Share

Jodoh

Penulis: Rich Ghali
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-13 12:45:08

"Ganteng banget," kata Imel sambil geleng-geleng kepala. 

"Dih, ganteng dari sebelah mana?"

"Mata lo minus berapa, sih, Mir?"

Aku tak menanggapi dan memilih fokus pada layar ponsel. Namun, tiba-tiba saja Imel berdiri dan berteriak.

"Kak Jo ... sini gabung sama kita!"

Aku sontak menarik tangan Imel dan melotot tajam. Maksudnya apa, coba?

Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, Jo berjalan dengan santainya menuju meja kami dan langsung duduk berhadapan denganku.

"Kalian udah lama?" tanya Jo.

"Udah dari tadi, tapi kalo disuruh nemenin Kak Jo dulu gak papa, kok."

Kak Jo? Aku jijik dengan panggilan Imel itu. Dia rabun atau gimana? Bapak-bapak, kok, dipanggil kakak?

"Panggil Jo aja biar lebih akrab," kata laki-laki sipit itu. Mungkin dia juga jijik sama panggilan yang Imel berikan.

"Hai, Mir." Dia tersenyum menatapku. 

Aku ikut tersenyum sedetik, lalu fokus dengan ponsel lagi.

"Oh, iya, Jo. Lo dapat nomor Mira dari siapa? Dia penasaran banget sampai nuduh gue yang ngasih nomer dia ke lo."

Aku mencubit perut Imel. Selain cerewet, dia memang agak ember. Bisa-bisanya dia cerita sama Jo soal ini?

"Dari driver ojek online yang waktu itu anter makanan ke apartemen."

"Hah?!" Aku dan Imel sama-sama terkejut.

"Kok, bisa? Maksud gue, kenapa harus ke driver ojol?" Pertanyaanku terwakilkan oleh Imel.

"Iseng aja."

"Jawaban yang sangat tidak memuaskan. Bintang satu," kataku.

Jo ketawa, lalu mulai memesan makanan.

"Jadi, kita ngapain? Nungguin dia makan? Kurang kerjaan tahu, gak?" Aku mengirimkan pesan kepada Imel meski duduk bersandingan.

"Lo diem aja, deh. Rezeki gak boleh ditolak."

"Rezeki dari mana? Konyol!"

"Sabar kali. Lima belas menit paling kelar."

Aku menginjak kaki Imel, dia membalas, hingga akhirnya kami saling injak dan membuat Jo tersadar.

"Lain kali ada waktu luang gak? Kita atur jadwal makan bareng lagi." Jo memulai obrolan setelah selesai makan.

"Gampang itu, mah. Bisa diatur sama Miranda."

"Kok, gue?" Aku protes, dong.

"Lo tahu sendiri gue sibuk." Imel mengedipkan matanya bergantian. Apaan, coba?

Jo mengangguk dan memanggil pelayan untuk membayar makanan. 

"Sekalian sama punya mereka," kata Jo.

"Eh, gak usah biar aku bayar sendiri," cegahku. 

"Gak papa kali, Mir. Anggep aja ini gantinya waktu itu lo, kan, gak ikut dinner." 

Imel dasar!

Jo menyelesaikan bill dan pamit duluan karena masih ada meeting, katanya. Ketika laki-laki itu pergi, Imel malah menyenggol lenganku.

"Lo mah gak bakat jadi cewek matre! Orang mau dibayarin segala pake minta gak usah."

Lah, kenapa dia yang ngomel?

**

Hari ini aku mengajak Imel full di luar. Meski terasa kurang nyaman, tapi ini hari terakhirku menjadi pengangguran. Setelah hari ini mungkin aku akan sibuk dengan dunia kerja dan tidak sempat we time lagi.

Tempat pertama yang kami datangi adalah toko buku. Meski Imel tidak suka baca buku, tapi karena ini adalah salah satu hobiku, dia pun memahami itu.

Pulang dari toko buku, kami pindah tempat ke taman kota. Tempat terbuka seperti ini menjadi tempat favorit Imel karena banyak jajanan. Biasanya kami hanya akan duduk di kursi taman sambil makan es krim. Namun, kali ini Imel mengajakku untuk duduk di dekat air mancur. 

"Tengkyu, ya, Mel."

Imel yang tadi bermain air seketika menoleh.

"Apaan, nih? Kok, aneh."

Aku memeluk Imel hingga membuat gadis itu hampir terjengkang.

"Gila, lo, ya!"

Aku ketawa. Kalau bukan karena Imel, aku gak akan datang ke tempat-tempat seperti ini. Yang semula membosankan, ternyata cukup mengasyikkan. 

"Makanya sekali-kali tu keluar kamar biar tubuh lo tuh kena udara segar. Orang, kok, kalo gak ada gempa gak bakal keluar kamar."

Aku masih ingat saat awal-awal Imel mengajakku ke tempat ini. Aku selalu menolak karena memilih untuk berdiam diri di dalam kamar. 

Imel selalu mengajakku dalam kegiatan apa saja di outdoor. Meski aku hanya diam seperti patung dan tak banyak bicara, tapi tak membuat gadis itu bosan. Aku pun demikian, walaupun bawelnya gak ada tandingan, tapi Imel tetep orang pertama yang membuatku merasa begitu nyaman.

"Dih, kenapa? Belok, lo, ya? Jangan bilang lo naksir sama gue?!"

Tabokan Imel membuatku mengaduh seketika. 

"Kalo pun belok gue bakal milih-milih kali, Mel."

Kita sama-sama ngakak.

***

Aku baru menempelkan cardlock saat mendengar suara anak kecil dari dalam kamar Jo. Pintunya yang sedikit terbuka membuatku penasaran, apakah ada anak kecil di dalam sana? Apa laki-laki itu benar-benar sudah punya istri dan anak?

"Daddy ... Joseph kangen sama daddy."

Aku mengernyit sambil menajamkan pendengaran. Suara itu terdengar seperti rekaman yang diputar berulang-ulang. Jika sedang menelepon, seharusnya Jo ikut bicara. Akan tetapi, itu hanya suara satu orang saja.

Joseph? Siapa itu?

"Ehm!"

Suara dehaman membuatku tergagap dan berjalan mundur. Laki-laki yang sudah bersedekap tangan di dada itu menaik turunkan alisnya.

"Ngapain?" tanyanya.

"Eng ... itu ... salah kamar."

Ah, dasar! Mulut emang kadang suka belibet kalo diajak ngomong!

"Masuk aja sekalian."

Aku mendengkus, lalu balik badan. Malunya sampai tujuh turunan. Mungkin kalau di depan kaca, mukaku udah merah kayak kepiting rebus.

"Hei ... nanti malam makan bareng, ya?"

Aku tak menjawab, memilih untuk terus berjalan dan masuk ke dalam kamar. Aku langsung memberi kabar kepada Imel kalau Jo ternyata sudah punya istri dan anak.

"Mel, bener tebakan gue kalo si Jo udah punya istri dan anak. Barusan gue denger suara anaknya, namanya Joseph."

"Di mana?" Balas Imel.

"Di kamar dia, lah."

"What? Di kamar dia? Gila, lo!"

Aku menepuk keningku sendiri. "Bukan, bukan. Maksud gue, gak sengaja denger aja pas gue lewat. Bukan berarti gue masuk ke kamar dia."

Imel ngakak. "Lo yakin? Kok, istri dan anaknya gak diajak tinggal di sana? Keponakan doang, kali."

Aku berpikir kembali. Bener juga kata Imel. Eh, tapi kenapa aku peduli? Ah, gak beres. Aku segera menyudahi obrolan dengan Imel dan pergi mandi.

Jam tujuh malam aku baru sadar kalau tidak punya kemeja putih dan celana panjang hitam. Sial. Mana besok jam delapan pagi udah harus sampai kantor, mana sempat kalau beli mendadak? Pinjam Imel rasanya gak mungkin karena tinggi badanku dan dia berbeda. 

Akhirnya dengan rasa malas yang menguasai jiwa raga, aku memutuskan untuk meninggalkan apartemen dan berangkat ke mall.

Malam-malam pun jalanan begitu padat dan macet. Seharusnya aku meminta motor saja sama Mami, tapi aku yakin mami tak akan setuju. Aku begitu malas berdebat dan akhirnya ikut saja dengan kemauan dia.

Usai memarkirkan mobil di basemen aku segera menuju lift dan naik ke lantai tiga. Setelah hampir satu jam berkeliling akhirnya kemeja putih dan celana hitam pun sudah di tangan. Aku mampir ke salah satu stand makanan untuk mengisi perut yang sejak siang belum terisi.

Spicy fried chicken menjadi menu pilihan setiap datang ke tempat ini. Ketika lagi nikmat-nikmatnya menyantap kulit ayam, seorang laki-laki duduk tepat di hadapanku. 

"Sering ketemu bukannya pertanda jodoh, ya?"

Aku langsung tak nyaman, selera makanku pun menghilang.

Bab terkait

  • Pesona Om Bule   Salting

    Aku kalau ketemu sekali dua kali memang masih berusaha seramah mungkin dengan menampilkan senyum palsu yang menawan, tapi kalau terus-terusan, ya gimana, ya? Gak bisa aku tu kalau pura-pura terlalu lama. Mau enggak mau harus menunjukkan sifat aslinya juga."Makan lagi aja, gak papa."Mau selapar apa pun kalau makannya sambil dilihatin begini enggak bakal ketelen. Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti makan sekalian."Kenapa? Kok, gak jadi makan?""Udah kenyang."Dia manggut-manggut, lalu menyandarkan punggungnya di kursi."Kamu beda dari cewek-cewek yang aku temui sebelumnya. Biasanya mereka yang deketin aku, tapi kamu enggak. Emangnya aku kurang menarik, ya, di mata kamu?"Please, aku paling enggak suka ditanyain hal begini. Kenapa Tuhan mempertemukan aku dengan laki-laki model begini?"Bukan gak menarik, tapi emang bukan seleranya aja mungkin," jawabku."Jadi, aku bukan selera kamu?"Aku meringis, "Iya mungkin.""Emang selera kamu yang gimana?"Aku mengatur napas. Melelahkan sekali

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-28
  • Pesona Om Bule   Sahabat

    "Dia selalu merasa layak dibahagiakan, tanpa peduli apakah orang di sekelilingnya bahagia atau tidak."Jo menjeda sejenak, kemudian kembali bicara."Dia tidak peduli bagaimana prosesnya, tapi dia selalu ingin melihat hasilnya. Bahkan di usia orang tuanya yang sudah tidak lagi muda, dia tetap saja manja. Bukan dia yang berusaha membahagiakan orang tua, tapi orang tua harus selalu berkorban untuk dia."Jo kembali diam saat pramusaji datang mengantarkan pesanan kami."Pacar kamu, ya?" tanyaku.Jo menyeruput kuah sop iga yang masih mengepulkan asap itu sambil tertawa kecil."Kamu sendiri, sudah kenal dengan laki-laki seperti apa sebelumnya?"Aku menggeleng. "Belum pernah."Jo meletakkan sendok yang dipegangnya, kemudian menatapku intens."Really? Why? Apa karena seleramu tinggi?"Aku hanya menarik ujung bibir dan mulai menyuap.Kami makan dalam diam untuk beberapa saat hingga akhirnya ponsel Jo berbunyi. Dia sedikit menjauh saat menerima telepon yang entah dari siapa. Saat kembali ke meja

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-28
  • Pesona Om Bule   Gombal

    "Obat capek gue tuh jalan sama jajan. Selama gue bisa jalan-jalan sambil jajan, artinya gue gak akan capek. Kalo gue pengen jalan sama jajan artinya gue harus punya uang, harus kerja. Kan, gitu konsepnya."Imel masih saja ngoceh meski di mulutnya penuh dengan makanan. Aku kadang heran, kok, ada aja yang diceritain sama dia? Kayak gak pernah kehabisan ide buat ngomong, gitu loh."Lo gak mau pacaran lagi, Mel?" tanyaku. Setelah putus dari pacarnya setahun lalu, aku belum melihat Imel punya teman laki-laki baru."Capek gue, Mir. Ntar kalo dah waktunya juga dateng sendiri. Di umur segini tuh butuhnya cuma uang, uang, uang. Kalo pacar baru gue bisa ngasih uang, ya bisa kali dipikirin lagi."Bener-bener konyol. Aku jadi teringat sesuatu."Mungkin itu yang mami gue pikirin makanya gak pernah punya waktu buat gue ya, Mel. Bagi Mami, uang tuh sumber kebahagiaan.""Ya, bener. Tanpa uang, kita bakal kesurupan.""Mana ada?""Iyalah. Kan, kebanyakan bengong meratapi hidup." Imel ketawa. Sialan!**

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-28
  • Pesona Om Bule   Berhenti Kerja

    Sarapan pagiku kali ini berupa curhatan dari Imel. Dia menelepon sejak jam lima pagi tadi dan ngoceh seperti burung. Seperti biasa aku hanya meletakkan ponsel dan mendengar ocehannya sambil mondar-mandir menyiapkan sarapan."Lo tahu, gak?! Masa bos gue tu mau nikah lagi, mana calon istri keduanya tuh, ya, baweeeel banget! Dikit-dikit marah, dikit-dikit ngomel. Gak seru banget. Kalo gue jadi istri pertamanya udah gue racun tu calon madu. Sumpah, nyebelin banget orangnya!"Imel memang kadang suka enggak sadar diri. Dia sendiri bawel, tapi kalau ada orang yang bawel ke dia, dia ngereog. Pantas saja dia awet bersahabat denganku karena aku orangnya alim. Uhuk. "Asal lo tahu aja, ya. Masa cuma gara-gara pendapatan kemarin kurang cepek aja tu cewek jam empat pagi udah ngomelin gue. Baru jadi calon istri bos aja udah kayak mak lampir, gak kebayang gue kalo mereka beneran nikah!""Udah, sabar. Gue aja selama ini sabar ngadepin kebawelan lo yang brutal itu," kataku, berusaha menenangkan."Sial

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-28
  • Pesona Om Bule   Getaran Cinta

    "Gimana? Udah baikan?"Untuk pertama kalinya aku menjawab telepon dari Jo. Mulanya aku sedikit ragu, tapi karena aku merasa harus berterima kasih, aku pun menggeser tombol hijau di layar ponsel. "Udah. BTW, makanannya enak. Makasih, ya.""Kamu suka?""Suka. Apalagi es strawberry-nya."Aku mendengar dia tertawa. "Nanti malam mau makan bareng enggak? Sekalian ngobrol."Aku diam beberapa saat. Biasanya saat suasana hati sedang kacau, aku memilih untuk berdiam diri di kamar hingga berhari-hari. Namun, sepertinya kali ini aku memutuskan untuk menerima tawaran dari Jo saja. "Boleh. Di mana?""Nanti aku jemput.""Eh, enggak usah. Aku bisa berangkat sendiri.""Aku tahu, tapi emangnya enggak boleh, ya, kalo aku pengen semobil sama kamu?""Bo-leh, sih.""Nah, sip! Nanti aku kabarin lagi, ya. Aku kerja dulu."Kenapa jantungku tiba-tiba berdebar begini? Argh, sial! Aku kenapa, sih? Padahal jelas-jelas Joshua itu bukan tipeku. Aku bener-bener pemilih waktu deket sama cowok sebelumnya, tapi kenap

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-28
  • Pesona Om Bule   Part 11

    Aku malah bengong karena enggak tahu harus bagaimana. Bukankah kalau di drakor, menerima bunga artinya menerima cinta dari si pemberinya?Tetapi, kenapa Jo enggak menyatakan cintanya? "Gak suka, ya? Sama, sih, aku sendiri lebih suka bunga bank. Ini ide temen kantorku sebenernya."Jo ketawa. Akhirnya dengan sedikit canggung aku pun menerima bunga dari Jo. Sekuntum mawar merah itu kuletakkan di sebelah kanan, berdekatan dengan jendela."Aku baru pertama dikasih bunga sama cowok, jadi agak syok," kataku kikuk."Masa? Kalo gitu tiap hari aku kasih, deh, biar terbiasa."Kami sama-sama ketawa."Gimana kuliahnya?"Obrolan kami terjeda karena pelayan mengantarkan minuman. Jo memesan es americano sementara aku es strawberry. Paduan strawberry yang asam, susu, dan sodanya sangat cocok di lidahku. Meminumnya seketika membawa energi baik yang mengalir hingga ke ujung kaki."Lancar, tinggal nunggu wisuda aja.""Setelah wisuda mau ngapain? Kerja atau nikah?""Nggak tahu belum kepikiran. Palingan

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-04
  • Pesona Om Bule   Part 12

    Sadar dengan itu, aku segera menarik tanganku dan mengusapnya. Tentu saja Jo ketawa dan meminta maaf setelahnya. Aku sendiri merasa ada yang tidak beres. Jantungku bergetar hebat hingga membuatku kembali duduk. Takut sewaktu-waktu tak sengaja bersentuhan lagi dengan dia."Deg-degan nggak?"Ish! Aku tak menjawab. Setelah jantungku kembali normal, aku pun memutuskan untuk meninggalkan kamar Jo. Laki-laki itu mengantarku hingga pintunya sambil melambaikan tangan. Aku buru-buru masuk dan segera duduk di sofa. Kupegangi dadaku yang masih berdegup kencang. Ada apa denganku?Aku mengacak rambut, kemudian berlari menuju kamar mandi. Berendam di dalam bathup membuatku sedikit rileks. Tiba-tiba aku teringat hal konyol tadi dan tiba-tiba juga tersenyum sendiri. Wajah Jo seketika memenuhi kepalaku. Aku segera menggeleng dan membasuh wajahku.**Jam dua belas siang aku sudah berada di kantor Imel. Melihatku sudah duduk menunggunya, tentu saja Imel langsung berlari menujuku. Tanda-tanda reog pun mu

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-04
  • Pesona Om Bule   Part 13

    Aku menggeplak kepalaku sendiri, kemudian kembali masuk mobil dan pulang ke apartemen. Kayaknya emang lama-lama otakku mulai geser. Aku masih saja berusaha mengingat dan memastikan, apakah Jo tadi bilang love you atau see you?Lagi-lagi aku menggeleng dan gelimpungan di kasur. Aku sudah benar-benar tidak waras! Telingaku juga sepertinya harus sering-sering dibersihkan biar bisa mendengar dengan jelas.Aku meraih ponsel, mengetuk nama Joshua di aplikasi chating. Aku bertanya-tanya sendiri, haruskah aku mengirimkan pesan kepada Jo? Memilih bangkit dan duduk bersila, aku memutuskan untuk mengetik sesuatu di sana.Namun, ponsel itu kembali kulempar dengan asal. Aku harus mengetik apa? Terserahlah. Aku memilih untuk kembali rebahan sambil menutup wajah dengan bantal.Tiba-tiba pintu apartemenku diketuk. Aku bangkit dengan malas dan berjalan menuju pintu."Jo?""Ada waktu nggak, Mir?""Kenapa?""Aku ada meeting sama klien dan aku perlu asisten buat nemenin. Nanti kamu bantuin merangkum poi

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-04

Bab terbaru

  • Pesona Om Bule   Part 30

    "Morning, Dear!" "Morning, Miss!"Aku masih mengucek mata saat membuka pintu apartemen. Joshua dan Joseph sudah tampak rapi dengan kemeja dan ... kue di tangan mereka. "Happy birthday, Miss!" Aku menekuk lutut, menjajarkan tinggi badan dengan Joseph sambil tertawa."Tapi, hari ini Miss Mira nggak ulang tahun," kataku."Daddy bohong, ya!" Joseph langsung melotot pada daddy-nya, begitu juga denganku.Sementara laki-laki yang sedang dalam pusat perhatian itu malah tertawa."Prank!' katanya.Aku tertawa ketika melihat Joseph berlari mengejar Joshua. Kubawa dua potong kue tadi ke atas meja dan memotongnya. Kupanggil dua manusia kembar beda usia itu ke meja makan dan menikmati potongan kue red velvet dengan toping buah strawberry diatasnya.Aku selesai lebih dulu dan pergi mandi, berganti baju, dan juga berdandan. Dua laki-laki yang duduk di sofa menungguku itu tampak asyik dan saling bercanda. Setelah siap, aku pun menemui mereka."Are you ready?" tanyaku."Yes, i'am ready!" Joseph ber

  • Pesona Om Bule   Part 29

    "Feeling gue mafia sebenernya tu malah Bastian, deh, Mel.""Sepemikiran!""Tapi, dia cuci tangan. Membuat orang lain terlihat seperti tokoh jahat untuk menutupi kejahatannya.""Sepakat!""Kasihan, ya, Bianca."Kali ini Imel menjawab. "Gak sepakat buat yang ini. Kasihan dari mana? Salah dia sendiri, kok, mau-maunya.'"Dia terpaksa kali, Mel.""Terpaksa karena duitnya.""Bisa jadi.""Lo tahu nggak, Mel? Bianca bilang setelah menikah bakal pindah ke Singapore. Dia bakal tinggal di sana sama Bastian dan Joseph.""Baguslah. Kalo mereka beneran ke Singapore kayaknya gue nggak bakal jadi babunya Bianca lagi.""Kalo bener Bianca keguguran karena ide dari Bastian, gue harus cari cara biar hak asuh Joseph turun ke tangan Joshua secepatnya. Gue takut Joseph kenapa-kenapa.""Kan, udah gue bilang Pak Bastian tu nggak suka anak-anak. Istrinya aja yang punya satu anak langsung diselingkuhin, diceraiin.""Ngeri juga, ya."Aku dan imel menunggu operasi sambil makan kuaci. Mataku sudah hampir terpejam

  • Pesona Om Bule   Part 28

    Aku masih mematung di tempat karena tidak tahu harus berbuat apa. Kalau aku pulang sekarang, Joseph masih harus minum obat satu kali lagi. Aku takut Bianca tak peduli dan Joseph tidak minum obat malam ini. Sebaiknya aku tunggu saja jam minum obatnya kemudian pulang.Aku ikut duduk di sofa, sedikit berjarak dengan Bianca. Namun, bisa kulihat dengan jelas bahwa wajah Bianca pucat dan kelihatan gelisah. Apa yang terjadi dengannya?"Bu, wajah ibu pucat sekali. Apa ibu sakit?" tanyaku.Bianca hanya menggeleng, tapi tangan kirinya memegang perut. Aku membelalak. Jangan-jangan?"Bu, sebaiknya kita pergi ke dokter. Saya takut Bu Bianca kenapa-kenapa."Aku mencoba mendekat, tapi Bianca menepis tanganku. "Tolong ambilkan air hangat dan obat saya di mobil."Aku mengangguk dan bergerak cepat. Bertambah lagi beban di kepalaku. Bukan hanya Joseph, tapi Bianca juga sakit sekarang. Lantas apa yang harus aku lakukan?Bianca merebahkan tubuhnya di sofa, tangan kirinya masih menempel diatas perut dan m

  • Pesona Om Bule   Part 27

    Aku masih mengeratkan pelukan sambil menatap pada pintu. Entah apa yang mereka bicarakan diluar, aku sangat penasaran dengan keputusan yang akan mereka ambil. Tak terasa isak tangis Joseph sudah tak terdengar, saat kulihat ternyata dia tertidur di pelukanku. Mungkin dia terlalu lelah karena menangis cukup lama.Aku meraih ponsel dan menelepon Imel, berharap dia tidak sedang dalam perjalanan. Namun, sepertinya Imel memang belum sampai di kosan karena panggilanku tidak dijawab olehnya. Kulihat lagi undangan pernikahan Bastian dan Bianca yang Imel kirim beberapa hari yang lalu, acara akan diselenggarakan tepat satu bulan lagi, pantas saja Bianca tak begitu peduli dengan Joseph dan sibuk pulang-pergi.Apakah ini bisa menjadi bukti di persidangan nanti? Jika Bianca terbukti akan menikah lagi, apakah peluang Joshua mengambil alih hak asuh Joseph akan menjadi lebih banyak?Joshua masuk dengan wajah tegang, sementara Bianca entah kemana. Dia duduk di sofa sambil mengusap wajahnya. Pelan-pelan

  • Pesona Om Bule   Part 26

    Aku menepikan mobil di sebelah motor Imel. Dia masih nongkrong diatas motornya, tak ikut masuk ke dalam."Udah mau lahiran?" tanyaku yang langsung dijawab dengan toyoran kepala."Yakaliii udah mau lahiran. Periksa doang kali. Bener, kan, apa kata gue? Dia hamil.""Kok, bisa dia nyuruh lo yang nganter?""Lo gak tahu, ya, kalo gue tuh babu dia di kantor? Jabatan gue staf administrasi, tapi semenjak tu nenek lampir dateng ke kantor, gue kudu nurut sama semua perintah dia. Lo bayangin betapa gilanya gue tiap hari ngadepin dia? Makanya gue pengen resign aja.""Maksud gue kenapa nggak sama Bastian gitu?""Gue aja disuruh tutup mulut. Aneh, kan? Hamilnya nggak sama Bastian kali.""Hust!" Sontak aku menutup mulut Imel. Mataku membelalak saat melihat Bianca sudah keluar dari klinik. Aku sontak menutup kaca mobil dan menunduk agar dia tidak melihatku. "Langsung ke rumah Bastian aja, ya, Mel," kata Bianca."Siap, Bu," jawab Imel.Saat suara motor Imel mulai menjauh, aku pun menyalakan mesin dan

  • Pesona Om Bule   Part 25

    Aku menepikan mobil di sebelah motor Imel. Dia masih nongkrong diatas motornya, tak ikut masuk ke dalam."Udah mau lahiran?" tanyaku yang langsung dijawab dengan toyoran kepala."Yakaliii udah mau lahiran. Periksa doang kali. Bener, kan, apa kata gue? Dia hamil.""Kok, bisa dia nyuruh lo yang nganter?""Lo gak tahu, ya, kalo gue tuh babu dia di kantor? Jabatan gue staf administrasi, tapi semenjak tu nenek lampir dateng ke kantor, gue kudu nurut sama semua perintah dia. Lo bayangin betapa gilanya gue tiap hari ngadepin dia? Makanya gue pengen resign aja.""Maksud gue kenapa nggak sama Bastian gitu?""Gue aja disuruh tutup mulut. Aneh, kan? Hamilnya nggak sama Bastian kali.""Hust!" Sontak aku menutup mulut Imel. Mataku membelalak saat melihat Bianca sudah keluar dari klinik. Aku sontak menutup kaca mobil dan menunduk agar dia tidak melihatku. "Langsung ke rumah Bastian aja, ya, Mel," kata Bianca."Siap, Bu," jawab Imel.Saat suara motor Imel mulai menjauh, aku pun menyalakan mesin dan

  • Pesona Om Bule   Part 24

    Aku kembali ke apartemen jam tujuh malam. Akan tetapi, hingga saat ini Jo belum juga membaca pesan dariku tadi siang. Aku mengetik pesan lagi di sana untuk menanyakan keadaan Joseph. Terkirim. Namun, lagi-lagi hanya centang dua abu-abu yang terlihat. Joshua pasti tidak mau melewatkan momen sedetik pun saat bersama Joseph.Aku merasa begitu kosong dan hampa. Baru beberapa hari hatiku terisi, kini sudah hilang lagi. Rasanya aneh saat akhirnya aku sadar bahwa aku mulai jatuh cinta dengan Joshua. Kemarin-kemarin aku masih berusaha mengelak dari rasa yang timbul itu, tapi sekarang benar-benar terasa. Aku membutuhkan Joshua.Mataku mulai terpejam karena merasa sangat lelah hari ini. Aku merasa baru sedetik terlelap, tapi saat aku membuka mata sudah hampir jam sepuluh malam saja. Ternyata sudah tiga jam aku tertidur di sofa.Aku terbangun karena suara ponsel. Ada tiga panggilan tak terjawab dari Joshua dan dua pesan yang baru sempat kubaca."Joseph baik-baik aja. Dia baru tidur, makanya aku

  • Pesona Om Bule   Part 23

    Seorang perawat yang hendak membawa Joseph menuju ruang rawat inap membuat Bianca dan Joshua seketika diam. Aku hanya berjalan perlahan di belakang, menyusul mereka dan memilih berhenti di ruang tunggu. Aku duduk di kursi sembari mengatur napas dan juga menata hati. Apa yang terjadi denganku?Aku tiba-tiba khawatir. Mengkhawatirkan hal yang jelas tidak mungkin terjadi. Apakah aku sedang cemburu? Melihat mata Bianca saat menatap Joshua membuatku bertanya-tanya, mungkinkah masih ada cinta di tatapan matanya?Lalu, bagaimana dengan Joshua? Bagaimana jika mereka sepakat memperbaiki diri agar bisa bersama kembali? Lantas bagaimana denganku yang ternyata sudah jatuh hati kepada laki-laki itu?Aku menunduk semakin dalam, hingga akhirnya mendongak saat sebuah tangan hangat menyentuh tanganku yang dingin.Dia hanya menggenggam tanganku, tapi tak bicara apa-apa. Tatapannya lurus kedepan. Aku pun mengeratkan genggaman dan bertanya, "ada apa? Joseph belum bangun, ya?"Dia menggeleng. "Bantu aku

  • Pesona Om Bule   Part 22

    Pemeriksaan selesai. Bersama Joshua, Joseph akhirnya mau melakukan USG, CT scan perut dan juga rontgen dengan lancar. Sembari menunggu hasilnya, Joshua mengajak Joseph membaca buku cerita. Wajah Joseph sudah tak sepucat tadi, anak itu justru terlihat begitu bahagia bersama daddy-nya. Aku terharu melihatnya.Mereka sangat kompak dan sangat mirip saat tersenyum. Aku hanya memandangi mereka dari sofa sambil memegang ponsel."Si anjir! Anaknya sakit malah sibuk ngurus pernikahan aja mereka."Imel mengirimkan foto Bianca dan Bastian yang entah di mana."Lo di mana? Mereka di mana?""Gue diajak milih-milih souvenir pernikahan. Bayangin aja, kalo otaknya gak geser pasti Bianca milih nungguin anaknya. Emang gak waras ini orang, ya!"Aku geleng-geleng kepala. Bisa-bisanya, ya, anak lagi sakit, tapi dia malah sibuk dengan hari bahagianya? Aku menatap Joseph dengan hati yang terluka. Pasti Joseph pun sangat terluka."Kalo udah mau pulang kasih tahu, ya, Mel." Balasku kepada Imel."Pulangnya nant

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status