"Kamu kok bisa ditelepon Ning Sean?"
"Aku juga nggak tau Din, udah ayo ke sana!"
Dini diam walaupun wajah juteknya masih terlihat jelas. Pagi menjelang siang ini aku masih dalam suasana liburan pondok dan tanpa disangka semalam Ning Sean telepon ke nomor ayah. Beliau bilang sedang di salah satu tempat wisata daerah sini dan meminta aku kesana, katanya dipanggil Ibuk. Dan aku langsung berinisiatif ngajak Dini.
"Kamu yakin ibuk syifa nyuruh kita kesini?"
Aku melirik Dini yang sejak tadi tidak berhenti kepo. "Insyaallah." jawabku singkat.
Aku selesai memarkirkan motor dan langsung masuk mencari Ning Sean. Semalam sewaktu ayah tau Ning Sean menelponku kar
Author P.O.V"Hati-hati ya, jangan lupa selalu jaga diri dan berdoa." ucap sang ibu ketika Kinan-anak semata wayangnya pamit. Walaupun liburan pondok belum usai, Kinan sudah harus balik ke pondok, sejujurnya dalam hati Kinan masih ingin membantu orangtuanya namun dia sadar ada tanggungjawab besar yang harus segera dia selesaikan agar tidak semakin lama membebani orangtuanya."Ibu juga ya, sehat-sehat." balas Kinan sambil memeluk ibunya, entah keberapa kali.Setelah acara pamitan yang cukup drama tadi, Kinan juga menyempatkan pamit ke keluarga Dini yang tinggal sebelahan dengan rumahnya. Dan tanpa membuang waktu lama Kinan segera membonceng ayahnya yang sudah siap mengantar.Selama perjalanan Kinan pegangan erat Ke ayahnya, sambil memutar kenangan-kenangan indah di masa kecil. Dulu sewaktu kecil dia sering ikut ayahnya setor-setor sayuran ke pelanggan, lalu pulangnya pasti dibelikan roti tawar dan selai nanas. Bagi keluarga Kinan yang hidup pas-pasan makanan itu terasa mewah sekali."M
"Zein, besok minta berkah kyai yang tadi aja kalau pas pengajian nikah kamu. Bagus tausiyahnya, lucu juga!"Zein hanya bisa pasrah, sesekali mendengus merasa gemes sendiri dengan keluarganya. Heboh banget memikirkan rencana pernikahannya, padahal dirinya saja masih santai."atur ajalah Bude!" ujar Zein pada Budenya-Sheila."Lah kamu ini malah nggak semangat gitu! Jadi nikah nggak?" sahut tantenya nggak mau kalah."Iya ini, malah lemes! Siapin dong semuanya! Semangat! Masa mau nikah kok santai gitu!"Zein hanya bisa menatap pasrah rombongan ibu-ibu yang heboh banget membicarakan dirinya.Dito yang duduk di samping Zein menepuk bahu pemuda itu. "Yang tabah ya! Menghadapi ibu-ibu memang harus lebih sabar ya!"Zein menyikut sepupunya itu karena kalau dilihat dari ekspresinya Dito bukannya menguatkan tapi sebaliknya.Siang menuju sore itu bani Ahmad berkumpul di rumah Dito dan Sean karena pagi tadi diadakan acara tasyakuran 4 bulanan kehamilan Sean. ada beberapa santri juga yang diajak mem
"Kinaaaannn!" teriak Rifah sambil sedikit berlari menghampiri Kinan yang sedang konsentrasi menghafal ayat demi ayat untuk setoran hafalannya.Kinan membuka matanya dan mencoba mengacuhkan Rifah, tapi tidak jadi karena ternyata yang menghampirinya ke mushola bukan cuma Rifah tapi ada Via, Nur dan teman lainnya. Beberapa waktu lalu aktifitas pesantren sudah kembali normal."Kinan cantik deh!" ujar Rifah ketika sudah duduk di depan Kinan, tangannya sempat mengambil makanan Kinan. Makanan yang Gus Zein kirimkan ke Kinan lewat Rahma tadi malam. Bukan hanya malam tadi, Zein sering mengirimi Kinan makanan dan minuman lewat Rahma."Banget. Udah cantik, baik hati lagi!" tambah Nur."Udah gitu Mbak Kinan juga pinter masak, apalagi masak mi rebus belum ada yang ngalahin enaknya!" tambah Via lagi tak mau kalah. Begitu juga dengan dua teman lainnya, tambah satu lagi Nisa, ke enamnya sedang berusaha merayu Kinan membuat Kinan merinding sendiri."Kalian kenapa sih? Frustasi karena kiriman belum dat
"Mau ditambahin nggak setorannya? Dua lembar ya?"Kinan menggeleng dengan sopan, tawaran Ibuk Syifa menyenangkan tapi entah apa yang membuat Kinan menolak."Dulu pasti pernah menghafal juz 30 kan? Tinggal ngulang ini sebenarnya!" tawar Syifa lagi pada salah satu santri kesayangannya ini.Pagi ini Kinan sudah menyelesaikan juz 29 nya, Syifa yakin setoran dua lembar juz 30 itu tidak sulit bagi Kinan, tapi gadisnya Pak Ali ini tetap menolak."Kenapa, Kinan?""Kinan sambil melancarkan juz sebelumnya Buk, juz 30nya pelan-pelan saja." Jawab Kinan sopan dan pelan.Syifa akhirnya mengerti dan menyetujui Kinan yang tetap meminta setoran 1 lembar seperti biasanya. Mata Syifa terkunci sebentar, meneliti apa yang terjadi dengan Kinan, akhir-akhir ini dia tidak seceria dan sesemangat biasanya.Kinan masih duduk sendirian di mushola setelah Syifa pergi. Dia membolak balik lembar terakhir setorannya barusan. Biasanya sebelum beranjak dari mushola dia pasti mengulang setoran terakhirnya 3 sampai 5 k
"Mungkin beliaunya menjaga jarak dulu dari kamu, biar kamu fokus mengkhatamkan quran, terus menghindari dosa juga.""Begitu ya, Mak?" tanya Kinan lesu. Baru hari ini dia punya kesempatan curhat dengan Rifah. Kinan menceritakan perihal sikap Zein yang berubah.Seperti yang pernah dia lakukan dulu, Kinan mengajak Rifah belanja ke pasar sambil curhat. Di tengah pasar tidak akan ada yang tahu isi curhatannya. Berbeda dengan di Pondok, banyak kuping di mana-mana."Sabar aja, inget kata Pakde Ali, fokus ke yang lebih penting dulu. Fokus khataman quran dulu yang tinggal satu tarikan nafas lagi.""iya,Mak. Aku sedang berusaha banget nggak kepikiran yang aneh-aneh."
Pagi ini menjadi sejarah baru di hidup Kinan, setelah berjuang beberapa tahun akhirnya dia berhasil mewujudkan satu cita-citanya, mempersembahkan sesuatu yang berharga untuk orangtuanya sebagai wujud bakti dan sayang pada ayah dan ibunya. Cukup lama Kinan menangis hingga sesenggukan, Syifa masih setia mengusap punggung Kinan untuk memberikan semangat turut bahagia dan bangga, satu lagi santrinya berhasil mewujudkan mimpinya. Batin Kinan sungguh berkecamuk, bahagia itu sudah pasti, sedih, terharu dan tidak sabar memeluk kedua orangtuanya. Dalam pikirannya terputar kembali kenangan-kenangan masa perjuangannya dari awal hingga detik ini. Allah sudah memberikan begitu banyak kenikmatan dalam perjuangan, Dari dia yang pertama kali berat masuk pondok sampai harus sering sakit, kekurangan biaya sekolah dan pondok, harus sering mengekang keinginannya, harus sering rela menyisihkan uang saku yang minim untuk membeli kebutuhannya, sering puasa sunnah karena selain menjalankan sunnah juga ber
"Kinanti!"Kinan berhenti menyapu halaman dan mendekat ke arah bapaknya Dini yang memanggil."Kenapa Pak Ilo?""pesanan Gus Alfa sudah jadi, bisa diambil kapan? Keburu butuh uang ini."Kinan hanya bisa tersenyum canggung, dari awal dia memang agak ragu tapi Alfa tetap bersikeras memesan kaligrafi dari Pak ilo, padahal dari sekian banyak santri pasti ada yang pintar membuat kaligrafi.'Gak apa-apa, bagi rejeki!' begitu jawaban Alfa saat Kinan memastikan lagi."Katanya beliau mau kesini Pak, nanti Pak Ilo bicara sendiri saja!""Pak Ilo mau berangkat kerja ini, titip kamu ya! Ini sekalian notanya, nanti uangnya kasih ke bu lik kamu aja!"Dengan terpaksa Kinan menyanggupi padahal tadi rencananya dia tidak ingin menemui Alfa, biar ayah dan ibunya saja.Dan Kinan kembali terkejut saat melihat nominal harga yang ada di nota. Bukannya suudzon tapi Kinan tahu ini pasti Omnya itu sengaja menaikkan harga, biasanya tidak sebanyak ini. Padahal tadinya menurut Kinan kalau bisa untuk pondok di grati
"Biru dongker Mbak!""Ya Jangan, masa biru dongker! Yang terang!""Atau Pink? Mustard?""He! Mustard udah punya kita Mbak!""Ya udah peach!""Peach udah pilihan yang santri kecil mbk!""Allahu Akbar!" pekik Rahma, setelah tangannya mencubit lengan Kinan karena saking gemesnya.Siang ini sedang ada rapat paripurna, pengambilan keputusan warna seragam untuk acara khataman yang akan diadakan dua bulan lagi.Kinan dan Rifah kompak menertawakan Rahma yang benar-benar kacau karena memikirkan usulan warna kain dari banyak orang."Gini aja ya teman-teman! Usulan terbanyak tadi udah dapat, nah pakai itu saja kalau ditanyain satu-satu nggak bakalan nemu. Waktu kita tinggal sebentar lagi." kata Rahma berada final dan akhirnya semua setuju.Rapat yang lebih mirip arisan itu baru selesai dan mendapatkan hasil setelah kurang lebih dua jam berjalan. Dari warna kain seragam masing-masing khotimat, jumlah biaya yang harus dibayar hingga santri yang bertugas mengurusi.Rifah, Dini dan Via masuk dalam d
Dulu ada masanya aku pernah begitu kepikiran kenapa orangtua selalu mengutamakan bibit, bebet dan bobot jika memilih jodoh untuk anaknya. Dan kenapa agama sangat menyarankan agar kriteria utama memilih pasangan adalah yang baik agamanya. Padahal tidak ada yang tahu bagaimana hidup seseorang kedepannya. Bagaimana kalau kita cinta sama orang yang tidak baik agamanya, atau berasal dari keluarga yang tidak jelas? Bisa saja saat ini dia terlihat buruk tapi seiring berjalannya waktu kita bisa merubahnya lebih baik, atau bisa saja dia berasal dari keluarga yang kurang baik tapi pribadi nya sendiri baik dan bisa dijadikan pasangan. Dan butuh waktu lama aku bisa mendapat jawaban.. Karena menikah itu bukan hanya persoalan dua orang, tapi menyangkut keluarga besar. Menikah bukan untuk coba-coba merubah hidup seseorang, tapi harus bisa menerima segala kekurangannya dan segala keadaan keluarganya. Kembali bertanya pada hati masing-masing, sanggupkah kita merubahnya menjadi lebih baik? Atau jang
Alfarras Syafi Mubarak Tentang mengikhlaskan.. Memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Terkadang sebagai manusia, kita sudah merencanakan kehidupan dengan sedemikian sempurnanya. Terkadang juga mengeluh bahkan putus asa ketika takdir tak sesuai rencana.Salahkah?Tidak. Karena kita manusia biasa. Wajar bila mengeluh akan beratnya ujian Allah, yang tak wajar adalah ketika datang ujian tapi kita marah dan menjauh dari-Nya. Allah memberikan cobaan agar kita semakin mendekat, agar kita tidak pernah lupa bahwa diri kita hanyalah makhluk lemah tanpa kasih sayangNya.Ikhlas. Andai saja menjalaninya semudah mengucapkannya, pasti banyak orang yang bahagia walaupun mendapat ujian, karena yakin bahwa Allah membalasnya dengan pahala besar."Pulang yuk!" ajakku pada Kinan yang masih nyaman duduk di tempat favoritnya belakangan ini."Sebentar lagi ya Mas!" jawabnya pelan.Aku mengangguk dan pilih menemaninya di sini lebih lama lagi. Membiarkan dia melepas rindu dengan putra kecilnya. Putra
Pada malam hari kembali digelar acara resepsi Zein dan Ayesha, rangkaian acaranya tetap sama pada umumnya namun yang membedakan adalah jumlah tamu. Hingga malam ini, tamu dari kedua keluarga masih terus berdatangan membuat semua keluarga besar Al Anwar harus sedikit lebih banyak menyiapkan tenaga, tapi tentu saja para santri senang bisa membantu."Ay, kamu udah benar-benar sudah ikhlas menjadi istriku?" tanya Zein disela-sela acara.Ayesha mendengus pelan mendengar pertanyaan konyol dari pria yang sudah berstatus suaminya ini. "Telat tanyanya, Bapak! Kalau mau tanya ya tadi pagi!" jawabnya lalu tersenyum karena saat ini ada salah beberapa temannya yang minta foto di pelaminan. Ayesha menyapa hangat teman-temannya yang sudah datang lalu mempersilahkan mereka duduk dengan nyaman."Gimana?" tanya Zein lagi ketika deretan teman Ayesha sudah meninggalkan pelaminan."Ikhlas lillahita'ala, Mas Zein!" jawab Ayesha."Aku mau minta maaf!" ucap Zein di dekat telinga Ayesha karena memang suara mu
"Ma! Abang nggak mau bangun!"Arsha mengadu pada Sang Mama yang sedang sibuk mengarahkan santri-santri untuk menata perasmanan."Udah pakai berapa cara, Nak?" tanya Ralin, dia masih sibuk menata piring di meja."Cara halus sampai cara kasar, Ma! Nggak ngaruh sama sekali ke Abangnya!"Ralin menghela nafasnya lalu ikut Arsha munuju kamar.Hari masih gelap tapi suasana pesantren Al Anwar sudah sangat sibuk karena hari ini akan ada dua acara besar sekaligus, khataman dan pernikahan Zein.Berdasarkan hasil musyawarah keluarga setelah Zein melamar Ayesha, seluruh keluarga sepakat untuk menyatukan acara pernikahan Zein dan khataman. Hanif juga meminta agar akad nikah sekalian di pesantren ini. Walaupun lahir dan tinggal di Jakarta, ibunda Ayesha asli Semarang. Semenjak menikah dengan Habib Yakub Nur Alatas, Sang Ibunda diboyong ke Jakarta hingga menetap disana. Setelah musyawarah panjang, akhirnya keluarga Ayesha setuju untuk menggelar acara di Al anwar."Rey, bangun! Udah subuh kan?" Ralin
Di hari minggu siang kediaman Alfa dan Kinan terlihat ramai, hampir semua keluarga dan kerabat, juga tetangga berkumpul. Ditambah hadirnya beberapa santri dan juga anak-anak dari panti asuhan semakin menambah ramai suasana. Alfa sengaja mengundang orang-orang ini dalam rangka tasyakuran empat bulan kehamilan Kinan.Di sepanjang jalan komplek rumah Alfa dipenuhi mobil-mobil box yang berlogo restoran dan supermarket milik Alfa, dia sengaja mem-booking restorannya sehari itu untuk menyediakan makanan bagi para tamu. Alfa juga meminta sebagian karyawan supermarket untuk menyiapkan hampers (aka berkat) yang nantinya juga untuk tamu."Mbak Kinan beruntung sekali ya menikah sama Gus Alfa!" ujar Via saat mengintip acara di luar. Saat ini dia, Rifah, Rahma, Nur dan beberapa santri putra diajak Syifa ke rumah Alfa. Ada Dini juga tapi dia bergabung bersama keluarganya."Iya. Gagal sama om-om nggak sedih soalnya dapat gantinya kayak Gus Alfa!""Wahai anak-anak cantik! Kalian kira Gus Alfa juga n
"Kamu apa kabar, Ay? Terakhir kita ketemu pas nikahan Alfa.""Alhamdulillah baik Mas!" jawab Ayesha ketika dia sudah duduk di depan Zein, dia juga sempat tersenyum sekilas pada Ridwan yang duduk di samping Zein. "Iya, aku terakhir ke sini juga pas nikahan Alfa itu!""Kamu kapan sampai Semarang?""Tadi pagi, tidur di hotel sebentar baru kesini.""Berapa hari di sini? Maaf ya aku ganggu kesibukan kamu!""Insyaallah lima harian Mas, besok mulai auditnya sampai tiga hari kedepan terus pengen staycation di sini dua hari. Nggak pengen ngapa-ngapain juga, bener-bener pengen me time mumpung dapat libur, rindu juga sama udara Semarang."Zein tersenyum tipis, ada sesuatu yang tidak nyaman di hatinya. Ayesha wanita yang selalu tidak sungkan menegaskan keinginannya. Mungkin kalau Ridwan yang dengar, tidak ada yang aneh. Tapi bagi Zein yang sudah mengenal betul sifat Ayesha, gadis itu sedang menjelaskan bahwa selama dua hari liburnya dia sama sekali tidak mau diganggu."Nggak ganggu Mas, aku kan y
"Lagi ya?" tanya Alfa yang duduk di samping istrinya.Kinan menatap suaminya dengan wajah memelas. "nanti habis maghrib lagi ya? Bukannya aku nggak suka ngaji Mas, tapi kamu udah baca surat Yusuf tiga kali, terus surat maryam tiga kali juga."Alfa malah tertawa bahagia melihat istrinya mengeluh. Sehabis dzuhur tadi mereka berdua sudah murojaah dua juz secara estafet, setelah selesai Alfa meminta Kinan untuk menyimaknya membaca surat Yusuf dan Maryam. Seminggu terakhir ini Alfa paling rajin membaca dua surah itu."Pegel?" tanya Alfa yang diangguki Kinan. Alfa langsung memindah mushaf dari tangan Kinan ke meja lalu dia berbaring dengan pangkuan Kinan sebagai bantalnya.Kinan melepas peci Alfa dan langsung mengusap lembut rambut sang suami. Sebelah tangan Alfa terulur ke belakang tubuh Kinan untuk memijit pinggang istrinya, sambil dia mencium perut Kinan."Semoga dr. Vivian nggak ada dendam pribadi sama Kak Sean ya!""Hah?""Dulu itu dr. Vivian saingan berat Kak Sean untuk mendapat hati
"Kenapa kamu, Al?"Alfa berjalan pelan mendekati Sang Nenek yang sedang duduk santai di meja dapur bersama sang kakek. Sebelumnya dia mengintip mangkok besar yang ada di tengah meja."Ini yang masak siapa, Nenda?""Apanya? Sop?""Iya, yang kayak dibawa Tante tadi!""Itu yang masak kan Tante Naya, memang kenapa?" tanya Biya dengan ekspresi heran dengan tingkah cucunya."Beneran Tante Naya? Kok dikasih bawang putih banyak?" Alfa masih belum menyerah, dia membayangkan sedang dikerjain oleh keluarganya dan berharap Kinan benar-benar berada di sini, tiba-tiba muncul dengan senyum manisnya. Jika benar begitu dia
"....Allahumma nawwir qulubanaa bi tilawatil Qur'an.."Alfa mengulangi kalimat dalam doa khataman itu sampai tiga kali sambil menangis. Bahkan Alfa menangis hingga akhir doanya. Acara simaan kali benar-benar terasa berbeda dari biasanya. Simaan kali ini dia gunakan sebagai ajang bermunajat pada Allah, memohon keselamatan dunia dan akhirat lewat berkat khatam quran."majelis kali ini benar-benar terasa lebih hikmat dari biasanya, Gus!" ujar Yusron ketika acara sudah ditutup dan jamaah dipersilahkan makan, tapi Alfa memilih tetap di tempat menikmati tehnya."Biasanya juga begini, Yus!""Ya secara rangkaian acara sih sama, tapi aku ngerasa lebih gimana ya, haru gitu aja pokoknya."