Ruangan itu ramai bagai dengung lebah yang mengerumuni sarangnya. Mereka membicarakan tentang tertundanya upacara pernikahan sang pangeran. Mulai pendeta yang telat, hingga perdebatan yang terdengar samar di altar antara sang pangeran dengan sang ayahanda.Meskipun begitu, sang mempelai wanita tidak terlalu terusik dengan kejadian yang terjadi di luar pengetahuannya itu. Setelah selesai berias diri, Lilija datang ke sana dengan diantar kereta yang mewah, yang atapnya terbuka, lengkap dengan bunga sebagai penghiasnya. Kusirnya pun mengenakan pakaian yang menyala, secara kiasan tentunya. Topi lebarnya menghiasi kepala hingga membuat sosoknya tampak gagah.Seorang pengawal khusus memantu Lilija turun dari kereta. Dua pasang pembawa bunga segera mengapitnya. Orang-orang tidak sadar bahwa para pembawa bunga tersebut memiliki wajah yang berbeda dengan yang mereka lihat sejam yang lalu.Para pembawa bunga itu berjalan di belakang Lilija, memastikan semua orang tak meng
“Cincinnya!” seru gadis itu menunjuk seorang gadis pembawa bunga yang tengah membuka sebuah kotak yang tadinya berisi cincin pernikahan. Namun, kotak itu tampak kosong. “Cincinnya hilang.”Semua mata menoleh kepada gadis kecil yang ketakutan itu. “Aku bersumpah, aku baru membukanya sekarang.”Orang tua si gadis kecil itu, yang duduk tak jauh darinya, yang merupakan saudara jauh Raja Valdimar membela anaknya. “Ada yang menukar kotak itu,” katanya. “Aku melihatnya tadi.”Dengung kembali terdengar dari para hadirin yang menyaksikan. Raja Valdimar kehilangan kesabaran. Ia mengeram dan berseru menyuruh orang-orang untuk diam. “Peduli setan dengan cincin itu! Sekarang, lanjutkan pernikahan ini meski tanpa cincin."Semua orang lantas membungkam mulut mereka. Mereka kembali duduk dengan tenang, meski dalam hati menyayangkan sikap sang raja yang kali itu dianggap tidak memerhatikan tanda. Bukankah segalanya tampak nyata? Pernikahan itu mungkin tidak tidak direstui oleh langit.Mr. Alexander la
Istana Negeri Veggur benar-benar kacau. Banyak orang yang bertanya-tanya apa yang menyebabkan negeri itu kacau. Rakyat jelata yang penasaran bertanya kepada para pelayan dan kusir yang bekerja pada bangsawan. Sebab, menurut mereka, para pembantu dan kusir itu lebih tahu dibanding mereka. Sedangkan para pembantu, pelayan, dan kusir yang bekerja kepada bangsawan mencoba mencuri dengar dari majikannya. Mereka menganggap majikannya mestinya lebih tahu. Dan, para bangsawan itu berusaha bertanya kepada para anggota kerajaan yang hadir dalam upacara pernikahan. Sebab, di sanalah sumber kekacauan itu berasal.Namun, setiap orang yang ada di sana, selain yang bersangkutan, tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Mereka hanya dapat menduga, yang kemudian menimbulkan spekulasi yang jauh dari kebenaran.Mula-mula, salah satu pelayan seorang bangsawan bersumpah telah mendengar kabar itu dari majikannya yang juga bersumpah mendengar dari salah satu kemenakannya yang saat itu duduk di bangku ruang upa
Fjola tak keberatan dirinya dikurung di sebuah kamar yang terjaga oleh lima prajurit. Ia toh merasa lelah sekali. Segalanya terasa bagai mimpi yang berkelebat cepat sekali. Banyak hal yang telah dilaluinya. Mulai dari melawan pemburu hingga kembali masuk dalam tembok dan satu per satu orang yang menyakitinya mendapatkan pebalasan. Meski bukan dari tangannya langsung, tetapi ketika melihat mereka tak berdaya, bahkan mati di depannya ada perasaan yang tak enak yang timbul di hatinya.Bukankah seharusnya ia merasa senang? Bukankah hal ini yang selalu ditunggu-tunggunya, menyaksikan kejatuhan semua musuh-musuhnya? Akan tetapi, ketika melihat Raja Erik teerbaring di ranjang tak berdaya dengan organ-organ yang semakin lama semakin membusuk, ketika melihat Lilija terkapar di lantai menggunakan baju pengantinnya, ia tak merasa sesenang yang ia harapkan.Malahan, terbetik rasa iba dan pertanyaan dalam benaknya: apakah memang inilah yang dikehendakinya?Fjola ingat dulu, ke
“Ayahmu telah melanggar hukum negeri ini,” kata salah seorang dewan dengan bijak. “Bohong!” Fjola menyangkalnya dengan tegas. "Beliau bahkan tidak tahu apa-apa." Barrant menghampiri gadis itu. Ia berbisik singkat kepadanya, “Aku akan menjelaskannya nanti. Sekarang, kumohon, ceritakan sekali lagi apa yang kau alami dulu, ketika kau hilang. Buat mereka percaya padamu.” Fjola menatap sang pangeran dengan mata menyipit. “Untuk apa? Mereka toh tidak akan memercayaiku, bagaimanapun kerasnya aku mencoba. Nyatanya mereka mengurungku.” Barrant mendesah. Ia tak mampu membujuk gadis itu. Seorang lelaki yang rambutnya seolah berusaha menentang gravitasi pun masuk. Matanya membelalak sekilas ketika menatap Fjola. “Oh, gadisku!” pekiknya menghambur ke dalam pelukan sang gadis. Isakan terdengar samar dari bibirnya. “Seharusnya tak kutinggalkan kau di hutan itu.” Fjola mengelus punggung Ishak dengan lembut. “Tidak apa-apa,” katanya menenangkan lelaki gemulai tersebut. Ishak melepaskan pelukannya
Hari itu juga, Raja Valdimar ingin menghukum Fjola sama seperti hukumannya terhadap ayah gadis itu. Namun karena ada tekanan dari dewan yang menangguhkan keputusan, ia tak bisa begitu saja menghukum Fjola. Ia mesti bersabar hingga besok. Menurutnya, hal itu tidaklah berpengaruh apa-apa. Sebab, ia yakin bahwa gadis itu sudah pasti bersalah. Dia begitu licik bak ular. Para dewan, terutama Barrant, pasti akan melihat kelicikan gadis itu esok. Margaret pasti mampu mematahkan kebohongan gadis itu. Namun sejak kematian Lilija, Raja Valdimar tidak melihat Margaret. Dulu, ketika mayat gadis itu dipulangkan, Margaret menjadi orang pertama yang bersedia mengantar kepergian Lilija kembali ke tanah airnya. Ia turut dalam rombongan pengantar jenazah. Hari ini merupakan hari ke tujuh kepergian wanita tua itu. Seharusnya ia sudah kembali kemarin. Meski begitu, Raja Valdimar berpikir positif. Jika sudah menyukai seseorang, Margaret selalu berbuat segalanya kepada orang itu, pikir sang raja. Jadi, ti
Pada hari berikutnya, sebelum sidang kembali dibuka, perasaan Barrant gelisah. Semenjak ia mendengar kisah Fjola tentang perjuangannya kembali dari luar tembok, ia mengirim surat ke Negeri Haust untuk memastikan bahwa gadis itu benar-benar kembali ke dalam tembok bersama Sofia Hart. Namun sudah lebih dari seminggu tak ada balasan dari negeri tersebut. Padahal ia berniat menjadikan surat balasan itu sebagai bukti bahwa Fjola tidak mengada-ngada. Meski cerita gadis itu tidak masuk di akalnya, tetap saja sebagai kekasih ia mesti mendukung Fjola. Walau dia berbohong sekalipun. Jadi, dalam suratnya itu ia meminta Briet untuk menulis bahwa Sofia memang benar-benar kembali. Perihal benar tidaknya pernyataan itu, ia tak peduli. Ia harus membuat para dewan percaya dan mengampuni Fjola.Barrant sendiri setengah percaya kepada gadis itu. Sebab, seumur hidup, ia tak pernah melihat seseorang yang sudah melewati tembok perbatasan dapat kembali hidup-hidup. Batu saja menjadi debu ketika meleati per
Memanfaatkan keterkejutan orang-orang yang ada di balairung, Barrant mendesak mereka untuk segera memutuskan bagaimana nasib Fjola selanjutnya. Dengan adanya Sofia yang menjadi bukti bahwa segala yang diucapakan gadis itu adalah benar, maka para dewan meyakini bahwa selama ini Fjola merupakan korban. Mereka juga memutuskan untuk mengadili Margaret dan memanggil beberapa saksi. Namun, sampai di penghujung hari itu, Margaret tak juga kembali. Prajurit yang dulu pergi bersamanya pun berkata bahwa wanita tua itu sudah meninggalkan Negeri Vetur setelah jasad Lilija dikuburkan. Ke mana perempuan tua itu pergi? Tak ada yang tahu.Raja Valdimar yang selama ini telah salah sangka meminta maaf kepada Fjola. Ia juga mengizinkan gadis itu menikah dengan putranya. Namun, Fjola menanggapinya hanya dengan ucapan ucapan terima kasih yang tidak tulus.Setelah persidangan selesai, juru bicara diutus untuk menyampaikan apa yang terjadi di dalam istana kepada rakyat, tentu setelah memilih kata-kata yang
Fjola bakal percaya kalau dirinya sudah mati apabila makhluk buas yang tadi menyerangnya menghilang. Karena bagaimanapun, ia yakin bahwa makhluk sekeji itu tak mungkin dapat masuk ke dalam dunia kekal nan nyaman serta indah. Lagi pula, saat ia menengok ke samping, Barrant masih tertelungkup tak berdaya.Yang paling membuatnya yakin ini hanya mimpi adalah keberadaan Arnor yang berdiri di depannya, menahan pedang makhluk menyeramkan yang berniat membunuhnya. Padahal, dari kilasan yang pernah dikirimkan oleh Eleanor, saudara kembar Arnor yang memiliki kekuatan pikiran, ia mendapat kabar bahwa Arnor sudah mati. Ditambah ucapan Malakora ketika menyerangnya, Fjola kian yakin bahwa peri itu telah tiada. Namun sekarang, sang peri berdiri di depannya. Tubuhnya solid dan utuh. Meski baru bisa melihat punggungnya, gadis itu yakin Arnor baik-baik saja. Ia hidup.Hati Fjola lega luar biasa. Bahkan saking lega dan bahagia, ia sampai menitikan air mata. Dalam hati, ia bersyukur dapat bertemu lagi de
Fannar merasa sia-sia melepaskan anak panah ke makhluk yang sedang mengayunkan pedang secara membabi buta di depannya. Pasalnya, kulit makhluk itu sulit dilukai hanya dengan sebuah panah bermata besi. Meski dalam jarak yang dekat serangannya tak mampu melukai lawan. Yang ada si lawan malah bertambah murka.Makhluk itu menusukkan pedangnya yang panjang ke tubuh kecil Fannar tanpa ampun. Dengan kegesitan yang luar biasa, pemuda belia itu mampu menghindar. Tangannya yang bebas meraih benda apa pun di dekatnya untuk dilempar ke makhluk itu. Ia malah tampak seperti anak kecil yang merajuk. Hal itu membuat si makhluk semakin jengkel.Makhluk yang adalah salah satu panglima terkuat Malakora itu pun menyapukan pedangnya memutar ke sekelilingnya. Hal itu menyebabkan baju bagian dada Fannar terkena ujungnya lalu robek.Zoe yang datang setelah memastikan kuda yang membawa lari Fjola dan Pangeran Barrant sudah melaju dan tak kembali pun menghujamkan belatinya ke punggung sang makhluk ketika lenga
Langkah makhluk itu tampak mantap saat mendaki bukit. Meski tubuhnya berat sehingga mata kakinya terbenam dalam tumpukan salju, ia berjalan dengan langkah ringan. Seringai menghiasi wajahnya yang jelek, membuatnya semakin jelek. Pedangnya yang tajam dan panjang diseret hingga bagian ujungnya membelah salju di bawah, menciptakan bekas yang mengalur di samping jejaknya. Matanya menatap lurus ke tujuan. Setelah dua hari mengikuti, akhirnya ia mampu mengejar buruannya.Meski rajanya tidak memerintahkan secara langsung untuk memburu mereka, namun dari pengalamannya, Malakora selalu membunuh anggota kerajaan dari negeri yang diserangnya. Ia ingat ketika mereka menyerang salah satu kerajaan yang mayoritas penduduknya merupakan bangsa kurcaci. Waktu itu hampir semua prajurit mereka binasakan. Namun, Malakora tak berhenti membantai.“Sudahlah! Biarkan sisannya kita pekerjakan sebagai budak. Bukankah mereka pandai membuat senjata?” katanya.Malakora yang baru saja merenggut seorang bayi dari de
Sementara itu, di sebuah ruangan kecil di istana Malakora, sebuah kotak seluas 2 x 3 meter yang tingginya hanya satu meter dan terbuat dari baja, dengan kaca sebagai jendela, dikunci sedemikian rupa sehingga hanya lubang sepanjang kepalan tangan yang disekat teralis menjadi satu-satunya jalan untuk udara. Seorang peri berambut cokelat kayu dipernis terikat dengan kedua tangannya terentang. Ia tergantung dengan posisi setengah berlutut. Kakinya yang lemah tertekuk ke belakang. Kepalanya menunduk. Bajunya koyak, beberapa bagian tampak bekas terbakar. Darah dan kotoran menghiasi sosoknya.Seorang peri cantik berjalan masuk ke ruangan itu bersama dua pengawalnya yang setia. Salah seorang pengawal itu menarik kursi sampai di depan kotak baja. Setelahnya, peri cantik tadi duduk di sana, menyilangkan kaki dan bersedekap. Matanya memandang kotak dengan pongah. Ia mengibaskan tangan, menyuruh pengawalnya untuk membuka pintu kotak itu.Salah satu pengawal itu tergopoh-gopoh menuju kotak baja, m
Istal istana kosong melompong. Tak ada kuda maupun kereta yang tersisa. Semuanya lenyap. Ada satu kuda yang berbaring di kandang. Keadaannya tak lebih baik dari mereka. Kuda itu kurus dan lemas. Bahkan untuk mengangkat kepala saja sulit. Fjola tak mungkin memaksanya membawa mereka bertiga, mustahil.“Lepaskan aku,” rintih Barrant. “Aku harus membunuh peri itu.”“Diamlah, Barrant!” Fjola yang kelelahan tambah frustrasi. “Kita ke pintu belakang. Semoga saja ada kuda yang dapat kita gunakan,” tambahnya memberi aba-aba kepada Ishak yang memapah sang pangeran di sisi satunya.Untungnya, pintu belakang istana tidak terkunci, bahkan menjeblak terbuka. Fjola menyeret tubuh Barrant yang langkahnya diseret melewati pintu besi itu. Namun, saat berhasil keluar, Fjola harus kecewa karena tak ada apa pun di sana kecuali seorang prajurit telanjang yang pingsan. Ia dan Ishak berusaha menyeret tubuh Barrant yang kini pingsan menjauh dari istana.Sebuah gerobak berisi tong-tong bekas makanan teronggok
Fjola tengah ditanya apakah ia bersedia menerima Barrant apa adanya, dalam susah maupun senang, dalam sehat maupun sakit, dalam kaya maupun miskin, ketika guncangan itu terjadi. Ia memakai gaun terindah yang pernah dikenakannya, terlembut yang pernah disentuh oleh kulitnya, teringan yang pernah disangganya. Rambutnya yang pendek setengah teralin ke belakang. Sepatunya yang tinggi tampak mengilap dan bersih. Bunga yang disusun indah digenggamnya dengan mantap. Matanya yang sembap karena lagi-lagi menangis, berhasil ditutupi olesan bedak oleh Ishak.Meskipun demikian, kecantikan Fjola hanya menarik decak kagum dari tamu para tamu khusus itu sebentar saja. Sebab, setelah guncangan yang membuat gedung tempat dilaksanakan upacara pernikahan itu bergoyang, orang-orang yang ada di dalamnya terpekik terkejut. Dengung bagai lebah terdengar dari mulut mereka. Tak lama berselang, guncangan itu terjadi lagi. Saking besarnya sampai-sampai tanah bergetar, atap runtuh. Seketika keadaan menjadi kacau
“Jadi, apa yang harus kita lakukan?” tanya Zoe setelah melihat Margaret pergi dari menara.Fannar bungkam. Banyak pertanyaan yang berkelebat di kepalanya. Apakah isi tong itu racun? Kenapa membawanya ke gerbang? Dituang di mana? Apakah wanita tua itu bermaksud meracuni seluruh prajurit yang menjaga gerbang? Untuk apa? Apakah dia berniat melarikan diri ke luar tembok? Kenapa perlu meracuni prajurit? Fannar sungguh bingung.“Hei! Bagaimana? Jadi tidak membakar menara ini?” tanya Zoe lagi.Fannar memutuskan, “Kurasa kita harus ganti rencana.” Ia segera menyusul Mr. Quin. Zoe mengikutinya dengan kesal.“Kenapa tiba-tiba?” tanya gadis itu.“Wanita tadi jahat. Kurasa dia tengah merencanakan sesuatu yang berbahaya.”“Tapi, dia petinggi Garda.”Fannar menggeleng. “Kita ditipu, kau ditipu, Garda ditipu.”Mendadak, Zoe berhenti. “Apa?”“Tak ada waktu untuk menjelaskannya.” Fannar menarik tangan gadis itu bersamanya. “Kita harus menghentikan racun itu.”Mereka memelesat mengikuti sang ketua Gard
Margaret melenggang ke menara belakang istana dengan mata berbinar-binar. Akhirnya rencananya selama ini berjalan dengan sempurna. Ia akan berkuasa. Meski beberapa kali Barrant menjegal langkahnya, ia tak menyerah. Ia sudah berkorban banyak, termasuk waktu yang lama untuk dihabiskannya dengan berpura-pura mengabdi kepada negara bobrok yang tak berguna ini. Dengan bantuan anak-anak bodoh yang ditipunya, ia mampu mengeksekusi ramuannya yang berharga. Wanita tua itu sudah mencari resep dari tempat yang bahkan berbahaya untuk dimasuki. Demi tujuannya menjadi penguasa, ia bahkan rela kehilangan hati nurani. Ia sudah muak hidup di tengah para manusia bodoh yang selalu merendahkannya. Ia ingin mereka tunduk di kakinya.Setelah hadirnya Fjola kembali ke negeri tersebut, ia tahu bahwa rencana yang telah disusunnya jauh-jauh hari gagal lagi. Ia yang semestinya menjadikan Lilija penguasa pun luput. Semua karena ulah para Garda yang bodoh itu. Seharusnya, ia tak mempercayakan tugas penting itu k
Rencananya, Fannar akan mematik api di bangunan tempat penyimpanan anggur yang letaknya tak jauh dari dapur. Tentu, dengan begitu ia yakin istana akan hancur. Namun, dalam prosesnya ternyata tidak semudah yang dia kira. Tempat penyimpanan anggur itu terkunci. Setiap beberapa menit, ada saja pelayan yang hilir mudik mengambil tong-tong anggur itu. Jadi, dengan sedikit inprovisasi, ia mengubah targetnya menjadi menara tak terpakai di bagian belakang istana.Tanpa diketahui Fannar, menara itu merupakan menara yang sama tempat kakaknya dulu dijebak dan diculik. Zoe membantu pemuda itu mencuri alkohol untuk disiramkan ke kayu-kayu yang bertumpuk di menara. Saat ia kembali, ia melihat Fannar bersembunyi di pohon besar dekat menara itu. Melihat tingkahnya yang aneh, Zoe pun mendekatinya dengan langkah sepelan mungkin.“Ada apa? Kenapa kau bersembunyi di sini?” tanyanya berbisik.Fannar menempelkan telunjuk di bibir, kemudian menunjuk pintu menara yang terbuka. “Aku melihat Rowan dan Luke mem