Usai dari Restaurant, Brice dan Agnes langsung menuju ke Hotel. Dimana mereka menghabiskan malam pertama mereka. Tempat dimana mereka meninggalkan kesan yang begitu dalam dan saling terikat tanpa mereka sadari.Agnes mengikuti langkah Brice dengan begitu anggun. Sedangkan pinggulnya di rangkul dengan begitu posesif oleh Brice.Mereka berjalan memasuki lift yang tentu saja langsung menuju ke lantai kamar pribadi Brice.“Aku tidak tahu kalau kamu sangat menyukai Hotel ini,” ucap Agnes pelan dengan menatap lurus ke arah pintu lift.Brice mendengus pelan dan tersenyum menyeringai, tanpa melirik ke arah Agnes, pria itu menarik pelan tubuh Agnes dan merangkulnya dengan posesif. Brice menoleh, merapatkan wajahnya di telinga Agnes dan berbisik. “Sudah aku katakan sebelumnya, hanya kamu wanita yang masuk di kamar pribadiku, only you...”Ting!Di saat bersamaan atas kebingungan Agnes dengan ucapan Brice, pintu lift terbuka. Agnes yang hendak bertanya dengan maksud perkataan Brice, akhirnya kemb
“Eugh…” suara serak Agnes dengan perlahan membuka matanya. Dan pandangan pertama yang ia lihat adalah seorang pria tampan yang saat ini tengah menatapnya dengan hazel biru yang begitu memukau.Pria itu tersenyum lembut dengan menopang kepala dengan tangannya yang kekar. Memperlihatkan betapa baiknya pria ini merawat setiap otot yang ada di tubuhnya.“Morning…” ucap Brice seraya membelai lembut wajah Agnes. Merapikan anak rambut yang tergerai indah di wajah cantik Agnes.Agnes membalasnya dengan senyuman indah di wajahnya, “Morning too….” Terdengar begitu indah di telinga Brice.Semalam, entah sampai jam berapa mereka melewatkan malam yang sungguh panas. Di mulai dari kamar mandi. Dimana Brice benar-benar menjadi sosok pria yang sungguh berbeda. Untuk pertama kalinya dia bercinta dengan panas dan begitu liar di kamar mandi. Tepatnya di atas bathtub yang memumpuni mereka untuk bercinta dengan berbagai gaya.Dan setelah percintaan panas di kamar mandi selama 30 menit. Mereka membersihkan
Begitu Brice keluar dari kamar mandi. Pria itu meraih bathrobe miliknya, memakainya. Pria itu langsung melesat mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu asistentnya.“Siapkan set pakaian lengkap untuk Agnes,” ujar Brice begitu sambungan telepong terhubung.“Baik Mr. B,” jawab Beta, “Dan apakah masih ada tambahan?” tanya Beta memastikan.Brice terdiam sesaat. “Jangan rok pendek!” titahnya tegas.Beta yang ada di ujung sana, tersenyum mendengar penuturan Tuannya. “Baik Mr.B, akan saya siapkan sesuai permintaan Anda.” Jawab Beta.Setelah memutuskan sambungan telepon. Brice berjalan menuju ruang kantornya. Dia mengambil beberapa dokumen yang sudah di siapkan oleh para The Angel’s. Brice membaca kembali setiap detail yang harus ia kerjakan. Tinggal dua lagi misi yang harus ia selesaikan sebelum benar-benar masuk ke dalam misi utamanya.“Aku harus menyelesaikan ini dalam dua hari.” Gumamnya pelan sambil membaca strategi yang sudah di siapkan oleh The Angel’s.Brice mengirimkan pesan ke
Begitu selesai berpakaian. Brice benar-benar memasrahkan dirinya saat ini memakai dasi yang berwarna begitu kontras. Dan yang membuatnya bingung, kenapa dia tidak menolak sama sekali saat Agnes mengenakan dasi tersebut di lehernya.Tapi saat ini, dia benar-benar menyesal karena saat ini dirinya menjadi pusat perhatian. Bahkan para ke enam asistentnya yang melihat dari jarak jauh tengah tertawa.“Damn! Kenapa aku memajang dasi ini di lemariku!” gumam Brice dalam hati. “Ini semua salahmu Daddy Arion!” keluhnya.Yeah, benar saja. Dasi itu adalah pemberian dari Austin kepadanya. Karena itulah dia tidak membuang dasi yang terlihat begitu kontras di dalam lemari dasinya. Kemana pun dia pergi. Dia pasti membawa dasi tersebut.Tapi hari ini, dia menyesalkan hal itu. “Sweety, apakah kamu serius dasi ini…”“Ssssttt! Kamu tidak mempercayaiku? Dasi ini terlihat sangat sempurna dengan setelan jasmu saat ini!” sanggah Agnes dengan tatapan sinisnya.Mendengar hal itu membuat Brice tersenyum, “Hmm, b
Agnes dan semua orang yang ada di dalam ruangan itu sontak menoleh ke asal suara berat tersebut. Terlebih dengan Agnes yang begitu mengenal suara yang mengisi hari dan malamnya beberapa hari ini.“Brice?” gumamnya begitu pelan dan tipis. Dirinya sangat terkejut mendapati Brice saat ini berada di dalam ruangan meeting. Wanita cantik itu benar-benar di buat kehilangan kata-kata.Sedangkan reaksi Agnes sungguh berbeda dengan klien wanita yang lainnya. “Tuan Brice, seberuntung apa wanita yang di akui olehmu.” Seloroh salah satu wanita yang usianya sedikit di atas Agnes.Brice berjalan dengan penuh pesona, di susul dengan Gamma berada di belakangnya. Berjalan melewati wanita yang tadi menegurnya dengan acuh. Brice mengambil tempat duduk yang kosong dan Gamma berdiri tepat di belakang Brice.Pria itu menoleh ke arah Agnes dan tersenyum tipis melihat wajah wanita cantik itu yang di penuhi sejuta tanda tanya.“Apa kita disini hanya untuk berdiam diri?” seru Brice cuek.Frida yang mendengar it
“Tuan Brice?” Frida terkejut melihat kedatangan Brice yang tiba-tiba. Bahkan raut wajah Brice saat ini sangat serius.“Dimana Agnes?!” seru Brice yang segera berjalan ke ruangan Agnes dan ingin masuk ke dalam. Namun dengan cepat Frida - sekretaris Agnes, menahan Brice.“Tuan Brice, jangan seperti ini! Anda tidak bisa langsung masuk ke ruangan Ibu Agnes.” Seru Frida menghadang Brice sebisanya.Tapi apalah daya, tubuh Frida yang kecil tidak dapat menahan Brice. Dengan mudahnya Brice melewati Frida dan membuka pintu – menerobos masuk ke dalam.Agnes yang sedang larut dalam pikirannya sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya itu dengan menutup mata tidak sadar akan kedatangan Brice.“Sweety, are you okay?” suara berat terdengar membuat Agnes terlonjak kaget dan membuka matanya."Brice?" gumamnya melihat Brice saat ini sudah berjalan mendekat ke arahnya.Pria tampan itu mengambil langkah lebar dan cepat menghampiri Agnes. “Are you okay?” tanyanya lagi, khawatir. Karena Agnes belu
“Ca… Calon istri?” Frida membekap mulutnya. Tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Apa saja yang sudah ia lewatkan.Sepengatahuan dia, Agnes pergi kencan buta semalam dengan salah satu pengusaha muda bernama Brice, “Tung… tunggu! Brice? Tuan Brice?” Frida langsung mengingat siapa pria yang di temui bosnya itu semalam. Dan bagaimana bisa ia tidak menyadari jika Brice yang datang pagi ini adalah Brice yang sama.“Jangan bilang kalau Tuan Brice lah yang membuat perubahan sikap Ibu Agnes akhir-akhir ini?” pikir Frida. Ingin sekali dia bertanya lebih banyak, tapi itu tidak mungkin terjadi, bersuara sedikit saja. Dia mendapatkan tatapan dari Brice.“Aku harap berita ini tidak tersebar,” suara Brice membuyarkan lamunan Frida.“Ba-baik Tuan Brice, kalau begitu saya tidak mengganggu waktu anda dan Ibu Agnes lagi,” ucap Frida, kemudian undur diri.“Dan jangan pernah masuk ke dalam sebelum Agnes yang memanggilmu,” imbuh Brice tepat saat Frida sudah berdiri di depan pintu.“Baik Tuan,” sahut Fr
“Aku akan memberikan pelayanan kepada anda, Nona.” Suara Brice terdengar tenggelam di dalam ceruk leher Agnes. Pria itu menyesap dan mencumbu dengan penuh mendamba. Agnes melenguh dan mengangkat lehernya. “Oh my… Brice…”membiarkan Brice melakukan sesuka hati disana. Brice tersenyum dan menjilati telinga Agnes kemudian berbisik dengan suara paraunya, “Sepertinya aku akan makan siang dengan hidangan yang begitu lezat.” Suara berat dan napas hangat Brice yang menyapu lehernya membuat Agnes bergidik tak kuasa membiarkan Brice mulai membuka pakaiannya satu persatu. Agnes merasakan napasnya semakin berat tatkala Brice kini bermain di kedua bongkahan indahnya. Kemejanya sudah entah berada dimana. Tubuh bagian atasnya sudah terekspos tanpa sehelai benang pun. Dia merasa yakin karena tadi mendengar dengan jelas ketika Brice menyuruh Frida – sekretarisnya untuk membatalkan semua jadwal serta melarang siapapun yang ingin masuk
Agnes menarik napas dalam dan berkata dengan cepat, “Apa kamu pernah melakukan ‘itu’ dengan para asistentmu?” Brice terdiam sesaat. Alhasil membuat Agnes semakin gugup dan cemburu. “Brice?” “Hmm, kalau itu—” “Sepertinya aku tahu jawabannya,” potong Agnes lalu menyingkirkan tangan Brice, turun dari pangkuan Brice. “Mau kemana?” Brice menahan tangan Agnes. Agnes menoleh dengan mata berkaca-kaca, “Aku ingin sendiri Brice, aku tidak sangka jika selama ini mereka juga menemanimu untuk hal seperti itu…” “Rasanya aku tidak bisa, maaf…” Brice mengerutkan keningnya, ia menarik lembut tangan Agnes, membuat Agnes otomatis mendekat padanya, “Sweety, sepertinya kamu salah paham.” “Salah paham apa Brice? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang iya?” suara serak Agnes terdengar lirih. “Aku tidak pernah mengatakan iya, sweety.” Brice tersenyum lembut dan mengusap sudut mata Agnes, “Aku tidak pernah melakukan hal seperti yang kamu pikirkan. Aku menjaga hubungan kerja kami dengan bersih.” Agne
“Hem...” gumaman Agnes.“Namaku Brice Elroy Harold, seperti yang kamu lihat sendiri, Austin Harold adalah kakak sepupuku, jadi aku salah satu penerus keluarga Harold di Jerman. Aku memiliki beberapa perusahaan besar di jerman, amsterdam, dan beberapa negara lainnya. Dan untuk identitas lainku adalah...”Agnes menoleh, menunggu jawaban Brice.“Aku seorang agen rahasia yang berhubungan dengan dark organitation, uhm, orang menyebutnya dengan Mafia, lalu aku memiliki enam orang kepercayaan, sebagian besar dari mereka sudah pernah bertemu denganmu, ada Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan Zeta.”“Dan orang yang menculikmu adalah salah satu dari organisasi yang sedang aku selidiki.”Agnes diam, mendengar kata demi kata penjelasan dari Brice, ia enggan memotong apapun itu.“Maaf sudah melibatkanmu ke hal yang sangat berbahaya, jika tahu seperti ini, aku tidak akan membawamu masuk ke dalam misi ini,” ujar Brice dengan suara seraknya.Agnes menoleh dan meraih wajah Brice, ia tersenyum lembut
"Sweety..." Brice yang hendak mengulurkan tangannya, seketika berhenti melihat tangannya yang kotor dipenuhi bercak darah, ia lalu menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Bugh!"Agnes berdiri dan memeluk erat tubuh Brice, "Aku takut Brice..." gumaman yang terdengar lirih dan tubuh Agnes dapat ia rasakan saat ini gemetar ketakutan.“Ma-maaf...” Brice merasa begitu bersalah karena dirinya, Agnes harus melalui hal mengerikan seperti ini.“Yang kamu lakukan itu jahat Brice! Kamu jahat!” isak Agnes yang tidak melepaskan pelukannya dari Brice.Brice menutup matanya, “Iya sweety, aku jahat, maafkan aku.”“La-lalu kenapa kamu tidak memelukku? Kamu sangat jahat!”Deg!Brice terperangah, “Swe-sweety, bukannya kamu takut melihatku sekarang?”Agnes merenggangkan pelukannya, menatap tajam ke arah Brice, wanita cantik itu mengusap kasar wajahnya, “Iya aku takut!”Mafia berdarah dingin itu seketika merasakan dadanya sakit mendengar penuturan sang istri, ia kemudian berdiri dengan tangan yang
Sang pilot pun mengikuti perintah Max, “Di sini Tuan,” seru pilot tersebut.Austin memalingkan wajahnya, menatap Max yang duduk di seberangnya. Tatapan mereka bertemu, dan tanpa perlu kata-kata, Max mengangguk memahami instruksi dari bosnya itu.Max berdiri, tangannya terangkat untuk menjaga keseimbangan saat helikopter bergoyang sedikit akibat turbulensi. Suara angin semakin kencang saat pintu helikopter dibuka, seperti raungan binatang buas. Max, dengan gerakan yang mantap dan cekatan, berjalan lebih dulu ke arah pintu. Setiap langkahnya terasa berat karena angin yang seolah ingin melemparnya keluar.Dia meraih tangga gantung yang tergantung di sisi pintu, dan mulai menuruni anak-anak tangga satu per satu, tubuhnya bergoyang-goyang di bawah kekuatan angin. Austin menyusul di belakangnya, tetap tenang meskipun angin terus menerpa wajahnya dengan kekuatan besar.Begitu mereka mencapai ujung tangga, di depan jendela kaca besar yang menjadi target mereka, Max menarik napas dalam-dalam.
Beberapa jam sebelumnya, Austin dan Bella yang baru saja kembal ke Amsterdam untuk melanjutkan honeymoon mereka, serta Austin yang sekalian melakukan perjalanan bisnis di sini.Di saat Austin dan Bella sedang makan di sebuah restaurant, Max menghampiri mereka dengan wajah serius. “Tuan, Brice sepertinya sedang menghadapi masalah besar.”Austin mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”“Uhm sebenarnya orangku memberitahukan kalau Brice saat ini sudah memiliki seorang istri, satu bulan lalu dia mendaftarkan pernikahannya,” terang Max sambil memberikan sebuah map coklat.“Brice menikah? Kenapa dia tidak bilang-bilang hubby?” kaget Bella dengan senyum merekah, ikut bahagia dengan kabar tersebut.“Hmm, mungkin dia memiliki alasan tersendiri, love. Sebaiknya aku lihat laporan yang di berikan Max dulu—““Tuan, bukan maksud saya ingin memotong, tapi saat ini sangat darurat, istri Brice di culik oleh seseorang yang berasal dari sebuah club yang menamakan diri mereka Club Billionaire dan setelah sa
"Mr.B semua yang datang malam itu sudah berada di dalam," ucap Gamma menyambut Brice di depan pintu besi.Gamma cukup terkejut melihat penampilan Brice saat ini.Ia melirik ke Alpha yang berada di samping Brice, Alpha hanya menggeleng pelan kepalanya agar Gamma tidak menanyakan perihal tersebut.Tanpa menjawab Brice terus melangkah masuk, ia melihat pasangan suami istri yang ikut di pertemuan malam itu.Ia berdiri tepat di tengah menatap wajah ketakutan orang-orang yang saat ini melihatnya, "Siapa yang tahu di mana keberadaan istriku?!" suara berat Brice terdengar mencekam."Hmmppph! Hmmmmp!" seorang pria berusaha untuk berbicara.Bticr memberi kode agar membuka pengikat di mulut pria tersebut, "Brengsekkk! Lepaskan kami! Apa kau tidak tahu berurusan dengan siapa! Hah!!!! Kami tidak perduli dengan keberadaan istrimu!!"Brice menggeretakkan rahangnya, ia berjalan cepat dan mengangkat kakinya tinggi-tinggi, "Brugh!""Arggghhh!" pekikan sakit terdengar mengisi gudang yang luas ini."Bahk
Tanpa menunggu persetujuan Mr.Kinsgton, Brice mengambil keputusan untuk menyerbu markas organisasi yang tengah mereka selidiki.Ponsel Brice terus berdering, panggilan Mr. Kingston ia abaikan begitu saja. Hingga earphone yang ia kenakan bersuara, "Mr.B, Tuan Kingston ingin berbicara dengan anda.""Shit! Sambungkan!""Ya Mr. Kinston?""Mr.B, apa yang anda pikirkan langsung menyerbu markas organisasi begitu saja? Padahal kita sudah dekat untuk mengetahui jaringan mereka!" serbu Mr. Kinsgton yang terdengar marah."Aku harap anda menarik semua orang anda Mr.B!" titah Mr. Kingston."Damn! Istriku saat ini menghilang!" sahut Brice geram."Yes I know! Ingat! Dia hanya istri kontrak! Kita bisa menyelamatkannya tapi tidak sekarang!" tegas Mr. Kingston.Brice mengepal erat tangannya, "Mr. Kingston, aku tidak peduli dengan misi ini!""Tidak bisa! Anda harus kembali! Ingat terlalu banyak nyawa yang harus di korbankan jika anda ceroboh seperti ini""Bahkan aku tidak segan meratakan laboratorium an
POV Agnes"Hai Agnes!" seru Maria Sanchez saat melihat Agnes keluar dari lobby perusahaan."Hai Madam..." Agnes melangkahkan kakinya sambil melambaikan tangan."Maaf karena membuat anda menunggu," ucap Agnes lembut sambil menerima sapaan kecup pipi dari Maria"Kamu tidak peerlu sungkan! Dan kenapa masih memanggilku madam? Cukup Maria? Ok? Kamu sudah aku anggap seperti adik perempuanku!" ujar Maria sembari membuka pimtu mobil untuk Agnes.BlushAgnes tersenyum bahagia mendapatkan perlakuan tulus dari Maria, "Terimakasih."Maria tersenyum dan ikut masuk ke dalam mobil, duduk di sisi Agnes, “Langsung menuju restaurant,” ujarnya pada sopir.Sepuluh menit perjalanan, Agnes dan Maria bercerita mengenai diri mereka masing-masing, “Kamu pasti terkejut dengan kegiatan di klub waktu itu?”BlushWajah Agnes merona merah mengingat betapa intensnya aktifitas yang ia lihat malam itu, “Ah iya, itu pertama kali untukku.”“Hhahhaa, wajahmu merona merah, kau sangat menggemaskan Agnes!” tawa Maria mengg
Satu jam berlalu sejak Agnes mengabari dirinya tiba di restaurant.Brice mondar mandir di depan meja, sesekali ia duduk dan mengirimkan Agnes pesan singkat.bTapi sampai detik ini tidak ada satu pun balasan dari sang istri.Brice menekan nomor Gamma, "Cek lokasi Istriku!""Nona Agnes masih berada di Restaurant Tuan.""Apa Beta tidak bisa melihat ke dalam ruangan?""Akan saya tanyakan Tuan, maaf karena kami tidak tahu jika Maria Sanchez mengganti tempat janji.""Hmm, lakukan dengan cepat!"Brice memutuskan sambungan telpon, dirinya gelisah hanya karena tidak mendapat kabar dari sang istri.Sepuluh menit...Tiga puluh menit....Brak!!!Brice memukul meja kerjanya dengan keras.Ia menatap kesal pada ponselnya karena Agnes tidak kunjung menjawab panggilan telponnya."Tuan?" Gamma membuka pintu, terkejut mendengar suara keras dari ruangan Brice."Siapkan mobil Gamma! Feelingku mengatakan ini tidak baik-baik saja!”Gamma segera keluar dari ruangan Brice untuk memberikan kabar kepada seluruh