Sekitar pukul enam malam, semua para pelayan sibuk di dapur. Mereka saling membantu menyiapkan makan malam. Mayumi yang masih bingung harus apa, dia memilih mengelap peralatan makan yang akan di letakkan di atas meja. Dalam suasana ini, Mayumi merasa kalau pelayan lain sedari tadi diam-diam meliriknya, seperti ada tatapan aneh. Mayumi juga melihat mereka berbisik-bisik dan saling menyikut.“Apa mereka sedang menggunjingku?” batin Mayumi usai menengok ke belakang.Secepat Mayumi menoleh, secepat itu mereka berpaling. Mayumi jadi mulai merasa tidak nyaman. Dia meletakkan piring di atas meja lalu menyampirkan lap putih di pundaknya lantas mendekati Emely.“Apa ada yang salah denganku?” tanyanya sambil mengamati mereka bergantian.Dua koki membuang muka seolah tidak mendengar, sementara Juy dan Mareta mereka juga tampak acuh tapi sempat menoleh membalas tatapan Mayumi. Karena tidak mendapat jawaban, Mayumi mendesah lalu putar pandangan menatap Emely dalam-dalam.“Apa ada yang salah dengan
Mayumi membelalak sempurna begitu memasuki kamar Frans. Dua matanya terbuka tanpa berkedip sementara mulutnya melompong menahan syok.“Apa-apaan ini?” ucapnya tidak percaya. “Apa semalam baru saja ada badai?”Kamar yang semalam terlihat tertata rapi, kini tampak seperti kapal pecah yang hancur menabrak karang seperti dalam film Titanic. Selimut melambung entah ke mana, dua bantal jatuh di atas lantai, lalu ada barang-barang lain yang berserakan. Sepertinya orang gila itu baru saja membongkar lemarinya.“Dasar gila!” celetuknya dengan kedua tangan mengepal kuat.“Siapa yang gila?”Eh! Mayumi spontan menjerit kecil dan berjinjit. Mayumi langsung menunduk dan meringis sambil menyingkir.“Itu … aku, aku tadi melihat orang gila,” jawab Mayumi asal.Mayumi membuang muka sambil menggigit bibir, berharap Frans tidak memarahinya apa lagi sampai mengancam akan memecatnya.Frans melenggak menuju pintu kamar mandi. Sebelum masuk, ia kembali menoleh ke arah Mayumi yang masih berdiri terbengong.“B
“Kenapa kamu tidak meneleponku sejak kemarin?” tanya Jessi dengan nada merengek.Pagi sekali, Wanita itu sudah duduk di ruang kerja milik Drako. Jessy bahkan acuh saat tadi sempat ditanyai ayah Frans karena pagi sekali sudah berada di gedung kantor ini.Drako meletakkan tas kerjanya lalu duduk di kursi putarnya. Jessy yang semula duduk dengan kaki menyilang di atas sofa, lantas beranjak dan langsung bergelayut manja menghampiri Drako.“Kenapa kamu diam saja?” desah Jessy lagi. “Kamu sudah membicarakan rencana pernikahan kita dengan kedua orang tuamu kan?”Drako diam saja saat Jessy dengan santainya duduk di atas pangkuannya.“Aku masih belum sempat. Kamu tahu kan kalau aku sedang mengurus proyek besar? Aku akan membahasnya kalau sudah beres.”Saat itu juga Jessy mendengkus kesal. Ia memutar badan masih dengan posisi duduk miring di atas pangkuan Drako lalu kedua tangannya merangkul pada leher Drako.“Kamu tahu kalau aku tidak bisa jauh darimu kan? Aku bahkan ingin selalu tidur denganm
Mereka berdua masuk ke sebuah restoran berlantai dua. Frans sudah duduk, sementara Mayumi pergi menuju meja samping kasir untuk memesan makanan. Stelah itu, Mayumi duduk di depan Frans.Tidak ada yang bicara saat ini. Mayumi duduk sambil memangku kedua tangannya, sementara pandangannya mengarah ke dinding kaca di mana ia bisa melihat pemandangan ke luar sana. Di hadapan Mayumi, Frans masih saja sibuk dengan ponselnya.Sepuluh menit mereka menunggu, makan siang pun datang. Semua menu yang dipesan sudah mendarat di atas meja. Sebenarnya ini bukan lagi makan siang, tapi lebih tepatnya makan menjelang sore. Seharian ini Mayumi harus ikut ke mana kaki panjang Frans melangkah.“Sepertinya sangat enak,” celetuk Mayumi dengan mata berbinar.Tanpa menunggu lagi, Mayumi langsung menyantap pasta itu dengan lahap. Ia tidak peduli jika cara makannya saat ini kelihatan sangat norak. Mayumi Sudah terlalu lapar dan tidka mau menyia-nyiakan makanannya.“Apa kamu tidak pernah makan makanan mewah?” cibi
Drako membawa kekasihnya ke dalam kamar. Sementara Drako sedang memeriksa laporan yang dikirim bawahannya melalui email, Jessy memilih duduk sambil menyilang kaki. Ia bersandar santai, tapi hatinya tampak sedikit dongkol.“Mau sampai kapan kamu mengacuhkanku?”Drako mematikan ponselnya dan meletakannya di atas nakas. Ia kemudian menghampiri Jessy. “Maaf, bukan begitu, kamu kan tahu saat ini aku benar-benar sibuk. Bahkan aku kadang sampai lupa mengurus diriku.”Jessy merengut, tapi tetap menjatuhkan diri dalam pelukan Drako. “Kamu juga harus mengerti kalau aku merindukanmu.”Satu kecupan mendarat di bibir Jessy. “Baiklah aku minta maaf. Malam ini kita bisa bersama sampai pagi.”Senyum Jessy melebar kemudian bergelayut semakin dalam.Seperempat jam berlalu, Drako memakai pakaiannya kembali. Meski singkat, tampaknya membuat Jessy terkapar di atas ranjang. Wanita itu sepertinya sudah terlelap.“Aku bahkan hanya melakukan dengan waktu sangat singkat, tapi kenapa dia bisa sampai lemas begi
Sampai di depan pintu kamarnya, Mayumi tidak langsung masuk. Dia berdiri sejenak sambil mengusap sisa air matanya yang masih sembab. Mayumi menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya bersamaan dengan satu tangannya meraih knop pintu. Ceklek! Pintu terbuka, dan dua penghuni di dalamnya menoleh bersamaan. Mayumi langsung melempar senyum supaya tidak ada yang curiga. “Hai, apa aku mengganggu?” Emely menggeleng sementara Bibi Brown hanya dian saja sambil melipat baju. Mayumi menutup pintu lalu melenggak menuju ranjangnya yang posisinya di paling ujung. “Mayumi,” panggil Emely. “Ya!” Mayumi spontan menoleh. Emely duduk sambil memangku kedua tangannya. “Boleh aku tanya?” Mayumi mengerutkan dahi lalu tersenyum kaku. “Tentu saja boleh.” Dari raut wajah Emely saat ini, jelas sekali kalau ada hal serius yang akan dibicarakan. Mayumi mungkin saja bisa menebak, tapi semoga saja tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan Mayumi saat ini. “Kenapa Tuan Frans bisa memanggil namamu?” T
Sarapan sudah tersedia di atas meja. Dua pelayan ditugaskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli perlengkapan apa pun itu yang sudah habis. Sementara Bibi Brown, seperti biasanya dia mengawasi di ruang makan. Mayumi dan Emely masih di dapur bersama dua koki untuk membereskan dapur supaya rapi kembali. “Apa mereka selalu tidak di rumah setiap harinya?” tanya Mayumi sambil menyiram piring berbusa di bawah keran air wastafel. “Iya, mereka semua orang sibuk. Jarang-mereka di rumah, tapi sering kali sarapan dan makan malam bersama.” “Eum, kalau boleh tahu, kenapa Tuan Frans memilih tinggal sendiri?” Emely meraih kain lap putih di atas kulkas lalau mengepal-ngepalnya hingga tangannya kering. “Apa kamu sangat penasaran?” Mayumi mengangguk. “Aku pikir Tuan Frans tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya.” Emely tersenyum sambil mendengkus lirih. “Tidak juga. Tuan Frans paling dekat dengan ibunya. Sebenarnya dekat juga dengan ayahnya, tapi terkadang Tuan Frans susah diatur. Apal
Mayumi duduk sambil menata baju di ruang laundry. Tidak ada siapa pun di sini karena pelayan lain sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ini sudah pukul lima, semua pelayan mulai menyiapkan menu untuk makan malam.“Aku merindukan ibuku,” gumam Mayumi. Sudah satu minggu Mayumi tidak bertemu dengan ibunya. Kalau sedang rindu, Mayumi hanya akan menelepon di jam malam sebelum tidur. Itu pun sangat singkat karena Mayumi tidak mau suaranya mengganggu yang lain.“Bisa tolong carikan aku kemeja biru.” Seseorang bersuara dari arah belakang membuat Mayumi spontan menoleh.Mayumi bergegas berdiri dan menundukkan kepala. “Tuan?”“Mayumi? Kupikir Emely,” ucap Drako.“Tuan butuh apa?” tanya Mayumi dengan sopan.Drako menggaruk tengkuknya dan berdengung. “Aku sedang mencari kemeja biru laut. Aku mencarinya di kamarku, tapi tidak ada.”“Oh.” Mayumi menoleh ke arah ketumpukan pakaian yang sudah disetrika.Mayumi berdiri sambil mengetuk-ngetuk dagunya karena bingung harus mulai mencari
Frans sudah menarik Mayumi ke luar dan memutuskan untuk membawa pulang. Reaksi Frans itu, sempat membuat semuanya bingung dan bertanya-tanya. Rencananya, Bastian akan langsung menjelaskan, tapi sayangnya Frans malah langsung pergi begitu saja.“Ada apa, Ian?” tanya Kate.Mereka semua yang di sini menatap serius ke arah Bastian menunggu jawaban. Sebelum bicara, Bastian duduk dan terdiam beberapa saat. Kemungkinan ia masih syok atau tidak menyangka kalau Wanita yang sempat ia cari ternyata sudah menikah dengan saudaranya.Sudah sekitar satu tahun Bastian menyerah mencari Mayumi. Bastian berharap bertemu lagi, tapi kalau keadaannya seperti ini, sebaiknya tidak usah bertemu. Bastian sebenarnya juga sudah memiliki kekasih, dia menghampiri Mayumi mungkin hanya melepas rindu dan ingin menyampaikan maaf.“Dia orang yang aku cari.”“Apa maksud kamu?” tanya Jiel.“Istri Frans. Dia Wanita jepang yang pernah menjadi kekasihku.”Mereka semua seketika tercengang dengan bibir terbuka dan semp
“Bagaimana mungkin kamu bisa mencintai seorang pelayan?” tanya satu Wanita yang sedari tadi sibuk makan camilan. Dia Keysha, saudara kembar Harrys.“Apa ada yang salah?” tanya Frans malas. Kedua mata Frans lurus mengarah pada sang istri yang sedang ikut bakar-membakar bersama ibunya dan juga bibi Jane.“Bukan apa-apa, aku hanya heran dan yang lain juga pasti heran sepertiku. Ayolah, Frans, kita semua tahu seperti apa tipemu.” Keysha terkekeh.Frans yang sontak menoleh membuat mereka menutup mulut. “Ada apa dengan tipeku? Aku tidak pernah memilih-milih Wanita.”“Oh, ya? Lalu bagaimana dengan Lucy dan Rose.”“Jangan membicarakan mereka!” Frans melotot.“Tenanglah, Frans. Kita hanya ingin tahu tentang kamu dan istrimu. Tidak apa kan kalai kita sedikit membahas hal sebelumnya? Sebagai sepupumu, aku hanya ragu dengan istrimu itu.”“Why?” sungut Frans sambil menyingkirkan tangan Harrys yang mendarat di pundaknya.Keysha berpaling dar camilannya kemudian melipat kedua tangan di atas
Hari berikutnya, Frans dan Mayumi diundang ke rumah untuk sekedar makan malam. Mungkin ayah dan ibu sudah rindu karena satu mingguan mereka berdua tidak datang untuk berkunjung. Di dalam kamar, Mayumi sudah sibuk mencari pakaian, sementara Frans sudah duduk santai di sofa sambil menatap layar ponselnya.“Kenapa kamu santai sekali? Tidak bisakah membantuku?” Mayumi mulai mengoceh. Dia mendengkus dan menghentak kaki karena tak kunjung menemukan pakaian yang cocok.Frans mendesah lalu meletakkan ponselnya. “Memang aku harus apa, hm?”Mayumi mendengkus lagi. “Huh! Kamu sangat menyebalkan!”Frans berdiri lalu merangkul sang istri dari belakang. Ia sandarkan dagu pada pundak yang polos belum berpakaian itu. Bukan telanjang, melainkan saat ini Mayumi masih memakai handuk yang melingkar di badannya.“Semua baju yang kamu belikan untukku, terlalu mahal. Aku takut tidak akan cocok.”“Oh, Ya?” Frans menaikkan satu alisnya dan memiringkan kepala hingga bisa melihat Sebagian wajah Mayumi. “K
Mayumi masih membuang muka, ia duduk di tepi ranjang dengan wajah merengut dan kedua tangan terlipat di depan dada. Mayumi ingin marah, tapi tidak tahu caranya. Ini baru dua hari menikah tapi kenapa sudah ada hal yang membuat kecewa dan kesal.Frans menghela napas kemudian mendekat. “Kamu marah?”Mayumi berdecak dan masih enggan membuka mulut. Dia kesal kenapa Frans harus bertanya, padahal jelas sekali tidak pulang tanpa memberi kabar adalah sebuah kesalahan.“Untuk apa aku marah,” kata Mayumi kemudian. “Memang kalau aku marah, aku akan menang?”Frans duduk di samping Mayumi. “Jadi kamu memang sedang marah? Aku minta maaf, aku tidak bisa pulang semalam.”Mayumi tersenyum tipis dengan tatapan sengit. “Lalu dengan begitu apa tidak bisa memberi kabar? Meneleponku, misalnya.”“Aku kehilangan ponselku semalam. Aku melupakan ponselku di ruang makan, jadi aku tidak mendengar kalau ada panggilan masuk karena mode getar saja.”“Ruang makan? Ruang makan mana maksud kamu?” Mayumi melotot.
Frans sampai di rumah sekitar pukul sepuluh siang, dia mampir lebih dulu ke pusat perbelanjaan membeli sesuatu untuk Mayumi. Mungkin dengan membelikan sesuatu, akan membuat Mayumi urung marah. Bagaimana Frans bisa tahu kalau Mayumi marah? Hal itu terbukti dari panggilan dan pesan yang tidak Mayumi balas dan jawab.Sampai di rumah, Frans menyelonong begitu saja masuk ke dalam, bahkan tidak bicara apa pun saat berpapasan dengan Leo. Leo yang harusnya bicara, urung karena melihat Tuannya berjalan begitu cepat.Sampai di lantai atas, Frans meletakkan belanjaannya di atas sofa, sementara mulutnya sudah berteriak memanggil sang istri.“Mayumi!”Tidak ada jawaban sama sekali, yang terdengar hanya suara tokek yang entah di mana keberadaannya. Frans coba memeriksa ke balkon dan kamar mandi, tetap saja tidak menemukan siapa pun. Frans lantas berjalan meninggalkan kamar, lalu berhenti di pinggir lantai atas.“Liana!”Liana masih di belakang dan sedang sibuk menata pakaian yang sudah bersi
Pagi harinya, Mayumi tidak mendapati sang suami ada di sampingnya. Mayumi pikir Frans sudah bangun lebih dulu dan berangkat bekerja, atau mungkin sedang sarapan di bawah.Mayumi mengikat rambut panjangnya, kemudian duduk dengan kedua kaki menggantung di bibir ranjang. Mayumi hendak meraih ponselnya, tapi urung karena mendadak perutnya berbunyi. Sepertinya rasa lapar sudah datang tanpa rasa sabar.Mayumi menghela napas kemudian beranjak. Dia pergi meninggalkan kamar masih memakai piamanya. Tenang saja, piama itu tidak akan terlihat terbuka saat memakai jubahnya, jadi Mayumi tetap akan nyaman berjalan di rumah ini.“Selamat pagi, Nona?” sapa pelayan yang sedang mengelap lemari kaca di dekat tangga menuju ruang tengah.Mayumi tersenyum dan mengangguk membalas sapaan itu. Sebelum kembali melangkah, Mayumi bertanya lebih dulu pada pelayan itu.“Maaf, apa Frans ada di ruang makan?”“Em, maaf, Nona, Saya belum melihat Tuan Frans sedari tadi. Saya pikir Tuan Frans belum turun.”Kepala
Tidak ada yang Frans katakana setelah kembali pulang. Mayumi yang sampai ketiduran menunggu waktu itu pun, tidak bertanya yang macam-macam karena memang yakin kalau Frans tidak berbuat aneh-aneh. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hati Mayumi beberapa hari yang lalu di mana Frans seperti bertingkah mengacuhkannya. Mayumi tidak mau ambil pusing, toh dia tahu kalau itu memang sifat Frans yang lebih sering acuh dengan siapa pun. Hingga hari-hari berikutnya, Mayumi dikejutkan dengan sebuah dekor indah di rumah ini. Sebuah dekor bernuansa putih membuat Mayumi bertanya-tanya dengan perasaan heran.Mayumi tidak menyangka kalau hari itu akan menjadi hari di mana ia menjadi ratu sehari yang di sambut begitu banyak orang. Menggunakan gaun putih berlengan brokat, rambut panjang yang digulung ke atas dihiasi kain tile, membuat Mayumi begitu cantik bak Cinderella.Mayumi ingin menangis. Menangis mengingat bagaimana saat Frans mengucapkan ikrar janji cinta yang suci di depan pendeta dan disaks
Satu minggu kemudian, Frans kembali pulang ke rumah tanpa membawa Mayumi bersamanya. Sampai di sini, mungkin sekitar pukul tuju malam, di mana semua orang sedang berada di rumah. Kedatangan Frans sama sekali tidak disambut oleh Rahel. Wanita itu pasti menyimpan dendam karena sudah menjebloskan suami dan putranya ke dalam penjara.“Kenapa kamu baru kembali?” tanya Jeff Ketika dengan santainya Frans duduk dan langsung meneguk satu gelas jus milik Pete.Frans tidak memperhatikan pertanyaan itu, melainkan langsung menatap Pete. “Kamu baik-baik saja, kan?”Pete yang sedang mengunyah makanan mengangguk.Frans tahu kalau Pete sudah sejak lama dimusuhi oleh Rachel dan Drako. Meski mereka tidak pernah melakukan kekerasan pada Pete, tapi sikap mereka membuktikan kalau Pete tidak disambut dengan baik.“Frans, ayah sedang bicara denganmu di sini,” hardik Jeff sambil menepuk meja. “Kamu menghilang sejak seminggu dan tidak memberi kabar, tapi kamu memasukkan paman dan sepupumu ke dalam penjara
Mayumi muncul dari balik lemari besar yang di dalamnya ada barang-barang milik Frans. Dia melangkah perlahan sambil mengamati tampilannya yang kini memakai baju tidur. Ini masih jam tiga sore, tapi kepalang tanggung, jadi Mayumi memutuskan untuk memakai piama saja. Mayumi wajib bersyukur karena piama yang tersedia tidak terlalu terbuka saat jubahnya ia kenakan.“Makanlah!” ucap Frans saat Mayumi sudah mendekat.Mayumi mengusap piama di bagian belakang—pada pantatnya—ke bawah, baru kemudian duduk dengan kaki rapat. “Terima kasih,” ucapannya.Mayumi mengambil satu lembar roti itu dan langsung memakannya tanpa selai. Dia lebih suka makan roti polosan, atau sebenarnya kalau bisa Mayumi lebih ingin makan buah dan daging. Sayur juga mau kalau ada.“Tidak suka?” tanya Frans.Mayumi mendongak melebarkan tatapan. “Suka, kok. Terima kasih.”Suasana kembali sunyi tak ada yang bicara lagi. Frans duduk diam membiarkan Mayumi menghabiskan rotinya lebih dulu. Sementara Mayumi, dia yang ingin s