Bayi itu merasakan seseorang menggendongnya, jadi dia langsung membuka matanya yang besar dan bulat.Pria yang menggendong bayi itu terkejut. Namun, hatinya luluh ketika dia melihat mata yang polos dan naif itu."Apa kau Pudding?" Jeremy bertanya dengan suara rendah sambil membelai wajah menggemaskan itu dengan jari-jarinya.Bayi itu menatap Jeremy dan tanpa sadar membuka bibirnya menjadi seringai imut.Jeremy merasakan jakunnya bergerak naik turun ketika dia melihat senyum bayi itu. Dia tak bisa menahan air matanya agar tidak jatuh.Adegan Madeline yang melahirkan bayi prematur dengan kesakitan masih segar dalam ingatannya.Wanita itu menopang tubuhnya yang lemah melewati rasa sakit dengan menggunakan tekadnya yang kuat. Begitulah cara wanita itu melahirkan bayi prematur ini.Saat itu terjadi, pakaian dan rambut Madeline basah oleh keringat sementara wajahnya sangat pucat. Wanita itu sudah sejak awal ingin mengulurkan tangannya padanya dan memanggilnya.Namun, dia seperti robot tanpa
Dia meletakkan bayi itu dan memeriksa popoknya. Namun, bayi itu tidak buang air kecil atau buang air besar.Madeline khawatir terjadi sesuatu pada bayinya. Dia menggendongnya dan bersiap untuk membawanya ke rumah sakit."Linnie, biarkan aku mencoba," pinta Jeremy. “Saat aku menggendongnya barusan, dia tidak menangis.”Madeline menatap Jeremy dengan dingin. “Jika kau tidak masuk tadi, anak ini tidak akan bangun sama sekali. Aku menghabiskan begitu banyak waktu untuk membuatnya tertidur. Kenapa kau masuk?”Madeline menggerutu. Meskipun mengetahui bahwa bayinya mungkin menangis karena alasan lain, dia tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi pria ini.“Linnie, biarkan aku menggendong anak itu. Sungguh, dia tidak menangis saat aku menggendongnya tadi,” pinta Jeremy lagi.Namun, Madeline tidak membiarkan Jeremy memegang Pudding. Sebaliknya, dia mencibir."Jadi, sekarang kau tahu dia anakmu?""Linnie.""Jeremy, aku tidak menyalahkanmu. Aku benar-benar tidak menyalahkanmu karena hilang ingat
Saat ini, Madeline merasa pikirannya kosong.Beberapa saat kemudian, dia membuka pintu mobil dan memanggil ambulans dengan tangan gemetar.Dia berlari ke samping mobil. Ketika dia melihat tangan yang berdarah itu, dia melihat ke dalam."Linnie, mari kita mulai dari awal lagi..."Dia mendengar Jeremy menggumamkan itu sesaat sebelum pria itu jatuh pingsan.Air mata Madeline mengalir dari kedua matanya. Hatinya merasa sangat bertentangan sekarang.Dia tidak ingin sesuatu terjadi pada Jeremy, tapi dia tak bisa mengecewakan kedua orangtuanya yang sudah meninggal.Ambulans tiba setelah beberapa saat dan paramedis dengan cepat menstabilkan Jeremy.Tidak ada kerusakan internal. Sebagian besar lukanya adalah luka luar, tapi tangan kiri Jeremy terluka cukup parah. Pria itu tak bisa mengangkat benda berat untuk sementara waktu. Ditambah lagi, ada juga luka besar di betis kirinya yang mengeluarkan banyak darah.Jeremy mulai mengigau lagi. Dia bermimpi tentang kapal yang meledak dan tentang Madelin
"Mommy akan segera datang." Jack melihat ke jalan, dan wajahnya yang tampan tampak kecewa. "Aku ingin tahu kapan Daddy akan pulang.""Daddy? Aku juga sudah lama tidak bertemu Daddy aku.” Lilian cemberut, masih mengira ayahnya adalah Felipe. Ada sedikit kesedihan di sepasang matanya yang cerah.Kemudian, matanya yang gelap tiba-tiba menyala dengan kilauan warna-warni.Sebuah buket yang terbuat dari permen berwarna-warni tiba-tiba muncul di depan Lilian.“Eh?” Lilian bingung, tapi matanya masih berbinar. “Wah, cantik sekali!”Jackson melihat ke tangan yang memegang buket itu dan melihat wajah yang tampak acuh tak acuh."Siapa kau?" Jackson menarik Lilian ke belakangnya dan menanyai Fabian dengan waspada.Fabian masih terlihat seperti anak nakal yang sembrono. Kemudian, dia menatap Jackson dengan tatapan tidak senang dan berkata dengan sombong, "Aku teman Lilly."Jackson menatap Fabian dengan curiga, lalu mendengar Lilian berseru, "Ini Tuan Rambut Putih!"Lilian mengenali Fabian.Fabian m
Apa?Lana bingung. Saat dia mencoba untuk mencari tahu apa yang Madeline maksud, dia tiba-tiba kehilangan kebebasan untuk bernapas.???Madeline tiba-tiba mengangkat tangan kanannya dan mencengkram leher Lana erat-erat.Lana sama sekali tidak menyangka Madeline melakukan ini.Dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk melawan, tapi Madeline terlalu kuat."Lepaskan! Eveline, pelacur kau, lepaskan aku! Aaah!"Lana mengancam, tapi Madeline malah mengencangkan cengkeramannya dan menekan Lana yang meronta ke dinding.Sepasang matanya yang tajam dan merah dipenuhi dengan kebencian. Ada badai di belakang kedua mata itu.Ketika dia mengingat lagi kematian Eloise dan Sean, dia semakin mengencangkan cengkeramannya.Madeline tidak mengatakan apa-apa, hanya memperhatikan wajah Lana yang semakin merah sampai perempuan itu tidak bisa bernapas. Lana mulai terlihat kesakitan.Sebaliknya, mata Madeline menjadi lebih basah dan lebih merah lagi.'Mom, Dad...'Dia merindukan cinta ayah dan ibu selama berta
Lana tidak mengharapkan itu terjadi. Dia tidak menyangka Madeline akan melakukan hal seperti itu, dan itu benar-benar mengejutkannya.Setelah beberapa saat, Madeline mendorong pria itu menjauh ketika dia merasa tidak begitu emosional lagi. Ada penghinaan di matanya saat dia berkata, "Jangan sentuh aku lagi."Hati Jeremy sangat sakit. Ketika dia dihadapkan dengan kekosongan, dia merasa seolah-olah hatinya retak hingga terbuka.“Linnie.”“Aku akan memberimu lima menit. Aku akan datang menjemput Lilly dan Jack lima menit lagi.”Madeline berbalik dan langsung pergi setelah mengatakan itu. Pada saat ini, kedua anak itu menjulurkan kepala mereka keluar dari ruangan. Jackson bertanya dengan cemas, "Mommy, Daddy, apakah kalian bertengkar?"Jeremy tersenyum hangat pada anak itu dan meraih bahu Madeline. "Tentu saja tidak. Mommy dan Daddy tidak akan pernah bertengkar. Hentikan omong kosong itu.”Madeline memandang Jeremy dengan jijik. Namun, untuk menghentikan putranya yang terlalu dewasa secara
Madeline begitu tenang saat mengatakan itu, tapi kata-katanya terasa seperti gunung es yang berat di hati Jeremy.Dia menatap punggung Madeline dan mengikuti wanita itu ke pintu sambil menahan rasa sakit.Dia melihat Ryan membukakan pintu untuk Madeline. Kemudian, Madeline tersenyum dan masuk mobil sebelum akhirnya pergi bersama Ryan.Di bawah langit malam, tatapan Jeremy sedingin air es.'Linnie, apakah kita tidak ditakdirkan untuk bersama?’'Jika itu masalahnya, mengapa Tuhan membiarkan kita bertemu lagi setelah bertahun-tahun berpisah?’'Mengapa Dia membiarkan kita saling mencintai dan saling membunuh?’'Mungkin, hal terakhir yang tersisa yang bisa kulakukan untukmu sekarang adalah ini.'Dia menundukkan kepalanya dan menatap cincin di jari manisnya saat lapisan es muncul di bawah kedua matanya.…Di dalam mobil.Madeline melihat ke luar jendela tanpa berkata apa-apa.Dia melihat jarinya yang tanpa cincin dan menyentuhnya dengan ringan.Ketika lampu lalu lintas berubah menjadi mera
“Sepertinya Rye kita tertarik pada Miss Montgomery. Dia tidak pernah mengambilkan makanan buat Naomi ketika dia membawa pulang gadis itu terakhir kali. Dia lima kali mengambilkan makanan untuk Miss Montgomery tadi!”"Miss Montgomery memang luar biasa, tapi dia sudah menikah dan punya tiga anak."“Ya, kurasa Rye harus menjaga jarak dengan Miss Montgomery kalau-kalau seseorang mulai menyebarkan desas-desus tentang mereka lagi.”Mrs. Jones mengangguk setuju. Kemudian, dia mengirim pesan ke ponsel Ryan untuk memberi tahu putranya.Ketika Ryan melihat pesan dari ibunya, dia tahu kedua orangtuanya bermaksud baik, tetapi dia juga tahu kalau Madeline sedang dalam proses menceraikan Jeremy.Madeline tak bisa memberi tahu orang luar mengapa dia ingin menceraikan Jeremy.Dia hanya bisa menelan ketidakberdayaan dan keluhannya sendiri.…Jeremy duduk diam dan menyaksikan waktu berlalu. Sudah hampir pukul sepuluh dan Madeline masih belum pulang.Dia tidak kenal baik dengan Ryan dan hanya mendapat