Toilet?
Kamar mandi?Tempat itu, alasan itu hanya kebohongan belaka. Nada berjalan secara perlahan sembari terus mengedarkan mata mengawasi. Meski perlahan, namun tujuannya pasti. 'Ruang awal' Entah mengapa dia ingin sekali melihat ruang itu seperti ada yang kekuatan magic yang menariknya."Nyonya," sapa seorang perawat mengejutkan Nada.Nada sedikit gugup dan gelagapan, hanya saja rasa itu masih bisa diatasi dengan segera memberikan senyum dan sapaan balik."Apa yang kamu bawa?" tanyanya mengalihkan rasa gugup saat melihat benda di tangan perawat itu."Oh, ini. Ini makanan untuk pasien," jawabnya menunjukkan tempat makan yang dia bawa."Makanan? Apa jam makan pasien jam segini?" Nada melirik benda pipih bundar di pergelangan tangannya.Perawat itu tersenyum canggung."Khusus pasien ini memang spesial."Nada memiringkan kepala dengan sorot mata penasaran.Perawat tersenyum menanggapi cara Nada melihatnya."Pasien ini sangat kasihan."Sayang, yok mandi!" ajak Ethan meraih tangan Nada untuk membawanya bangun."Ethan." Nada menegakkan punggung, hanya saja tidak mengikuti ajakan Ethan, melainkan menahan tangannya.Ethan yang telah bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana boxer, akhirnya duduk di depan Nada setelah melihat kemurungan dalam sorot mata Nada. Dengan teduh dan lembut menatap mata istrinya. Menggenggam tangan Nada di atas pangkuan."Sayang, ada apa?" tanyanya.Sejak kembali dari kamar mandi rumah sakit dan sejak mereka pulang ke rumah, Nada lebih banyak diam. Bahkan bisa dikatakan murung. Sesekali Ethan mendapati istrinya itu menatapnya lekat dengan tatapan yang berbeda dan setiap kali pandangan mereka bertemu, segera Nada menghindar.Dia pikir sikap Nada itu karena faktor lelah. Hampir seharian istrinya sibuk bekerja juga menghadiri acara bakti sosial. Makanya, saat melihat Nada terdiam, Ethan tidak terlalu menganggap serius. Apalagi saat di perjalanan Nada memilih tidur. Hal itu memperkuat dugaanny
"Sayang, apa benar tidak apa-apa kalau aku tinggal ke luar kota? Kenapa kamu tidak ikut saja?" Ethan merasa bimbang dan ragu karena Nada tidak mau diajak pergi bersamanya. Dia juga tidak mungkin tidak pergi kali ini untuk menghadiri pertemuan penting perusahaan. Sebelumnya dia bisa mengandalkan Michael, papanya untuk pergi, tapi kali ini tidak bisa karena Michael memiliki agenda lain di kota lain juga.Nada tersenyum sembari berjalan mendekati Ethan dan merapikan pakaian suami tampannya itu."Lusa di perusahaan ada rapat pleno yang sangat penting dan tidak bisa ditunda," jawab Nada.Bukan dia tidak mau menemani suaminya pergi. Sejak memimpin perusahaan sendiri, Nada sedikit sibuk. Apalagi dia harus mengembalikan kejayaan perusahaan itu. Beberapa kontrak kerjasama harus segera diselesaikan, termasuk rencana peluncuran produk baru perusahaan yang membutuhkan pengawasannya.Wajah Ethan tampak murung. Dia sedih harus meninggalkan istrinya ke luar kota beberapa hari ke depan. Hanya saja d
"Katakan! Apakah Ethan membunuh Erina karena telah menyakitimu?" Sembari menangis sedih, Syahna mencengkeram kedua lengan Nada dan mengguncang kuat.Kehilangan kontak dengan putri tunggal kesayangannya membuat Syahna cemas dan khawatir, bahkan sempat depresi. Lebih kaget dan terkejut ketika tiba-tiba Michael menyodorkan surat cerai. Apalagi ditambah berita tentang penganiayaan yang dilakukan Erina pada Nada membuat Syahna shock. Dia hanya berharap Erina dapat menyembunyikan diri agar tidak ditemukan Ethan setelah berita penganiayaan.Sayangnya, hingga beberapa waktu lamanya Erina sama sekali tidak memberi kabar. Jangankan kabar, pencariannya selama ini sia-sia dan sama sekali tidak membuahkan hasil. Erina, putri kesayangannya itu hilang begitu saja bak ditelan bumi. Hingga saat rasa putus asa itu datang, Syahna berpikir Ethan telah membunuh Erina sebagai bentuk balas dendam."Nyonya, lepaskan tangan Anda!"Serly memaksa Syahna melepaskan cengkeramannya, namun wanita itu semakin kuat m
"Serly, antarkan dia pulang!" minta Nada sembari memalingkan wajah. Nada tidak mau melihat wajah sedih Syahna dengan isak tangisnya. Bagaimanapun dia membenci Erina dan Danica, tapi saat melihat wajah sedih Syahna atas kehilangan putrinya membuat sisi hatinya yang lain teriris. Apalagi saat mengingat bagaimana kondisi Erina dan Danica di rumah sakit, hatinya semakin perih.Meski begitu, tangis yang telah mendesak sesak dalam dadanya masih bisa ditahan. Dia tidak mau terlihat lemah di hadapan Syahna."Nyonya?" Serly tampak ragu. Bukan dia membantah perintah Nada, hanya saja dia enggan meninggalkan Nada hanya untuk mengantar Syahna pulang."Aku akan menunggumu di rumah," ucap Nada mengerti kekhawatiran Serly.Setelah memberi tatapan meyakinkan, Nada memutar tubuh. Namun, sebelum benar-benar melangkah pergi, kembali ekor matanya mengarah pada Syahna dengan isak tangisnya memohon agar Nada mau memberitahu keberadaan Erina."Maaf, Ma. Aku tidak bisa mengatakan di mana mereka berada. Tanya
"Tadi mama ke sini," lirih Nada dengan suara rendah."Apa dia menyakitimu?" "Tidak."Akhirnya Nada menceritakan apa yang baru saja terjadi padanya dan kenapa Syahna datang menemuinya. Sebenarnya tidak ingin membuat Ethan khawatir, hanya saja meski tidak menceritakan, suaminya itu pasti akan tau. Serly pasti akan melaporkan apa pun yang terjadi. Makanya, daripada Ethan mendengar dari Serly dan mencemaskan dirinya, lebih baik dia sendiri yang menceritakan."Ethan, kamu jangan khawatir! Aku tidak akan pernah menyalahkanmu. Aku juga tidak akan pernah menyesali apa yang telah kamu perbuat pada mereka karena mereka memang pantas mendapatkannya," ucap Nada di akhir ceritanya.Nada tidak mau melihat Ethan merasa apa yang telah diperbuat pada Danica dan Erina adalah kekejaman. Dia juga tidak mau suaminya itu merasa canggung karena berpikir dia tidak bisa menerima kekejaman yang dilakukan. Karena selama ini Ethan menutupi keberadaan dan kondisi mereka berdua.Ethan tersenyum mendengar perkataa
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber