Sebelum kembali ke kantor, David menepati ucapannya dengan membeli salep untuk luka bakar Lila. Pria itu segera kembali masuk ke dalam mobilnya menemui sang istri yang sudah menunggu."Pakai ini," ujar David dengan dingin."Makasih," sahut Lila sembari menerima salep tersebut.Pandangan mata David tertuju pada leher jenjang Lila yang memerah. Pria itu mendekat dan menyentuhnya perlahan."Kenapa kau pergi dengan Mamah sebelum aku memberikan izin padamu?" tanya pria itu dengan tatapan tajamnya.Tubuh Lila menegang. "Maaf ... Tapi Mamah bilang ....""Ya. Mamah sudah mengatakannya padaku kalau Mamah membawamu."Lila memilih diam. David mengusap lembut leher jenjangnya dengan ujung jari telunjuknya. "Setidaknya ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi!"David kembali duduk di depan kemudi lalu melajukan mobilnya pergi dari apotek. Sementara Lila membuka kembali kemeja yang dia kenakan untuk mengoleskan salep pada leher dan dadanya.Lila mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. T
Malam itu Lila duduk bersantai di kamarnya sebelum tidur. Wanita muda itu sedang membaca artikel di internet mengenai kehamilan dan beberapa hal tentang ilmu parenting sebagai bekalnya nanti. Hingga tiba-tiba pintu kamarnya terbuka perlahan dan David muncul dengan menggenggam segelas susu di tangan kanannya.Lila menatap ke arah suaminya yang berjalan mendekat. Diletakkannya susu tersebut di atas meja kecil di sebelah ranjang Lila."Minum ini sampai habis!" titahnya dengan ekspresi dingin.Lila merasa keheranan. Mengapa suaminya malam-malam membuatkannya susu?"Cepat minum! Itu susu untuk ibu hamil. Kau harus meminumnya dan jangan membuat anakku kurang gizi!" tegas David lagi dengan tatapan mengancam.Lila menghela napas kemudian meletakkan ponselnya. Dia raih gelas berukuran kecil tersebut dan tanpa kata segera meminumnya.Perlahan-lahan susu putih itu diteguknya hingga tandas. David pun mengambil gelas tersebut dan menatap tajam wajah Lila."Terima kasih, Mas," ucap Lila dengan seny
Hari berikutnya Lila kembali merasakan mual. Terlebih jika dia menghirup aroma masakan yang terlalu kuat. Wajahnya pucat pasi dan tak mungkin baginya untuk pergi berangkat ke kantor."Aku izinkan kau cuti sampai rasa mualmu hilang," ucap David sebelum pria itu pergi meninggalkan sang istri di apartemen."Terima kasih," ucap Lila yang kini memilih duduk di ruang tengah sembari menikmati cokelat hangat buatan suaminya.Perhatian demi perhatian David berikan meski pria itu tetap saja bersikap kasar. Namun Lila menyadari ada sedikit kepedulian dari suaminya itu meski hanya pada bayi di dalam kandungannya."Pak David, ada kiriman makanan dari Nyonya Helena," ucap Farhan sembari membawakan dua kotak bekal untuk sang bos.David yang sedang sibuk berkutat dengan dokumen perkerjaan yang seharusnya dibantu oleh Lila menatap pada dua kotak bekal tersebut."Dari Mamah?" tanya David.Farhan mengangguk. "Iya, Pak. Saya permisi kalau begitu."Sang asisten segera keluar dari ruangan sang bos. Saat it
Setelah Lila berhasil melewati hari-hari pada awal usia kehamilan, wanita muda itu sudah kembali bekerja di perusahaan suaminya sebagai sekretaris. David pun sedikit mulai menjauh darinya dan bahkan tak menyentuhnya.Setiap malam David hanya melihat sejenak sang istri sebelum tidur. Lila sendiri merasa sedikit lebih tenang karena untuk sementara waktu David tidak akan memintanya sebagai pelayan ranjang."Itu pekerjaanmu yang sudah disusun oleh Farhan," papar David."Iya, Mas. Terima kasih, Mas Farhan," ucap Lila pada pria berkacamata persegi itu."Sama-sama, Nona." Farhan membalas dengan senyuman. Setidaknya dia senang karena sekretaris pribadi sang bos telah kembali dan pekerjaannya tidak akan terlalu banyak.Lila kini bekerja seperti biasa. Wanita muda itu tetap profesional dalam bekerja meski sedang hamil muda. Beruntung pekerjaannya tidaklah terlalu berat."Kau sudah membuat laporan untuk menuntut RH?" tanya David.Lila menghentikan kegiatannya. Wanita muda itu mendongak menatap w
Lila berjalan sendirian keluar cafe setelah menemui pengacara yang dia mintai bantuan. Wanita muda itu terlihat anggun saat berjalan menuju ke taksi yang dia pesan.'Sudah habis jam makan siangnya,' batin Lila saat menilik arlojinya.Wanita itu segera kembali ke kantor. Di sana David sudah duduk di kursi kerjanya sembari memeriksa dokumen kantor."Sudah selesai?" tanya David tanpa menatap orang yang dia ajak bicara.Perlahan Lila menutup pintu ruangan direktur dan berdiri menghadap suaminya. "Sudah, Mas.""Bagus." David mengangguk namun masih tanpa menatap Lila.Sang sekretaris pun segera kembali duduk pada kursi kerjanya. Di sana sudah ada beberapa dokumen yang harus dia periksa."Meski aku sudah memberikanmu separuh uang dari perjanjian, kamu tetap harus bekerja dengan baik," ujarnya memberikan peringatan."Aku mengerti, Mas," sahut Lila.Keduanya kini bekerja dalam diam. David pun mencuri-curi pandang ke arah sang istri yang sudah kembali sibuk dengan dokumen. Meski sedang mengandu
"Tidak ada yang boleh menyia-nyiakan wanita sepertimu," ulang David dengan tangan yang meremas paha Lila dan membuat bulu roman Lila meremang.Ucapan tersebut merupakan kebohongan David yang lain demi melindungi dirinya sendiri. Kebohongan pada kalimat terakhirnya yang tanpa sadar kembali melukai perasaan Lila yang merasa dipermainkan.'Dasar pembohong besar,' cibir Lila dalam hati.Helena tersenyum pada sang menantu. "Ya ampun ... Ternyata kamu bukan orang biasa, Lila. Pantas saja saat Mamah memperhatikan kamu, Mamah seolah melihat bahwa kamu bukanlah seorang pembantu," paparnya lembut.Lila sedikit terkejut saat kembali menyaksikan kelembutan ibu mertuanya. Helena bukanlah ibu mertua yang jahat seperti sebelumnya. Bahkan kini wanita itu tidak membanggakan Tiara lagi di hadapannya.Norman menatap wajah sang menantu yang tersipu malu karena identitas aslinya diketahui. Dia bahkan baru mendengar berita tersebut."Sudah berapa lama kamu jadi CEO?" tanya Norman.Lila beralih menatap ayah
Tubuh Lila membeku di tempatnya. Wanita itu bahkan tak mampu untuk mendekati suaminya sendiri. Melihat David memasang wajah semenyeramkan itu mengingatkannya pada malam pertama yang menyakitkan."Nona ... Ada apa?" tanya Farhan yang sudah menyusul istri sang bos."Saya juga tidak tahu ...." jawab Lila sembari menggeleng.David menatap kearah istrinya. Pria itu masih memasang wajah dinginnya. David kemudian kembali menatap Tiara dengan tatapan garang."Pergilah dari sini! Aku tidak mau melihatmu lagi!" David membentak tepat di depan wajah Tiara. Tangannya menunjuk wajah wanita muda itu di hadapan banyak orang. Nyali Tiara pun menciut karena dia dipermalukan di depan banyak orang. Bahkan kini para karyawan yang menontonnya melihat sendiri bahwa wanita cantik itu membuka dua kancing bajunya untuk menggoda sang bos."Maafkan aku, Kak David. Aku tidak bermaksud ...." pint Tiara menangis ketakutan."Keluar sekarang juga! Atau kau mau aku jebloskan ke penjara?" David terlihat begitu marah.
Ketika melaporkan kecurangan mantan suaminya, Lilara merasa ada beban yang terangkat dari dadanya. Namun, ada juga rasa takut yang menghantuinya, sebab dia tak tahu bagaimana nasibnya setelah melapor.'Apa yang akan terjadi setelah ini? Apa aku bisa berhasil memenangkan apa yang seharusnya menjadi hakku?' batin Lilara sambil mencoba meredakan kegelisahan dalam hatinya.Wanita itu duduk di ruang tunggu bersama sang pengacara. "Jangan khawatir, Lila. Aku akan membantumu. Lagi pula laporan dan bukti yang kamu bawa sudah lebih dari cukup," ucap Gigih sembari meraih tangan kanan Lila dan menggenggamnya dengan lembut. Pria berkulit sawo matang itu sedang menenangkan kliennya.Lila menarik napas. "Iya ... Aku percaya padamu, Mas Gigih," ucapnya mencoba terlihat tegar.Kini, setelah cukup lama menunggu, akhirnya laporan Lila yang diterima akan segera dibuktikan di depan hakim. Inilah waktunya dia menjalani persidangan menghadapi mantan suaminya sekaligus membalas perbuatan Erik.Lilara meras