Beranda / Urban / Pesona Sang CEO / Bab 17. Salah Paham

Share

Bab 17. Salah Paham

Penulis: Zedanzee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-17 09:21:00

Hasrat yang sudah tidak tertahankan yang Devan rasakan, sesuatu di dalam tubuhnya minta dikeluarkan. Tubuhnya yang gempal berdiri dan berjalan ke samping rumah, melepas kancing  celana jins  yang ia kenakan kemudian menurunkan resleting mengeluarkan pusaka miliknya. Kaki Devan maju selangkah tubuhnya hampir menghimpit tembok berusaha menyembunyikan pusaka yang menjulur di balik celananya. Air kencing membasahi tembok rumah, tak perduli itu rumah siapa yang penting Devan segera kencing. Lalu kembali ke tempat duduk semula sambil meraih bungkus rokok di atas meja.

Bungkus rokok kosong yang bergambar terselip gambar leher bolong itu kosong. Devan menarik nafas panjang sambil meremas bungkus lalu melemparnya sembarangan. Hanya ditemani puluhan bahkan ratusan nyamuk yang bergantian mencicipi darahnya Devan terus menunggu berharap ada manusia datang memberi kabar soal Devi. Berkali-kali menepuk nyamuk yang sudah gendut mengisap darahnya, gatal di kaki dan

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pesona Sang CEO   Bab 18. Pergilah Devan!

    Dada Rangga sedikit bergetar tapi masih mampu mengusai emosi membuatnya tak begitu menampilkan kepanikan. Tak ada pilihan lain selain menatap wajah kakaknya yang mudah tersulut emosi. “Wow ... kejutan apa ini?” kata Devan. “Gini Mas, kita bicara dulu!” suara Rangga sangat bergetar. Dengan sangat tergesa-gesa Devi turun dari mobil melangkah menuju rumah. Devan yang melihat Devi menghindar lantas mengikuti dari arah belakang meninggalkan Rangga. “Dev ... Dev ... tunggu!” Devi terdiam tak menjawab atau pun menoleh, kini berdiri di hadapan pintu merogoh tasnya mencari kunci rumah. Karena panik Devi hanya mengaduk-aduk tas tak menemukan kunci yang ia cari. “Kita tak perlu bicara!” kata Devan di sampingnya. Devi tetap sama tak menoleh atau menjawab tanganya terus mencari kunci di dalam tas. “Dev!” Suara Devan terdengar keras. Tangan Devi berhenti bergerak, tertunduk sejenak. “Mau apa?” “Jelaskan semua!” “Apa lagi yang harus aku jelaskan?” Tangan Devan kembali mengepal kuat, dadany

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-17
  • Pesona Sang CEO   Bab 19. Reuni

    Malam ini Devan sangat liar, lebih liar dari biasanya sedikit kasarya tapi Dewi suka. Hampir setengah jam akirnya Devan mengulirkan tubuhnya ke samping Dewi, nafasnya masih ngos-ngosan tubuhnya basah karena keringan keluar dari pori-pori tubuhnya, Dewi yang berada di sampingnya kini mendekat dan memeluk Devan.Hormon endorfin yang dihasilkan dari bercinta membuat pusing, stres yang dilanda Devan mencair. Tubuh dan otak lebih rileks hatinya pun tak sekalut sebelumnya. Sudah tertangkap basah telah mendua secara naluriah egoisme laki-laki tak ingin kehilangan untuk kedua kali bagaimana pun caranya tak ingin membuat Dewi marah atau curiga. Dengan cara itu Devan juga berhasil membuat Dewi tak menghujani dengan segudang pernyatan ‘dari mana baru pulang’.“Mas, aku pengen kita punya anak.” Suara Dewi memecah keheningan.“Kan-baru saja bikin.”Cubitan manja dar

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Pesona Sang CEO   Bab 20. Doker Kandungan

    Tubuh sexy hanya terbalut kutang dan tengtop warna hitam, langkah meninggalkan Susi yang masih asik bermain ponsel. Waktu menunjukan pukul satu dini hari, dengan melepas kaos yang ia kenakan berharap tubuh Devi lebih nyaman untuk tidur. Tubuh Devi meringkuk di sebelah Jessy memejamkan mata. Bukan ngantuk justru fikir terus berhalusiansi lompat kesana kemari. Merenungi nasibnya yang begitu buruk kehilangan seorang ayah, suami dan sekarang kehilangan ibu saat memerlukan dukungan penuh dari orang dicinta. Ditambah Susi menyebut nama Goman memicu pemikiran baru. Teman pria Devi waktu SMA berhasil mengusik otaknya kembali. Mengingat suatu kejadian yang tak terpikirkan sebelumnya. Mulai gemas, Devi kembali bangkit merogoh tas miliknya mengambil obat batuk kemudian minum satu biji. Kembali merebahkan diri di samping Jessy berharap bisa tidur pulas di bawah pengaruh obat. Tak punya cara lain untuk bisa membuang semua pikiran negatif di mal

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-21
  • Pesona Sang CEO   Bab 21. Paket Makanan

    Sebenarnya pria tak pernah takut dengan istri, secara fisik dan logika laki-laki selalu unggul dari pada wanita. Pria yang dihadapkan dengan seorang manusia yang bernama istri saat marah lantas nyalinya lansung menciut, bukan takut tapi malas mendengar ocehan yang begitu panjang kadang melebar kesalahan A-Z diungkit kembali. Seperti Devan hal yang paling membuatnya malas dan tak bergairah omelan yang keluar dari bibir Dewi. Ya, justru setelah menjadi istir sah secara agama dia begitu sensitif dan dihantui rasa takut.Takut Devan selingkuh, sama seperti masa lalu yang dijalani berdua. Persis seorang pencuri takut hasil curian dimaling.Takut Devi kembali dan merebut Devan dari pelukan hangat yang selama ini terjalin.Ketakutan yang berlebihan itu melahirkan sikap negatif yang memuakkan Devan. Selalu curiga, cemas dan posesif.Setelah membaca surat pengadilan ada rasa

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-23
  • Pesona Sang CEO   Bab 22. Tak Ingin Dimadu

    Pagi-pagi sudah gusar! Bagaimana tidak gelisah, tidak resah? Bukan hanya Devan yang membuat suasana hati Dewi berantakan tapi sebuah kenyataan yang harus di terima, malaikat maut lebih awal ketemu Dr. Haris ketimbang dirinya, meskipun Dewi sudah janjian lebih dulu bahkan siap membayar dua kali lipat. “Dr. Haris meninggal baru saja,” ucap Dewi pada Devan. “Kita cari dokter lain.” Dewi tertunduk. “Dokter kandungan mana yang buka di hari libur jika belum janjian.” Devan kembali terdiam, memilih tak banyak bicara dari pada salah berucap karena saat ini wanita di sebelahnya sedang kacau. “Apakah aku akan jadi satu-satunya atau madu?” terdengar ucapan Dewi halus dan sangat berhati-hati dengan pandangan ke arah kertas di tangan. Devan menoleh kemudian tersenyum manis. “Kamu memang satu-satunya dan kamu maduku, manisku.” Tangan Devan mencoba menyentuh pipi Dewi, merayu sekuat tenaga. Kata-kata Devan seperti palu yang jatuh tepat di ubun-ubun Dewi, sangat menyakitkan. Devan berkata san

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-25
  • Pesona Sang CEO   Bab 23. Tawaran Buaya

    Cukup lama Devi terdiam, berusaha menetralkan pikiranya. Agus yang sedari tadi memandang rakus semakin gemas ketika melihat leher mulus dan bibir sensual Devi meskipun dengan gincu warna netral. Memandangnya saja membuat ke jantannya mengeras apalagi menyentuh. Bisa-bisa mati di pelukan Devi.“Gimana Mbak Devi? Bukannya sudah lama tak dipeluk? Ngak pengen dipuaskan?”Wajah Devi sangat datar, senyuman Agus begitu manis diacuhkan begitu saja berusaha mengakat wajah sambil manahan marah.“Begini saja, saya tinggalkan nomor telefon saya. Semua bisa diatur. Jika hal pribadi dibahas di sini itu sangat memalukan. Malu sama seragam Bapak dibeli dari uang rakyat.”Jawaban Devi sangat ketus bahkan kata-kata terakir membuat Agus tersinggung, tapi Agus puas dengan jawaban Devi itu artinya setuju dengan tawarannya. Ngopi di hotel sambil berendam bersama janda muda yang tubuhnya masih langs

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-25
  • Pesona Sang CEO   Bab 24. Kerisauan Dewi

    Tangan kanan Dewi menarik selimut menutupi tubuh yang berbalut lingerie merah jamu dilirik pria di sampingnya sudah tertidur pulas. Sudah dua hari Dewi tak bisa tidur nyeyak setelah mengetahui Devan telah mempunyai anak dari Devi, yang membuatnya semakin sakit kepala adalah Devan tetap ingin bertanggung jawab atas anak tersebut meskipun nantinya sudah bercerai.Ada sesuatu yang Dewi rasakan, yang sulit dijelaskan namun dapat dimengerti semua wanita dewasa.Sekarang mulai timbul ragu bahkan hampir menjurus rendah diri ‘mengapa dirinya tak kunjung hamil’. Padahal tak pernah sekalipun mengunakan kontrasepsi selama ini, apa lagi kondom? Sudah lama tak mengunakan karet itu lagi untuk mencegah kehamilan sejak menikah.Pikirnya Dewi terus melayang-layang memikirkan hal yang sama, sepupunya menikah baru dua minggu sudah hamil tapi mengapa hal itu tidak terjadi pada rahimnya juga. Tidak ada bedanya badan miliknya atau

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-04
  • Pesona Sang CEO   Bab 25. Pertemuan

    Jessy bermain pasir yang sudah bercampur tanah di bawah sinar mentari pagi yang menghangatkan, menghasilkan uap keringat yang membuat keningnya berembun. Satu tanganya memegang serokan kecil dan tangan lainnya mencekam wadah kecil yang berisi pasir. Wadah itu diisi lalu dibuang dan begitu terus berulang. Sedangkan Sang ibu duduk santai melihat putri kecilnya asik sendiri, di sebelahnya Susi ikut duduk sambil menikmati suasana berjemur pagi yang jarang mereka dapatkan kesempatan itu di tengah bisnis yang berkembang.Sejak ditinggal mati Namy, Devi memilih cepat untuk bangkit dan menerima. Mau diratapi atau tidak Namy tetap mati dan tubuhnya tetap hancur di makan belatung. Jadi pilihan hidup Devi sekarang meneruskan hidup yang tersisa tanpa seorang anggota keluaga. Tak bisa dipungkiri Jessy masih terlalu kecil untuk mengartikan sebuah kesedihan karena kehilangan. Emosinya masih tahap perkembangan hal itulah yang membuat Devi ingin anaknya tumbuh dengan mental yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06

Bab terbaru

  • Pesona Sang CEO   Tamat

    “Bekerja di bidang apa Bu?” tanya Max sangat kaku.“Jangan panggil Bu. Terlalu formal. Panggil saya Devi,” pungkas Devi tegas.Max menelan ludah. Dia salah lagi. “Oh maaf Devi. Kamu bekerja di bidang apa?”“Salon kecantikan. Kamu?”“Kontruksi. Pantas saja.” Max tersenyum lebar ke arah Devi sambil mengendalikan kemudi.Kening Devi sedikit mengkerut. “Pantas apa?”“Cantik.”Devi tersenyum lalu melihat ke arah jalan raya yang semakin padat. Dia tidak terlalu tertarik dengan jawaban Max, menurutnya terlalu berlebihan.Entah angin dari mana, ucapan Susi kembali mengema. Seperti kaset yang diputar berulang dengan kalimat yang sama. “Cobalah dekat dengan pria dan lunakan hatimu.”Max tidak terlalu buruk. Di usia yang sama dengan Devi yang telah memasuki kepala empat tubuhnya masih segar bugar dan tampan. Bicaranya juga sopan, memiliki anak seusia Jessy. Dia pasti juga pengalaman menjadi orang tua. Pasti cukup nyambung untuk sekedar bicara dan ngobrol lebih jauh.Devi mulai berpresepsi tentan

  • Pesona Sang CEO   S2. Bab 19. Max, Si Pria Kekar

    Devi berjalan terburu-buru setelah memarkirkan mobilnya di halaman sekolah Jessy. Dia terlambat lima menit menghadiri rapat pengambilan rapot Jessy.Akan tetapi langkah kaki itu terhenti ketika sebuah mobil sedan warna hitam melintas tepat di hadapnya kemudian berbelok hendak parkir di samping mobilnya.Suara retakan terdengar keras di belakang Devi. Kedua bola matanya melihat dengen jelas bagimana orang itu menabrak spion mobilnya. Dan kini langkah Devi benar-benar terhenti.Niat untuk segera masuk ke ruang kelas Jessy terhenti seketika. Dia perlu membuat perhitungan dengan orang tolol yang telah menabrak mobilnya.Devi berdiri di samping mobil sedan warna hitam, menunggu sang empu keluar dari dalam mobil. Orang itu harus diberi pelajaran, siapa tahu dia sebernarnya orang yang tidak mahir membawa mobil namun nekat mengendarai.Sepatu datar mengkilat dengan moncong sedikit keatas keluar terlebih dahulu dari dalam mobil. Seorang pria dengan tubuh kekar dengan kemeja yang minim keluar d

  • Pesona Sang CEO   S2. Bab 18. Haruskah Berkencan dengan Pria?

    Mantan kekasih adalah belegu.Sebuah kalimat yang cocok untuk Devi saat ini. Rangga kembali datang menawarakan sebuah pertemanan, namun bukan itu sebenarnya. Devi mengerti tidak ada pertemanan murni dengan mantan.Kemungkinan untuk masuk ke jurang yang sama masih jelas ketara. Akan tetapi jika terus menerus menghindari Rangga justru semakin pria itu terpacu adrenalin.Devi harus melalukan sesuatu agar berhenti mengusiknya.“Oke. Aku memaafkanmu, kita bisa berteman. Tapi tolong beri aku ruang dan waktu. Tidak mudah aku kembali pada masalalu walau hanya untuk berteman!” Suara Devi terdengar sedikit kaku dengan dua bola mata menatap penuh ke arah Rangga.“Beri aku waktu!”Rangga berdehem. “Apa yang harus aku lakukan?”“Dua minggu saja kamu berhenti menemuiku?”“Kenapa?” tanya Rangga.“Beri aku ruang dan waktu!”Pertemuan itu berlangsung cukup sengit. Namun, membuahkan hasil bagi Devi. Pria itu pergi dari ruangan Devi, meskipun dengan perasaan yang begitu kacau.Kini yang ada hanya Devi y

  • Pesona Sang CEO   S2. Bab 17. Penyesalan

    Satu bulan setelah pertemuan itu Devi menolak untuk bertemu Rangga. Bahkan urusan kerja sama dengan Erlangga ia serahkan penuh ke Susi. Ia benar-benar menolak untuk bertemu dengan Rangga.Rasa tersinggung karena ucapan Rangga kala itu masih lekat di otak Devi. Namun, siapa sangka selama satu bulan itu juga Rangga tidak berhenti mengusik dirinya. Dari mengirim buket bunga sampai makanan hingga beberapa batang coklat.Akan tetapi akhir dari buket bunga-bunga itu ialah tong sampah jika untuk makanan Devi biarkan karyawan yang menghabiskan semua.Sedikit pun ia tak lagi terkesan dengan godaan yang diberikan Rangga.Sebenarnya hal itu ia lakukan agar untuk menjaga hati akan rayuan Rangga. Ia tahu pria itu sudah berubah, tidak lagi sama seperti dahulu. Kini Rangga lekat dengan alkohol dan rumor-rumor miring.Devi juga tak bisa menampik kabar yang beredar jika Rangga saat ini sedang dekat dengan beberapa model dan juga artis kontroversial. Beberapa kali Rangga datang ke kantor, tapi Devi

  • Pesona Sang CEO   S2. Bab 16. Kencan Dengan Masalalu

    Berdua dengan mantan kekasih yang pernah mencintai begitu dalam adalah siksaan nyata. Urat di belakang leher Devi terasa kaku, jantung terus dipacu berdetak lebih keras. Sesekali Rangga mentap lalu buang muka, dan itu sedikit memuakan untuk Devi. Tapi itu tidak berlangsung lama ketika ponsel Devi berbunyi, meskipun itu panggilan hanya dari staf kantor dan bisa dialihkan tapi hal itu menjadi kesempatan Devi untuk keluar ruangan itu. Dan ia dengan sengaja kembali dua puluh menit kemudian ketika semua sudah berkumpul di bilik 55. Meeting dan sekaligus makan sing berlangsung singkat; dua jam. Kali ini Devi hanya berkata jika perlu, tidak banyak basa basi apalagi bercanda, terlebih lagi Rangga. Pria itu hanya menjadi pendengar, sambil terus memainkan mata ke arah Devi. Semua setuju project akan digarap satu minggu yang akan datang. Sebagai bentuk penutup acara semua yang ada dalam ruangan itu saling berjabat tangan. Termasuk Rangga dengan Devi. Akan tetapi jabat tangan kali ini Rangga d

  • Pesona Sang CEO   S2. Bab 15. Di Bilik 55

    Kurang dari tiga puluh menit pertemuan di mulai. Seorang pria dengan kacamata hitam bertubuh tinggi dengan rambut sedikit ikal berjalan memasuki bilik ruangan no 55. Di pertemuan ini pria itu sengaja mengenakan kemeja kualitas premiun berbahan flannel, dengan lengan panjang. Dan untuk celana ia mengenakan celana jins warna hitam. Pria itu juga mengenakan sepatu kanvas dengan model kasual sebuah penampilan sederhana tapi tetap modis. Untuk pertemuan dan tebar pesona. Namun langkahnya terhenti sebelum memasuki ruangan itu. Dari cela pintu kaca terlihat jelas sosok wanita yang sangat ia kenali. Dua mata Rangga kini tak lepas dari sosok wanita dengan dres berwarna hitam polos berkalung mutiara sedang duduk menatap ponsel. Bersyukur wanita itu fokus ke poselnya, hingga tidak menyadari kehadiran Rangga. Rangga bergumam, sedikit kesal ternyata Devi jauh lebih dahulu sampai restoran. Padahal pria itu percaya diri jika kehadiranya menjadi hal yang mengejutkan bagi Devi. Tapi sebaliknya ia

  • Pesona Sang CEO   S2. Bab 14. Kembalinya Rangga

    Devi sengaja datang lebih awal di restoran tempat ia akan meeting. Ia memilih restoran di hotel paling terkenal mewah di Surabaya dengan menu-menu ala Itali. Beberapa kali Susi dan Iqbal sedikit komentar tentang restoran yang dianggapnya sedikit berlebihan. Akan tetapi hal itu tidak jadi beban Devi. Ia rela datang satu jam lebih awal untuk memastikan semua maksinal. Menu makanan, minuman ia memilih yang paling laris dan enak. Ia bahkan berani memberi tips khusus untuk kepala staf pelayan restoran itu, untuk tidak mengecewakan dirinya apa lagi relasi bisnis. Hal itu ia lakukan bukan hanya semata-mata meeting dengan Erlangga tetapi bakal calon tiga model yang akan membintangi produknya. Semua bukan orang sembarangan. Salah satunya ia Devi kenal betul. Luar dan dalam model itu. Sepuluh tahun berlalu sejak berpisah dengan Rangga kini ia harus bertemu kembali. Bukan untuk urusan pribadi tapi untuk urusan bisnis. Hal itu ia benci tapi sulit sekali untuk ia hindari. Dan semua itu terjadi

  • Pesona Sang CEO   S2. Bab 13. Kembalinya Masalalu

    Hari ini tidak sepenuhnya menyebalkan untuk Devi, karena sore hari pukul tiga ia telah menandatangi kontrak kerja sama dengan brand fashion terkenal di Indonesia dan dua tahun belakangan sudah masuk ke skala Internasional. ERINA, sebuah brand fashion baju yang kini sedang digadungi nyaris semua lapisan masyarakat Indonesia.Setidaknya dengan kolaborasi dengan brand ERINA, sudah dipastikan produk sekaligus salon yang Devi kelolah bakal semakin melesat. Bukan hanya di Indonesia tapi juga kawasan Asia Tenggara.“Untuk urusan model serahkan pada saya. Saya akan mencari model atau artis yang bisa membawa berlian untuk produk kita.” Pria dengan rambut hitam mengkilat itu melepas kaca matanya, dilipat lalu diselipkan ke kantong kemeja. Ialah Erlangga pria berusia empat puluh tahun, pemilik tunggal brand ERINA.“Tentu saya akan senang. Saya percaya pilihan Pak Erlangga. Semua tahu jika beberapa tahun ini ERINA tidak pernah gagal mengeluarkan produk.” Devi tersenyum puas. Begitu pula dengan Su

  • Pesona Sang CEO   S2. Bab 12. Ibu Otoriter

    Perang dingin itu belum usai hingga sarapan ke esok harinya. Jessy masih dengan mulut rapat, lekuk wajah kaku. Dan hal itu sering terjadi jika Jessy sedang marah. Sebaliknya bagi Devi hal itu bukan hal yang memberatkan pikiran, ia sudah biasa dengan sikap kaku Jessy. Toh berjalan waktu nanti semua akan membaik.“Untuk sekolah SMA, mama udah dapat sekolah yang pas buat kamu Jes. Sekolah ternama, ramah untuk siswi putri dan kurikulumnya menurut mama bagus.” Devi tersenyum manis sambil memandang wajah Jessy yang semakin tertunduk. “Mama juga sudah daftarkan Jessy les matematika dan fisika juga. Mungkin nanti juga akan ada les model, Mama pengen nanti kalau Jessy udah tujuh belas tahun jadi model di salon Mama.”Jessy terdiam, lemas. Selera makan semakin menghilang bahkan semangkuk sup sedari tadi hanya ia incim kurang dari tiga kali. Dan kini benar-benar ia tak ingin melanjutkan sarapan. Perutnya terasa sudah penuh seketika sejak Devi mengatakan urusan sekolah.Dua mata Devi mulai menga

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status