"Sayang, kita masuk ya. Sudah sore, hawanya mulai dingin," ajak Dewa.
Salsa menoleh ke arah suaminya, ia terdiam cukup lama. "Nanti, aku masih pengen di sini."
Dewa menghela napas. "Ya sudah, tapi jangan lama-lama ya."
Salsa hanya mengangguk, wanita dengan pakaian pasien rumah sakit itu kembali menatap bunga-bunga yang ada di hadapannya. Tiba-tiba saja pandangan Salsa tertuju pada seorang wanita dan juga anak kecil. Ia terus memandangi anak dan wanita itu. Dewa dapat melihat seulas senyum di bibir sang istri.
"Mas." Salsa memanggil suaminya, tetapi matanya tak beralih pada sang suami.
"Iya, ada apa, Sayang?" tanya D
Matahari bersinar terang, burung-burung berkicauan saling bersahutan. Hembusan angin pagi, membuat suasana menjadi sejuk, dedaunan kering berserakan tak tentu arah. Serta bunga yang bermekaran semerbak wanginya. Suasana pagi ini cukup cerah, secerah seorang pria yang tengah bersama dengan wanita yang sangat dicintainya. Seminggu sudah Salsa berada di rumah, dan berusaha untuk mengingat semuanya.Pagi ini, Dewa masih sibuk berduaan dengan sang istri, meski Salsa belum bisa mengingat semuanya, tetapi ia merasa bahagia dan nyaman saat berada di dekat istrinya itu. Saat ini Dewa tengah memperlihatkan foto serta video yang sengaja ia abadikan, sejak pertama mereka menikah. Terkadang Salsa tersenyum dan tertawa ketika melihat foto serta video tersebut. Dewa berharap dengan melihat semua itu, ingatan istrinya bisa pulih."Ini video apa, Mas?" tanya Salsa."Itu video saat kamu melahirkan, apa kamu ingin melihatnya." Dewa menatap lekat wajah sang
Hari demi hari telah berlalu, selama hampir sebulan ini Salsa menghabiskan waktunya bersama dengan si kembar. Ingatannya pun sudah pulih seperti semula, Azzam dan Azura semakin hari semakin aktif. Salsa sempat kewalahan saat mengurus mereka berdua, jika tidak dibantu oleh bi Mirna.Namun bukan si kembar saja yang membuat Salsa kewalahan, tetapi juga suaminya. Entah kenapa sekarang Dewa begitu manja dengannya. Seperti pagi ini, saat Salsa tengah sibuk mengurus si kembar, tiba-tiba teriakkan Dewa dari kamar, membuat wanita yang masih memakai daster itu menghela napas. Memang semenjak Salsa memiliki anak, saat di rumah ia sering memakai daster."Salsa, Sayang!" teriak Dewa dari dalam kamar."Bi, tolong jaga mereka dulu ya. Aku mau lihat bayi gedenya dulu," ujar Salsa, yang membuat bi Mirna tersenyum."Baik, Nyonya," sahut bi Mirna."Sayang, mama ke atas dulu ya," ucap Salsa, ia pun segera beranjak menuju lantai atas, dan
Salsa menghempaskan tangan Vira dengan kasar, bahkan wanita itu jatuh tersungkur di lantai. Mata Dewa terbelalak melihat apa yang istrinya lakukan. Vira memang pantas mendapatkan semua itu, karena wanita itu sudah kelewat batas."Maaf, saya minta anda lebih sopan lagi terhadap atasan." Salsa menatap tajam wanita tersebut."Ma-maaf, Bu. Saya hanya .... ""Lebih baik sekarang anda keluar dari sini," potong Salsa dengan cepat.Dengan segera Vira bangkit dan beranjak meninggalkan ruangan tersebut. Salsa mencoba menahan rasa sesak di dadanya, sementara Dewa masih terdiam, ia tidak menyangka, istrinya yang sekarang bukanlah yang dulu. Salsa kini lebih berani ketimbang yang dulu, tapi entah kenapa, Dewa merasa jika Salsa terlalu berlebihan."Salsa, apa yang kamu lakukan?!" tanya Dewa dengan suara sedikit tinggi.Seketika Salsa menoleh suaminya dengan tatapan tak percaya. "Kenapa, Mas? Apa, Mas suka dengan
Salsa tersentak mendengar suara yang tidak asing baginya. Seketika ia menoleh ke sumber suara itu, dan ternyata Dewa sudah berdiri di belakangnya. Sementara Vira masih dalam posisinya, bahkan wanita itu merintih kesakitan. Salsa merasa ada yang tidak beres dengan wanita di hadapannya itu."Salsa, apa yang kamu lakukan?" tanya Dewa dengan sorot mata tajam."Aku tidak melakukan apa-apa. Jika dia jatuh mungkin karena kurang hati-hati, lantainya kan masih licin habis dipel," jawab Salsa dengan santai. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan wanita sialan itu."Maaf, Pak. Tadi, Ibu yang .... ""Kamu mau ngomong aku yang dorong kamu, iya," sela Salsa. Rasanya muak mendengar drama yang tak bermutu itu."Salsa, jaga bicara kamu. Kenapa kamu sekarang jadi begini sih, dulu kamu .... ""Jadi, Mas lebih percaya dengan wanita ini dibandingkan dengan istri sendiri, iya." Lagi-lagi Salsa menyela. Ia tidak terima disalahkan, karena
Suara yang tak asing itu adalah suara Salsa, entah kebetulan atau apa. Kenapa Salsa bisa berada di resto tersebut, apa mungkin dia mengikutinya. Dengan segera Dewa melepas Natalie, ia tahu pasti akan terjadi kesalahan pahaman. Mata Salsa terus menatap nyalang tanpa berkedip."Jadi ini yang, Mas lakukan, iya. Mas bilang ada urusan pekerjaan, tapi ini pekerjaannya, berduaan bahkan berpelukan dengan wanita lain. Mas nggak sadar kalau aku sedang hamil, tapi seperti ini kelakuan kamu." Salsa menatap tajam dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Dadanya terasa sakit saat melihat suaminya sendiri bermesraan dengan wanita lain."Sayang, aku bisa jelasin ini semua. Ini hanya salah paham, dia itu klien aku. Tadi dia .... ""Sudah, aku tidak mau mendengarkan penjelasan dari, Mas lagi. Semuanya sudah jelas," potong Salsa. Ia beranjak pergi meninggalkan resto tersebut, rasanya ia tidak tahan lagi."sorry for my wife's attitude, she just misunderstood, e
Keduanya masih beradu pandang, tetapi tiba-tiba ponsel wanita itu berdering. Dengan cepat ia bangkit dan beranjak dari tempat tersebut. Sementara Sinta masih memandangi punggung wanita itu yang kini menghilang di balik dinding."Ya, Allah. Gadis itu ... apa mungkin dia ... tidak mungkin, dia pasti hanya mirip," gumam Sinta, ia pun memilih untuk beranjak pergi. Pikiran Sinta kacau, sudah tua kali ia bertemu gadis itu.Di dalam ruangan, Bram tengah menemani putrinya. Salsa terus merengek meminta pulang, padahal dokter belum mengijinkan. Dan yang membuat Bram berpikir dua kali adalah, Salsa meminta pulang ke rumahnya, bukan ke rumahnya sendiri."Yah, boleh ya. Salsa ingin menenangkan pikiran, Salsa akan membawa si kembar juga," bujuknya. Salsa terus berusaha membujuk ayahnya agar mengijinkan dirinya untuk pulang ke rumahnya.Bram menghembuskan napasnya. "Baiklah, terserah kamu saja, tapi kamu harus izin dulu sama Dewa. Karena bagaiman
Satu minggu telah berlalu, dan selama seminggu ini Salsa tinggal di rumah Bram, bersama dengan si kembar. Sementara Dewa, memilih untuk mengalah, dan setiap dari kantor, ia selalu menyempatkan diri untuk berunjuk ke rumah ayahnya, menemui istri dan anak-anak. Rasanya sehari saja tidak melihat mereka, sudah seperti satu bulan.Lalu, untuk masalah ibunya dan Vira, Dewa masih mencari informasi tentang hubungan mereka berdua. Dewa berharap semoga ibunya tidak menyembunyikan apapun dari dirinya. Sudah cukup dulu Sinta menyembunyikan siapa ayah kandung Dewa. Kali ini, ia tidak ingin ada rahasia lagi yang tersembunyi antara mereka.Sementara itu, Vira juga masih bekerja di kantor Dewa, memang jika diperhatikan, ada yang tidak beres dengan wanita itu. Namun, Dewa akan tetap mempertahankannya, sampai rahasia tentang Vira terkuak. Dan apa hubungannya dengan Sinta, sejak Dewa memergoki kedua wanita itu di rumah sakit, pria berlesung pipi itu menyuruh orang kepercayaan
Sementara telepon itu masih saja berbunyi, Vira terus meminta tolong pada Dewa, dengan suara tangisannya yang begitu memekakan telinga. Sementara Dewa bingung harus berbuat apa. Di sisi lain ia merasa kasihan, tetapi ia juga tidak mau bertengkar lagi dengan istrinya."Kalau dia lebih penting, silahkan pergi. Tapi jika aku lebih penting, tetap di sini," ujar Salsa. Bukannya mau egois, tapi ia istrinya. Seharusnya Dewa lebih mementingkan istri dari pada orang lain.Dewa menghela napas, ia bingung harus berbuat apa. Tidak mungkin ia memaksa pergi, bisa-bisa nanti istrinya tidak mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan si kembar dan sang istri. Dewa menoleh Salsa yang masih memunggunginya, sementara ponselnya masih saja berbunyi.[Maaf, saya tidak bisa. Saya sedang ..... ]Terdengar jika Vira berteriak memanggil kakaknya, bahkan suara tangisannya semakin kencang. Dewa benar-benar merasa tidak tega, ia bingung harus berbuat apa. Mana yang har
Lima tahun telah berlalu, kehidupan rumah tangga Dewa dan Salsa semakin membaik dan harmonis. Bahkan kini mereka akan kembali di karunia bayi kembar lagi, saat ini Salsa tengah hamil sembilan bulan. Mereka tinggal menunggu waktunya kapan bayi kembar akan lahir, dan itu adalah masa-masa yang tengah Dewa dan Salsa nanti-nantikan.Salsa merasa tenang karena sudah tidak ada lagi pengganggu. Alina dinyatakan meninggal saat kejadian dulu, di mana tubuh wanita itu tertabrak oleh truk. Sejak saat itu, Salsa merasa hidupnya tenang dan juga nyaman. Sementara itu, Vira menjalani kehidupannya dengan Sinta, ia tidak merasa kesepian lagi, kasih sayang yang Vira dambakan, kini telah ia dapatkan."Mas, kok aku tiba-tiba pengen nyium Reno ya," ucap Salsa tiba-tiba. Saat ini ia dan Dewa tengah duduk santai di taman samping rumah."Jangan sembarangan kamu, kalau minta jangan yang aneh-aneh ngapa. Masa ngidam pengen nyium Re
Tidak terasa air matanya jatuh tanpa meminta izin. Bahkan ponsel di tangannya ikut jatuh, marah dan kecewa menjadi satu. Tega-teganya orang yang sangat ia percaya berhianat. Salsa tidak pernah menyangka kalau Dewa bisa berbuat hal serendah itu."Kamu tega, Mas. Kamu bilang mau ke kantor, tapi nyatanya ... sudah cukup aku bertahan, aku tidak sanggup lagi," lirihnya, Salsa menyeka air matanya, lalu memandangi si kembar yang tengah tertidur.Selang berapa menit, terdengar suara deru mobil, sudah dapat dipastikan jika itu adalah Dewa. Dan benar saja, tidak butuh waktu lama pintu kamar terbuka. Terlihat Dewa masuk ke dalam, bahkan pria berlesung pipi itu langsung memeluk tubuh Salsa dari belakang. Namun Salsa hanya diam, bahkan langsung melepas pelukan suaminya itu."Sayang kamu kenapa?" tanya Dewa, kedua alisnya saling bertautan, heran."Tidak usah pura-pura tidak tahu," jawab Salsa. Hatinya terasa sakit dengan foto yang ia terim
Kini Salsa sudah tiba di depan ruang rawat Dewa, saat hendak masuk terdengar samar-samar orang bicara dari dalam. Salsa berpikir jika ayahnya sudah sampai, untuk memastikan, Salsa membuka pintu ruangan tersebut. Seketika mata Salsa membulat sempurna saat melihat bukan ayahnya yang berada di dalam, melainkan wanita yang telah lama menghilang, dan sekarang dia kembali lagi."Mau apa kamu kembali lagi, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini!" bentak Salsa. Ia tidak menyangka kalau perempuan itu kembali lagi, perempuan yang sudah banyak membuat rumah tangga Salsa dan Dewa berantakan."Apa kamu lupa kalau aku adalah calon istri, Dewa." Dengan santainya perempuan itu berjalan menghampiri Salsa, dia adalah Alina. Perempuan berhati iblis yang sudah mencelakai Salsa."Sayang, kamu benar kan akan menikahiku?" tanya Alina seraya berjalan menghampiri Dewa yang masih duduk di atas brangkar."Iya." Dewa menganggukan kepalanya."Aku ngga
Seketika Salsa dan Bram terkejut mendengar ucapan Vira. Bahkan, dunia serasa berhenti berputar, persendian Salsa terasa lemas seketika. Ia tidak menyangka kalau Vira akan memakai kesempatan ini demi keuntungannya sendiri."Kamu sudah gila! Kamu pikir kamu siapa hah!" bentak Salsa, ia benar-benar geram dengan apa yang Vira ucapkan."Jangan mentang-mentang kamu anak, Mama Sinta. Jadi bisa seenaknya seperti ini, iya." Salsa menatap tajam wanita yang berdiri di sebelah Sinta."Silahkan kamu mau teriak atau apa, aku tidak peduli. Nyawa suamimu ada di tanganku," ujar Vira dengan santai."Kamu bukan Tuhan, jadi kamu tidak bisa menentukannya," sahut Salsa. Seketika Vira menatap tajam ke arah Salsa."Sudah, jangan bertengkar lagi. Salsa, mama minta maaf, jika keputusan mama ini salah. Namun demi kebaikan Dewa, tolong .... ""Enggak, Ma. Aku nggak mau pisah sama, mas Dewa. Bagaimana dengan anak-anak nanti," potong Salsa,
Kini Dewa dan Salsa sudah berada di rumah sakit, Dewa langsung mendapat penanganan oleh dokter. Bahkan saat ini pria berlesung pipi itu berada di ruang ICU, kondisinya kritis. Benturan di kepala yang keras membuat Dewa mengalami pendarahan di otak, bahkan saat ini ia membutuhkan donor darah. Namun, sampai sekarang belum ada darah yang cocok.Berbeda dengan Salsa, luka yang ia alami memang tak separah suaminya. Namun, Salsa harus rela kehilangan calon anaknya yang masih dalam kandungan. Akibat benturan yang keras membuatnya keguguran, saat ini Salsa sudah sadarkan diri bahkan ia tengah menemani suaminya yang tergeletak tak berdaya, dengan beberapa alat medis menempel di badan.Sinta, dan Bram sudah ada di rumah sakit, bahkan Arman yang mendengar kabar itu seketika terbang ke Indonesia. Arman memang sosok ayah yang sangat peduli dengan anaknya. Mereka hanya bisa berdo'a semoga Dewa bisa secepatnya mendapatkan donor darah. Arman memang bisa mendonorkan darahny
Kakek Surya menghembuskan napas terakhirnya, lantaran terkena serangan jantung. Dewa tidak menyangka kalau kakeknya akan pergi dengan cara seperti itu. Begitu juga dengan Sinta. Ia merasa bersalah, karena masalah yang ia ciptakan, menjadi akhir hidup seseorang yang sangat ia sayangi.Jenazah sudah dimandikan, bahkan sudah dikafani dan dishalatkan. Kini mereka tengah menunggu kabar dari makam, apakah sudah selesai membuat makam atau belum. Banyak tetangga, kerabat bahkan teman-teman kakek Surya yang datang. Pengusaha dan para pejabat pun saling berdatangan, terlebih kematian yang mendadak membuat mereka tidak percaya.Dewa duduk tepat di samping kepala almarhum kakek Surya, ia merasa sedih dengan kematian kakeknya yang mendadak itu. Sementara Sinta duduk berseberangan dengan putranya, ia tak kalah sedih, bahkan air matanya terus mengalir. Selang sepuluh menit, Salsa datang bersama dengan Bram. Wanita hamil itu bergegas masuk ke dalam dan duduk di sebelah sua
Sementara telepon itu masih saja berbunyi, Vira terus meminta tolong pada Dewa, dengan suara tangisannya yang begitu memekakan telinga. Sementara Dewa bingung harus berbuat apa. Di sisi lain ia merasa kasihan, tetapi ia juga tidak mau bertengkar lagi dengan istrinya."Kalau dia lebih penting, silahkan pergi. Tapi jika aku lebih penting, tetap di sini," ujar Salsa. Bukannya mau egois, tapi ia istrinya. Seharusnya Dewa lebih mementingkan istri dari pada orang lain.Dewa menghela napas, ia bingung harus berbuat apa. Tidak mungkin ia memaksa pergi, bisa-bisa nanti istrinya tidak mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan si kembar dan sang istri. Dewa menoleh Salsa yang masih memunggunginya, sementara ponselnya masih saja berbunyi.[Maaf, saya tidak bisa. Saya sedang ..... ]Terdengar jika Vira berteriak memanggil kakaknya, bahkan suara tangisannya semakin kencang. Dewa benar-benar merasa tidak tega, ia bingung harus berbuat apa. Mana yang har
Satu minggu telah berlalu, dan selama seminggu ini Salsa tinggal di rumah Bram, bersama dengan si kembar. Sementara Dewa, memilih untuk mengalah, dan setiap dari kantor, ia selalu menyempatkan diri untuk berunjuk ke rumah ayahnya, menemui istri dan anak-anak. Rasanya sehari saja tidak melihat mereka, sudah seperti satu bulan.Lalu, untuk masalah ibunya dan Vira, Dewa masih mencari informasi tentang hubungan mereka berdua. Dewa berharap semoga ibunya tidak menyembunyikan apapun dari dirinya. Sudah cukup dulu Sinta menyembunyikan siapa ayah kandung Dewa. Kali ini, ia tidak ingin ada rahasia lagi yang tersembunyi antara mereka.Sementara itu, Vira juga masih bekerja di kantor Dewa, memang jika diperhatikan, ada yang tidak beres dengan wanita itu. Namun, Dewa akan tetap mempertahankannya, sampai rahasia tentang Vira terkuak. Dan apa hubungannya dengan Sinta, sejak Dewa memergoki kedua wanita itu di rumah sakit, pria berlesung pipi itu menyuruh orang kepercayaan
Keduanya masih beradu pandang, tetapi tiba-tiba ponsel wanita itu berdering. Dengan cepat ia bangkit dan beranjak dari tempat tersebut. Sementara Sinta masih memandangi punggung wanita itu yang kini menghilang di balik dinding."Ya, Allah. Gadis itu ... apa mungkin dia ... tidak mungkin, dia pasti hanya mirip," gumam Sinta, ia pun memilih untuk beranjak pergi. Pikiran Sinta kacau, sudah tua kali ia bertemu gadis itu.Di dalam ruangan, Bram tengah menemani putrinya. Salsa terus merengek meminta pulang, padahal dokter belum mengijinkan. Dan yang membuat Bram berpikir dua kali adalah, Salsa meminta pulang ke rumahnya, bukan ke rumahnya sendiri."Yah, boleh ya. Salsa ingin menenangkan pikiran, Salsa akan membawa si kembar juga," bujuknya. Salsa terus berusaha membujuk ayahnya agar mengijinkan dirinya untuk pulang ke rumahnya.Bram menghembuskan napasnya. "Baiklah, terserah kamu saja, tapi kamu harus izin dulu sama Dewa. Karena bagaiman