Saat sang kakak masuk penjara karena perbuatanya, kini giliran ibu Emir yang terbaring di rumah sakit.
Wanita tua itu mengalami penyakit stroke ringan, setelah jatuh pingsan usai persidangan.
Saat sukses dan banyak uang barulah akan dipandang saudara, hal itu terjadi untuk keluarga Emir.
Saat ibunya sehat dan putrinya belum masuk penjara, banyak keluarga yang datang bertamu kerumah mereka, baik hanya ingin memantau kehidupan mereka atau untuk meminjam uang.
Namun, se
Talita dan ibu mertuanya tiba-tiba datang membuat mereka semua terkejut.“Apa yang kalian lakukan di rumahku!” teriak Bu Sima saat berada di depan pintu, kursi roda itu didorong Talita.“Kakak! A-A-Talita …?” Wanita bertubuh gemuk itu gelagapan.“Ibu tenanglah, nanti kamu lebih parah dan mereka akan makin senang, bisik Talita, sebelumnya ia sudah menyuntik tubuh ibu mertua dan meminta minum obat jantung, agar ia tidak shock saat melihat apa yang terjadi.
Aku ingin satu keluarga ini dihukum berat,” ujar ibu Emir dengan marah. Ia tidak peduli walaupun wanita itu adik kandungnya. Ia tidak pernah menduga kalau adiknya sendiri ingin mencelakainya hanya karena uang. Bu Sima mengusap butiran air di matanya. Wanita itu berpikir mungkin itulah cara alam juga menghukumnya, sebab selama ini ia juga sangat jahat pada Talita dan kedua bayi kembar.Ternyata keluarga sang adik mencoba melawan, ternyata suami dan anak mereka seorang pengedar. Nama dan karier Emir semakin sulit sebab semua keluarganya terlibat kriminal.Empat orang tambahan polisi datang membantu m
Emir merasakan dinginnya jeruji penjara, walau ia tidak dimasukkan ke sel yang dihuni para penjahat, ia mendapat kamar sendiri.Tetapi, hal itu tetap saja memuatnya terpuruk, ia memikirkan tentang ibu yang terbaring di rumah sakit, dan sang kakak yang sama-sama masuk penjara dengannya.Hari itu, saat mentari pagi datang menyapa membawa sinarnya yang terik.Semua tahanan menyambut dan menikmati sang mentari pagi menyodorkan punggung untuk berjemur dan menikmati udara pagi yang cerah.Tetapi tidak untuk Emir, ia memilih duduk diam dalam kamar tahanan, tenggelam dalam pikiran yang beragam.Ia sempat
Sikap asli dr. Irfan akhirnya terbongkar juga di depan Talita. Selama ini ternyata ia dia serigala yang berpura-pura jadi domba yang baik.“Tapi saya tidak pernah membuat janji akan menikah dengan Bapak’ kan?”“Iya, tetapi saya yakin kalau kamu akan mau menikah denganku, Talita.”“Keyakinan bapak sepertinya salah, saya tidak pernah berniat akan menikah dengan bapak,” ucap Talita mencoba menjelaskan keadaan yang sebenarnya.“Tetapi kenapa?” Wajah lelaki berkulit putih terkejut dengan jawaban Talita.&nbs
Irfan masih mengobrol dengan Talita. Sebenarnya dalam hati wanita cantik itu ingin Irfan pergi, ia sudah muak mendengar perkataan yang tidak masuk akal dari dokter tersebut. Tetapi ia tetap bersikap sopan pada dr. Irfan walau tidak suka.“Mereka beruntung karena mendapatkan ibu seperti kamu, tetapi tidak beruntung karena mendapatkan Emir sebagai ayah mereka, tetapi akan lebih baik, jika aku yang akan menjadi ayah anak-anak dan kamu jadi ibu, itu baru tepat,” ucap Lelaki itu, dengan sikap memaksa.“Dok, jangan memaksakan kehendak,” ucap Talita.Laki-laki itu tidak terima saat Talita menolaknya. “Itu masuk akal Talita!” suaranya meninggi.Saat mendengar suara bernada tinggi dari Irfan, keluarga Talita keluar untuk melihat.“Talita, apa semua baik-baik, Nak?” tanya ayah Talita.“Iya Yah, t
Ibu Talita tidak ingin putrinya menderita lagi, sama seperti yang dialami Hanum almarhum putrinya. Itu sebabnya ia berpikir akan menyetujui Talita dengan dr. Irfan. Wanita itu tidak tahu kalau Irfan juga punya niat yang terselubung selama ini. tetapi Talita tidak ingin terpedaya.“Jangan paksa aku menikah dengannya Bu, aku tidak akan mau menikah dengan pria sombong itu,” ujar Talita.Sang ibu rupanya tersahut mulur Irfan, ia lebih percaya pada laki-laki itu dari pada putrinya sendiri“Talita, jangan lupakan kalau ia yang membantu kakakmu selama ini,” ujar sang ibunda.Talita merasa kepalanya ingin meledak ia memijat kening dan berkata, “Ibu cukup iya, saat ini aku masih status istri Emir”“Tetapi lelaki ingin menceraikanmu Talita, itu artinya kamu bukan istrinya lagi Ta.”“Dia belum mengucapkannya Bu, itu baru hanya
Niat hati Talita datang ke penjara sebenarnya hanya ingin mengucapkan selamat tinggal pada suaminya. Ia juga ingin memperjelas hubungan rumah tangga mereka. Namun tiba di sana ia menemukan Emir di posisi yang tidak baik. Ia perlakukan tidak baik dipenjara.“Ta, aku tidak mau kamu melakukan hal ini lagi, mau di mana harga diriku?” ujar Emir marah, saat Talita melaporkan konsisi suaminya pada atasan Emir.“Mas, harga diri itu akan pulih kalau kamu bebas dari sini,” ujar Talita sangat prihatin melihat kondisi Emir.“Kamu tidak tahu apa-apa Ta, bahkan kamu tidak bertanya kenapa aku di sini. Apa yang telah aku lakukan? kamu hanya melihat kondisi luar saja,” ujar Emir, melemparkan buku yang ia baca .Lelaki berambut cepak itu merasa malu karena Talita meminta bantuan pada sang komandan.“Aku sudah tahu Mas, makanya aku tidak perlu bertany
Saat ini Talita duduk berdua dengan dr. Irfan. Tidak bisa dipungkiri Irfan tidak bisa menyembunyikan kemarahannya saat itu. Mendengar Talita menemui Emir di penjara ia sangat murka. Tetapi Talita wanita yang kuat, ia berani karena merasa tidak salah. Ia melakukan hal yang benar, menemui suaminya di penjara hal yang tepat. Walau ia awalnya marah dan benci pada Emir. Namun biar bagaimanapun laki-laki itu adalah suaminya, ayah dari si kembar.“Talita bukannya kamu sudah berjanji akan berpisah dengan lelaki jahat itu?”Dalam hati Talita menjawab; Kamu yang jahat yang memanfaatkan kesusahan orang lain untuk kepentingan kamu sendiri’“Dok, saya tidak pernah berjanji padamu, saya bilang saat itu akan melihat situasinya.”“Lalu setelah kamu lihat situasi yang sekarang, apa yang kamu pikirkan?”Talita ingin mengatakan kalau ia ingin membantu Emir keluar dari pe
Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina
Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."“Dulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?”“Se
Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.”Emir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem
Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u
Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.“Aku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,” ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.“Yang mana akun Bunda,” ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media
Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.“Mas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?” tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.“Tidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.”“Ibu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,” keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.“Lupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,” ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.“Bagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?” tanya Talita menghela nafas panjang.“Kita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.” Emir mem
Beberapa bulan kemudian Dimas akhirnya pulih, orang yang pertama yang ingin ia lihat Talita dan si kembar.“Jangan mencarinya lagi, dia meninggalkanmu setelah kamu tidak berdaya di rumah sakit,” ucap sang Ibunda.“Itu tidak mungkin Bu. Dia wanita yang baik.”Wanita itu berdiri dengan wajah geram, “ Bunda sudah katakan padamu Dimas, dia hanya mempermainkanmu. Kamu tahu sekarang dia sudah menikah dengan polisi yang selama ini membantunya, dia menikah dengan Diego!”Dimas sudah bisa menebak siapa sosok yang disebutkan sang ibunda. Diego adalah Emir. Laki-laki itu selama ini memakai topeng karet dan menyamar sebagai Diego. Ia melakukan itu setelah Arjuna dan dr. Irfan menembaknya dan ia berhasil memalsukan kematiannya.‘Emir …?’Melihat Dimas tidak bereaksi keluarganya keheranan, “Uda tidak marah?” tanya Farida.“Apa kamu sudah tahu kalau wanita selama ini selingkuh dengansi polisi itu?” sambung Ibu Yani lagi.Dimas menarik nafas dalam, ia merasa rongga dadanya terasa sesak setelah ta
Pagi itu, Talita terbangun dengan aroma kopi yang harum. Ia menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Emir, berdiri di samping tempat tidur dengan nampan sarapan di tangannya."Selamat pagi, istriku," sapa Emir lembut.Talita tersenyum, masih setengah mengantuk. "Mas, apa ini?""Sarapan di tempat tidur, spesial untuk istri tercinta," jawab Emir sambil meletakkan nampan di atas selimutnya.Di atas nampan, ada roti panggang dengan telur mata sapi berbentuk hati, buah segar yang sudah dipotong rapi, dan secangkir kopi dengan foam berbentuk hati di atasnya.Talita menatap suaminya dengan penuh cinta. "Mas Emir, kamu terlalu manis," katanya sambil tersenyum lebar.Emir duduk di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu selalu merasa dicintai."Talita meraih tangan Emir dan menciumnya lembut. "Aku selalu merasa begitu, Mas. Karena kamu."Emir mengusap pipinya dengan lembut, lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Mereka tertawa bersama, menikmati pagi y
Pagi pertama di bulan madu mereka, Talita menggeliat pelan di tempat tidur. Matahari pagi mengintip dari celah tirai, menyinari ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok Emir, tetapi tempat di sebelahnya kosong.Talita membuka matanya perlahan. Aroma harum sesuatu yang lezat menyeruak ke dalam kamar. Ia mengerutkan kening, lalu tersenyum kecil.‘Emir memasak?’Dengan rasa penasaran, Talita bangkit, mengenakan jubah tidurnya, lalu berjalan ke arah dapur tempat mereka menghabiskan bulan madu. Di sana, ia menemukan pemandangan yang membuat hatinya berdebar.Emir, dengan celemek yang melingkar di tubuhnya, sibuk di dapur. Ia mengaduk sesuatu di wajan, sesekali mencicipi saus dengan ujung sendok, lalu mengangguk puas.Talita menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap suaminya dengan senyum penuh cinta. "Aku juga tidak tahu kapan Emir bisa memasak."Emir menoleh, matanya berbinar melihat Talita yang berdiri di sana dengan rambut yang masih