Dengan arogan, Meredith mengangkat kepalanya untuk menatap Madeline. Kemarahan gadis itu pasti dipicu oleh penghinaan yang dia rasakan karena tindakan Jeremy siang tadi. Madeline terkekeh ringan. “Lalu kenapa kau marah kalau kau sangat yakin Jeremy menciumku hanya untuk bersenang-senang? Kenapa menghabiskan banyak sekali uang untuk menyewa orang mengirimiku pesan-pesan itu?” “Kau…” Kata-kata membentuk gumpalan di tenggorokan Meredith, tak bisa diucapkan. Madeline mulai mengerti sekarang. “Itukah kenapa kau menyuruh pelayan Keluarga Whitman meneleponku? Buat apa kau meneleponku untuk datang ke sini?” “Tentu saja urusan penting.” Senyum Meredith berganti menyeramkan ketika tiba-tiba mencengkram pergelangan tangan Madeline, matanya kejam dan garang. “Kenapa kau tidak lenyap saja, Madeline? Berapa kali aku harus mengingatkanmu kalau Jeremy itu milikku? Kau seharusnya sekarang tahu apa yang terjadi saat kau merebut lelakiku.“Apa kau lupa kenapa kau dipenjara? Apa kau lupa bagaimana Jer
Perut Madeline menghantam sudut meja tamu lalu ia jatuh ke lantai dan menggigil saat rasa sakit menikamnya dan menyebar ke sekujur tubuhnya secara bergelombang. Selagi berusaha berdiri kembali dengan susah payah, ia ditampar lagi oleh Mrs. Whitman bahkan sebelum ia bisa menstabilkan dirinya. “Wanita iblis! Aku akan membuat hidupmu menjadi neraka dunia kalau sampai terjadi apa-apa dengan cucuku!” Mrs. Whitman dengan kasar memberi peringatan, sebelum akhirnya mendorong Madeline lagi. Karena kakinya sudah lemah, Madeline terjatuh kembali ke lantai saat Mrs. Whitman mendorongnya. Kali ini, kepalanya yang terbentur meja tamu. Akibatnya, keningnya robek dan darah mulai mengalir keluar dari lukanya. Bintik-bintik hitam muncul di depan pandangannya dan kepalanya berdengung. “Hatiku sakit, Jeremy! Kenapa Madeline harus selalu mengincarku sepanjang waktu?” Meredith mulai meratap dan mengeluh. Tatapan mengancam dan mengerikan Jeremy menyapu Madeline lagi sebelum akhirnya pria itu berbalik d
Dengan langkah berat, ia berbalik untuk pergi hanya untuk mendengar suara Jeremy yang tiba-tiba terdengar dengan keras di belakang. “Seorang wanita baru saja mendonasikan darahnya untuk anakku? Wanita yang mana?” “Hah? Oh, yang itu.” Mendengar jawaban perawat itu, Madeline menyembunyikan dirinya di pintu keluar darurat. Ia takut nanti Jeremy akan jijik kalau tahu bahwa itu adalah darahnya, namun menyelamatkan Jackson menjadi prioritasnya. Madeline bersembunyi di sudut, mengencangkan dagunya dan berjongkok saat melihat Jeremy lewat di depannya. Sekujur tubuhnya sakit dan pendonasian darah tadi membuatnya menggigil karena kedinginan. Menekuk tubuhnya di pojokan, ia melihat sosok Jeremy pergi dan menghilang dari pandangan, sama seperti kesadaran Madeline mulai memberi. Hari sudah berganti saat ia terbangun. Kedua kakinya kram oleh posisinya karena ia berdiri dengan tangan tertahan di tembok. Rasa sakit di tubuhnya masih ada dan luka di keningnya membakarnya. Sambil menyokong bera
Meredith melemparkan dirinya ke pelukan Jeremy dalam teror, dengan jelas menciptakan imaji seorang korban.Dia sudah pernah memainkan trik yang sama namun masih saja, Jeremy percaya tanpa ada rasa curiga sedikitpun.Semua orang mengeluarkan tatapan hina dan tidak percaya pada Madeline. Madeline sendiri sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu, namun ia masih belum bisa terbiasa dengan tatapan ingin membunuh dan dingin yang Jeremy berikan padanya.Dalam otaknya, wajah itu tetap wajah yang ia cintai. Namun, wajah itu tidak lagi mempunyai kelembutan yang sebelumnya dipunyainya.Saat ini, sembari memeluk Meredith, mata dingin dan tajamnya menusuk Madeline."Ma. De. Line!"Dia menggertakkan gigi-giginya sembari meludahkan tiga suku kata itu, masing-masing dengan kekuatan yang seakan-akan bisa menelannya!Madeline merasakan hawa dingin merayap dari telapak kakinya melewati sekujur tubuhnya. Sangat menakutkan.Meredith yang masih bersandar di lengan Jeremy menangis tiada henti. “Jeremy, bagai
Madeline dipaksa menutup mulutnya. Ia menatap sekilas ke arah luar jendela. Di luar langit mendung seakan-akan sebentar lagi akan turun hujan.Menatap bagian dari jalan yang sepertinya familier, saraf Madeline perlahan mengencang.Mobil berhenti. Jeremy dengan bebas keluar dari mobil sementara Madeline diseret keluar.Melihat lingkungan di sekitarnya, mata Madeline melebar dalam ketidakpercayaan."Jeremy, kenapa kau membawaku ke sini!"Ia bertanya menghadap punggung Jeremy, namun pria itu mengabaikannya.Madeline diseret ke makam yang ia bangun untuk kakek dan anaknya. Ia tidak lagi punya kekuatan untuk berdiri, dan pengawal itu mendorongnya ke arah makam.Madeline jatuh ke tanah, meremas area di mana tumornya berada. Ia mengambil nafas dalam-dalam, menahan rasa sakit, dan membuka matanya.Jeremy berdiri di hadapannya, terlihat seperti bangsawan dan dingin, aura pria itu tidak bisa diganggu gugat dan dingin."Kenapa, di sini?" Madeline bertanya, menggertakkan gigi-giginya, pandangannya
Madeline seketika patah bagaikan boneka kayu tanpa tali, kehilangan semua kesadaran.Dunianya seperti menggelap dengan tiba-tiba dan rasa sakit yang intens seakan-akan kulit tangannya dikupas menelan seluruh kesadarannya."Tidaaak!"Dengan putus asa ia menerjang maju ke arah abu yang perlahan dimusnahkan oleh salju dan hujan.Madeline menangis memilukan, tangannya yang bergetar dengan putus asa mengusap-usap batuan yang tidak rata sembari berusaha mengumpulkan abu yang tersisa.Namun, abu itu perlahan memerah oleh darah yang keluar dari telapak tangannya, dan kemudian meleleh dalam hujan dan salju.Hanya seperti itu, seberkas cahaya redup harapannya benar-benar musnah.Ia menangis dan tertawa memilukan, mata merah dan basahnya menatap Jeremy.Ia tidak lagi mengenali pria ini.Tidak, ia tidak pernah mengenalnya.Madeline menggertakkan gigi-giginya dan menatap ke pria yang berdiri tegak itu, kedua matanya benar-benar tajam."Jeremy, kau akan menyesali ini!"Melihat tatapan benci Madeline
Mendengar semua kata yang keluar dari bibir Madeline, Jeremy mengerutkan keningnya, detak jantungnya tiba-tiba menjadi tak beraturan."Jeremy, kalau kau tidak membunuhku hari ini, aku pasti akan membunuhmu dan membalaskan dendam anakku."Kedua mata terangnya seteguh sebelumnya.Jeremy tersenyum acuh tak acuh. "Aku akan menunggu."Pria itu berdiri sembari mengatakan itu dan pergi begitu saja.Setelah memandang sosok hitam yang perlahan menghilang dari pandangannya, seketika Madeline serasa sudah dikuras semua kekuatan dan darahnya ketika dengan lemas memeluk guci abu kakeknya.Air mata hangat sekali lagi deras mengalir namun hatinya sudah mati rasa oleh rasa sakit.Akan tetapi, semua itu ternyata belum selesai saat Meredith muncul dengan tiba-tiba.Meredith menggenggam pisau buah saat melihat Madeline terbaring di tanah sambil memeluk sebuah guci. Meredith berjalan mendekat dan berjongkok, mengulurkan tangannya untuk menarik rambut pendek Madeline."Tsk tsk, aku sudah bilang padamu untu
Saat mengatakan itu, ekspresi rekan-rekan kerjanya, termasuk Elizabeth, berubah. Mereka menatap Madeline seolah-olah mereka menatap sesuatu yang tidak wajar."Wanita ini, bukankah kau terlalu keji!" Beberapa karyawan wanita berkata dengan nada menghina."Nasib buruk apa yang Meredith punya hingga harus berurusan dengan orang gila seperti ini. Wanita ini selalu mengincarnya di mana-mana.""Tepat sekali. Tidak hanya merebut kekasih orang lain, kau masih membuat masalah dengan Meredith, bahkan bilang kalau mau membunuh gadis itu. Benar-benar sakit jiwa!""Kita harus jauh-jauh dari dia, jaga-jaga kalau dia mendadak gila dan melibatkan kita."Madeline duduk di mejanya tanpa bersuara, hanya mendengarkan semua kata yang dengan sengaja ditujukan padanya.Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun dan hanya bangkit dari kursinya.Melihat gadis itu bergerak, beberapa karyawan wanita yang sudah sejak tadi mengatakan kebenaran dan kebohongan tentangnya bergegas berlari menjauh, ketakutan oleh apa yang
Gina, yang berdiri di pintu, melihat adegan itu dan hendak masuk ketika dia dihentikan oleh suaminya.“Jangan membuat lebih banyak masalah lagi. Apa kau benar-benar ingin putramu menjadi bujangan selama sisa hidupnya?”“Siapa bilang aku akan membuat masalah? Aku akan memberi tahu mereka kalau aku sekarang setuju dengan pernikahan ini, oke?”Suaminya terkejut. "Kamu setuju?"Gina hendak menjawab ketika dari sudut matanya, tiba-tiba dia melihat sekilas cahaya di ruangan itu, disusul dengan sorakan dan tepuk tangan dari dalam.Ava melepaskan diri dari pelukan Daniel. Dia terkejut menemukan Madeline dan Jeremy, kedua orangtuanya, dan bahkan Tom dan Maisie perlahan mendekati mereka sambil tersenyum gembira. Ava menatap kosong ke arah Madeline. Kemudian, dia akhirnya mengerti kalau mereka semua telah bekerja sama untuk mengatur ini.Hanya dia dan kedua orangtua Daniel yang tidak diberi tahu.Daniel sama sekali tidak pernah berpikir untuk meninggalkannya. Pria itu hanya menggunakan pendekatan
Setelah mendengar ucapan Ava, Gina perlahan berhenti.Dia tak pernah menyangka kalau di hati Ava masih tersimpan rasa hormat padanya.Ini benar-benar mengejutkannya.Namun, sesaat kemudian dia mendengar Madeline membela Ava. “Ava, kau menghormati mereka, tetapi apakah mereka pernah menghormatimu? Rasa hormat itu harus secara timbal balik.”“Tapi Danny akan selalu menjadi putra mereka. Jika Dan dan aku bersikeras untuk menikah, kedua orangtuanya tidak akan bahagia selama sisa hidup mereka,” kata Ava dengan desahan tak berdaya. "Aku benar-benar tidak ingin Dan terjebak di tengah masalah ini."“Tapi Ava…”“Maddie, jangan bujuk aku. Kau seharusnya sudah tahu pasti bahwa ketika kau benar-benar mencintai seseorang, kau tidak harus tinggal bersama orang itu. Selama orang yang kau cintai aman, sehat, dan bahagia, itu sudah cukup, bukan?”Senyum lega tersungging di wajah Ava seolah-olah dia sudah membuat keputusan akhir di dalam hatinya.Madeline ingin membujuk lagi, tapi sepertinya untuk saat
Kedua orangtua Daniel, yang diam-diam mengamati Ava dari kejauhan, berangsur-angsur menjadi semakin gelisah di dalam mobil.“Hmph, berani-beraninya dia bilang kalau dia punya hubungan yang mendalam dengan Dan? Ini sudah lama sekali dan dia masih tidak tahu ke mana Dan pergi,” keluh Gina sambil memutar kedua bola matanya.Ayah Daniel melirik Gina. “Jangan terlalu jahat. Saat ini, yang terpenting adalah menemukan Dan. Ava bukan orang jahat. Pada awalnya, kau tidak menyukai wanita itu karena dia tidak punya orangtua, uang, dan kekuasaan. Sekarang, kedua orangtuanya masih hidup dan sehat, ibunya kaya raya, dan ayahnya adalah seorang dokter spesialis dan profesor. Apa lagi yang membuatmu tidak puas? Apa kau benar-benar ingin putramu tetap melajang sepanjang hidupnya?”Gina tidak senang ketika suaminya mengeluh tentang dirinya.“Bukankah kamu juga awalnya keberatan? Aku akhirnya menyetujui hubungan mereka, tetapi ayahmu menolak untuk setuju untuk menyelamatkan reputasinya. Mengapa sekarang k
Setelah membaca pesan Daniel, Old Master Graham sangat marah hingga sepasang matanya terbuka lebar.'Dia baru saja keluar dari rumah sakit dan dia kabur demi seorang perempuan?’‘Dia bahkan mengatakan bahwa jika dia tidak bisa menikahi perempuan itu, dia tidak akan menikah dengan siapa pun nanti?’Old Master Graham tidak akan pernah membiarkan hal seperti itu terjadi.Namun, ketika memikirkannya lagi, dia masih merasa sedikit gugup.Jika Daniel benar-benar tidak menikah karena ini, bukankah ini akhir dari Keluarga Graham?‘Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi.’Setelah berlari keluar, Ava pergi mencari Daniel di semua tempat yang bisa dia pikirkan. Namun, setelah menghabiskan sepanjang pagi mencari pria itu, dia masih tidak bisa menemukan Daniel.Dia mencoba menelepon Daniel, dan meskipun panggilan itu tersambung, selalu tidak dijawab.Seiring berjalannya waktu, Ava merasa sangat lelah. Dia duduk di sebuah kursi di pinggir jalan dan memperhatikan jalan di mana orang-orang lalu lalang.
"Aku akan pulang sekarang juga!"Gina buru-buru berlari ke parkiran. Tiba-tiba, dia berbalik dan menghentikan Ava, yang akan mengikutinya.“Jangan ikuti aku! Kau tidak diterima di rumah kami.”Terlepas dari peringatan Gina, Ava tak bisa menahan dirinya untuk tidak mencari Daniel.Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Bagaimana bisa Daniel tiba-tiba memulangkan dirinya sendiri? Pria itu jelas-jelas koma di ranjang rumah sakit dan selama ini tidak sadarkan diri.Dalam perjalanan ke sana, Ava menelepon Daniel, tetapi Daniel tidak menjawab.Ava tidak tahu apakah Daniel membawa ponselnya, tetapi singkatnya, dia tidak bisa menghubungi pria itu.Dia sangat ingin berdiri di depan Daniel sekarang, tapi jalanan yang macet menghambatnya.“Lihat ini dan kau akan tahu apa yang terjadi.” Ayah Daniel terdengar seperti sedang mencela seseorang, lalu pria itu tampak menyerahkan sesuatu kepada Gina.Ava dengan cepat masuk sambil bertanya-tanya apa yang terjadi dengan Daniel, tetapi begitu dia melangk
Untuk sementara waktu, Ava menatap bangsal yang kosong. Kemudian, dia kembali tersadar dan segera pergi mencari Daniel.Namun, setelah mencari-cari sebentar, Ava tidak bisa menemukan Daniel, dan itu membuatnya merasa sedikit gugup.Pada saat ini, Gina juga masuk.Dia melihat bangsal itu kosong, dan Daniel, yang seharusnya berbaring di ranjang rumah sakit, telah menghilang."Apa yang sedang terjadi? Di mana Dan? Apakah dokter membawa Dan pergi?” Gina menatap Ava dan bertanya dengan ekspresi tidak ramah di wajahnya.Ava sudah terbiasa dengan sikap Gina, jadi dia tidak mau repot-repot berdebat dengan Gina. Sebaliknya, dia menjawab, “Aku juga ingin tahu.”“Bagaimana mungkin kamu tidak tahu? Kau datang sebelum aku.”“Dan sudah tidak ada di bangsal saat aku datang,” kata Ava dan berbalik. "Aku akan pergi ke ruang perawat dan bertanya pada mereka.""Tunggu."Gina meraih tangan Ava, wajahnya gelap.“Ava, dengar aku baik-baik. Dan telah banyak menderita dan beberapa kali terluka karenamu. Karen
Karena berpikir seperti itu, itu menunjukkan bahwa Julie adalah orang yang masuk akal."Lilly." Julie berjalan ke arah Lilian dan berjongkok, menyapanya dengan ramah. “Lilly, aku sangat menyukaimu. Kuharap dirimu bisa berbahagia setiap hari, dan kuharap kau segera bisa bicara.”Lilian adalah anak yang pengertian. Dia menyunggingkan seulas senyum manis dan mengangguk penuh semangat, menunjukkan bahwa dia menerima doa Julie.Julie berdiri dan menghadap Fabian. Saat ini, kekaguman di matanya makin bertambah dan kegigihannya yang sangat kuat sebelumnya telah banyak berkurang.Jika kita menyukai seseorang, kita tidak harus dengan keras kepala memperjuangkannya.Julie tidak mengatakan apa-apa dan hanya tersenyum pada Fabian.Fabian juga tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia membungkuk dan mengangkat Lilian ke dalam gendongannya. Sebelum berbalik, dia memberi Julie senyum ramah.“Miss Charles, kau masih bisa datang kepadaku jika kau membutuhkan bantuanku di masa yang akan datang. Lagi pula, aku
"Ya," kata Fabian terus terang.Julie mengira dirinya akan merasa malu karena hal ini, tetapi dia tak tahu mengapa dia masih merasa sangat santai. Meski begitu, dia tetap merasa sedikit malu.Agar Julie tidak merasa malu, Fabian tersenyum dan berkata, “Aku ingin membantumu keluar dari situasi itu, Miss Charles, tetapi aku tidak mau melewati batas. Aku juga tidak menyangka seseorang mengambil video dan mengunggahnya ke internet. Lilly dan aku telah membuatmu terlibat dalam banyak kesulitan. Aku benar-benar minta maaf mengenai itu.”Selesai mengatakan itu, Fabian mengambil jeda, lalu dengan lembut melirik Lilian."Tapi Miss Charles, yakinlah, tidak akan ada masalah seperti itu lagi di masa yang akan datang."Julie tertegun sejenak ketika mendengar kata-kata itu, dan entah kenapa dia merasakan rasa kehilangan yang kuat muncul dari lubuk hatinya.Dia menatap Fabian dengan curiga, dan tentu saja, kata-kata yang dia dengar selanjutnya membuatnya merasa menyesal."Miss Charles, aku telah mene
Adegan Mr. Martinez membuat keributan dan Fabian akhirnya datang bersama Lilian untuk menyelamatkan situasi direkam dan diposting di internet.Si pengunggah video masih sedikit berhati-hati dan telah menyensor penampakan Lilian, tetapi sosok dan wajah Fabian terlihat jelas di video.Patty sekilas mengenali orang dalam video itu sebagai Fabian.Setelah melihat komentar-komentar di bawah video, Patty semakin cemas."Julie, kok bisa-bisanya kamu jatuh cinta pada seorang ayah tunggal?"Julie mengerutkan kening. “Ya, aku tidak akan menyangkal. Aku memang naksir Mr. Johnson.”"Apa?"“Ck ck ck … Julie, apa kau benar-benar menyukai ayah tunggal itu?” Sorot mata Mrs. Gill sangat halus. “Seseorang telah menggali semua informasi mengenai pemuda itu, dan ternyata dia adalah adik Yorick. Dulu, Yorick menimbulkan segala macam masalah dan melakukan apa pun yang dia inginkan di Negara F. Kakak perempuannya, Lana, juga terkenal di lingkungan pergaulan kami.”"Apa? Dia adik Yorick dan Lana?” Patty bahka