BAGIAN 109
POV ALING
MELANCARKAN AKSI
Aku digiring masuk oleh Tyo hingga ke meja makan. Suasana rumah dua lantai yang cukup lega ini terasa sangat lengang. Tentu saja, sebab tak ramai orang di sini. Aku malah senang. Terlebih ketika di ruang makan hanya ada kami berdua saja.
“Ayo, Ling. Makan seadanya,” ucap Tyo sembari membalik piring yang telah disediakan oleh pembantunya.
Aku menatap ke arah lauk pauk yang tersajikan. Ada semangkuk besar semur sapi dengan aroma menggoda. Kemudian, ada pula sepiring besar berbentuk oval cah brokoli lengkap dengan irisan cabai merah dan tomat ceri. Tini juga menyiapkan pepesan yang terbungkus dalam daun pisang. Entah itu pepesan apa. Namun, dari wanginya s
110POV BONAVENTURA ADITIOBAHAN TERTAWAAN PENYIDIK “Lucu?” tanya Paul dengan wajah yang penuh heran. “Ya, lumayan menurutku. Pikir saja, bagaimana reaksi Gavin dan Danu saat tahu jika bakso yang kukirimkan tersebut adalah hasil olahan dari daging milik seorang pelacur. Pecandu pula! Apa mereka berdua tidak pusing-pusing ya, habis makan daging mengandung heroin? Hahaha!” Aku benar-benar geli. Merasa ini adalah benar-benar hal yang lucu. Kejadiannya memang sudah cukup lama, tetapi entah mengapa sangat membekas. Paul terdengar berdecak. Entah itu ekspresi kekaguman atau mengejek, aku juga tidak mau peduli. Terserah saja. Yang jelas, aku sangat senang bila menceritakan ulang hal ko
BAGIAN 111POV DONI SUBRATATAK INGIN DIA MATI Ting tong! Dengan degupan di dada yang cukup kencang, kuyakinkan diri untuk menekan bel rumah Zulaika. Gadis yang kini ditetapkan sebagai saksi kunci sekaligus korban perdagangan orang itu sudah hampir sebulan lamanya tak kutemui. Bukan apa-apa. Sejak kutahu bahwa dia masih berkomunikasi dengan pacar Tionghoanya tersebut, entah mengapa kepercayaan diriku hampir saja lenyap. Namun, kerinduan yang berhasil membawaku hingga ke depan pintu begini. Ceklek. Kenop pintu dibuka dari dalam. Aku sontak mundur beberapa langkah dan menunduk sebab tak siap untuk berjumpa dengan sosok gadis manis itu sebenarnya.&nb
BAGIAN 112POV DONI SUBRATAPENOLAKAN “Kenapa ngomong begitu? Ada beban yang masih mengganjal?” tanyaku dengan hati-hati sembari fokus menyetir. Sesekali, kulirik gadis itu dengan ekor mata. Wajahnya tampak gamang. “Aku rasanya kosong, Mas.” Aku merasa setengah bahagia mendengarnya. Kosong. Itu berarti Zulaika tengah membutuhkan seseorang untuk mengisi hatinya. Bukankah ini sebuah kesempatan? “Kamu sudah putus dengan pacarmu?” Aku bertanya sangat hati-hati. Supaya gadis ini tidak lekas ilfeel atau merasa bahwa aku terlalu mengejarnya. 
BAGIAN 113POV DONI SUBRATATAK INGIN MENYERAH “Ika! Jangan lari!” Aku akhirnya berhasil menangkap gadis itu hampir di dekat pintu masuk di tengah-tengah kerumunan orang yang hendak berjalan ke arah dalam sana. Zulaika menangis tergugu dalam dekapanku. Gadis itu meraung-raung histeris dengan kedua tangan yang tiada hentinya memukuli dadaku. “Sabar, Ika. Maafin Mas. Jangan begini. Nanti orang akan menyangka yang tidak-tidak,” kataku membujuk dengan nada yang lemah lembut. Namun, gadis itu tetap saja menangis pilu. Aku menjadi serba salah. Bagaimana ini? Apakah kubawa dia pulang saja?&nbs
BAGIAN 114POV JOKASIH TAK SAMPAI “Bagaimana musim panas di sana, Jo? Kamu tidak terlalu kesulitan untuk beradaptasi, kan?” Papa meneleponku hari Minggu sekitar pukul 09.30 waktu New York dengan suara yang terdengar begitu bersahabat. Pagi ini aku baru saja bangun untuk mengemaskan apartemen yang sedikit berantakan bekas party tadi malam bersama teman-teman sekolahku. George, Justin, Brenda, dan Nicole. Hanya party kecil-kecilan dengan beberapa botol bir, lintingan ganja, dan makanan ringan. Sebagai tuan rumah aku hanya menyediakan konsumsi. Namun, demi Tuhan aku anti untuk menyentuh dua barang haram tersebut. Sudah lama aku berjanji kepada diri sendiri untuk menjauhinya. “Ya, biasa
BAGIAN 115-APOV JONEKAT Tiga bulan pertama berpisah dengan Ika, aku masih mampu untuk menahan diri. Sekuat tenaga diriku tak menghubunginya lewat media sosial mana pun. Namun, memasuki bulan keempat, aku mulai gelisah. Makan tak enak, tidurku semakin tak nyenyak. Kerjaanku hanya marah-marah tanpa sebab dan beberapa kali bolos sekolah karena tak berminat sedikit pun dengan pelajaran. Aku kacau. Teman-teman gengku memang tak pernah absen buat main ke apartemen. Namun, bukan keberadaan mereka yang kuinginkan, melainkan Ika. Sabtu sore ini tak seperti biasanya aku mengurung diri di kamar. Sengaja kuberi tahu kepada George, Justin, Brenda, dan Nicole untuk tidak ke sini. Mereka bertanya-tanya tentang peru
115POV JONEKAT Akhirnya, hanya satu kata yang sanggup kuketik. Hi! Begitu pesan yang kukirim kepada Ika. Untuk kedua kalinya, aku benar-benar merasa surprised saat pesanku tersebut langsung dilihat oleh Ika. Ya Tuhan, anak itu cepat sekali membaca pesanku! Dia kini tengah online, tapi belum juga mengetik balasan untukku. Aku resah. Semakin gelisah. Bukan main. Mengapa Ika malah mengabaikan pesanku? Apa dia tak tertarik? Atau … dia malah tahu bahwa ini hanya akun bodong yang tengah mengerjainya? [Boleh kenalan?] Aku kembal
BAGIAN 116-APOV ZULAIKAKAMULAH SEMANGATKUFlashback sebelum sidang (empat bulan setelah kepergian Jo ke Amerika) “Aku … juga stuck di kamu, Bee. I promise, you’ll be the last.” Ucapan Jo membuat hati ini langsung hangat. Kebekuan yang semula menjadi kungkungan paling menyiksa, sekarang telah mencair dengan pasti. Luka di hati pun mengering dengan secepat kilat. Tak ada lagi keinginan untuk mati. Tak ada lagi rencana-rencana bunuh diri. Goodbye kepedihan. Aku akan melangkah dengan harapan baru bersama lelaki pilihanku. “Thanks, Jo. Aku nggak tahu bakalan gi
BAGIAN 142ENDINGKUIKHLASKAN YANG PERNAH TERJADIPOV HANA Air mataku luruh seperti hujan lebat di penghujung September yang basah. Dada ini sesak. Langkah kakiku pun terasa begitu berat sekaligus tertatih. Ucapan yang terlontar dari Jo sempurna membuat jantungku remuk redam. Hancur sudah harapku. Telah pupus segala impi tentang indahnya masa depan. Mas Doni yang berulang kali mendapat maklum dan maaf dariku, nyatanya kembali berulah di saat aku telah jatuh terlelap. “Hana!” Pekik itu sama sekali tak kugubris. Aku terus menapaki jalanan. Tak peduli lagi dengan lalu lalang kendaraan atau orang yang kebetulan memandangiku dari halaman kafetaria yang bersebelahan dengan gedung Real Grill. Kuusap air mata di pipi. Berjalan dengan sepatu hak tinggi di atas jalan beraspal bukanlah suatu hal mudah. Terlebih gaun malamku yang panjangnya menyentuh jalan. Aku terseok-seok. Sedang perasaan kini sekacau kota yang habis diterjang tsunami. Ah,
BAGIAN 141EXTRA PARTPOV DONIPENGAKUAN DOSA “Hal penting apa itu?” Istriku terdengar agak syok. Kutoleh ke arahnya, wajah cantik itu langsung pias. Dia seperti bertanya-tanya dan dilanda sebuah kecemasan. Sialan si Jo, pikirku. Dia akan membuat hubungan rumah tangga kami retak setelah ini. Namun, aku sadar bahwa ini karena kebodohanku juga. Seharusnya … aku tak membawa serta istriku ke sini. Ah, mengapa sikap ceroboh masih saja melekap di diriku? Aku ingin sekali berubah menjadi lebih baik. Akan tetapi, tetap saja sikap kekanakanku bakal muncul lagi. Sungguh, aku benci dengan diriku sendiri. “Sebaiknya, kita pesan makanan saja. Baru setalah itu ngobrol banyak. Oke?” Ika mencoba mencairkan suasana. Wanita dengan wajah bak rembulan yang sedang terang-terangnya tersebut membuat seketika tenang tatkala mendengarkan suara lembutnya. Namun, buru-buru aku istighfar. Tidak pantas aku terus begini. Doni, sadarlah! Kamu dan dia sama-sama telah membina
BAGIAN 140EXTRA PARTPOV DONIMAAFKAN AKU, HANA “Mas, makasih ya, udah ngajakin jalan-jalan malam ini. Kamu tahu aja aku seharian capek di rumah sakit.” Hana berkata saat kami telah berada di dalam mobil miliknya. Perempuan yang mengenakan gaun warna silver dengan model lengan balon bertahtakan manik-manik kristal tersebut begitu anggun malam ini. Wajah oval tembamnya dihias make up yang fresh. Sapuan perona pipi warna peach begitu serasi di kulit putih mulusnya. Apalagi bibir tipis itu. Begitu ranum nan manis. “Iya, sama-sama.” Aku mengulas senyum. Menutupi rasa bersalah yang begitu besar menggelayuti batin. Entah bagaimana reaksi Hana saat tahu tujuanku mengajaknya keluar malam ini. “Ayo, jalan, Mas. Aku udah nggak sabar pengen makan steak di Real Grill.” Hana berkata dengan penuh semangat. “Iya, Han.” Hatiku lemah sebenarnya. Takut-taku kupandangi wajah cantik Hana. Ya Allah, berdosa sekali aku selama ini. Maafk
BAGIAN 139EXTRA PARTPOV DONISALAHKU “Halo, Mas?” Suara Jo menggema di telinga. Membuatku makin tambah gelagapan. “Eh, i-iya, Jo. M-maaf.” Aku tergagap-gagap seperti orang bodoh. Sedang irama nadi ini semakin bertambah kencang. Habislah aku malam ini. “Jawab saja, Mas. Aku ingin mendengarnya langsung dari mulutmu.” Rasa bersalah itu begitu besar membebani pundak dan seluruh isi hati. Aku muak pada diriku sendiri. Andai bisa kuhapus seluruh bayang akan Ika di ingatan, pastilah ingin kulakukan sejak dulu kala. Sayangnya, tak semudah membalikkan telapak. “Jo, maaf,” lirihku. Aku sudah kehabisan kata-kata. “Tidak perlu minta maaf. Minta maaflah kepada istrimu, Mas.” Plak! Lagi-lagi aku tertampar oleh kalimat Jo. Benar-benar menohok sekali ucapannya. Membuatku semakin sadar akan kesalahan-kesalahan yang telah kuperbuat. “Aku tahu seperti apa perjuangan dokter Farhana untuk bisa
BAGIAN 138EXTRA PARTPOV DONIMASIH BERUSAHA UNTUK MENERIMA “I love you, Mas,” kata Hana sambil mengecup keningku. “I love you too, Sayang.” Hana menerima kembali sebuah kecupan di bibir merahnya. Perempuan itu terlihat tersipu-sipu. Senyumnya merekah. Aku tahu jika dia pasti merasa begitu spesial. “Selamat tidur, ya.” Hana seakan tak ingin mengakhiri percakapan. Dia masih saja berbasa-basi sambil memeluk tubuhku erat. “Iya. Kamu lekas tidur, ya. Pagi-pagi kita harus bangun untuk kerja.” Hana mengangguk. Wanita itu pun mulai memejamkan mata. Di saat-saat seperti inilah jiwaku bakal terombang-ambing. Kutatap wajah Hana lekat-lekat. Dia adalah wanita yang sempurna, sebenarnya. Cantik, ayu, cerdas. Rambut hitamnya selaksa sutera yang halus nan lembut. Pipi tembam putihnya begitu mulus dan akan merona merah apabila aku memuji-muji. Tak ada yang kurang darinya. Aku saja yang sebenarnya cukup kurang ajar.
BAGIAN 137EXTRA PARTPOV YESLINBERATNYA TERPURUK Gagal dapat warisan, hampir masuk penjara, dan dicampakkan oleh kekasih hati adalah segelintir kepahitan yang harus kuteguk dalam hidup. Begitu berat perjalanan ini. Namun, mau tak mau aku harus menjalaninya dengan tabah hati. Hidupku sempat terpuruk dalam lubang kelam yang menyeramkan. Terlunta-lunta usai dibuang oleh keluarga Mas Danu dan keluargaku sendiri. Hidup berpindah menumpang dari rumah teman yang satu ke rumah teman yang lainnya. Sebulan lamanya aku seperti gelandangan. Sampai urat maluku rasanya sudah putus. Ah, kalau ingat masa-masa itu, aku selalu ingin menjatuhkan air mata.Mimpi untuk memiliki seluruh harta warisan Mas Danu pun juga sirna. Hingga saat ini, segala aset mantan suamiku telah berada di tangan keluarga besarnya. Rumah mewah yang begitu kubangga-banggakan itu pun telah ditempati oleh Bu Pipit dan Poppy. Mereka sekarang menuai hasil yang sangat banyak, tanpa mau membagiku barang se
BAGIAN 136EXTRA PARTPOV HANAAKU BAHAGIA “Selamat pagi, Sayang.” Sebuah kecupan mendarat di atas keningku. Hangat. Seketika membuat tubuh ini menggeliat dan perlahan kubuka mata. Mas Doni, suamiku tercinta, tengah berbaring di sebelah. “Mas …,” lirihku sambil tersenyum. “Bangun, yuk. Udah pagi. Aku udah siapin sarapan buat kamu.” Aku langsung bangkit. Merasa sangat tidak enak hati. Ini adalah hari ketiga dalam pernikahan kami. Sudah tiga hari aku haid dan dua pagi bersama suamiku selalu saja dia yang bangun lebih dahulu. Rasanya malu. “Maaf, Sayang. Aku kesiangan lagi,” kataku sambil buru-buru merapikan rambut. “Santai aja. Nggak apa-apa.” Mas Doni ikut bangkit. Duduk di hadapanku sambil menyibak poni yang tergerai menutupi setengah wajah oval ini. “Kamu cantik,” pujinya. Mukaku terasa begitu hangat. Ada degup-degup nervous yang menggelayuti jiwa. Seperti bar
BAGIAN 135EXTRA PARTINDAH PADA WAKTUNYAPOV ZULAIKA “Dokter! Masyaallah, sebulan tidak jumpa, makin cantik aja!” Aku berseru saat berjumpa dengan dokter Farhana di lobi mewah hotel Grand Crown Hotel. Wanita berpasmina warna dusty pink tersebut setali tiga uang denganku. Sama hebohnya. “Masyaallah, pengantin baru! Berseri-seri sekali.” Dokter Farhana yang sekarang lebih chubby dan berisi tersebut memelukku erat-erat. Spesialis kesehatan jiwa itu tampak bahagia. Merona-rona pipinya. “Maafkan Hana tidak bisa ikut hadir semalam, Ika. Dia ada workshop di Jakarta. Baru sampai ke sini sore.” Sebuah suara menceletuk di depan sana. Dapat kulihat sosok Mas Doni berdiri tegap di belakang dokter Farhana. Cowok itu tak selesu kemarin. Wajah kusamnya sudah berubah cerah ceria. Rambut gondrongnya juga sudah dipangkas rapi. Wow! Hanya dalam semalam saja, wujud Mas Doni sudah bertransformasi sedrastis ini. Apakah pertanda bahwa mereka benar-benar balikan?
BAGIAN 134EXTRA PARTPOV ZULAIKAHANYA MIMPI? “Ya Allah! Mas Doni! Mas Doni!” “Bee! Bangun!” Sebuah teriakan dan guncangan di tubuhku seketika membuat terperanjat. Aku mendadak bangkit. Kedua mata ini langsung membelalak dan merasa sangat silau sebab cahaya lampu yang benderang. Aku benar-benar terengah. Napas ini memburu seperti orang yang habis dikejar-kejar anjing. Keringat sebesar bulir jagung pun membasahi pelipis. “Kamu kenapa, Bee?” Jo yang berada di sebelahku terdengar panik. Lelaki itu merangkul erat, sementara tangannya sibuk mengelap keningku dengan selembar tisu. “Boo, sekarang jam berapa?” tanyaku sambil menatapnya. Lelaki itu tergopoh mencari ponselnya. Suamiku akhirnya menemukan ponsel di bawa bantal yang dia pakai, kemudian menatap layar yang baru dia hidupkan. “Jam empat pagi. Kamu kenapa?” “Ya Allah, aku mimpi buruk. Mas Doni mati bunuh diri,” ucapku sambil meremas ramb