FjolaMasuk ke Negeri Haust ternyata tidaklah sulit. Orang-orang maupun prajurit tidak ada yang menoleh, maupun yang curiga kepada dua orang gadis yang mengendarai kuda melewati jalan-jalan berkerikil menuju istana. Dalam pikiran mereka, kedua gadis itu hanyalah orang biasa. Toh, mereka tampak tidak berbahaya. Tidak mungkin mereka mampu mengancam keutuhan mereka.Bahkan, ketika melewati gerbang istana pun, mereka hanya disambut segelintir prajurit yang bertanya identitas dan tujuan mereka secara ogah-ogahan.“Nama?” tanya prajurit dengan raut wajah bosan. Bobot tubuhnya sebagian besar ia tumpukan ke tombak yang tengah dipegang dengan pangkal menancap ke tanah. Ia tengah berdiri di sisi gerbang yang terbuka.“Bella,” sahut Sofia tanpa turun dari kudanya. Fjola yang duduk di belakangnya mengintip prajurit itu sekilas sebelum memalingkan pandangannya ke tempat lain. Gadis itu ingat prajurit tersebut pernah mengantarkan makanan ke rumahnya dulu, ketika dia akan berangkat ke Negeri Veggur.
Gadis itu duduk sendiri di ruangan yang biasanya ia gunakan untuk menjamu tamu dari luar istana. Tudung dari jubah berwarna putih yang tampak kotor menutupi kepalanya. Tangannya tertaut di meja. Punggungnya menegak. Ketika Raja Erik melewati pintu, gadis itu tidak menoleh.“Siapa kau? Jangan macam-macam padaku,” ujar raja itu berderap masuk. Ia mengambil duduk di depan gadis yang tengah menunduk itu. Ia mengibaskan tangan sekilas, mengusir pengawalnya keluar. “Kau berbohong dengan mengatakan bahwa kau Fjola Addalward. Dia sudah mati.”“Sayang sekali, Yang Mulia.” Fjola membuka tudungnya. “Aku belum mati.”Raut terkejut terpampang di muka raja itu. Matanya terbuka sangat lebar. “F-fjola! Bagai-bagaimana kau—aku melihatmu.” Ia tergagap. Ia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya lewat mulut. Ia memejamkan mata sejenak, menenangkan syarafnya sekejap kemudian berkata lagi. “Aku mendengar Margaret mengirimmu ke luar tembok. Aku percaya padanya, jadi aku tidak mencarimu. Kalau kutahu
“Ap-apa yang terjadi?” tanya Raja Erik memegangi dadanya. Jantungnya yang berdetak kencang belum reda. Napasnya tersengal. Paru-parunya seolah menjerit. “Ke-kenapa kau—““Kau kecewa aku masih hidup?” Sofia mencomot sandwich lalu menggigitnya. Ia duduk di antara Fjola dan sang raja dengan santai.Raja Erik menggeleng. “Tidak, tidak. Aku tidak kecewa, hanya saja, aku terkejut. Bagiamana kau bisa—oh, ya Tuhan. Aku benar-benar tidak mengerti.”“Kalau begitu, jangan kau pikirkan,” sela Fjola kemudian. “Jawab saja pertanyaanku. Apa yang kau katakan kepada para dewan?”“Dengar,” ucap Raja Erik memajukan tubuhnya. Ia menarik napas-dalam dan malah terbatuk. Setelah batuknya reda, ia melanjutkan, “Mereka mengancamku. Jadi—““Jawab saja pertanyaan Fjola, Ayah, tak usah berbelit-belit.” Sofia menjilati sisa sandwich di jemarinya.Raja itu melirik anaknya sekilas kemudian berkata, “Aku bersaksi bahwa seseorang mendatangiku dan berkata kau adalah anak tidak sahku. Aku juga bersaksi orang itu memint
Raja terbatuk lagi. Kali ini disertai darah. Tubuhnya ambruk ke lantai. Napasnya tersengal-sengal. "Kau!" katanya dengan susah payah. "Membunuh ayahmu sendiri?"Sofia melangkahi tubuh raja itu dengan santai, menuju pintu di belakangnya. "Tentu saja tidak. Kau kan mati karena penyakit yang tak tahu dari mana asalnya. Bukankah begitu, Fjola?"Gadis yang diajaknya bicara memasukkan lagi biji-biji beracun itu ke dalam kantung jaketnya. Ia lalu menuang sisa teh ke luar jendela."Tentu saja. Kau tidak akan langsung mati, kok, Tenang saja. Kau hanya kan mengalami kelumpuhan total. Fungsi organ-organmu perlahan membusuk. Kau akan merasa sakit hingga memohon untuk mati. Jadi, bersenang-senanglah."Raja Erik memandang Fjola yang berdiri di depannya dengan penuh kebencian. Tangannya yang kebas mulai mati rasa. "Da-dasar gadis si-si-" mendadak lidahnya kelu. Ia kesulitan untuk membuka mulut. Menyadari bahwa tanda-tanda kelumpuhan mulai tampak, ia menjadi ketakutan. Ia menangis, bahkan mengompol.
Negeri Haust gempar akan adanya kabar yang simpang siur yang merebak tentang bergantinya kepemimpinan. Ada yang bilang raja mereka diracun. Ada juga yang bilang bahwa raja mereka dikutuk. Tak sedikit yang bilang bahwa putri mereka yang telah mati bangkit lagi dari kubur. Para dewan yang diharapkan mampu memberi penjelasan yang lebih masuk akal pun angkat tangan. Sebab, mendadak istana menutup diri. Selama tiga hari mereka dalam kebingungan. Hingga pada hari ke tiga, mereka mendapat apa yang mereka mau.Dengan lantang, seorang utusan yang mengaku dari kerajaan membawa seubuah pengumuman penting yang menceritakan secara singkat bahwa Raja Erik sakit keras karena penyakit yang tak dapat dijelaskan. Beliau tidak mampu memimpin rakyatnya lagi. Sebagai ganti, beliau memanggil Tuan Putri Sofia kembali dari pengasingan. (Selama ini rakyat kerajaan Haust tidak tahu menahu tentang tuan putri yang gagal menjadi selir Raja Valdimar dibuang ke luar tembok perbatasan. Mereka mengira para putri itu
Istana Negeri Veggur tampak sibuk. Para pelayan sibuk mempersiapkan acara pernikahan sang pangeran yang akan dilangsungkan besok. Mereka bekerja keras untuk memastikan upacara itu lancar, aman, dan meriah. Para koki mulai menyiapkan bahan untuk membuat kue pengantin yang megah. Para pelayan sibuk membersihkan aula yang akan digunakan untuk menjamu tamu-tamu undangan yang datang dari berbagai negeri. Tamu Negeri Vetur, negeri calon mempelai wanita, sudah hadir dua hari yang lalu. Raja Valdimar dan Margaret menyambut mereka dengan suka cita.Kamar khusus disediakan untuk ayah sang mempelai wanita. Meski begitu, sang calon mempelai wanita belum bisa menemui ayahnya. Rupanya, Lilija ingin bermain-main sedikit dengan ayah dan keluarganya. Setiap sang ayah menyatakan keinginannya untuk menemui Lilija, putri itu menolak.“Katakan kepadanya, aku sangat sibuk,” kata gadis itu yang kini duduk di kamar yang letaknya tepat di samping kamar pangeran. Sejak dinyatakan menjadi calon permaisuri pang
Suara Lilija sudah terdengar meski tubuhnya belum terlihat. Hal itu membuat Barrant panik. Cepat-cepat ia menutup pintu kamarnya.“Bagaimana kau membuka pintu ini tadi?” tanyanya kepada Aguste yang masih berdiri di hadapannya.Lelaki berbadan kekar namun tampak kotor itu pun memperlihatkan benda yang ada digenggamannya. “Aku masih menyimpan kuncinya.”Tentu saja, batin Barrant lega. Ia telah menyerahkan nyawanya kepada Aguste. Menyerahkan kunci kamar untuk disimpan lelaki itu bukan masalah besar baginya. Ia segera mengambil benda kecil itu kemudian memasukkannya ke lubang kunci dan memutarnya. Ia menyuruh Aguste bersembunyi.Tak lama setelah Aguste menjejalkan badannya ke bawah ranjang, Lilija mengetuk pintu. “Maaf Pangeran, aku tidak berhasil mencuri kunci dari ayahmu,” katanya dengan suara yang ringan. “Tetapi sebagai gantinya, aku membawa penasihat kerajaan. Beliau akan membuka pintu dan memastikan kau tidak ke mana-mana.”Barrant mendesah pasrah. “Ya sudahlah.”Terdengar kunci pin
Sementara Barrant meratapi nasib yang mungkin menimpa kekasihnya, Lilija sedang cemberut di kamarnya. Ia kesal karena tak berhasil memenangkan hati Barrant. Menurutnya, pangeran itu terlalu sombong. Dia juga naif karena mengharapkan sesuatu yang sudah tiada. Andai Lilija bisa berkata kepadanya bahwa Fjola sudah mati, bahwa gadis itu tak mungkin kembali lagi, bahwa mau tak mau Pangeran Barrant harus menerimanya, tentu ia akan dengan senang hati mengucapkan itu. Namun, ia tak dapat melakukannya. Sebab, dari mana ia tahu Fjola sudah tiada dan tak mungkin kembali ke istana lagi? Akan aneh jika dia mengetahui nasib musuhnya itu sementara semua orang, kecuali Margaret, tidak tahu di mana dan apa yang terjadi terhadap gadis itu.Mereka pasti curiga kepadanya. Dulu, sewaktu Lilija mengirim Fjola ke luar tembok, ia merasa marah sehingga tak menyesali perbuatannya. Sekarang, setelah hampir sebulan Fjola tiada, ia tambah marah. Jika ia bisa kembali ke masa lalu, ia akan membunuh Fjola saja alih-
Fjola bakal percaya kalau dirinya sudah mati apabila makhluk buas yang tadi menyerangnya menghilang. Karena bagaimanapun, ia yakin bahwa makhluk sekeji itu tak mungkin dapat masuk ke dalam dunia kekal nan nyaman serta indah. Lagi pula, saat ia menengok ke samping, Barrant masih tertelungkup tak berdaya.Yang paling membuatnya yakin ini hanya mimpi adalah keberadaan Arnor yang berdiri di depannya, menahan pedang makhluk menyeramkan yang berniat membunuhnya. Padahal, dari kilasan yang pernah dikirimkan oleh Eleanor, saudara kembar Arnor yang memiliki kekuatan pikiran, ia mendapat kabar bahwa Arnor sudah mati. Ditambah ucapan Malakora ketika menyerangnya, Fjola kian yakin bahwa peri itu telah tiada. Namun sekarang, sang peri berdiri di depannya. Tubuhnya solid dan utuh. Meski baru bisa melihat punggungnya, gadis itu yakin Arnor baik-baik saja. Ia hidup.Hati Fjola lega luar biasa. Bahkan saking lega dan bahagia, ia sampai menitikan air mata. Dalam hati, ia bersyukur dapat bertemu lagi de
Fannar merasa sia-sia melepaskan anak panah ke makhluk yang sedang mengayunkan pedang secara membabi buta di depannya. Pasalnya, kulit makhluk itu sulit dilukai hanya dengan sebuah panah bermata besi. Meski dalam jarak yang dekat serangannya tak mampu melukai lawan. Yang ada si lawan malah bertambah murka.Makhluk itu menusukkan pedangnya yang panjang ke tubuh kecil Fannar tanpa ampun. Dengan kegesitan yang luar biasa, pemuda belia itu mampu menghindar. Tangannya yang bebas meraih benda apa pun di dekatnya untuk dilempar ke makhluk itu. Ia malah tampak seperti anak kecil yang merajuk. Hal itu membuat si makhluk semakin jengkel.Makhluk yang adalah salah satu panglima terkuat Malakora itu pun menyapukan pedangnya memutar ke sekelilingnya. Hal itu menyebabkan baju bagian dada Fannar terkena ujungnya lalu robek.Zoe yang datang setelah memastikan kuda yang membawa lari Fjola dan Pangeran Barrant sudah melaju dan tak kembali pun menghujamkan belatinya ke punggung sang makhluk ketika lenga
Langkah makhluk itu tampak mantap saat mendaki bukit. Meski tubuhnya berat sehingga mata kakinya terbenam dalam tumpukan salju, ia berjalan dengan langkah ringan. Seringai menghiasi wajahnya yang jelek, membuatnya semakin jelek. Pedangnya yang tajam dan panjang diseret hingga bagian ujungnya membelah salju di bawah, menciptakan bekas yang mengalur di samping jejaknya. Matanya menatap lurus ke tujuan. Setelah dua hari mengikuti, akhirnya ia mampu mengejar buruannya.Meski rajanya tidak memerintahkan secara langsung untuk memburu mereka, namun dari pengalamannya, Malakora selalu membunuh anggota kerajaan dari negeri yang diserangnya. Ia ingat ketika mereka menyerang salah satu kerajaan yang mayoritas penduduknya merupakan bangsa kurcaci. Waktu itu hampir semua prajurit mereka binasakan. Namun, Malakora tak berhenti membantai.“Sudahlah! Biarkan sisannya kita pekerjakan sebagai budak. Bukankah mereka pandai membuat senjata?” katanya.Malakora yang baru saja merenggut seorang bayi dari de
Sementara itu, di sebuah ruangan kecil di istana Malakora, sebuah kotak seluas 2 x 3 meter yang tingginya hanya satu meter dan terbuat dari baja, dengan kaca sebagai jendela, dikunci sedemikian rupa sehingga hanya lubang sepanjang kepalan tangan yang disekat teralis menjadi satu-satunya jalan untuk udara. Seorang peri berambut cokelat kayu dipernis terikat dengan kedua tangannya terentang. Ia tergantung dengan posisi setengah berlutut. Kakinya yang lemah tertekuk ke belakang. Kepalanya menunduk. Bajunya koyak, beberapa bagian tampak bekas terbakar. Darah dan kotoran menghiasi sosoknya.Seorang peri cantik berjalan masuk ke ruangan itu bersama dua pengawalnya yang setia. Salah seorang pengawal itu menarik kursi sampai di depan kotak baja. Setelahnya, peri cantik tadi duduk di sana, menyilangkan kaki dan bersedekap. Matanya memandang kotak dengan pongah. Ia mengibaskan tangan, menyuruh pengawalnya untuk membuka pintu kotak itu.Salah satu pengawal itu tergopoh-gopoh menuju kotak baja, m
Istal istana kosong melompong. Tak ada kuda maupun kereta yang tersisa. Semuanya lenyap. Ada satu kuda yang berbaring di kandang. Keadaannya tak lebih baik dari mereka. Kuda itu kurus dan lemas. Bahkan untuk mengangkat kepala saja sulit. Fjola tak mungkin memaksanya membawa mereka bertiga, mustahil.“Lepaskan aku,” rintih Barrant. “Aku harus membunuh peri itu.”“Diamlah, Barrant!” Fjola yang kelelahan tambah frustrasi. “Kita ke pintu belakang. Semoga saja ada kuda yang dapat kita gunakan,” tambahnya memberi aba-aba kepada Ishak yang memapah sang pangeran di sisi satunya.Untungnya, pintu belakang istana tidak terkunci, bahkan menjeblak terbuka. Fjola menyeret tubuh Barrant yang langkahnya diseret melewati pintu besi itu. Namun, saat berhasil keluar, Fjola harus kecewa karena tak ada apa pun di sana kecuali seorang prajurit telanjang yang pingsan. Ia dan Ishak berusaha menyeret tubuh Barrant yang kini pingsan menjauh dari istana.Sebuah gerobak berisi tong-tong bekas makanan teronggok
Fjola tengah ditanya apakah ia bersedia menerima Barrant apa adanya, dalam susah maupun senang, dalam sehat maupun sakit, dalam kaya maupun miskin, ketika guncangan itu terjadi. Ia memakai gaun terindah yang pernah dikenakannya, terlembut yang pernah disentuh oleh kulitnya, teringan yang pernah disangganya. Rambutnya yang pendek setengah teralin ke belakang. Sepatunya yang tinggi tampak mengilap dan bersih. Bunga yang disusun indah digenggamnya dengan mantap. Matanya yang sembap karena lagi-lagi menangis, berhasil ditutupi olesan bedak oleh Ishak.Meskipun demikian, kecantikan Fjola hanya menarik decak kagum dari tamu para tamu khusus itu sebentar saja. Sebab, setelah guncangan yang membuat gedung tempat dilaksanakan upacara pernikahan itu bergoyang, orang-orang yang ada di dalamnya terpekik terkejut. Dengung bagai lebah terdengar dari mulut mereka. Tak lama berselang, guncangan itu terjadi lagi. Saking besarnya sampai-sampai tanah bergetar, atap runtuh. Seketika keadaan menjadi kacau
“Jadi, apa yang harus kita lakukan?” tanya Zoe setelah melihat Margaret pergi dari menara.Fannar bungkam. Banyak pertanyaan yang berkelebat di kepalanya. Apakah isi tong itu racun? Kenapa membawanya ke gerbang? Dituang di mana? Apakah wanita tua itu bermaksud meracuni seluruh prajurit yang menjaga gerbang? Untuk apa? Apakah dia berniat melarikan diri ke luar tembok? Kenapa perlu meracuni prajurit? Fannar sungguh bingung.“Hei! Bagaimana? Jadi tidak membakar menara ini?” tanya Zoe lagi.Fannar memutuskan, “Kurasa kita harus ganti rencana.” Ia segera menyusul Mr. Quin. Zoe mengikutinya dengan kesal.“Kenapa tiba-tiba?” tanya gadis itu.“Wanita tadi jahat. Kurasa dia tengah merencanakan sesuatu yang berbahaya.”“Tapi, dia petinggi Garda.”Fannar menggeleng. “Kita ditipu, kau ditipu, Garda ditipu.”Mendadak, Zoe berhenti. “Apa?”“Tak ada waktu untuk menjelaskannya.” Fannar menarik tangan gadis itu bersamanya. “Kita harus menghentikan racun itu.”Mereka memelesat mengikuti sang ketua Gard
Margaret melenggang ke menara belakang istana dengan mata berbinar-binar. Akhirnya rencananya selama ini berjalan dengan sempurna. Ia akan berkuasa. Meski beberapa kali Barrant menjegal langkahnya, ia tak menyerah. Ia sudah berkorban banyak, termasuk waktu yang lama untuk dihabiskannya dengan berpura-pura mengabdi kepada negara bobrok yang tak berguna ini. Dengan bantuan anak-anak bodoh yang ditipunya, ia mampu mengeksekusi ramuannya yang berharga. Wanita tua itu sudah mencari resep dari tempat yang bahkan berbahaya untuk dimasuki. Demi tujuannya menjadi penguasa, ia bahkan rela kehilangan hati nurani. Ia sudah muak hidup di tengah para manusia bodoh yang selalu merendahkannya. Ia ingin mereka tunduk di kakinya.Setelah hadirnya Fjola kembali ke negeri tersebut, ia tahu bahwa rencana yang telah disusunnya jauh-jauh hari gagal lagi. Ia yang semestinya menjadikan Lilija penguasa pun luput. Semua karena ulah para Garda yang bodoh itu. Seharusnya, ia tak mempercayakan tugas penting itu k
Rencananya, Fannar akan mematik api di bangunan tempat penyimpanan anggur yang letaknya tak jauh dari dapur. Tentu, dengan begitu ia yakin istana akan hancur. Namun, dalam prosesnya ternyata tidak semudah yang dia kira. Tempat penyimpanan anggur itu terkunci. Setiap beberapa menit, ada saja pelayan yang hilir mudik mengambil tong-tong anggur itu. Jadi, dengan sedikit inprovisasi, ia mengubah targetnya menjadi menara tak terpakai di bagian belakang istana.Tanpa diketahui Fannar, menara itu merupakan menara yang sama tempat kakaknya dulu dijebak dan diculik. Zoe membantu pemuda itu mencuri alkohol untuk disiramkan ke kayu-kayu yang bertumpuk di menara. Saat ia kembali, ia melihat Fannar bersembunyi di pohon besar dekat menara itu. Melihat tingkahnya yang aneh, Zoe pun mendekatinya dengan langkah sepelan mungkin.“Ada apa? Kenapa kau bersembunyi di sini?” tanyanya berbisik.Fannar menempelkan telunjuk di bibir, kemudian menunjuk pintu menara yang terbuka. “Aku melihat Rowan dan Luke mem