“Silakan, Miss Quinn.” Pengawal itu membuka pintu. Tampaknya terlepas dari kesediaannya, mereka tidak akan membiarkannya pergi. Saat dia dipaksa masuk ke dalam mobil, Madeline menemukan Jeremy sedang menunggu di dekat gerbang hotel dengan senyum hangat dan buket bunga baby breath. Jeremy tiba tiga menit setelahnya. Mereka akan bertemu seandainya dia tidak dipaksa masuk ke mobil. Tatapan juga Felicity tertuju pada Jeremy. "Sayang sekali. Bagaimanapun juga, sepertinya kalian tidak ditakdirkan untuk satu sama lain.” Madeline menjadi dingin. Felicity tahu tentang taruhan yang dia buat dengan Jeremy beberapa saat yang lalu. Felicity tersenyum melihat ekspresi kaget Madeline. “Sepertinya kau sama sekali tidak tahu tentang Felipe, Eveline.” “Apa maksudmu?” “Hmph.” Felicity mendengus, tatapannya mengeras. “Kau akan segera tahu.” Lalu, mobil itu melaju pergi. Menatap Jeremy yang berdiri di dekat gerbang hotel, Madeline merasakan kehilangan yang sangat berat membanjiri hatinya. Dia
Tatapan panik melintas di kedua mata Madeline. “Apa maksudmu, Felicity Walker?” “Oh? Apa kau takut? Atau khawatir pria itu akan mati?" Nada suara Felicity merembes keluar dengan jijik. “Bukankah kau berdoa siang dan malam agar orang itu menderita? Nah, kau harus senang kalau begitu, karena pria itu akan pergi ke neraka sebentar lagi.” Madeline sekarang yakin kalau mereka mengawasi setiap gerakannya dan Jeremy. Felipe adalah satu-satunya orang yang bisa melakukan hal seperti itu. Pria itu pasti memiliki lebih banyak kekuatan lagi di Negara F daripada yang dia mengerti. “Seberapa besar aku membenci Jeremy adalah masalah antara aku dan dia. Kau tak berhak menentukan dan bertindak atas namaku." Nada bicara Madeline dingin dan tatapannya tajam. “Aku tak cukup bodoh untuk melupakan fakta bahwa Felipe menggunakan kebencianku pada Jeremy untuk menyingkirkan pria itu.” “Aku tak tahu apa yang kau bicarakan," tukas Felicity dengan polos sebelum matanya menjadi dingin. Dia berkata dengan na
“Minggir!” Nada bicara Madeline dingin dan tajam. Felicity tertegun selama dua detik saat merasakan aura Madeline, dan saat dia kembali ke dunia nyata, dia dengan cepat maju untuk menahan Madeline. “Tetap di sana, Eveline…” Madeline menangkap tangan Felicity, menyela perempuan itu. Dia memelototi perempuan itu dengan dingin. “Aku peringatkan dirimu, jangan menghalangi jalanku.” “...” Tertegun oleh aura Madeline dan dengan wanita itu melemparkan tangannya, Felicity terhuyung sebelum jatuh ke lantai. Madeline tidak menghiraukan Felicity dan berlari ke pintu. Sambil membuka gerbang, dia menemukan mobil hitam edisi terbatas yang diparkir tepat di depan rumah. Felipe turun dari mobil, ekspresinya lembut dan penuh perhatian. Namun, sorot matanya tidak lagi mempunyai kelembutan seperti dulu. “Kau tidak perlu pergi ke lokasi kecelakaan. Sudah terlambat." Dia berjalan mendekati Madeline. “Jeremy sudah mati.” Hati Madeline terasa seperti tercabik-cabik, dan matanya memerah saat dia men
Syok, Madeline pikir dirinya sedang berhalusinasi. Dia dengan cepat menyeka air matanya dan melihat ke pintu masuk hotel lagi dengan mata melotot, tapi tidak ada wajah yang dia kenal di kerumunan di depannya. Penglihatan itu terasa nyata, jadi Madeline segera menyebrangi zebra cross dan berlari menuju tempat Jeremy muncul beberapa saat yang lalu. Melihat sekeliling, dia tidak menemukan siapapun. Dihantam oleh angin dingin di sekitarnya, Madeline merasakan hatinya kembali dingin. Di antara kerumunan yang riuh, dia merasa sendirian. ‘Satu-satunya yang kuinginkan selama tahun-tahun mengalami penderitaan dan kesakitan adalah agar kita saling mencintai dengan sederhana, Jeremy. Satu permintaan kecil, tapi kenapa tidak bisa terpenuhi?’ ‘Apakah kita benar-benar tidak ditakdirkan untuk bersatu?’Madeline kembali ke Glendale dengan linglung, pulang ke villa mereka. Madeline sesaat berdiri di sana dengan hampa sebelum akhirnya masuk. Wajah Karen menjadi gelap saat dia menatap Madeline. D
‘Aku masih mencintaimu bahkan setelah aku berhasil membalas dendam.’Madeline tak tahu kapan dia tertidur, tapi langit sudah gelap saat dia bangun. Dia meninggalkan villa dan menuju ke Montgomery Manor. Eloise dan Sean sangat gembira melihat dia pulang. Namun, mereka tak bisa menahan diri mereka untuk tidak merasa khawatir saat melihat ekspresi sedih Madeline. “Apa kau masih terluka karena apa yang terjadi dengan Lilian, Eveline?” Madeline merasakan jantungnya menegang. “Jeremy meninggal.” “A-apa? Jeremy meninggal?" Eloise dan Sean tak bisa mempercayai telinga mereka. “Dia terbang ke Glendale beberapa hari yang lalu, tapi pesawatnya jatuh.” “Pesawatnya jatuh? Bagaimana bisa? Tidak ada berita seperti itu.” Eloise dan Sean bingung. Madeline berhenti. “Tidak ada?” “Tidak sama sekali. Kami juga tidak mendengar tentang kecelakaan yang berkaitan dengan maskapai penerbangan mana pun." Sean membenarkan. “Apa kau yakin kau tidak salah, Eveline?” Madeline merasa jantungnya mencelos saa
Tenggorokan Madeline tercekat saat dia menatap sosok kurus dan letih itu. “Jeremy?” Madeline memandangi fitur-fitur sosok itu dalam keterkejutan, perasaan berat di dadanya menghilang. Kedua mata Jeremy juga memancarkan keterkejutan saat pria itu balas menatapnya. “Kau sungguh baik-baik saja, Jeremy!” Madeline berlari ke arah pria itu, kedua tangannya terulur lalu menggenggam tangan pria itu sebelum dia menyadarinya. Merasakan hangatnya tangan Jeremy, Madeline merasa tenang. Pada saat ini, Madeline tahu bahwa tak akan ada yang lebih penting selain Jeremy masih hidup dan sehat. Jeremy menatap Madeline yang sedang menggenggam tangannya dengan penuh semangat. Cantik dengan penampakan yang sedang tersenyum, kedua mata wanita itu digenangi air mata. “Kau sangat mirip dengan orang yang kusuka, Miss," ucap Jeremy, suara baritonnya sangat menarik dan memikat seperti yang dia ingat. Madeline mengira Jeremy sedang bercanda dengannya ketika pria itu perlahan melepaskan tangannya dari gengg
Felicity tak punya waktu untuk menanggapi ketika suara magnetis Jeremy melayang dari dalam. “Siapa di luar?” Ekspresi Felicity segera berubah menjadi lelah dan frustasi. “Kenapa kau ke sini lagi, Miss Montgomery? Sebelumnya aku telah memberitahumu beberapa kali kalau aku adalah orang yang dicintai Jeremy. Karena kita terlihat mirip maka Jeremy menyukaimu sebagai penggantiku. Jeremy dan aku kembali bersama sekarang, jadi maukah kau berhenti mengganggu kami?” Madeline yakin Felicity saat ini sedang bersandiwara. Dia ingin merobek topeng wanita itu ketika Jeremy tiba-tiba muncul di garis penglihatannya. Jeremy menatap tenang Madeline dengan sepasang mata bunga persiknya yang dalam dan menganalisa sebelum mengalihkan pandangannya ke Felicity sambil berbicara dengan nada hangat, “Cepat kemasi barang-barangmu. Penerbangan kita kembali ke Glendale akan lepas landas dalam tiga jam.” “Oke." Felicity mengangguk, warna memprovokasi di senyumnya semakin dalam. Madeline tak bisa mempercayai ma
Sepasang mata Madeline bersinar dengan harapan mendengar jawaban Jeremy. “Kau ingat aku, Jeremy? Lalu kenapa kau—” “Felicity bilang padaku kalau kau adalah salah satu penggemar ku yang gila yang melakukan operasi plastik agar terlihat seperti Felicity hanya untuk menarik perhatianku.” Madeline awalnya mengira Jeremy hanya mengucapkan kata-kata seperti itu sebelumnya untuk mendekatkan diri dengan Felicity agar pria itu bisa menyelidiki kebenaran identitas Felicity. Dia berpikir kalau pria itu hanya berpura-pura tidak mengenalnya, tapi jawaban Jeremy membuktikan kalau dia salah. Madeline tak punya pilihan lain selain menerima kenyataan saat dia menatap sepasang mata Jeremy yang dingin. Jeremy di depannya ini tidak lagi mengenalinya. “Kuharap kau lebih rasional, Miss. Perasaan bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Meskipun kau sudah melakukan operasi plastik agar terlihat seperti Felicity, itu tidak mengubah fakta kalau kau bukanlah orang yang aku cintai," tambah Jeremy.Melepaskan t