "Tidak sopan! Haruskah seperti itu jika menjadi orang kaya? Hanya ia yang ingin didengarkan!" Tiara mendengus karena kesal. "Bang, cepat sedikit, dong! Saya buru-buru, 'nih! Abang sekarang kok lelet banget? Biasanya cepat." Tiara terus menyerocos. "Ke hotel Merkuri 'kan mba Tiara?" tanya abang ojek tersebut."Iya, ba
Erick berdiri memandangi beberapa karyawan yang sedang membersihkan kaca ruangannya. Sesekali, ia terlihat mengerutkan dahinya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Sampai sekarang, ia belum menghubungiku lagi. Sejauh apa ya perkembangannya sekarang?" Erick berkata dalam hati, seperti ada sebuah rencana yang sedang dibuatnya. Matanya kemudian tertuju pada dua karyawan wanita yang sedang beradu mulut. Pria itu ingin tahu apa yang terjadi. Dia kemudian mendatanginya. Akan tetapi, baru saja ia menginjakkan kaki di anak tangga pertama, ia melihat Gilbert sudah ada di sana di tengah-tengah kerumunan karyawan. Segera, Erick memutar badan kembali ke ruangannya. Gilbert datang pagi itu, tidak seperti biasanya yang selalu datang saat malam hari. "Selamat pagi, Pak!" sambut beberapa karyawan sambil membungkuk badan. "Ini ada apa? Masih pagi kok sudah ribut, kenapa?" tanya Gilbert kepada salah seorang supervisor di cafe d'Arts. "Salah satu k
[Mba Tiara, saya mengingatkan mba jangan sampai telat dan datang tepat waktu ke cafe.] Sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya. Tiara mencoba menelpon, tapi nomor si pengirim pesan sudah tidak aktif.Tiara semakin penasaran hal apa sebenarnya yang terjadi di cafe. Mengapa seseorang mengirimkan pesan seperti itu padanya?Sebelumnya, Erick mengatakan kalau dirinya saat ini berada di antara dua pemilik cafe itu, tapi ia belum memahami maksudnya.Yang ia tahu, dirinya hanyalah seorang karyawan biasa, bekerja sebagai penyanyi dan mendapat gaji itu saja, Tiara meletakkan ponselnya dan melanjutkan berdandan, Frida sudah menunggunya di depan. Sebentar lagi, mereka akan pergi bersama ke pesta ulang tahun salah satu teman semasa sekolah."Tiara, yuk! Kita harus segera berangkat sekarang. Katanya, kamu mau mampir ke kios dulu?""Tunggu sebentar lagi!" sahut Tiara dari dalam kamar.
"Terima kasih ya sudah datang," ucap Kiky pada Tiara dan Frida."Maaf ya kiky, tadi kita telat datangnya. Soalnya, Tiara menjalankan misi menjadi wartawan dadakan," balas Frida melirik ke arah Tiara.Mereka pun bercengkerama saat pesta tersebut. Namun, sesampainya di mobil, Frida yang masih penasaran mencoba menggali informasi dari Tiara tentang foto pria bersama wanita di dalam pub."Tiara, kamu begitu bersikeras menguntit sampai ke dalam pub dan mengambil foto mereka, untuk apa? Mana fotonya mesum lagi!" kata Frida penasaran."Kamu tahu 'gak? Beberapa hari yang lalu, aku dipanggil Pak Erick ke hotel Merkuri.""Apa ... hotel Merkuri!?" seru Frida dengan matanya yang melotot kaget."Tunggu! Aku belum selesai bicara. Jangan berpikir yang tidak-tidak, ya. Di sana, dia bicara ke aku kalau di cafe ada dua pemilik yang berkuasa, tetapi punya tujuan yang berbeda. Sekarang, aku berada di antara dua pemilik itu.""Kamu me
Di sela-sela penampilannya, Tiara sesekali melirik seorang wanita bertubuh besar yang tengah menontonnya dengan antusias. Tiara di buat penasaran dengan sosok perempuan yang berpostur besar itu. Perempuan itududuk di meja depan dan sangat menikmati penampilannya.Baru kali ini ia di gemari oleh kaum ibu-ibu, hal itu yang menimbulkan rasa penasarannya."Mas, Ibu itu siapa? Kok keliatannya Pak Gilbert sepertinya segan dengan dia?" tanya Tiara kepada seorang karyawan cafe."Itu Nyonya Smith pemilik cafe ini, ibunya pak Erick. Orangnya terkenal baik dan ramah," jawabnya. Tiara hanya mengangguk-anggukan kepala.Selesai manggung, Tiara berjalan menuju toilet untuk berganti pakaian sebelum pulang.Belum sampai ke toilet, muncul Erwin yang tiba-tiba menariknya untuk duduk di dekatnya. "Lepaskan!" ujar Tiara menghempas tangannya dan terduduk di kursi. Suaranya membuat beberapa pengunjung cafe sontak terkejut, termasuk Nyonya Smi
Tiara masih terus mengingat-ingat merunut beberapa kejadian yang dialaminya, dan membandingkan perlakuan antara Erick dan Gilbert padanya. "Tapi pak, saya hanya seorang penyanyi, biduan yang tidak mengerti tentang bagaimana membuat mereka bisa mendukung bapak?" tanya Tiara yang mulai termakan dengan bujuk rayu dari Gilbert. "Tenang saja Tiara, kamu tidak perlu repot memikirkan itu, banyak yang akan membantumu melakukan itu, dan kalau aku berhasil mempertahankan kepemilikan cafe itu, aku akan berikan sebuah jabatan untukmu di sana, bagaimana?" "Berhenti di sini, ... saya turun di sini saja, rumah saya sudah di depan sana. Terima kasih, Pak." Tiara keluar dari dalam mobil. Gilbert melototi tubuh yang molek itu. Pikiran mesumnya tiba-tiba muncul, birahi menjalar ke otaknya karena melihat Tiara yang putih mulus dan berparas ayu. Namun, ia harus tetap bersikap baik pada perempuan itu demi kelancaran rencananya. "Tiara, kau pikir-pikir dulu tawaran
Erick hari itu kembali dari luar negeri.Dia dijemput beberapa orang karyawan kepercayaannya. Nyonya Smith menunggunya di ruang tengah rumah yang megah itu."Selamat datang kembali anakku, bagaimana perjalananmu?" sambut nyonya Smith melihat Erick tiba."Lancar, Bu. Bagaimana dengan cafe? Ibu ke sana melihat-lihat cafe 'kan?" tanya Erick antusias."Iya, ibu ke sana. Kamu dan Gilbert mengelola cafe dengan baik, Nak. Ibu lihat perkembangannya luar biasa!""Ibu bertemu dengan Gilbert? Ibu bercerita tentang apa pada Gilbert?" tanya Erick."Ibu berbincang biasa saja, bahkan Ibu bertemu dengan Tiara, penyanyi di cafe suaranya bagus. Ibu kagum dengan anak itu."Mendengarnya, Erick hanya diam. Dia menatap ibunya. Sungguh, ibunya tidak tahu tentang perseteruan yang terjadi di cafe miliknya."Kamu tahu 'kan karyawanmu yang bernama Tiara?" tanya nyonya
"Ada masalah apa sih di cafe tempatmu bekerja?"Karena desakan dari Frida, akhirnya Tiara buka mulut, lalu menceritakan semua kejadian yang di alaminya di cafe, pembicaraannya dengan pak Gilbert sampai dengan fitnah yang di alaminya sehingga membuatnya dalam posisi sulit.Frida yang mendengarnya melongo, begitu rumit 'kah situasi di cafe d'Arts yang sebesar itu."Baik Tiara, kalau itu yang menjadi masalah kamu sekarang maka, jalan keluarnya adalah mencari tahu terlebih dulu siapa penebar fitnah ke kamu."Mendengar apa yang di katakan Frida membuat Tiara merasakan sedikit kelegaan dalam hatinya, sepertinya perkataan sahabatnya itu ada baiknya juga."Frida, bantu aku ya, cari tahu siapa mereka?""Iya, tenang saja, aku 'kan sahabat kamu, aku pasti bantu kok."Tiara dan Frida beralih ke sebuah diskotik, mereka urung kerumah Frida yang awalnya adalah rencana Tiara untuk mengulik informasi tentang Erick dan Gilbert dari mamanya Frida.
Sebuah hubungan cinta harus berjalan bersama, jika di dalamnya ada tujuan yang berbeda maka ia harus saling memahami dan tebuka, bukan saling menutupi dan saling menyalahkan. Begitu pula yang harus dlakukan oleh Tiara dan Erick, ada sesuatu hal yang tidak berjalan semestinya diantara mereka, membuat hubungannya yang baru saja seumur jagung seakan terombang ambing tak tentu arah. "Memiliki hubungan itu ribet ya," ucap Tiara. "Ribet seperti apa maksud kamu, gak juga kok kalau kamu dan Erick saling memahami, dan mau saling terbuka," sahut Frida. "Aku?, ... Apa yang aku tutupi darinya Frid?, apa aku saja yang harus memahaminya sementara dia?" sahut Tiara. Frida terdiam mendengar Tiara mulai tersulut emosi, ia biasanya akan menenangkan jika sahabatnya itu mulai meninggikan nada suaranya. Mobil mereka melaju membelah jalan kota, suasana sudah mulai tampak lengang, tak banyak lagi kendaraan yang berseliweran seperti biasanya di jam-jam itu. Sementara Erick dan Maria serta teman-temann
Tiara dan Frida urung menjalankan rencananya melihat Erick yang tengah duduk bersantai dengan Maria di sebuah meja tepat di depan panggung. "Jadi mau gimana lagi, kita harus menjalankan rencana lainnya, ayo silahkan mba Tiara," kata Frida seraya menunjuk ke arah panggung. Tanpa melihat sedikitpun ke arah mereka Tiara langsung menggebrak panggung. Erick terhenyak menyaksikan Tiara, ia tak menyangka sedikitpun jika kekasihnya itu yang menjadi biduan di live musik cafe malam itu. "Pantas saja Tiara gak mau aku ajak, dia ternyata nyanyi di sini." Erick bergumam. Ia tak dapat menyembunyikan rasa heran di depan Maria, "Erick kamu kok terlihat heran seperti itu, kamu kaget kalau Tiara itu nyanyi di sini?" "Gak, ... Aku cuma kaget saja tiba-tiba bertemu dia di sini," sanggah Erick sedikit ingin menutupi dari Maria, tak terjadi apa-apa di antara Tiara dan dirinya. "Daripada harus membicarakan dia, kita bernostalgia saja dengan kenangan kita, bagaimana?" Rayu Maria. "Nostalgia yang sep
Malam hari tiba, terlihat cerah secerah hati Tiara yang sudah kasak kusuk mempersiapkan diri sembari menunggu dijemput Frida. Bu Ratri hanya nampak tersenyum melihat anak gadisnya terlihat sibuk di depan cermin tak hentinya menatap wajahnya melihat riasan yang dipakainya. Tak lama kemudian Frida datang menemui Tiara di kamarnya yang tengah sibuk itu. "Udah beres kan dandannya?" tanya Frida. "Gimana menurut kamu udah bagus kan?" "Iya gitu aja gak usah lama, ingat tempatnya di puncak loh!" kata Frida. "Yuk kita berangkat sekaramg!" Tiara dan Frida berangkat bersama menuju cafe M&M tempat Tiara akan menyanyi dan untuk pertama kalinya di cafe ini. "Kamu santai aja dong, kok seperti pertama nyanyi saja kamu," kata Frida melihat Tiara terlihat sedikit gugup. "Iya nih, gak tahu aku kok sedikit gugup ya, apa karna lama gak nyanyi ya?" "Kamu sih, aku ajak nyanyi ke acara kampusku kamu tolak, makanya sekarang jadi grogi kelamaan gak manggung." Mobil yang dikendarai Frida sudah melam
"Tiara bagaimana jika pamanmu tidak terima dengan pengakuan kita padanya tentan rumah ini yang sudah dijual," "Terserah dia saja bu, kali ini aku tidak akan takut dengan ancamannya, kita sudah lama diperlakukan semena-mena olehnya, dia harus berpikir bahwa Tiara sudah berubah sekarang," jawab Tiara dengan semangat."Dan aku rasa mba Maria akan sepenuhnya membantu dalam masalah ini, ibu jangan khawatir," kata Tiara kembali membuang segala ketakutan ibunya."Kamu angkat dulu telpon kamu," ucap Bu Ratri mendengar ponsel yang berdering.[Halo Tiara, maaf ya kalo aku ganggu kamu malam-malam takutnya kalau nunggu besok aku bisa lupa] kata Maria.[Ada apa ya mba?][Besok kamu bisa mulai nyanyi di cafe hari ini semua persiapan panggung sudah siap][Ok mba aku akan mulai besok] kata Tiara begitu senang mendengar kabar dari Maria."Ibu mulai besok aku bisa kerja di cafe mba Maria, aku senang banget loh bu," "Ibu juga senang mendengarnya nak, semoga saja kamu betah di sana, apa Frida sudah tah
Tiara masih menatap tajam pria paruh baya yang ada di hadapannya, seorang kakak dari ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tapi memiliki hati begitu tega perlakuannya terhadap Tiara dan ibunya."Ayo duduk jangan berdiri seperti itu di hadapanku, semakin memperjelas bahwa kau tak pernah di ajari sopan santun dari orang tuamu," kata Novo yang begitu menyakitkan.Tiara masih saja terdiam, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya, hanya tatapannya yang semakin tajam ke arah Novo, sorot matanya berapi-api.Tidak seperti Bu Ratri yang masih terlihat tenang menghadapi keadaan ini, ia memberi isyarat agar Tiara menurutinya untuk duduk di sampingnya.Dengan wajah kaku Tiara menurutinya dan mulai angkat bicara, "Paman Novo, aku menganggap paman sebagai seorang pengganti dari ayahku namun aku ternyata salah," kata Tiara."Seorang ayah tidak pernah membuat anaknya jatuh ke dalam kondisi yang begitu sulit seperti ini, paman sungguh tega mengusir kami dari rumah yang ayah bangun dari
Setelah melakukan rembuk bersama, Tiara dan Frida beranjak meninggalkan cafe menuju kantor polisi untuk menemui Maria yang sedang menjadi saksi sebuah kasus. Sampai di sana Tiara dan Frida oleh petugas tidak di perbolehkan menemui Maria, karna sesuatu hal. "Mba Maria sedang jadi saksi atas kasus apa pak!?" tanya Frida kepada salah seorang petugas. "Maria menjadi saksi atas kepemilikan barang terlarang, jadi untuk sementara beliau belum bisa menemui siapapun." Tiara dan Frida tersentak mendengar apa yang diucapkan petugas itu, terlebih Tiara yang sepertinya harus mengurungkan niatnya untuk minta tolong padanya. "Kamu kan lebih mengenal dekat mba Maria bahkan pernah di ajak ke apartemennya, dia itu orangnya seperti apa sih, kok bisa jadi saksi segala?" tanya Frida pada Tiara. "Waktu di ajak kemarin sih hanya pesta kecil saja, dan ada beberapa teman bisnisnya di sana yang pesta mabuk malam itu," jelas Tiara. "Tuh kan, mungkin teman-teman bisnisnya itu yang jadi pemilik barang terl
Malam itu hanya ada wajah-wajah murung yang nampak di raut muka Tiara dan ibunya, kedatangan Novo semalam hanya membuat keadaan semakin buruk bagi mereka. Bagaimana mungkin bu Ratri merelakan rumah, satu-satunya harta peninggalan almarhum suaminya yang mereka miliki harus mereka tinggalkan. Pikiran Tiara berkecamuk, entah dengan siapa kali ini ia harus meminta tolong dengan masalah yang seperti ini. Malam sudah larut Bu Ratri masih bersandar lemas di sebuah kursi di depan teras rumahnya. Ia sudah terkantuk-kantuk namun masih saja di tahannya untuk menemani Tiara yang juga tengah nestapa sama sepertinya. "Bu sebaiknya ibu ke dalam, istirahat dulu masalah ini biar aku yang memikirkan," ucap Tiara melihat ibunya sudah menguap menahan rasa kantuknya. "Kenapa ya Bu, paman Novo sampai setega itu pada kita?" tanya Tiara dengan suara yang berat. Bu Ratri belum menjawab apapun, ia selama ini berbaik hati pada Novo karna menganggap ia adalah kakaknya sendiri, namun sepertinya ia salah.
Tiara masih saja berdiri dari balik tirai jendela ia belum membuka pintu sebelum melihat siapa pria yang ada di depan. "Tiara siapa yang datang!?" Sahut Bu Ratri dari dalam. Bahkan pertanyaan ibunya 'tak dijawabnya agar ia tidak ketahuan sedang mengintip dari balik tirai. Siapa sih orang ini kok 'gak berbalik gumamnya, pikiran yang muncul pun bermacam-macam memenuhi isi kepalanya, jangan-jangan ibu punya utang lagi dan orang ini datang menagih. Beberapa menit Tiara menunggu pria itu berbalik untuk melihat wajahnya, namun ia hanya asyik menghisap rokoknya. Apa sebaiknya aku tinggalkan saja orang ini, menyebalkan membuang waktu saja, pikir Tiara. Namun baru aja ia berniat kembali ke dapur sosok pria itu kembali mengeruk pintu, lalu Tiara kembali membuka sedikit tirai jendela untuk melihat siapa orang itu. Alangkah terkejutnya ia melihat paman yang sangat di benci olehnya yang datang berkunjung. Tanpa membuka pintu ia kembali ke dalam dapur dengan kesal, wajahnya memerah menahan
Frida yang sejak tadi menelpon Maria tak juga menerima panggilan darinya, seperti biasa di waktu-waktu seperti itu ia banyak menghabiskan waktunya bekerja atau mungkin malah sedang mengadakan pesta. "Ponselnya aktif tapi 'gak di angkat, kali aja dia sedang sibuk?" "Mungkin saja, mba Maria 'kan banyak kerjaan sebagai bos di beberapa bisnisnya." Kata Tiara mengamini ucapan Frida. Jika ada kabar dari mba Maria, aku akan kesini besok, kita datang saja ke cafenya bagaimana Tiara?" "Ok!, besok aku tunggu ya!" Jawab Tiara dan mengantarkan Frida hingga ke pintu depan, lalu kembali ke aktifitasnya seperti biasa duduk untuk menulis di buku diary miliknya. Tiara menuliskan kata demi kata dalam buku diary itu, apa yang di alami kemarin bersama Erick tak lupa ia tuangkan di dalamnya. Namun kata-kata indah yang mengalir harus terhenti mendengar teriakan ibunya yang memanggil dari dalam dapur. "Tiara tolong belanjakan ibu bahan kue, untuk pesanan, hari ini ibu terlalu sibuk jadi tidak sempat