“Apa ini, Mas?” tanya Marta.“Buka saja.” Jawabnya singkat dan ketus.Marta langsung membukannya, meskipun dia sudah tahu apa isinya. Pasti itu adalah surat gugatan dari Aldi, untuk menceraikan Marta.“Mas ini kamu yakin mau menceraikan aku?” tanya Marta dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca.“Ya, apa kurang jelas? Atau kamu tidak bisa membacanya?” jawab Aldi.“Gak! Kamu gak boleh menceraikan aku, Mas! Aku gak mau cerai dari kamu!” pekik Marta dengan begitu keras.“Aku akan tetap menceraikanmu, Marta! Aku sudah bilang aku akan menceraikanmu, ini konsekuensi yang harus kamu terima, Ta! Kamu sudah membuatku jatuh cinta dengan Riska, aku tidak bisa memiliki dua istri, aku tidak sanggup untuk adil!” ucap Aldi dengan terang-terangan.“Aku mohon jangan ceraikan aku, Mas. Aku masih sangat mencintaimu,” ucap Marta.“Mencintaiku? Kamu bilang mencintaiku? Kalau kamu mencintaiku, kamu akan menghargai aku sebagai suamimu, Ta! Kamu juga tidak akan dengan mudahnya memberikan aku pada perempua
Marta masih terduduk lesu di depan Aldi. Air matanya masih luruh di pipinya. Rasanya untuk pergi dari depan Aldi begitu berat. Kaki untuk berpijak seketika terasa tanpa tulang. Melihat dua buku nikah milik Aldi dan Riska membuat dirinya hanya bisa menangis, meratapi kebodohannya sendiri, karena sudah membawa Riska dalam hidupnya untuk menjadi istri kedua Aldi.Ternyata perjanjian dibuat untuk dilanggar mereka. Bukan Riska yang melanggar, malah justru Aldi yang melanggarnya, karena Aldi yang mulai jatuh cinta lebih dulu pada Riska. Sedangkan Riska, ia masih menghormati dan menghargai perjanjian yang ia buat dengan Marta, karena adanya perjanjian, kedua adiknya bisa sekolah di sekolahan yang mereka impikan, hidupnya juga terjamin, Riska juga bisa membelikan rumah kecil yang layak untuk mereka tinggali.“Pulanglah! Aku masih banyak pekerjaan!” perintah Aldi pada Marta.Marta merasa dirinya benar-benar sudah tidak dibutuhkan lagi. Aldi juga seperti mengusir Marta saat ini, seperti sudah t
“Mbak Marta Hamil?” gumam Riska setelah selesai menerima telefon dari Aldi.Tidak tahu kenapa ia berpikir serius soal kehamilan Marta. Apalagi dirinya juga sedang hamil. Ada rasa takut semua akan selesai, sebelum Riska melahirkan anaknya, ada juga rasa takut dirinya akan berpisah dengan Aldi, karena Marta sudah hamil.“Enggak! Aku gak seharusnya memikirkan hal seperti itu. Memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Aku harusnya tidak sepanik ini pikirannya, aku harusnya senang mendapat kabar Mbak Marta hamil, karena dengan begitu Mas Aldi tidak menceraikan Mbak Marta, dan aku tidak akan dianggap sebagai perebut suami orang, meski kedatanganku di tengah-tengah Mbak Marta dan Mas Aldi adalah keinginan Mbak Marta!”Riska masih bergelut dengan perasaannya sendiri. Ia yakin kali ini Aldi akan lebih sering bersama Marta, apalagi Riska tahu, Marta bisa melakukan hal yang dirinya mau.Ting!Notifikasi pesan masuk ke ponsel Riska. Ia melihat siapa yang mengirimkan pesan. Aldi yang mengirimkan pesa
“Kenapa? Kaget melihat aku di sini, Mas?” tanya Marta.“Ngapain kamu di sini?” Aldi bertanya dengan nada ketus.“Pengin lihat rumah kalian saja, gak boleh? Mau sampai kapan sih mas kamu menutupi semua? Toh Riska ada di sini juga karena aku?” ucap Marta.“Tapi gak gini caranya, Ta! Apa kamu mau mengusik kehidupanku dengan Riska? Atau kamu mau mencelakai Riska! Cukup aku tertipu kelicikanmu malam itu, Ta!” pekik Aldi nyalang.“Kamu kok negatif sekali ya mas berpikirnya? Apa tidak bisa kamu berpikir baik tentang aku?” ucap Marta dengan tatapan penuh kekecewaan.Maksud kedatangan Marta ke rumah Adik Madunya padahal ingin tahu bagaimana kehidupan Aldi dan Riska, kenapa sampai hati Aldi berpaling darinya. Mungkin dengan Marta baik dan berdamai dengan keadaan akan membuat Aldi memaafkan kesalahannya, dan tidak akan menceraikannya, meskipun Marta harus hidup dengan keadaan berpoligami.“Karena kamu licik, Ta! Kamu egois, mau menang sendiri, mau semua itu ngertiin kamu! Salah jika aku berpikir
Marta menemui tamu yang datang ke rumahnya, seorang perempuan yang dulu pernah ia bawa untuk menjadi madunya, kini tengah berada di ruang tamu yang begitu luas, menunggu Marta menemuinya.Riska sengaja datang ke rumah Marta tanpa sepengetahuan Aldi. Ia tidak ingin Marta salah paham, jelas Marta mengira dirinya dan Aldi saling mencintai. Memang kenyataannya, tapi Riska hanya bisa menahan rasa cintanya di dalam hati. Ia tak ingin mengungkapkannya, karena itu akan menyakiti Marta. Riska pun tidak ingin membuat cacat isi perjanjiannya dengan Marta. Biar saja Aldi yang terus mengungkapkan cintanya pada Riska, yang penting dirinya tidak, karena untuk menjaga perasaan Marta.“Ngapain kamu ke sini, Ris?” tanya Marta dengan tatapan sinis.“Aku ingin bicara dengan Mbak. Aku ingin semuanya baik-baik saja, termasuk hubungan Mbak dengan Mas Aldi,” jelas Riska.“Gak usah sok jadi pahlawan kamu, Ris! Puas kamu sudah mengambil hati suamiku? Puas sudah merebut cinta dan raganya dariku? Kamu sudah meng
Aldi terpaksa ke rumah Marta. Bagaimana bisa Aldi makan siang di luar, sedangkan selama bersama dengan Riska, menurut Aldi makanan di luar sudah tidak enak lagi? Makanan dari Restoran favoritnya saja sudah tidak sesuai dengan lidah Aldi, karena ia sudah biasa dimanjakan dengan masakan Riska. Apalagi siang ini Aldi benar-benar merasakan cacing di dalam perutnya sudah mulai konser.Di rumah Marta, Riska menata kembali masakannya, menyiapkannya untuk Aldi yang sedang dalam perjalanan ke rumah Marta.“Mas Aldi jadi ke sini, Ris?” tanya Marta.“Iya, sedang di jalan, Mbak,” jawab Riska.“Kalau gak ada kamu, mana mungkin Mas Aldi ke sini, Ris? Sebegitu dirindukannya masakanmu ya, Ris? Bahkan Mas Aldi rela bertemu dengan orang yang sedang dibencinya,” tutur Marta dengan pandangan mengembun.“Mbak ... jangan bicara seperti itu, aku yakin Mas Aldi bisa menerima Mbak dan memaafkan Mbak. Aku akan membujuknya,” ucap Riska.Marta membuang napasnya dengan kasar. Ia tidak percaya Aldi semuadah itu ak
Riska melepaskan pelukan Aldi, ia tidak mau berlama-lama dipeluk Aldi, apalagi di depan Marta yang terlihat begitu cemburu. Cemburu, itu hal sangat lumrah terjadi pada Marta, apalagi Aldi masih suaminya, dan perhatian Aldi padanya kian memudar setelah Aldi jatuh cinta pada Riska. Namun, Marta sadar dirinya yang salah, dirinya yang memulai semuanya hingga Aldi berubah seperti sekarang ini.“Kita belum sholat, ayo pulang,” ajak Aldi.“Kita sholat di sini ya, Mas? Mbak Marta boleh numpang sholat?” pinta Riska.“Boleh, silakan kamar tamu bersih kok, kamar yang pernah kamu pakai dulu, Ris. Oh iya boleh aku ikut sholat?” pinta Marta.“Boleh, Mbak. Ayo wudhu. Mas ambilin mukenahku di mobil, ya?” pinta Riska pada Aldi.Aldi mendengkus kesal, Riska tiba-tiba berubah seperti itu. Aldi tahu Riska sedang ingin kembali mendekatkan dirinya dengan Marta, namun sedikit pun tidak ada niat di hati Aldi untuk kembali dengan Marta, apalagi dia belum yakin kalau anak yang Marta kandung itu anaknya. Bisa j
“Mas Aldi!” teriak Riska.Aldi langsung belari menghampiri Riska yang teriak di dalam kamar. “Kenapa, Ris?” tanya Ald panik.“Mbak Marta, Mas! Mbak Marta pingsan!”Aldi segera menggendong tubuh Marta membawanya ke atas tempat tidur. Aldi menelefon Dokter Zika untuk segera ke rumah. Beruntung Dokter Zika sedang tidak sibuk hari ini jadi langsung bisa menangani Marta.“Sadar, Ta!” Aldi menepuk-nepuk pipi Marta.Ada sedikit rasa khawatir dalam diri Aldi. Apalagi mengingat ucapannya tadi pada Marta yang begitu menohok.“Tolong penuhi permintaan Mbak Marta apa susahnya sih, Mas? Masa tidak bisa Mas di sini seminggu di rumahku seminggu?” ucap Riska.“Aku tidak bisa Ris!” jawab Aldi.“Mas kok egois banget sih!”“Yang mulai egois itu Marta, bukan aku!”Perdebatan yang baru mereka mulai terpaksa berhenti, karena Dokter Zika datang untuk memeriksa Marta.“Bu Marta kenapa lagi, Pak?” tanya Dokter Zika.“Dia pingsan, Dok,” jawab Aldi.“Saya periksa dulu,” ucap Dokter Zika dengan bergegas memeriks
Marta mengira Aldi memberi Riska sesuatu tanpa sepengetahuannya. Ternyata Aldi telah menyelamatkan bisnis keluarga Riska yang sempat bangkrut beberapa tahun. Sempat ada rasa cemburu dan iri saat tadi, namun setelah tahu apa yang Aldi bicarakan dengan Riska, akhirnya Marta sadar, kalau ia salah sudah berpikiran buruk tentang mereka.**Malam menyapa, masih dalam keadaan tenang dan penuh bahagia keluarga kecil Aldi. Tiga bayi mungil itu sudah terlelap tidur. Beruntung malam ini tiga bayi yang baru menginjak lima bulan usianya itu tidak pernah rewel. Sudah lima bulan mereka tinggal bersama dengan damai, tenang, dan penuh kebahagiaan.Selesai menidurkan si kembar, Riska keluar dari kamarnya. Terlihat Marta sedang berbincang dengan Aldi di ruang tengah sambil sedikit bercanda, bercerita tentang dulu saat pertama mereka bertemu. Mereka merajut kembali kenangan yang pernah mereka lupakan.Riska yang tadinya ingin bergabung bersama mereka akhirnya mengurungkan niatnya. Ia kembali ke kamar
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Marta dan Riska diperbolehkan untuk pulang. Riska dan Marta berunding sendiri, selagi Aldi keluar mengurus administrasi mereka.“Ris, aku ini ada Mami sama Papi, jadi Mas Aldi yang ikut pulang sama kamu,” ucap Marta.“Mbak, aku ini melahirkan normal, lagian di rumah ada Bibi kok, aku bisa dibantu Bibi dan aku juga ada Rifka, dia bisa bantuin aku, kan dia biasa ngurus anaknya tetangga kalau pulang sekolah?” ucap Riska.“Kau sangat tega pada adikmu! Biar dia sekolah, jangan suruh-suruh jadi baby sitter, Riska! Aku sudah keluarkan uang untuk sekolah dia, masa kau tega adikmu masih kerja untuk ngasuh anak orang?” celetuk Marta.“Dianya yang mau, katanya sudah sayang banget sama anaknya sebelah rumah,” jawab Riska.“Pokoknya, Mas Aldi ikut kamu saja, aku ada Bibi, ada Mami sama Papi, lagian aku kan Cuma satu bayi, kamu ngurus bayi kembar lho, Ris?”Perdebatan mereka yang membicarakan Aldi harus ikut pulang dengan siapa akhirnya didengar olah Aldi sendi
Dokter Zika langsung memeriksa keadaan Riska yang mendadak pingsan. Hanya pingsan dan tidak ada yang dikhawatirkan dengan Riska. Riska hanya kelelahan setelah melahirkan buah hati kembar sepasangnya.“Bagaimana, Dok?” tanya Aldi dengan penuh kekhawatiran.“Bu Riska hanya pingsan biasa, Pak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nanti kalau sudah siuman, akan segera dipindahkan ke ruang perawtan,” jelas Dokter Zika.“Syukur Alhamdulillah,” ucap Aldi dengan lega.Aldi menggendong dua bayi kembarnya. Di tangan kananya ia menggendong bayi laki-laki yang keluar pertama, dan di tangan kirinya ia menggendong bayi perempuan. Sepasang bayi yang tampan dan cantik itu membuat Aldi bersyukur dan meneteskan air mata saat Mengadzaninya.Aldi meminta pihak rumah sakit ruangan Riska dan Marta disatukan. Ia ingin menjaga kedua istrinya itu, apalagi ia sudah berjanji akan berlaku adil pada mereka.Riska sudah dipindahkan di ruang perawatan, ia bersama dengan Marta. Aldi begitu bahagia mendapatkan tiga an
Marta dan Riska saling bertatapan mendengar keputusan Aldi yang tiba-tiba berubah. Riska tidak mepermasalahkan jika dirinya yang diceraikan Aldi, karena dalam perjanjijannya memang dia yang harus pergi setelah empat puluh hari melahirkan anaknya Aldi. Meskipun nantinya Riska akan merindukan anak-anakanya yang ia tinggalkan bersama Marta dan Aldi, bahkan ia akan merindukan manjanya Aldi saat bersama dengannya, karena Riska sudah jatuh cinta dengan Aldi sejak lama.Namun, ia tidak berani menyatakan cintanya pada Aldi. Ia menyembunyikan perasaannya di hati yang paling dalam. Ia tidak mau merusak perjanjiannya dengan Marta. Apalagi Marta sudah mewujudkan impian Rifka untuk sekolah di SMA favoritnya, begitu juga dengan Rafka yang ingin masuk di SMP favoritnya. Kedua adiknya bisa sekolah karena Marta yang membiayainya, dengan ia menjadi adik madunya Marta.“Tidak ada perempuan yang ingin hidup dalam satu atap ada tiga cinta, Mas. Kalaupun mau, itu ada sebuah kesepakatan. Aku memang sudah me
Riska sedang berada di dalam taksi menuju ke rumah sakit di mana Marta dirawat. Tidak peduli sudah tengah malam Riska ingin mengetahui kabar kakak madunya, yang kata pembantunya tadi tidak baik-baik saja.Riska mendapat kabar dari Aldi, ia membaca pesan dari Aldi. Aldi mengabarkan Marta sudah melahirkan dengan keadaan bayi prematur, Marta juga sudah di bawa ke ruang perawatan pasien, itu artinya Marta keadaannya sudah baik-baik saja.Sampai di rumah sakit, Riska langsung menanyakan pada bagian informasi di mana ruangan Marta berada. Setelah mendapatkan informasi, dia segara menuju ke ruang perawatan Marta.Aldi sudah berada di ruangan Marta. Dia menemani Marta yang baru saja siuman. Aldi dari tadi tidak melepaskan genggaman tangannya pada Marta.“Aku ingin cepat-cepat lihat anakku, Mas,” ucap Marta.“Sabar ya, Ta? Kamu kan masih begini keadaannya. Besok pagi juga dia akan dibawa ke sini kok,” ucap Aldi menenangkan Marta.“Iya, Sayang, kamu harus fokus pemulihanmu dulu, ya? Kata dokter
“Ma, kalau anakku lahir dengan selamat, Marta bagaimana?” ucap Aldi dengan suara serak, ia terlihat begitu takut kalau terjadi sesuatu dengan Marta. Belum sempat ia meminta maaf pada Marta, tapi Marta harus pergi untuk selama-lamanya setelah melahirkan. Itu yang ada di pikiran Aldi sekarang.“Aldi, kamu tenang! Dokter dan tim nya belum keluar memberikan keterangan apa pun tentang kondisi Marta dan bayinya!” tutur Ghandi, ayah dari Aldi.“Iya, Al. Jangan begitu. Kita semua ingin Marta baik-baik saja bersama anaknya,” tutur Danar.Danar tahu Aldi sangat panik saat ini, padahal beberapa bulan yang lalu, setelah Danar tahu Aldi memiliki dua istri, Aldi sudah bicara empat mata dengan ayah mertuanya itu. Aldi sudah menitipkan Marta pada Ayahnya kembali, karena masih berniat untuk menceraikan Marta. Danar menyetujuinya, meskipun sangat kecewa pada Aldi. Namun, kembali lagi, semua itu disebabkan oleh Marta sendiri. Marta seperti itu pun karena Danar yang memulainya.“Aku gak mau Marta pergi,
Aldi langsung membawa tubuh Marta, ia membopongnya dan masuk ke dalam mobil. Aldi juga meminta pembantu di rumah Marta untuk mempersiapkan perlengkapan Marta. Beruntung Marta sudah mempersiapkannya, padahal masih kisaran lima minggu lagi HPL nya, namun Marta ingin menyiapkannya lebih awal, karena tidak mau merepotkan yang lain.“Sakit, Mas!” pekik Marta.“Ta, bukannya HPL kamu masih lima mingguan lagi waktu kemarin kita periksa sama-sama Riska juga?” tanya Aldi.“Gak tahu, Mas. Ini sungguh sakit sekali,” jawab Marta.Aldi memacu kecepatan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia tidak panik sekali melihat Marta yang kesakitan seperti itu. Rasanya jantungnya mau lepas mendengar jeritan lirih Marta yang menhan sakitnya.Marta juga tidak tahu, kenapa dia merasa mulas dan kontraksi sangat hebat di perutnya, seperti mau melahirkan. Padahal HPL nya masih lama. Marta mulai panik, takut terjadi sesuatu pada Bayi yang ia kandung.“Bu, Bu Marta? Pak, Bu Marta pingsan!” pekik Pembantu yang juga ikut
“Kamu gak pulang, Mas?” tanya Marta pada Aldi yang masih saja berada di rumah Marta, padahal sudah jam sebelas malam.Biasanya sebelum jam sembilan saja Aldi sudah pulang, ini sampai jam sebelas Malam Aldi masih berada di rumah Marta.Sejak kedua orang tua Marta mengetahui soal adanya Riska, Aldi di rumah Martanya cukup lama. Ia tidak mau ketahuan oleh kedua orang tua Marta, kalau dia tidak adil pada kedua istrinya, apalagi sampai tahu dirinya mau menceraikan Marta.“Nanti, Ta. Aku lagi cek email masuk dulu, selesaiin pekerjaan tadi siang,” jawab Aldi sambil melihat ponselnya.“Riska sendirian, Mas. Dia kan mau melahirkan sebentar lagi? Ini sudah jam sebelas lebih lho Mas,” ucap Marta.Sebetulnya ia senang Aldi sampai malam di rumahnya, namun ia sadar diri, ia tidak mau terbawa suasana dan perasaan yang nantinya akan membuatnya kecewa lagi.“Kamu belum tidur, Ta?” tanya Aldi.“Aku gak bisa tidur, Mas. Nih dari tadi anakku bangunin aku terus, lincah sekali dia sampai aku kaget, padahal
Marta berusaha menyembunyikan rasa tidak enak di hatinya. Ia berusaha tenang namun Aldi yang menyadari langsung membujuk Marta dan mencarikan beberapa pakaian yang Marta inginkan tadi. Seketika senyuman Marta terbit di sudut bibirnya, seakan Aldi secara tidak langsung meminta maaf padanya dengan cara seperti itu.Setelah belanja, Aldi mengantarkan Marta lebih dulu. Namun, saat sampai di rumah Marta Aldi melihat mobil milik orang tua Marta terparkir di halaman rumahnya.“Ta, Mami sama Papi di rumah?” tanya Aldi.“Enggak tahu, Mas. Mungkin Iya,” jawab Marta.“Ta, kalau dia melihat Riska?” tanya Aldi.“Ya sudah sih, Mas. Aku akan jujur sama Mami dan Papi soal ini, lagian Mama dan papamu sudah tahu, hanya Mami dan Papi yang belum tahu sampai saat ini. Mas kan tahu sendiri, sejak aku hamil mereka di luar kota, ini mungkin baru pulang,” jelas Marta.“A—aku pulang saja pakai taksi, Mas, Mbak,” ucap Riska dengan gugup.“Gak apa-apa, Ris. Biar semua tahu, aku tidak masalah,” ucap Marta.“Tapi?