Dibalik telapak tangan suaminya Raya tersenyum begitu bahagia. Perhatian dan kemanjaan Rizal membuatnya terlihat sempurna di mata Raya.
”Aku kepingin. Dekat dengan kamu bikin aku terangsang,” ucap Rizal begitu jujur.
‘Kok malah ngomongin gituan sih, ’kan tadi lagi ngomongin nona Rosa.’ Ucap Raya dalam hati, kemudian memperagakan jemarinya seperti orang menerima panggilan dan Rizal langsung paham dengan apa yang dimaksud Raya barusan.
”Aku bisa mengeceknya dan itu nanti, tidak sekarang.”
Rasa takut dan khawatir langsung mendominasi dalam diri Raya. Sekilas bayangan pelecehan yang ia alami berkelebat dalam pikirannya dan Rizal sangat tahu apa yang kini ada di pikiran istrinya. ”Kamu takut, hm?” tanya Rizal begitu lembut sambil menatap istrinya.
Raya anggukan kepala pelan, seolah mewakili permintaan maafnya.
”Ok, peluk aku. aku tidak akan melakukan apapun padamu. Akan tetapi, jika kamu ingin melakukan sesuatu pada tubuhku, dengan senang h
“Kamu cari orang lain saja, aku tidak mau orang salah paham dengan kedekatan kita. Dan istriku masih sakit.” Rosa memajukan langkah. ”Aku tidak peduli dengan tanggapan orang. Namun sekarang aku sudah paham. Kamu sudah menikah, kamu hanya menyukai Raya, saat ini kamu adalah seorang suami yang sangat mencintai istrinya. Aku paham semua itu, aku akan memposisikan diri layaknya partner kerja, tidak lebih.” Rosa berusaha meyakinkan Rizal. ”Aku tidak bisa, perusahaanku sudah cukup menyita waktuku. Aku tidak ingin disibukkan dengan urusan dunia yang tidak ada habisnya, aku ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama Raya,” ucap Rizal kemudian mengecup pipi istrinya. Rosa sedikit kerutkan kening. ”Ke mana Rizal yang dulu kukenal? Rizal yang ambisius, gila kerja, rela berhari-hari tidak makan demi menyelesaikan pekerjaan. Kamu sudah berubah, Zal.” ”Ya, manusia kapan saja bisa berubah,” jawab Rizal terlihat begitu santai, sambil mengusap lembut kulit tangan i
“Ada aku, jangan takut,” bisik Rizal, coba menumbuhkan keberanian dalam diri istrinya.Raya kembali gelengkan kepala pelan, namun suaminya tidak menghiraukan. Rizal justru melepas genggaman menggantinya dengan dekapan di bahu Raya, sambil membenarkan posisi mikrofon. “Perkenalkan, ini Raya. Istriku.”Mendengar ucapan Rizal sontak membuat ruangan itu gaduh, pasalnya Dirga Dewantara menuturkan duda itu akan bersanding dengan Rosalia. Dan tidak hanya pembuktian dari penuturan Dirga, bahasa tubuh Rosa pun mengartikan hal yang sama. Belum lagi sikap baik, penurut dan perhatian yang selalu Rizal tampakkan, membuat seluruh orang di ruangan itu yakin bahwa Rizal dipastikan bersanding dengan Rosa dan akan menggantikan kepemimpinan Dirga jika ia tiada.Mendapati ekspresi berlebihan dari seluruh orang Raya pun mulai panik, ia langsung meremas kencang sisi celana suaminya. ‘Mereka tidak menerima keberadaanku. Aku mohon jangan berteriak. Aku moh
“Lagi-lagi media Indonesia dihebohkan dengan kemesraan dua sejoli anak pengusaha nomor satu negeri ini. Kebersamaan sejoli ini selalu mampu membuat iri para pemburu berita dan netizen yang haus akan kisah cinta berujung manis nan romatis,” tutur salah seorang host infotainment pada partnernya.”Ya, benar banget. Meski kerap terlihat bersama, namun keduanya selalu beralasan semua itu mereka lakukan demi melebarkan sayap perusahaan. Akan tetapi benih-benih aura cinta selalu saja tertangkap kamera tanpa disengaja, bahkan bahasa tubuh keduanya selalu mampu membuat jiwa-jiwa kaum rebahan seketika bangun dan beranjak mencari kebenaran akan hubungan keduanya,” timpal host yang lainnya.KLIKRaya mematikan televisi kemudian membuang remotenya asal, menyandarkan tubuh di sofa sambil perlahan mengatur nafas.Nara yang sejak tadi duduk mendapingi Raya niat bertanya namun ia urungkan karena percuma meski Raya bercerita dirinya tak akan mampu m
“Baim kamu tetap di sini dan jangan beri tahu suamiku jika kita sudah tiba.” Pandangannya tertuju ke satu arah sambil melepas seatbeltnya. Sedang Baim hanya mampu menuruti apa yang diinginkan Raya. Gerak-gerik sesosok wanita cantik nan elegan tak lepas dari pengamatan Raya. Meski dari wajahnya terlihat marah, namun cara berpakaian dan bahasa tubuhnya terlihat demi memikat perhatian orang banyak. Melenggak bagaikan berjalan di atas catwalk sambil sesekali menyapa dan memberi senyuman pada seluruh karyawan. Hanya melihat dari pakaian yang ia kenakan, seseorang dengan mudah tahu di mana status sosialnya ’Haruskan aku berpenampilan seperti itu agar kamu tidak berpaling dariku?’ Merasa jaraknya sudah cukup memadai, Raya pun mulai melangkah mengikuti Rosa yang sejak tadi ia amatai. Para karyawan sempat dibuat bingung dengan kehadiran keduanya, namun demi tujuannya tercapai Raya meletakan jari telunjuk di depan bibirnya sambil gelengkan kepala pelan. Isyarat sekalig
“Ka-kalian.” Tunjuk Ardila heran, menggerakkan jari telunjuknya ke arah Raya dan Nara. ”Jangan ganggu kami!” Raya langsung berdiri tegak di depan Nara seolah melindungi. “Jangan macam-macam, jika Mba berani menyentuh kami, aku akan adukan pada suamiku.” ”HAAA … baru sadar dunia ini ternyata kecil. Andai Bram masih hidup, mungkin dia akan tertawa seperti aku sekarang.” Mendengar nama laki-laki itu seketika jemari Raya terkepal, bergetar. Meski terapi dan pengobatan sudah ia lakukan ratusan kali namun ketakutan dan traumanya belum sembuh benar. ”Kak, kita pulang, aku tidak jadi beli.” Menarik tangan Nara kemudian berjalan cepat meninggalkan tempat itu. Belum banyak kaki Raya melangkah, Ardila sudah mencegahnya, ”Tunggu!” Ardila menghadang langkah Raya, menyilangkan kedua tangan di depan dada, memandang sinis kedua kakak beradik itu, kemudian berkata, “o … Ini orang yang bikin pacar gue masuk penjara, gara-gara orang ini juga pacar gue ma
Selepas kepergian Rizal, ketakutan dan guratan kekecewaan masih menyelimuti perasaan Raya. Memeluk kedua kaki yang tertekuk sambil merenung memikirkan diri yang kini merasa takut pada suaminya sendiri. Berusaha menyingkirkan ketakutan namun rasa itu tak bisa ia kendalikan membuat butiran air mata mengalir begitu saja tanpa mengeluarkan suara. ’Aku tau cinta butuh pembuktian melalui tindakan-tindakan, tapi kali ini aku gak tau tadi kamu atau orang itu. Berusaha menutupi rasa ketakutanku itu sungguh sulit bagiku.’ Cinta yang dalam berteman guratan trauma ketakutan sungguh hal yang sangat berlawanan. Raya kebingungan. Ia tahu suaminya orang baik namun pazel-pazel dalam otaknya kali ini menggambarkan Rizal bagai sosok pria kejam yang siap memangsa dan memaksa dirinya demi kepuasan yang belum tersalurkan. Di tambah sebuah kebenaran yang belum lengkap membuat Raya berusaha mengalihkan ketakutan dengan cara diam. ’Aku gak paham apa yang harus aku lakukan, aku butuh penjelasan, aku butuh ke
”Aku sangat sedih dengan kematian anak kita, Zal,” ucap Ardila berlinang air mata, berharap Rizal memberikan kesempatan dan menerimanya kembali dengan alasan sebuah penyesalan. ”Terkadang aku suka memimpikan dia, Zal. Dia memintaku untuk memberikan kesempatan hidup padanya. Dia nangis, Zal, dan aku sedih tiap kali ingat itu. Kasihan anak kita, Zal. Dia suka hadir juga ’kan dalam mimpimu?””Anak itu bukan anakku,” ucap Rizal terdengar datar.Ardila seketika kaget, menatap Rizal dengan wajah tegang. “A-anak, anak itu anak kita. Bayi itu hasil buah cinta kita, Zal.”“Aku sangat membencimu.” Rizal membungkukan badan, menatap Ardila penuh kebencian, bertemankan bayangan masa silam dalam otaknya. “Aku tahu bayi itu anak siapa, perlu kusebutkan nama bapaknya? Sempat merasa bodoh ketika mengetahui kenyataan itu tetapi setelah dipikir-pikir seharusnya aku bersyukur karena gen berkualitasku tidak tumbu dalam rahimmu.””Zaall …” panggil Ardila mengiba berharap Rizal memaafkan seluruh kesalahanny
Merasa tidak mendapatkan balasan Rizal pun mengecek keberadaan istrinya. ”Huft.” Rizal menghela nafas kecewa.Tampak di layar ponselnya sang istri terlihat segar keluar kamar mandi mengenakan piama bunga-bunga bersiap merapikan kasur. ’Sayang … ke SOHO, kamu tidak ingin bertemu denganku? Kamu masih marah?’ tampak goresan kecewa di wajahnya.Pagi berganti Rizal sama sekali tidak pejamkan mata, sepanjang malam pandangannya hanya ia tunjukan pada layar datar di hadapannya. ”Cantik, kamu bisa tidur tanpa aku? Kamu gak kangen aku?"Hingga gadis itu beraktivitas di pagi harinya Rizal tampak bergeming menikmati kerinduan yang mendalam bertemankan sepi dan penyesalan. ’Kamu masak untuk aku? kamu akan ke sini ’kan, Sayang?’ tanya Rizal dalam hati, melihat Raya sibuk di dapur terlihat cantik dan enerjik.’Aku bingung harus menjelaskannya padamu, aku tidak sanggup melihatmu kecewa padaku.’ Menyentuh layar datar komputer yang terdapat istrinya.TOK TOKSuara ketukan pintu terdengar nyaring, membu
Raya anggukan kepala dengan kedua mata berkaca-kaca. Rizal memajukan wajah kemudian sejenak melumat bibir istrinya. “Mulai sekarang aku akan terus melihat wajahmu,” ucap Rizal melepas lumatan. Mengusap lembut permukaan bibir Raya dengan jarinya. ”Di sini bukan cuma loe berdua ya,” ucap Andika, membuat Rizal mengarahkan pandangan pada sahabatnya itu. ”Dik, gue bisa melihat lagi.” Tidak menghiraukan ejekan Andika, Rizal justru menatap sahabatnya itu dengan haru kebahagiaan. ”Gue bisa liat loe, gue bisa lihat semua orang.” Rizal mengedarkan padangan. Andika hanya mampu anggukan kepala, merasa terharu melihat sahabatnya saat ini. Setelah para dokter melakukan pemeriksaan total pada kedua mata Rizal dan hasilnya normal tidak ada masalah, mereka pun berpamitan. Rizal sama sekali tidak melepas genggamannya di tangan Raya, seolah jemari itu takut kehilangan untuk yang kedua kalinya. ”Dika,” panggil Rizal terlihat mulai serius. ”Gue tau apa yang mau loe tanya.” Andika mendekat pada Rizal.
WARNING 21+ AGAIN.”Boleh. Lakukan apapun yang kamu inginkan.” Angguk Raya.Perlahan Rizal membuka kedua paha Raya, kembali mengusap kewanitaan istrinya kemudian menggerakkan ketiga jarinya di dalam sana, Raya mulai merasakan kenikmatan yang sama sekali belum pernah ia rasakan dalam hidupnya.Setelah kewanitaan Raya basah, Rizal mulai memajukan wajahnya, ingin memainkan lidahnya dalam organ Raya yang paling berharga. Namun baru sempat Rizal menciumnya Raya sudah bersuara. “Stop!”Rizal mengangkat wajahnya. “Kenapa?”“Jorok,” ucap Raya pelan,“Tidak jorok, kamu pun pernah melakukannya padaku.””Tapi _””Tidak ada tapi, nikmati semua sentuhanku. Seluruh tubuhku adalah milikmu, begitu pun sebaliknya. Aku tidak akan membiarkan secuil kulit pun dari tubuhmu yang belum pernah aku jamah,” ucap Rizal sambil sesekali mencium permukaan perut Raya. ”Hai, jagoan ayah, cepatlah hadir di perut bunda.”Mendengar apa yang Rizal ucapkan, Raya tersenyum bahagia sambil sesekali mengangkat punggungnya me
“Dokter, kenapa kalian diam?” tanya Raya lirih, bersamaan dengan isak tangisnya yang kian menyedihkan. “Gunakan alat pemacu jantung, Dok …” Melihat Rizal yang kini memunggunginya tidak bergerak. Mendengar apa yang Raya ucapkan para dokter dan perawat di ruang itu kompak kerutkan dahi. “Jika kalian menyerah, biar saya yang melakukannya.” Suara Raya kian menyedihkan. Gambaran kepergian Fayed kembali terekam, membuat air matanya mengalir deras. Raya semakin panik, ia mengedarkan pandangan mencari benda yang bisa menolong suaminya. “Dokter, kenapa kalian masih saja diam? Mana, mana defibrilatornya? Jika kalian menyerah, biar saya yang melakukannya.” Mendapati para dokter masih diam. ”Dok! Kalian harus melakukan sesuatu!” ”Anda tidak perlu melakukannya, Anda cukup duduk di samping pasien, tenangkan pikirannya,” ucap seorang dokter bedah masih dengan gunting di tangan. “Detak jantungnya semakin melemah, aliran darahnya kian menurun. Saya dengar Anda relawan medis terbaik tahun ini, past
Rizal spontan menghentikan langkah, mengepalkan kedua tangan, tegakan badan, menahan nyeri yang teramat menyakitkan di bahunya. Tubuh kakunya mulai menikmati darah hangat menjalar di bagian punggung. Raya yang mendengar sebuah peluru keluar dari selongsongnya, sempat berpikir hanya tembakan peringatan dari anak buah Bagus, seperti kejadian yang sering ia alami di negara konflik. Namun selang beberapa detik, langkah Rizal terasa melambat, dekapan tangan Rizal di tubuhnya terasa mengendur. Merasa ada yang tidak beres dengan suaminya, Raya langsung mendongakkan wajah. Tampak wajah Rizal mulai memucat. Paham apa yang terjadi pada suaminya, Raya gelengkan kepala lengkap dengan kedua mata yang mulai berkaca.Aura kemarahan mulai mengisi hati Raya, kedua matanya terlihat bagai serigala betina yang siap menerkam mangsa. Dengan cepat Raya memutar tubuh, meraih sebuah senjata api terdekat dari posisi berdirinya. ”SIAPA YANG TELAH MENYAKITI SUAMIKU?” ucap Raya berteriak sambil menodongkan pisto
“RAYHAN, APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN!?” Melihat perawat yang ia sewa tertidur nyenyak dalam dekapan Rizal, membuat Rosa berteriak memekakkan telinga semua orang di sana.Raya yang tersadar identitas aslinya hampir ketahuan langsung menyembunyikan kepalanya dalam selimut, sedang Rizal hanya menyunggingkan ujung bibirnya dengan mata masih terpejam.Rosa membuka selimut yang mereka kenakan dan langsung menarik kasar lengan Raya, tersadar istrinya hampir terlepas dari pelukan, Rizal pun meraih kembali tubuh Raya kemudian memeluknya lebih erat.”Rizal! Dia laki-laki, dia perawatmu!” Rosa berusaha menyadarkan Rizal.Tidak ada tanggapan dari Rizal, Rosa pun berusaha melepas tangan Rizal dari tubuh Raya, namun tenaganya masih kurang banyak, membuat Rosa kesulitan untuk melepasnya. ”RIZAL LEPASKAN TANGANMU!!”DIA PERAWATMU! DIA LAKI-LAKI!” Rosa kembali berusaha melepaskan tangan Rizal dari tubuh Raya. Kuku-kuku cantiknya bahkan membuat tangan Rizal terluka tapi pelukannya tidak berubah.”RIZAA
TOK TOK TOKRosa mengetuk pintu kamar dengan keras, membuat sepasang suami istri itu kaget dan langsung mempersiapkan peran masing-masing.“Rayhan, apa yang sedang kaulakukan? Mengapa pintunya dikunci?” tanya Rosa terdengar dari luar, ia datang bersama Esih siap mengantarkan makan sore.Raya langsung berlari sambil mengenakan maskernya. ”Maaf Nona, tuan Rizal yang menyuruh. Sebentar, saya akan bukakan pintunya,” ucap Raya dengan keras dan ngebass.“Lain kali jangan dikunci! Aku tidak suka calon suamiku berduaan dengan seseorang dalam sebuah kamar.””Saya hanya menerima perintah, lagi pula saya laki-laki, Nona masih harus cemburu pada saya?” Melangkah dalam satu barisan, terkadang langkah keduanya terlihat kesulitan karena gundukan sampah dan pakaian.”Baru kali ini ada orang yang selalu menjawab ucapanku.””Sudah, cukup. Esih aku tidak lapar. Sebelum kutumpahkan semuanya, lebih baik kaubawa kembali makanan itu!” Rizal angkat suara. ”Zal, kamu harus makan. Nanti kamu sakit. Aku suapi,
Raya melepas kecupan. Kali ini Raya membawa kedua tangan Rizal untuk menyentuh wajahnya. Nalurinya yakin, Rizal sangat merindunya. Meski kedua mata Rizal tidak bisa melihat, namun Raya percaya kedua indra peraba Rizal mampu mengenali wajahnya.Jemari sang suami ia dominasi, menggerakkan telapak tangan itu di pipinya, seperti mengusapnya lembut. ”Ini aku. Maafin aku.” Terasa jelas jemari Rizal bergetar."Maafin aku." Menatap Rizal di hadapannya penuh rasa iba. Raya gelengkan kepala, bukan ini yang ia harapkan, bukan seperti ini yang ia bayangkan. Suaminya tampak begitu kurus, terlihat tidak terurus. Kuku-kukunya kotor dan hitam. Rambutnya panjang dan berantakan. Wajahnya begitu kusam bertemankan janggut yang panjang. ’Oh, Tuhan, kesalahan apa yang telah kulakukan,’ Raya mendongakkan kepala, membatin dalam usapan lembut suaminya bertemankan deraian air mata."Kalau sedih, kenapa tinggalin aku?" tegas Rizal, terdengar kesal.Mendengar Rizal bersuara, sontak Raya menurunkan kepalanya. “Ak
TOK TOK TOK“Zal, boleh aku masuk?” suaranya sengaja dilembutkan, terdengar sedikit manja.“MESKIPUN TIDAK KUBOLEHKAN, KAMU AKAN MENGGUNAKAN KUNCI-KUNCIMU UNTUK MEMBUKANYA!” teriak Rizal.Pintu itu terbuka, Rosa langsung menampakkan senyuman termanisnya. ”Hee …. Aku hanya takut terjadi sesuatu padamu.” Melangkah penuh percaya diri, sambil sesekali ia kesulitan memilih pijakan.Kejadian seperti ini selalu berulang, setiap kali mereka bertengkar hebat, esok paginya Rosa akan datang, bersikap baik dan ramah seolah tidak pernah terjadi masalah.Rizal terlihat sama sekali tidak menanggapi, ia hanya diam duduk di sisi ranjang dengan nafas masih terengah, celana dan sebagian bajunya terlihat basah.Rosa melangkah mendekat. ”Zal, pakaian kamu basah lagi? Sudah aku bilang, jika butuh sesuatu panggil aku, tidak perlu malu. Buat apa ada bel di sana, kalau tidak pernah kamu pakai." Menunjuk sisi kasur dengan dagunya. "Aku akan selalu membantumu. Aku bantu berganti pakaian ya?” Rosa mendekat, ingi
”Sudah berapa lama gue buta?” tanya Rizal pada Andika, yang hari ini menjenguknya.Andika menatap Rizal penuh kesedihan, setiap kali ia mendatangi pria tampan itu keadaannya tidak lebih baik dari sebelumnya. Terlihat sangat berantakan, tidak terurus dan hari-harinya terlihat lebih kurus.Kamar indah dan megah itu sama nasibnya, tempat itu kini bagaikan gudang yang tidak layak dihuni manusia. Wajar saja, begitu banyak sampah dan pakaian berserakan di lantai, bekas-bekas makanan terlihat jamuran, tumpahan air yang menggenang, sofa dan lemari terjungkal, meja yang kacanya pecah, tirai yang kotor, ruang makan yang berantakan, kursi-kursi yang terbalik, televisi berlayar pecah, lampu yang kedap-kedip, ditambah bau tidak sedap yang mengganggu penciuman membuat orang enggan untuk sekedar singgah walau hanya sebentar.”Sudah dua tahun," jawab Andika sambil membuang nafas ”Gue cari Raya, ya?” lanjut Andika minta izin.“Kalo loe ke sini cuma mau tanya itu. Mending loe balik, gak usah ke sini la